Archive for month: Desember, 2016

Partai Komunis Indonesia (PKI) awal sekali didirikan oleh seorang sosialis Belanda bernama Henk Sneevliet dan Sosialis Hindia Belanda lainnya pada bulan Mei 1914 yang dalam waktu lama berkantor pusat di Jakarta. PKI mempunyai organisasi-organisasi underbawnya seperti CGMI sebagai sayap Pelajar, pemuda Rakyat sebagai sayap pemuda, Gerwani sebagai sayap perempuan, SOBSI sebagai sayab buruh, BTI sebagi sayap petani. PKI juga memiliki warna khas yaitu warna merah dengan palu-arit sebagai lambangnya.

            Henk Sneevliet bersama teman-temannya membentuk tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama: Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) dalam bahasa Inggeris disebut; Indies Social Democratic Association. ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda. Anggota ISDV memakrufkan pemikiran-pemikiran Marxis, atheis untuk mengedukasi orang-orang Indonesia mencari cara menentang kekuasaan penjajah

Pada Kongres ISDV di Semarang bulai Mei 1920, nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun ditetapkan sebagai ketua partai dan Darsono sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda. PKH menjadi partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Pada Mei 1925, Komite Exec dari Komintern dalam rapat pleno memerintahkan komunis di Indonesia untuk membentuk sebuah front anti-imperialis bersatu dengan organisasi nasionalis non-komunis, tetapi unsur-unsur ekstremis didominasi oleh Alimin & Musso menyerukan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Namun usaha pemberontakan tersebut telah gagal dan pemerintah Belanda melarang  PKI. pada tahun 1927

Pada Februari 1948 PKI dan Partai Sosialis membentuk front bersama yang diberi nama Front Demokrasi Rakyat. Partai Sosialis kemudian bergabung dengan PKI. dan milisi Pesindo berada di bawah kendali PKI. Pada tanggal 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah dua belas tahun menuntut ilmu komunis di Uni Soviet. Pada 5 September 1948 Musso berpidato menganjurkan Indonesia berkiblat  ke Uni Soviet. Dengan kerja kerasnya kemudian Musso berhasil menggerakkan massa PKI untuk memberontak di Madiun Jawa Timur tahun 1948.

 

PEMBERONTAKAN PKI 1948

Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun adalah pemberontakan kaum komunis yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Pemberontakan ini dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam organisasi bernama Front Demokrasi Rakyat" (FDR). Berawal dari kejatuhan kabinet RI yang dipimpin Amir Sjarifuddin dan digantikan oleh kabinet Muhammad Hatta, membuat Amir Sjarifuddin membentuk wadah baru dan mengumpulkan orang-orang yang berpaham kiri dan sekuler dalamnya dengan nama Front Demokrasi Rakyat" (FDR).

Musso sebagai tokoh PKI yang lama tinggal di Uni Soviet dalam sidang Politbiro PKI 13-14 Agustus 1948 mengusulkan sebuah jalan baru untuk Republik Indonesia karena menurutnya gerakan PKI sudah salah jalan dalam bergerak di Indonesia. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme, yaitu: PKI illegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional".

Tanggal 18 September 1948, PKI/FDR menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan mengumumkan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Keesokan harinya, PKI/FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Di Pati, Jawa Tengah juga diduduki oleh PKI dan FDR. Pemberontakan ini menewaskan RM Suryo sebagai Gubernur Jawa Timur, dr. Moewardi yang pro-kemerdekaan, serta beberapa tokoh agama dan petugas kepolisian. Mengingat kondisi Madiun sudah sangat berbahaya maka kabinet Muhammad Hatta di Jakarta mengambil gerakan cepat untuk menghapus gerakan PKI tersebut. Pemerintah mengangkat Kolonel Sungkono sebagai gubernur militer untuk menumpas PKI. Yang dimulai pada tanggal 20 September 1948. Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. berhasil ditembak mati. Amir Sjarifuddin yang di tangkap di Grobogan, Jawa Tengah dijatuhi hukuman mati.

 

PEMBERONTAKAN PKI 1965

            Semenjak tahun 1950, PKI menggeliat kembali di Indonesia yang dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit (D.N.Aidit) yang memilih posisi sebagai partai nasionalis. Aidit dan kelompok muda lainnya seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Di bawah kepemimpinan D.N.Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165.000 pada 1954 dan sampai 1,5 juta pada 1959, sungguh merupakan sebuah perkembangan yang sangat cepat.

kongres PKI yang diadakan Agustus 1959 walaupun dicegah militer namun berhasil dan berjalan lancar karena mendapatkan dukungan Soekarno dan ia pula yang membukanya. Pada tahun 1960 Sukarno meluncurkan slogan Nasakom, singkatan dari Nasionalisme, Agama, Komunisme yang diwakili oleh PNI, NU, dan PKI. Dengan demikian peran PKI sebagai mitra junior dalam pemerintahan Sukarno resmi dilembagakan dan PKI semakin naik daun karena mendapatkan dukungan partai berbasis agama (NU) dan berbasis nasionalisme (PNI).

Perkembangan PKI yang mencapai 3 juta orang tahun 1965, PKI menjadi salah satu partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI mempunyai massa dalam beberapa organisasi underbawnya seperti Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI). Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di bawah payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia, jumlah tersebut menjadi modal kuat buat PKI untuk berusaha menguasai Indonesia.

Merasa diri sudah kuat maka pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur yang terkenal dengan nama Lubang Buaya. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September ("G30S"). Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta tersebut gagal pada 2 Oktober esok harinya.

Menjelang terpilihnya Jokowi menjadi presiden RI,  mantan Aster Kasad Mayjen TNI Purn  Prijanto di Jakarta, Ahad (29/6/2014) mengatakan bahwa Komunisme sedang lakukan rekonsolidasi secara serius dan terencana di Indonesia. Lebih jauh, Prijanto mengatakan,  istilah petugas partai yang disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada Jokowi juga dinilai modus komunisme. Sebab, istilah petugas partai mirip dengan pekerja partai yang pernah dikatakan tokoh PKI. D.N Aidit. Sekarang terjadi kolaborasi antara kader-kader komunis yang sudah menyusup di PDIP dengan kalangan Katolik yang memiliki ideologi ‘Theologi Pembebasan’ yang diadopsi dari Amerika Latin, dan bermuara lingkaran Jokowi. Maka, sekarang lingkaran Jokowi terus menggelindingkan dan menggelorakan tentang idiom atau kata ‘kerakyatan yang lazim digunakan PKI.

Dalam beberapa bulan terakhir ini pihak keturunan PKI dan aktivis HAM gencar menyebarkan issue bahwa negra RI sudah banyak membunuh anggota PKI dalam tahun 1948 dan tahun 1965 dan mereka menuntut pemerintah agar minta ma’af kepada keturunan korban. Selain itu lambang palu arit akhir-akhir ini kembali menjulang di kawasan-kawasan tertentu terutama sekali di Pulau Jawa. Ada orang menulis buku berjudul “Aku Bangga Menjadi anak PKI” (oleh Dr. Ribka Ciptaning), ramai kawula muda kini memakai kaos oblong berlambang palu arit (sebagai lambing PKI), ada pula muslim yang pakai kaos oblong bergambar Che Guevera (tokoh Komunis), dan sebagainya.

Apapun opini dan komentar serta pendapat orang tentang PKI, yang jelas PKI baik yang dipimpin Musso di Madiun maupun yang dipimpin D.N.Aidit di Jakarta telah banyak membunuh manusia. Mereka anti tuhan karena beraliran dan berpaham Marxisme, Atheisme, dan Leninisme, maka tidak layak lagi PKI eksis di bumi Indonesia yang konstitusinya mengesahkan enam agama bagi bangsanya (Islam, Hindu, Budha, Katholik, Protestan, dan Kong Hu Chu). Sementara Komunisme tidak memiliki agama, tidak bertuhan, dan suka kepada pembantaian terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Oleh: Hasanuddin Yusuf Adan

(Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Siyasah pada fakultas Syari’ah & Hukum UIN Ar-Raniry)

Selain menyalurkan bantuan sembako, dropping air, Dewan Dakwah juga melaksanakan kegiatan trauma healing dengan mengajak anak-anak bermain, bercerita, mengadakan lomba dengan berbagai hadiah. kegiatan ini dihandle oleh relawan Dewan Dakwah dan Pelajar Islam Indonesia (PII),

Anak-anak di posko pengungsian saat antusias mengikuti kegiatan ini, dan mereka sejenak melupakan musibah yang baru beberapa hari kemarin terjadi.

Dalam waktu dekat Dewan Dakwah bekerja sama dengan Global Peace Malaysia (GPM) juga akan mengadakan kegiatan pengobatan keliling (mobile) dengan ambulans. Tim obat-obatan dan ambulans Dewan Dakwah diperkirakan hari Rabu (14/12) sampai di Pijay setelah menempuh perjalanan darat dari Jakarta selama 3 hari.

Tim ini akan dibantu oleh 4 orang dokter dari GPM Malaysia, dan diharapkan akan membantu korban gempa dan masyarakat pada umumnya yang memerlukan penanganan masalah kesehatan.. 

Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA

oleh Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan,MCL., MA

            Negara Indonesia merupakan sebuah negara adonan dari sejumlah negara dan sejumlah bangsa di kepulauan Hindia yang dalam masa penjajahan Belanda disebut dengan Pemerintahan Hindia Belanda. Dari istilah Hindia Belanda ini kemudian ditarik nama baru oleh sejumlah ilmuan baik dalam maupun luar Indonesia dengan nama Indus (India) dan Nesus (pulau-pulau) dari bahasa Latin. Dari dua istilah itulah kemudian muncul nama Indonesia yang wilayahnya mencakupi jazirah dari Sabang sampai Marauke. Sesungguhnya Indonesia tidak mempunyai akar tunggal sebagai sebuah negara berdaulat sebelum dijajah oleh Belanda, yang ada hanya kerajaan-kerajaan di kepulauan nusantara seperti kerajan Aceh Darussalam, kerajaan Mojopahit, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Ngurah Rai, kerajaan Kutai dan sebagainya.

            Kini Indonesia yang tidak berakar tunggal sudah berdiri selama 71 tahun lebih semenjak diumumkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam rentang waktu 71 tahun tersebut negara yang hari ini makruf dengan sebutan NKRI ini telah mengalami banyak pengalaman, baik yang terasa manis, asin, masam, pedas dan sebagainya. Pemberontakan DI/TII tahun 1949, pemberontakan PKI 1948 di Madiun dan PKI 1965 di Jakarta, dan gerakan massa dalam kasuus reformasi 1998 yang melengserkan Soeharto dari kursi presiden NKRI merupakan sebahagian pengalaman pedas, asin, dan masam untuk negeri ini.

            Selain itu masih banyak pengalaman lain baik dalam skala besar maupun kecil seperti kasus pembajakan pesawat oleh Imran, kasus pembantaian Amir Biki di Tanjung Priuk, kasus peristiwa Malari, kasus serbuan terhadap Ahmadiyah Qadiani, syi’ah LDII, dan yang terakhir adalah kasus penodaan agama Islam oleh Basuki Tjahya Purnama (Ahok) sebagai gubernur DKI. Kasus terakhir ini membangunkan MUI untuk mengeluarkan fatwa yang disebutnya rekomendasi bahwa itu termasuk dalam kategori penistaan agama yang dalam Undang-undang No. 1 PNPS Tahun 1945 diancam maksimal lima tahun penjara. Efek dari penistaan agama Islam oleh seorang ummat Kristiani tersebut memeriahkan ibukota Jakarta dengan demo santun 4 November 2016 yang dislogani dengan 411 dan demo super damai 2 Desember 2012 yang dipopulerkan dengan sebutan 212. Yang menjadi sebuah keanehan di sini adalah ketika para ulama, para intelektual, para cucu pendiri negeri ini datang beramai-ramai dengan muslihat dan santun ingin menasehati presiden di istana negara, ternyata presiden mengelak, keluar dari istana dengan alasan yang diada-adakan dan tidak mau berjumpa dalam kasus 411. Sebaliknya ia bersama wakil presiden dan sejumlah menterinya datang bergabung, mendengar Habib Riziq berkhuthbah dan shalat jum’at bersama di Monas dalam kasus 212.

 

KASUS ALMAIDAH 51 DAN DEMO MASSA

            Hari Jum’at 4 November 2016 lebih kurang 2 juta representatif muslim se Indonesia berkumpul di masjid Istiqlal dengan rencana selepas Jum’at berdemo santun untuk memberi nasehat kepada presiden Joko Widodo di istana negara Jakarta. Inti nasehat yang mau disampaikan oleh representatif muslim tersebut adalah agar presiden menghormati dan  menjalankan fatwa MUI tentang penodaan agama oleh gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama (Ahok). Ucapan penodaan tersebut terkait dengan pelecehan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 51, bunyinya lebih kurang sebagai berikut: “jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak itu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surah Al-Maidah 51 macem macem ini. Itu hak bapak ibu. Jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibohongi gitu ya”.

            Efek dari ucapan Ahok tersebut membuat MUI sebagai lembaga yang berhak memberikan dan menetapkan fatwa di Indonesia berijmak dan menetapkan fatwa bahwa Ahok sudah bersalah dan berhak mendapatkan hukuman. Namun demikian oleh penegak hukum di Indonesia tidak merespon dan tidak menjalankan fatwa MUI tersebut, itulah yang menyebabkan representatif muslim seluruh Indonesia berdemo dengan tujuan mau memberikan nasehat kepada presiden Joko Widodo. Demo yang menghadirkan lebih kurang dua juta ummat Islam dari berbagai kalangan dan berbagai wilayah di seluruh Indonesia itu menjadi sesuatu yang luar biasa karena berjalan santun, muslihat, aman, dan damai, belum pernah terjadi sebelumnya di negeri ini. Lebih hebat lagi ketika demo super damai yang menghadirkan tidak kurang dari tiga juta muslim se Indonesia dalam kasus 212.

            Fatwa MUI bertanggal 11 Oktober 2016 tersebut ditandatangani langsung oleh DR. KH. MA’RUF AMIN sebagai Ketua Umum dan DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg, sebagai Sekretaris Jenderal.  Lima poin fatwa yang dalam ketetapan MUI disebut rekomendasi itu adalah:                                

1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.

3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan professional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.

5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.

 

MENOLAK NASEHAT RAKYATNYA

            Seorang presiden yang dipilih oleh rakyat semacam Joko Widodo adalah sepenuhnya menjadi presiden rakyat, terlepas banyak rakyat yang tidak memilih dia karena memilih rifalnya Prabowo Subianto dalam pemilu dahulu. Tetapi ketika ia menjadi presiden RI bermakna dia menjadi presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan lagi calon presiden yang didukung oleh rakyat ini dan rakyat itu, demikianlah rumus dan fungsi kedudukan seorang presiden dalam sesuatu negara. Akan halnya dengan Joko Widodo, ketika dua juta rakyatnya terutama sekali dari kalangan ulama dan intelektual mau berjumpa dengannya untuk memberi nasehat kepadanya malah ia keluar dari istana presiden, tidak mau berjumpa, dan berdalih memeriksa proyek di Air port Soekarno Hatta Cengkareng. Itu merupakan sebuah kesalahan besar yang sudah dilakukan seorang presiden semacam Joko Widodo. Sebaliknya, dalam kasus 212 malah ia ikut bergabung tanpa tujuan yang jelas dengan para demonstran super damai di Monas.

            Dalam Islam dan untuk masyarakat Islam, Rasulullah SAW telah bersabda: “Agama adalah nasehat”, para shahabat bertanya: “untuk siapa?” Beliau bersabda: “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, untuk pemimpin kaum muslimin, dan rakyatnya”. (riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam kaitannya dengan hadis tersebut, Rasulullah SAW dengan mudah menerima nasehat Abubakar Ash-Shiddiq ketika tiba di gua Tsur, tatkala itu Abubakar berucap: Ya Rasulullah, bersabarlah, biar saya dahulu yang memasuki gua Tsur, nanti belakangan baru Nabi masuk. Nabi tidak membantah nasehat Abubakart tersebut. Dalam kasus lain ketika Abbas pamannya Nabi tau nabi mau berjumpa dengan sejumlah orang Yatsrib di bukit ‘Aqabah untuk menerima bai’at mereka, lalu Abbas menasehati Nabi agar jangan pergi sendiri karena takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan, maka nabi mendengarnya. Akhirnya Abbas menemani Nabi pada tengah malam tersebut.

            Dalam kesempatan lain ketika terjadi perang Ahzab dan posisi muslimin sangat terjepit, shahabat Nabi Salman Al-Farisi menasehati beliau untuk menggali parit sebagai tempat berlindung dari serbuan musush yang lengkap dengan persenjataannya, lalu Nabi menerimanya dengan senang hati yang kemudian perang yang juga disebut perang Khandaq tersebut dimenangi pasukan muslimin. Masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang berkaitan dengan Nabi menerima nasehat rakyatnya dalam sejarah Islam, demikian juga dengan para Khulafaurrasyidin sebagai generasi pertama penerus risalah Nabi.

            Kalau nabi begitu mudah menerima nasehat daripada rakyatnya untuk kemenangan Islam dan kesejahteraan ummat Islam, maka apalah arti seorang Joko Widodo yang jauh sekali bandingannya dengan Nabi berani menolak nasehat para ulama di negeri yang dimerdekakan oleh ummat Islam ini. Sungguh merupakan suatu pelanggaran besar terhadap hakikat kemerdekaan Indonesia yang dilakukan seorang Joko Widodo. Tidakkah ia ketahui kalau tidak ada perjuangan para ulama muslim dan ummat Islam dalam berjihad melawan penjajah Belanda dahulu seorang Joko Widodo tidak akan mendapatkan kursi presiden di Indonesia hari ini? Tidakkah ia ketahui bahwa membela orang kafir dalam kehidupan beragama Islam merupakan perbuatan memasukkah gol ke gawang sendiri yang dilarang dan dibenci Allah? Atau model pemerintahan Hindia Belanda mau diwujudkan kembaili oleh seorang Jokowi di Indonesia hari ini, yakni sebagaimana digambarkan Aqib Suminto dalam bukunya: Politik Islam Hindia Belanda halaman 4 berikut ini: “dalam rangka menghadapi Islam di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda bekerjasama dengan para kepala adat dan menggunakan lembaga adat untuk membendung pengaruh Islam di kepulauan nusantara. Kalau pemerintahan pimpinan Jokowi hari ini sudah memasang strategi yang pernah dilakukan pemerintah Hindia Belanda maka perlu diingat bahwa Indonesia merupakan negara tanpa akar tunggal, ia akan mudah rebah ketika dihembus angin dan akan memungkinkan tercabut dari tanah ketika dibantai puting beliung. Berhati-hatilah wahai pencinta NKRI.

(Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Politik Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh) diadanna@yahoo.com/085260185571