KALAM PENGANTAR
Kondisi negeri dengan hadirnya Covid 19 saat ini seperti pucuk dipinta ulampun tiba bagi rezim Jokowi. Pasalnya dia bersama pendukungnya seperti sangat memanfa’atkan kondisi ini untuk mewujudkan sejumlah aturan yang melegalkan sejumlah kegiatan. Karena penduduk negeri ini mayoritas muslim maka merekalah yang merasa sangat dirugikan oleh kebijakan, misalnya terkait dengan RUU.HIP., BPIP, perubahan dan pengesahan UU.KPK., pemasukan dan penampungan rakyat Tiongkok yang melimpah ruah ke Indonesia dengan mengabaikan kearifan bangsa dan negara, pembangunan Reklamasi dan seterusnya.
Kebijakan demi kebijakan yang dilaksanakan presiden Jokowi terkesan sangat menguntungkan kaum minoritas dan lebih terkesan lagi seperti ada agenda besar ingin merubah haluan negara dari apa yang dititipkan para pendiri dalam sebuah perjuangan kemerdekaan dahulu kala menjadi sebuah negara yang berkolaborasi dengan ideologi tertentu yang sudah dilarang di negeri ini. Kaum minoritas dan penganut ideologi tersebut sangat memanfa’atkan situasi semacam ini sehingga merapat serapat-rapatnya dengan presiden Jokowi. Salah sorang di antara mereka adalah Luhu Binsar Panjaitan.
Karena terlalu rapat antara keduanya sehingga jabatan strategispun diberikan untuk menguasai negeri ini, dia Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia dalam masa kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Karena terlalu singkron antara keduanya maka berbagai hak dan tugas juga diberikan presiden kepada sang menteri seperti mengurus izin pembangunan Reklamasi, dikirim juga ke USA berjumpa presiden Donal Trump untuk memperoleh hutang, dijadikan perekat dengan penguasa negeri Cina, mengamankan pendatang Cina dengan berbagai dalih, dan terakhir dipercaya sebagai Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat untuk pulau Jawa dan Bali terhitung 3 sampai dengan 20 Juli 2021.
JANJI-JANJI TINGGAL JANJI
Mengenang kembali janji-janji presiden Jokowi dan wakilnya Ma’ruf Amin ketika maju sebagai calon presiden Indonesia 2019-2024 dan mengukurnya apakah sudah ditepati semuanya atau sebahagiannya, atau hanya sekedar janji-janji tinggal janji kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat hanya mimpi. Janji-janti tersebut dimuat di berbagai media yang susah untuk dibantah eksistensinya, dalam Tribunnews dicatat ada 10 janji yang pernah dijanjikan adalah:
(1). Kemiskinan turun dan kartu sembako murah; (2). Klaim jaminan pendidikan dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah; (3). Program Mekaar dan UMI (Pembiayaan Ultra Mikro); (4). Sertifikasi tanah dan konsesi lahan; (5). Dana desa akan capai Rp 400 Triliun; (6). Koperasi petani dan bank mikro nelayan; (7). Rasio elektrifikasi dan pemanfaatan energi terbarukan; (8). Kartu Pra-Kerja; (9). Permudah usaha generasi muda; (10). Akses internet cepat.
Dalam kabar24.bisnis.com/ disebutkan: Menang Pilpres 2019, Ini Janji Manis Jokowi-Ma’ruf: Tiga Kartu Sakti, Dewi (Desa wisata) dan Dedi (Desa digital), 3500 Startup (jaminan lapangan kerja), Infrastruktur Langit (penguatan infrastruktur teknologi informasi berupa Palapa Ring), dan Dilan (digital melayani). Khusus yang terakhir ini pemaparan Jokowi kepada rakyatnya. (https://kabar24.bisnis.com/read/20190521/15/925305/menang-pilpres-2019-ini-janji-manis-jokowi-maruf-)
Sementara CNBC Indonesia memaparkan visi dan missi Jokowi dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia seperti ini: Misi: 1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia; 2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing; 3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan; 4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan; 5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa; 6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; 7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga; 8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; 9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan.
Sementara visinya adalah: 1. Pembangunan infra struktur; 2. Pembangunan SDM; 3. Mengundang investasi; 4. Mereformasi Birokrasi; 5. Menjamin penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran. Masyarakat Indonesia dapat merasakan dari sekian janji politik termasuk kandungan visi missinya Jokowi dan Ma’ruf Amin berapa persenkah yang sudah dijalankan sampai hari ini. Mudah-mudahan sudah dijalankan semuanya atau sebahagiannya, atau malah belum terlaksana sama sekali. Kalau poin terakhir yang terjadi maka layaklah disebut: janji-janji tinggal janji bulan madu bukan untuk rakyat RI. atau dalam bahasa sepadan dengan kondisi sekarang: janji-janji tinggal janji bulan madu untuk rakyat RRC.
BULAN MADU HANYA MIMPI
Ketika sejumlah janji yang ditaburkan oleh seseorang kepada orang lain termasuk oleh calon presiden kepada rakyatnya, kemudian tidak mampu untuk ditepati semuanya atau sebahagiannya atau sengaja dikelabui dan diingkari, sementara yang menunggu janji tidak berdaya untuk menekan sipenjanji, maka yang menunggu janji tersebut hanya mampu berucap: janji-janji tinggal janji bulan madu hanya mimpi.
Kalau seorang presiden yang berjanji seribu janji kepada rakyatnya untuk memperoleh jabatan namun ketika jabatan itu diperolehnya bukan satu penggal malah dua periode namun janji-janji politiknya tidak pernah diusahakan untuk dipenuhi, malah sebaliknya dia mempermainkan janji tersebut untuk kepentingan rakyat negara lain dengan alasan tenaga kerja profesional padahal buruh kasar semata, sementara rakyat sendiri masih ramai yang menganggur untuk kerjaan semacam itu, namun diterlantarkan. Maka layaklah gelar The King of Lip Service diperoleh untuk dirinya.
Manakala seorang calon presiden berjanji setinggi langit untuk menyejahterakan kehidupan rakyatnya dengan berbagai kemajuan dunia yang ada, meningkatkan lapangan kerja, ternyata lapangan kerja tersebut diberikan kepada bangsa lain, memandirikan desa ternyata rakyat dalam desa berantakan dan bermusuhan, menjamin Hak Azasi Manusia (HAM) ternyata Hamdani dan Hamdiah yang diberikan haknya saja, menjamin pembangunan multi nasional ternyata semuanya dibangun dengan hutang luar negara, berjanji memberantas korupsi ternyata korupsi merajalela oleh orang yang diangkatnya, maka layaklah gelar The King of Oligarchy diperolehnya.
Kalau presiden pertama Indonesia Soekarno berjuang habis-habisan bersama rakyat untuk memperoleh kemerdekaan dari penjajah Belanda sehingga negara merdeka, maka layaklah ia disebut sebagai The Founding Father (Bapak pendiri negara), manakala ia memproklamasikan kemerdekaan negara maka ia juga layak disebut dengan Bapak Proklamator negara. Kalau presiden kedua Indonesia Soeharto banyak membangun negara dengan pembangunan infrastruktur dan SDM rakyatnya maka ada orang yang menyebutnya sebagai Bapak Pembangunan. Kalau presiden ketiga B.J.Habibi fokus kepada industri pesawat terbang selama memimpin negara Indonesia maka layaklah beliau mendapat gelar Bapak teknologi. Kalau presiden keempat Abdurrahman Wahid banyak melawak dalam memimpin negara ini maka layaklah dia disebut dengan Bapak Lelucon.
Kalau presiden kelima Megawati Soekarnoputri banyak menjual aset negara ketika memimpin negara maka layaklah gelar Ibuk peniaga diberikan kepadanya. Kalau presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertekat memberantas korupsi sehingga membentuk Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam masa jabatannya maka sangat layak kalau gelar Bapak anti korupsi disandangya. Dan kalau presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi) banyak sekali mengumbal janji tetapi tidak sanggub malah tidak berupaya untuk memenuhinya maka layaklah baginya menyandang gelar sebagai Bapak janji-janji tinggal janji bulan madu hanya mimpi.
Berhubung banyak janji yang tidak dipenuhi Jokowi setelah terpilih menjadi presiden RI dan terkesan seperti tidak berupaya samasekali untuk memenuhinya maka wajarlah cemoohan rakyat tertuju kepadanya hari ini. Yang lebih sadis lagi adalah sebagai seorang muslim presiden Jokowi cenderung mendiskreditkan muslim dengan mengayomi dan melindungi non muslim selama memimpin bangsa dan negara. Posisi-posisi strategis dalam pemerintahannya banyak dimiliki non muslim atau minimal muslim sepilis-nasionalis-komunis. Buktinya terpampang di depan mata, hanya orang kabur saja yang tidak nampak melihatnya.
Konkrit dan konklusinya adalah Presiden Jokowi banyak berutang dan banyak berjanji tetapi belum tau membayar hutang dan belum mampu memenuhi janji. Presiden Jokowi membangun hubungan dengan luar negeri akan tetapi fokus kepada satu negeri yang bernama RRC. Presiden Jokowi betul membuka lapangan kerja dan memberi kerjaan kepada para pekerja tetapi yang dibuka dan diberikan itu kepada rakyat Cina. Presiden Jokowi memang membangun negeri dengan berbagai pembangunan yang ditunggu rakyatnya tetapi uangnya bersumber dari hutang luar negara. Presiden Jokowi memang selalu berpikir dan berusaha untuk memperkuat dan memperkokoh kabinetnya untuk Indonesia maju tetapi yang diresufle selalu muslim istiqamah dan amanah. Kecuali itu presiden Jokowi sangat inn dan syahdu dengan seorang menteri yang selalu diberikan peluang dan kesempatan untuk menangani kerjaan besar di negeri ini, di sisi lain dia banyak berjanji denngan rakyanya tetapi belum mampu dipenuhi sementara terhadap sang menteri selalu di beri, maka layaklah kita tutup tulisan ini dengan adagium: JANJI-JANJI TINGGAL JANJI BULAN MADU UNTUK LUHUT DAN JOKOWI. Wallahu ‘aklam…..
Oleh: Dr. Hasanuddin Yusuf Adan
Penulis adalah Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Siyasah Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry.