Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed

Sunhaji (38 tahun), pedagang es teh yang diolok-olok penceramah ternama Miftah Maulana Habiburrahman (gus Miftah) dalam salah satu pengajiannya (cermahanya) di Magelang adalah salah seorang yang bertanggung jawab terhadap keluarganya dalam mencari kehidupan yang halal walaupun sebagain orang melihat ini sebuah pekerjaan rendahan. Sunhaji orang biasa yang memiliki dua orang anak yang masih bersekolah di SD dan SMP di Magelang. Dia tinggal di Dusun Gestari, Desa Banyusari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.

Sunhaji seorang pekerja keras untuk mencukupi keluarganya dan keuntungan menjual es teh yang tidak menentu, kadang-kadang bisa dapat untung Rp. 10 ribu dalam satu hari. Dia menjual es teh ini untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dan dua anak yang masih usia sekolah.

Inilah tanggung jawab seorang ayah terhadap keluarganya (anak dan isterinya) walaupun kadang-kadang manusia punya prinsip yang berbeda diantara kita dalam hal melihat seseorang mencari kehidupan. Namun ini biasa hina dalam pandangan manusia, namun mulia dalam pandangan Allah.

Kalau dia mendapat untung Rp. 10 ribu, maka uangnya ditabung untuk keperluan sekolah anak-anaknya, ini adalah seorang ayah yang punya visi yang jelas walau harus merangkak dan bertungkus lumus dalam berikhtiar agar masa depan anak-anaknya terbantu. Sebelum menjadi penjual es teh, Bapak Sunhaji adalah seorang tukang kayu. Namun pada suatu hari terjadi kecelakaan yang menyebabkan salah satu anggota badannya tidak lagi normal untuk terus melanjutkan karirnya sebagai tukang kayu, maka ia beralih profesi dari tukang kayu menjadi penjual es teh, hinggalah ia dihina oleh seorang yang mengaku pemilik Pesantren dan penceramah kondang.

Kalau dia Ulama atau penceramah atau benar-benar pemilik pesantren, mungkn tidak akan mengeluarkan kata-kata yang sifatnya olok-olok kepada seorang pencari harta halal (penjuah es teh). Mungkin ini sebuah teguran dari Allah kepada seseorang bahwa kesombongan itu bukan milik manusia tetapi milik Allah, karena itu janganlah memakai pakaian Allah. Jika tidak juga mau berubah, maka Allah bisa saja berkehendak lain, dan inilah yang mungkin Misbah lakukan terhadap penjual es-teh. Ini artinya Allah membukan aib seseorang apabila ianya sudah berulang kali melakukan kesalahan yang tidak mau meminta ampun kepada-Nya dan tidak mau memohon maaf kepada Allah. Makanya kalau kita punya ilmu bertindaklah sesuai dengan ilmu, kalau kita ulama, maka berbuatlah seperti ulama, kalaunkita penceramah, maka jangan untuk orang lain, tetapi untuk diri sendiri dulu dan keluarga. Kalau kita jadi ulama, jangan jadi ulama penjilat. Kalau ia sering mendatangi pintu-pintu penguasa, bermakna ia ulama su’. Seorang public figure perlu sentiasa bermuhasabah dan bukan melulu ingin menggapai pangkat keduniaan dan ketenaran karena ini bertentangan dengan sifat ilmu, kecuali kalau ia seseorang yang dungu alias tidak punya ilmu.

Miftah mengeluarkan kata-kata kasar kepada Pak Sunhaji yang sedang menjaja es teh-nya. Saat itu Sunhaji sedang berjualan di acara pengajiannya di Magelang, dan Miftah sebagai pencramahnya. Dia mengatakan kepada penjual es teh, “Es tehmu seh okeh ra? (Es teh mu masih banyak gak?) masih? Yo kono didol goblok, (Ya sana dijual bodoh),” demikian ucap si Miftah itu kepada penjual es teh.

Ucapan tersebut langsung disambut gelak tawa oleh para hadirin yang datang, demikianlah kalau para hadirin samanya pikirannya dengan penceramahnya atau dengan gurunya. Kemudian Miftah melanjutkan guyonannya, “Dolen disek, nko lak during payu, wes, takdir (jual dulu, kalau belum laku, sudah takdir,”), demikian kata Misbah. Namun apa yang dilakukan oleh Miftah terhadap Sunhaji ini timbul berbagai pemikiran pro dan kontra terhadapnya, ada orang-orang yang sealiran dengannya malah tidak cepat-cepat menyalahkan Misbah karena mungkin seperti (Chinese in one building), namun yang berpikiran sebaliknya, langsung saja mengkritik dan bahkan menghujuat penceramah atau pemilik pesantren itu karena tidak sesuai dengan apa yang disandangnya selama ini.

Makanya kalau berceramah jangan sampe untuk orang lain saja, tetapi untuk kita sendiri dan keluarga sendiri dulu, kalau mau jadi ulama, maka jangan sering-sering merengek-rengek penguasa, dan jangan jadi ulama atau penceramah penjilat. Nanti Allah akan buka aibmu karena keberpura-puraanmu.

Miftah ini adalah pemilik Pondok Pesantren di Kawasan Ora Aji, Kepanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekarang ini selama Presiden Prabowo menjadi Presiden RI, ia dilantik sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Namun pada Hari Jum’at 6 Desember 2024 Gus Miftah secara resmi mengundurkan diri sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Ini diawali karena ketelanjurannya terhadap Sunhaji (penjual es teh) hingga datang kritikan dan sorotan dari berbagai kalangan masyarakat terhadapnya. Akhirnya dia mengundurkan diri. Dalam hal ini kita memetika Pelajaran penting dari Gus Miftah ini bahwa ia sangat bertanggung jawab atas kekhilafannya sehingga tidak segan-segan meminta maaf pada Sunhaji atas keteledorannya dan juga untuk tidak mencemarkan nama baik Presiden Prabowo, ia legowo mundur.

Ini perlu diambil oleh para pejabat lain, kalau anda pikir tidak berguna bagi ummat dan tidak sanggup berlaku adil dan tegas silakan lempar handuk. Namun kebanyakan para penegak hukum di negeri ini yang cepat sekali menuntaskan kasus masyarakat kelas bawah walau penuh rekayasa seperti terjadi Kasus KM 50, kasus Vina Cirebon, Jessica Kumala Wongso, namun kalau kasus yang menimpa para petinggi negara kasus ketua KPK jenderal (Purn) Polisi Firli Bahuri yang sudah setahun ditangani Polda Metro Jaya belum kunjung selesai, kasus Rudi Soik di Polda NTT karena membongkar penimbunan BBM, kasus judi online yang hanya terlibat orang-orang sipil di Kementerian Komdigi saja dan belum menyentuh para backingnya dari oknum-oknum penegak hukum, dan kasus-kasus lainnya yang yang tak kunjung tuntas.

Seharusnya kalau ia punya komitmen atau rasa malu, maka langsung ia undur diri dari jabatan penegak hukum baik polisi, jaksa dan hakim karena masih ada orang-orang lain yang lebih tegas dan adil di negeri ini yang bisa menuntaskan semua perkara baik yang terjadi dalam masyarakat, atau dilakukan oleh pejabat negara atau oleh para oligarkhi. Demikian pula kasus Jokowi yang diduga berijazah palsu dan para pejabat lainnya yang juga ada yang berijazah palsu namun belum ada yang punya nyali menuntaskannya baik para penyidik ataupun para hakim. Kita salut kepada Gus Miftah dalam hal ini karena ada kesalahannya langsung ia minta maaf dan mengundurkan diri.

Setelah terjadinya pengolok-olokan terhadap Sunhaji, maka kritikan dan sorotan berdatangan dari berbagai penjuru bahkan hingga ke Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Beliau berkata, “Ternyata orang yang paham agama, yang bicara tentang Islam, akidah, Shalat, dan Sunnah (bisa sombong). Tetapi bila timbul (kesombongan), saya merasa aneh, agak luar biasa,” demikian kata Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim dalam sebuah pidato yang disampaikan pada acara pertemuan dengan Kementerian Keuangan Malaysia pada hari Kamis tanggal 5 Desember 2024. Dan juga masyarakat luas memintanya Gus Miftah mengundurkan diri dari jabatan dan meminta maaf kepada Sunhaji. Secara gentleman, Gus Miftah telah melakukan kedua hal ini dan kita patut beri apresiasi kepadanya karena tanggung jawabnya sementara para pejabat lainnya hamper tidak pernah ada yang mau mengundurkan diri walau sudah divonis bersalah. Begitulah tebal mukanya tanpa sedikit rasa malu untuk mengundurkan diri dari jabatan.

Peristiwa Gus Miftah dan Bapak Sunhaji bisa diambil Kesimpulan dua hal: pertama Allah merendahkan atau menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan kedua Allah meninggikan derajat siapa yang Dia kehendaki-Nya. Gus Miftah yang selama ini menjadi penceramah kondang, dipercayai oleh Presiden Joko Widodo dan merupakan ulama Kerajaan namun tiba-tiba terperosok kakinya ke dalam lobang kehinaan karena merendahakan seseorang yang belum tentu hina dalam pandangan Allah; berikutnya Bapak Sunhaji yang mungkin sangat ikhlas menjalani kehidupan ini yang penuh tanggung jawab untuk memuaskan keluarganya serta anak-anaknya, dan Allah berkehendak lain, beliau mendapat cucuran rahmat dari Allah serta mendapat bantuan yang tidak pernah disangka-sangka berupa uang ratusan juta rupiah, dapat tiket umrah, dapat beasiswa untuk dua orang anaknya, dapat bantuan modal usaha, dan lain-lain. Sebelum ini Bapak Sunhaji tidak pernah bermimpi akan semua ini dan bagaimana apabila Allah berkehendak seketika akan berlaku, oleh karena itu jika kita berdoa, maka berdoalah kepada Allah, jika kita meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah.

Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Prov. Aceh

Prof. Syabuddin Gade

Oleh Prof. Syabuddin Gade


Basmalah merupakan satu ayat pertama dari al-fatihah, ada juga ulama yang berpendapat bahwa basmalah adalah satu ayat dalam surah an-Namlu. Bagi umat Islam basmalah sudah menjadi bacaan dan amalan keseharian dalam kehidupan mereka. Namun, tidak semua umat Islam memahami bahwa membaca Basmalah mengandung banyak keutamaannya. Karena itu tulisan ringkas ini mencoba mendeskripsikan sejumlah hadis yang menyebutkan keutamaan Basmalah dan penjelasan ringkas.

1. Hadis tentang Keberkahan Memulai dengan Basmalah

Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَهُوَ أَبْتَرُ
“Setiap perkara yang penting yang tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ maka ia terputus (dari keberkahan).”
(HR. Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya. Sebagian ulama menilainya hasan dengan penguat.)

2. Hadis tentang Basmalah dalam Makan

Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا، فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ، فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ
“Jika salah seorang dari kalian makan, hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillah’. Jika lupa mengucapkannya di awal, hendaklah ia mengucapkan, ‘Bismillahi fii awwalihi wa akhirihi.’”
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)

3. Hadis tentang Perlindungan dari Setan

Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ
“Jika seseorang masuk ke rumahnya dan menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika makan, setan berkata, ‘Tidak ada tempat bermalam dan tidak ada makanan bagi kalian (di sini).’”
(HR. Muslim, no. 2018)

4. Basmalah sebagai Awal Wahyu

Allah SWT menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim dalam Al-Qur’an:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Makna: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Fatihah: 1)
Hal ini menunjukkan bahwa Basmala adalah lafaz yang penuh dengan keberkahan, bahkan menjadi bagian dari wahyu pertama dalam Al-Qur’an.

Pentingnya Memahami Hadis

Beberapa hadis di atas, meskipun memiliki beragam derajat keabsahan (shahih, hasan, atau dha’if), menunjukkan perhatian Islam terhadap pentingnya mengucapkan Basmalah dalam berbagai aktivitas.

Hal ini menjadi panduan bagi Muslim untuk selalu menyebut nama Allah sebagai bentuk zikir dan pengingat akan kehadiran-Nya. Wa Allahu a’lam.

Oleh Afrizal Refo, MA


Pilkada adalah salah satu mekanisme demokrasi yang sangat penting dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Melalui pilkada, rakyat diberi hak untuk memilih pemimpin mereka di tingkat daerah, yang akan menentukan arah kebijakan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap kali pilkada usai, harapan rakyat tentunya tidak hanya terbatas pada pesta demokrasi yang berjalan lancar, tetapi juga pada apa yang akan dilakukan oleh pemimpin terpilih untuk memajukan daerah dan mensejahterakan rakyat. Pilkada sudah usai, siapapun yang terpilih, saatnya untuk fokus pada tugas yang lebih besar: memperhatikan kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas pendidikan, menanggulangi kemiskinan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Memahami Esensi Pilkada: Rakyat Menginginkan Pemimpin yang Peduli

Pilkada adalah kesempatan bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu dan memiliki visi untuk membangun daerah. Namun, terlepas dari siapa yang terpilih, yang paling penting adalah bagaimana pemimpin tersebut menjalankan amanah dan tanggung jawabnya setelah masa pemilihan berakhir. Banyak pemimpin terpilih yang seringkali terjebak dalam hiruk-pikuk politik jangka pendek atau lebih fokus pada agenda pribadi atau kelompok, padahal yang paling penting adalah kesejahteraan rakyat.

Pilkada bukan sekadar ajang kompetisi untuk mendapatkan kursi kekuasaan, melainkan juga sebagai bentuk harapan masyarakat terhadap perubahan yang lebih baik. Setiap suara yang diberikan dalam pilkada adalah cerminan dari kebutuhan rakyat akan pemimpin yang peduli terhadap masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan. Oleh karena itu, siapapun yang terpilih dalam pilkada, baik itu Gubernur, Walikota, atau Bupati, harus bisa memanfaatkan kemenangan tersebut untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan membawa perubahan nyata.

Pendidikan: Pilar Utama dalam Pembangunan Daerah

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk kemajuan suatu daerah. Dengan pendidikan yang baik, kualitas sumber daya manusia (SDM) akan meningkat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, di banyak daerah, terutama di kawasan terpencil atau daerah yang terbelakang, akses terhadap pendidikan yang berkualitas masih terbatas. Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemimpin daerah yang terpilih.

Pemimpin yang baik harus memiliki komitmen kuat untuk memperbaiki kualitas pendidikan di daerahnya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan fasilitas pendidikan, seperti pembangunan sekolah yang layak, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Selain itu, harus ada perhatian terhadap akses pendidikan bagi anak-anak yang tinggal di daerah terpencil atau daerah dengan infrastruktur yang minim. Tidak hanya itu, penting juga untuk memperkenalkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, seperti penguasaan teknologi, pengembangan keterampilan vokasi, dan penguatan karakter bangsa.

Di sisi lain, pemimpin daerah juga perlu memastikan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada tingkat dasar dan menengah, tetapi juga memperhatikan pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan. Peningkatan kualitas pendidikan di berbagai jenjang akan membuka lebih banyak peluang bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi diri dan berkontribusi pada pembangunan daerah. Oleh karena itu, komitmen terhadap pendidikan harus menjadi salah satu prioritas utama bagi setiap pemimpin yang terpilih dalam pilkada.

Meningkatkan Ekonomi Daerah: Mendorong Pertumbuhan yang Inklusif

Salah satu janji utama dari setiap pemimpin dalam pilkada adalah peningkatan ekonomi daerah. Memang, ekonomi yang berkembang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi pemimpin terpilih juga harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi bersifat inklusif, yakni dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir orang atau kelompok tertentu.

Untuk itu, perlu adanya kebijakan yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Pemimpin daerah harus bekerja sama dengan sektor swasta, lembaga keuangan, dan berbagai stakeholder lainnya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Selain itu, kebijakan yang mendukung UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) sangat penting untuk diperhatikan, karena sektor ini adalah salah satu pilar utama ekonomi daerah. Melalui pemberian bantuan modal, pelatihan, dan akses pasar, UMKM dapat berkembang dan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Selain itu, pemimpin daerah harus peka terhadap potensi ekonomi lokal yang ada di wilayahnya. Banyak daerah di Indonesia memiliki potensi alam dan budaya yang belum digali secara maksimal. Misalnya, pengembangan pariwisata, pertanian, atau industri kreatif bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah. Dengan pendekatan yang tepat, potensi lokal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dan sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan.

Tidak kalah penting, kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan hidup juga harus menjadi bagian dari kebijakan ekonomi. Pembangunan yang hanya berfokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek tanpa mempertimbangkan kelestarian alam dapat merusak potensi ekonomi daerah dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pembangunan yang berwawasan lingkungan harus diutamakan agar sumber daya alam daerah dapat dimanfaatkan dengan bijaksana.

Mengatasi Kemiskinan: Tanggung Jawab Pemimpin Daerah

Kemiskinan masih menjadi masalah serius yang dihadapi banyak daerah di Indonesia. Walaupun Indonesia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir, namun gap kemiskinan antara daerah yang satu dengan yang lainnya masih cukup lebar. Di banyak daerah, terutama yang terletak di kawasan terpencil atau kurang berkembang, kemiskinan masih menjadi persoalan besar yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.

Pemimpin daerah yang terpilih harus fokus pada pemberdayaan masyarakat miskin dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Selain itu, bantuan sosial yang tepat sasaran, seperti pemberian bantuan langsung tunai atau program subsidi lainnya, harus diperhatikan untuk memastikan bahwa mereka yang benar-benar membutuhkan dapat memperoleh bantuan yang dibutuhkan untuk keluar dari jeratan kemiskinan.

Namun, solusi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan menciptakan peluang ekonomi yang adil dan merata. Program pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat, seperti koperasi atau program pelatihan keterampilan, bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pemerintah daerah juga harus mendorong investasi di sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin.

Kesimpulan: Tugas Berat Pemimpin Setelah Pilkada

Setelah pilkada usai, pemimpin yang terpilih harus segera mengalihkan perhatian mereka dari politik menuju pekerjaan besar yang sesungguhnya: memperhatikan dan memajukan kesejahteraan rakyat. Meningkatkan kualitas pendidikan, mengembangkan ekonomi daerah, serta mengatasi kemiskinan adalah tugas utama yang harus diemban oleh pemimpin tersebut. Semua ini membutuhkan komitmen yang tinggi, kebijakan yang tepat, serta kerja sama yang erat dengan masyarakat dan berbagai pihak terkait.

Pilkada hanyalah awal dari perjuangan panjang untuk menciptakan perubahan yang nyata. Rakyat telah memberikan kepercayaan mereka, dan sudah saatnya bagi pemimpin yang terpilih untuk membuktikan bahwa mereka pantas menerima kepercayaan tersebut dengan mewujudkan perubahan yang positif bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat.

Penulis adalah Wakil Ketua Parmusi Kota Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa

Oleh Afrizal Refo, MA


Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan momentum penting dalam menentukan arah kemajuan sebuah daerah, termasuk di Aceh. Aceh, yang memiliki karakteristik khas sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cakap dalam memimpin, tetapi juga memiliki akhlak yang baik, jujur, amanah, dan bebas dari praktek politik uang. Pemimpin yang seperti ini akan mampu membawa Aceh menuju kesejahteraan yang hakiki, terutama bagi rakyat kecil, generasi muda yang beriman, serta tetap berpegang teguh pada nilai-nilai syariat Islam.

Amanah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dalam konteks Pilkada di Aceh, amanah ini bukan hanya soal menjalankan tugas dengan baik, tetapi juga mengenai kejujuran dalam segala aspek pemerintahan. Kejujuran adalah pondasi utama dalam menghindari penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan praktik money politik yang seringkali merusak tatanan demokrasi.

Pemimpin yang amanah dan jujur harus dimulai dengan memilih calon yang tidak terlibat dalam praktek money politik. Sayangnya, praktek politik uang dalam pemilu masih menjadi salah satu masalah besar di Indonesia, termasuk di Aceh. Masyarakat seringkali tergoda oleh iming-iming uang atau barang sebagai imbalan memilih calon tertentu, padahal tindakan ini merusak esensi demokrasi yang sesungguhnya, yaitu memberikan suara berdasarkan visi, misi, dan kemampuan calon pemimpin, bukan karena materi sesaat.

Pemimpin yang amanah dan jujur akan menjunjung tinggi transparansi dalam segala aspek pemerintahan. Ia tidak akan terlibat dalam korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau golongan. Sebaliknya, ia akan menggunakan kekuasaannya untuk mensejahterakan rakyat, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta memajukan ekonomi daerah tanpa mengesampingkan prinsip keadilan.

Selain itu, pemimpin yang jujur juga harus memiliki integritas tinggi dalam menjalankan syariat Islam. Syariat Islam mengajarkan pentingnya memimpin dengan penuh tanggung jawab, keadilan, dan kasih sayang terhadap sesama. Pemimpin seperti ini harus menjaga nilai-nilai agama dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama dalam bidang sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Bebas dari money Politik

Salah satu tantangan terbesar dalam Pilkada pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di Aceh adalah bagaimana memastikan bahwa pemilihan kepala daerah berlangsung tanpa terkontaminasi oleh money politik. Money politik adalah praktek memberikan uang atau barang kepada pemilih sebagai imbalan atas suara yang diberikan. Meskipun ini terlihat sepele, money politik memiliki dampak yang sangat besar terhadap kualitas demokrasi dan integritas pemimpin yang terpilih.

Money politik seringkali terjadi karena masyarakat dihadapkan pada kondisi ekonomi yang sulit. Banyak pemilih yang merasa terjebak dalam dilema antara memilih dengan hati nurani atau memilih karena kebutuhan finansial. Namun, hal ini hanya menciptakan lingkaran setan yang merugikan rakyat dalam jangka panjang. Pemimpin yang terpilih melalui money politik tidak akan pernah menjalankan pemerintahan dengan baik, karena mereka lebih mengutamakan balas budi kepada pihak-pihak yang telah membiayai kemenangan mereka daripada memperhatikan kepentingan rakyat secara umum.

Untuk itu, penting bagi masyarakat Aceh untuk menyadari bahwa memilih pemimpin yang jujur dan bebas dari money politik adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih baik. Pendidikan politik dan kesadaran masyarakat harus terus ditingkatkan agar mereka bisa memilih pemimpin yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat. Di sisi lain, penyelenggara pemilu dan lembaga pengawas pemilu juga harus memiliki peran yang kuat dalam memantau dan mencegah praktek money politik ini.

Memperhatikan Rakyat Kecil

Rakyat kecil di Aceh adalah mereka yang tinggal di desa-desa terpencil, petani, nelayan, buruh, dan pekerja sektor informal lainnya. Mereka adalah bagian terbesar dari masyarakat Aceh, namun sering kali suara mereka tidak didengar dalam proses pengambilan kebijakan. Pemimpin yang amanah dan jujur harus mampu memperhatikan nasib rakyat kecil, menjamin kesejahteraan mereka, dan memberikan akses terhadap berbagai program pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Salah satu fokus utama bagi pemimpin di Aceh adalah peningkatan sektor pertanian dan perikanan. Aceh, yang memiliki potensi alam yang besar, harus memanfaatkan sumber daya alam secara bijak untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Pemimpin yang amanah dan jujur akan memastikan bahwa bantuan pemerintah tepat sasaran dan tidak terjebak dalam praktek korupsi. Mereka juga akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan fasilitas kesehatan yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat kecil.

Selain itu, pemimpin yang peduli dengan rakyat kecil akan memperjuangkan program pendidikan yang lebih merata. Akses pendidikan yang baik akan membuka peluang bagi generasi muda untuk berkembang dan memperoleh pekerjaan yang layak. Pendidikan juga menjadi kunci untuk menciptakan generasi muda yang beriman dan berbudi pekerti luhur, yang akan menjadi pelanjut pembangunan Aceh di masa depan.

Menjalankan Syariat Islam

Aceh adalah daerah yang memiliki keistimewaan dengan penerapan syariat Islam. Sebagai bagian dari Republik Indonesia, Aceh tetap harus menghormati keberagaman agama dan budaya. Namun, sebagai daerah yang mayoritas Muslim, Aceh memiliki kewajiban untuk menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pemerintahan.

Pemimpin yang baik di Aceh harus mampu mengharmonisasikan antara tuntutan syariat Islam dengan kebijakan publik. Dalam bidang ekonomi, misalnya, pemimpin harus memprioritaskan sistem perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti larangan riba, penekanan pada keadilan sosial, dan pemberdayaan umat melalui zakat, infak, dan sedekah. Dalam bidang sosial, pemimpin harus mendorong masyarakat untuk menjaga nilai-nilai moral, menghormati hak-hak individu, dan memperhatikan kesejahteraan bersama.

Penerapan syariat Islam juga harus mencakup perhatian terhadap generasi muda. Pemimpin Aceh yang baik akan menciptakan program-program yang dapat membina generasi muda untuk menjadi pribadi yang beriman, cerdas, dan tangguh. Hal ini sangat penting karena generasi muda adalah masa depan Aceh. Jika mereka dibekali dengan pendidikan yang baik, agama yang kuat, dan keterampilan yang memadai, mereka akan dapat berkontribusi positif bagi pembangunan daerah dan bangsa.

Generasi muda adalah aset berharga bagi masa depan Aceh. Pemimpin yang amanah dan jujur akan memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan dan pembinaan karakter generasi muda. Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam akan menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual.

Penting bagi pemimpin Aceh untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya generasi muda yang beriman. Mereka harus menciptakan kesempatan bagi generasi muda untuk belajar, berkembang, dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, generasi muda Aceh akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya memiliki kompetensi, tetapi juga memiliki akhlak yang baik.

Penulis adalah Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa dan Ketua Generasi Rabbani Langsa

Oleh Afrizal Refo, MA


Setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional, sebuah momen yang memberikan kesempatan kepada kita untuk merenung dan mengapresiasi peran besar guru dalam mencetak generasi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, guru adalah sosok yang memiliki pengaruh luar biasa dalam kehidupan kita, karena merekalah yang membimbing, mengajar, dan membentuk karakter serta intelektualitas generasi muda. Namun, meskipun pentingnya peran guru sangat besar, seringkali mereka terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang memadai, baik dari segi kesejahteraan, profesionalisme, maupun penghargaan terhadap tugas mereka. Oleh karena itu, dalam peringatan Hari Guru kali ini, sudah saatnya kita memberikan lebih banyak perhatian kepada mereka, dengan fokus pada penghapusan kriminalisasi terhadap guru, pengurangan beban administrasi, serta peningkatan kesejahteraan dan pendidikan untuk para pendidik.

Peran dan Tanggung Jawab Guru yang Tidak Tergantikan

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang memiliki peran sangat penting dalam membentuk karakter dan masa depan bangsa. Mereka tidak hanya mengajar ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan contoh, menanamkan nilai-nilai moral, dan membimbing murid-muridnya dalam proses tumbuh kembang mereka. Tanpa guru, Indonesia tidak akan memiliki generasi muda yang terdidik dan siap menghadapi tantangan global. Dalam konteks ini, guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing dan pembentuk karakter bangsa.

Namun, dalam perjalanan tugas mulia ini, guru seringkali harus menghadapi berbagai tantangan. Salah satu masalah yang mencuat belakangan ini adalah kriminalisasi terhadap guru. Banyak kasus di mana guru dijadikan korban dari tuduhan yang tidak berdasar, terutama dalam konteks kekerasan fisik atau psikis yang terjadi di lingkungan sekolah. Terkadang, seorang guru yang bertujuan mendisiplinkan siswa malah terjerat hukum hanya karena salah paham atau tuduhan sepihak dari pihak tertentu. Situasi ini tentu sangat tidak adil bagi profesi yang seharusnya dihormati dan dihargai.

Kriminalisasi Guru: Sebuah Tantangan yang Harus Dihentikan

Penting untuk dicatat bahwa guru memiliki tanggung jawab untuk mendidik, membimbing, dan menjaga keharmonisan di sekolah. Namun, seringkali mereka berada dalam posisi yang rentan karena berbagai alasan, salah satunya adalah kurangnya perlindungan hukum yang memadai. Guru seringkali dihadapkan pada situasi yang sulit, di mana tindakan mereka, yang seharusnya bertujuan mendidik, malah disalahartikan dan berakhir pada masalah hukum.

Salah satu contoh yang sangat mencolok adalah kasus-kasus kekerasan fisik yang melibatkan guru. Tentu saja, kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan. Namun, kadang-kadang, tindakan guru yang menganggapnya sebagai bentuk disiplin atau pembinaan bisa salah dimengerti oleh pihak lain. Dalam situasi seperti ini, sangat penting untuk memberi perlindungan hukum kepada guru agar mereka tidak menjadi korban kriminalisasi yang merugikan profesi dan mengganggu proses pendidikan itu sendiri.

Oleh karena itu, pada peringatan Hari Guru ini, kita harus menegaskan bahwa guru harus dilindungi oleh hukum, bukan dihukum karena tugasnya mendidik. Negara harus memastikan bahwa tidak ada lagi kriminalisasi terhadap guru hanya karena perbedaan pemahaman mengenai cara mendidik yang benar. Perlindungan hukum bagi guru adalah langkah yang sangat diperlukan agar mereka dapat bekerja dengan tenang dan fokus pada tugas utamanya: mendidik generasi bangsa.

Beban Administrasi yang Menambah Tantangan Guru

Selain masalah kriminalisasi, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru saat ini adalah beban administrasi yang semakin bertambah. Meskipun administrasi memang penting untuk kelancaran kegiatan di sekolah, namun banyak guru merasa terbebani dengan banyaknya tugas administratif yang harus diselesaikan di luar jam mengajar. Guru yang seharusnya fokus pada kegiatan mengajar, mendampingi siswa, dan melakukan evaluasi pembelajaran, seringkali terpaksa menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan laporan, mengisi data, dan memenuhi berbagai kewajiban administratif yang tidak selalu relevan dengan proses pendidikan.

Hal ini tentu saja sangat mengganggu tugas pokok guru, yaitu mendidik. Beban administratif yang berlebihan membuat guru tidak memiliki waktu dan energi untuk fokus pada pengembangan kemampuan mengajar, berinovasi dalam pembelajaran, serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Di sisi lain, para siswa pun akan merasa dampaknya, karena pendidikan yang mereka terima tidak optimal.

Maka dari itu, sangat penting untuk segera mengevaluasi dan mengurangi beban administratif yang tidak perlu. Fokuskan perhatian pada kualitas pembelajaran dan biarkan guru memiliki waktu yang cukup untuk mengajar, mendampingi, serta berinteraksi dengan siswa. Administrasi yang tidak perlu harus dipangkas agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan lebih efektif.

Kesejahteraan Guru: Kunci untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan

Selain masalah hukum dan administrasi, kesejahteraan guru juga menjadi faktor penting yang memengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Banyak guru yang masih mengalami kesulitan ekonomi meskipun mereka telah mengabdikan diri bertahun-tahun untuk mendidik anak bangsa. Kesejahteraan yang kurang memadai akan berdampak pada motivasi dan semangat kerja para guru, yang pada gilirannya akan memengaruhi kualitas pembelajaran yang mereka berikan.

Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan kesejahteraan guru dengan memberikan gaji yang layak, tunjangan, serta fasilitas yang memadai. Pemerintah harus memastikan bahwa guru mendapatkan penghargaan yang sebanding dengan pekerjaan mereka yang sangat mulia. Selain itu, kesejahteraan guru juga mencakup peningkatan profesionalisme melalui pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, guru harus diberikan ilmu dan pelatihan yang memadai agar mereka dapat terus mengembangkan kemampuan diri dan memberikan pendidikan yang terbaik bagi siswa.

Penulis adalah Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa, Praktisi Pendidikan dan Sekjen Dewan Dakwah Kota Langsa.

Prof. Syabuddin Gade

Oleh Prof. Syabuddin Gade


Alhamdulillah hari ini masih diberi kesempatan oleh Allah untuk hidup, menunaikan ibadah shalat jum’at dan bertindak sebagai khatib di Mesjid Buengcala, Kuta Baro, Aceh Besar.
Wasiat khutbah hari ini ” Ayo Kita Amalkan Sayyidul Istighfar”.

Semua kita adalah keturunan Nabi Adam As. Kata Nabi SAW, “Semua Bani Adam bisa salah dan Sebaik-baik orang salah adalah orang yang bertaubat”. Jadi, semua kita umat Islam bisa saja terjerumus dalam kesalahan sehingga kita harus memikul dosa, baik dosa mata, dosa telinga, dosa mulut, dosa tangan, dosa kaki maupun dosa tubuh badan. Manusia yang ma’shum alias terpelihara dari kesalahan atau jauh dari dosa hanyalah para Nabi dan Rasul-Nya.

Sebagai manusia yang penuh dosa, maka dosa itu tidak boleh kita pertahankan, tidak boleh kita simpan dan tidak boleh kita masukkan dalam tabungan, tetapi selagi kita masih diberi umur oleh Allah semua dosa itu harus kita usahakan dengan sekuat tenaga agar terhapus dan hilang dari buku catatan, baik dosa dengan Allah maupun dosa dengan sesama manusia. Jika tidak, maka dosa-dosa itu akan menjadi penghambat kesukesan dunia dan kesuksesan akhirat. Bahkan, dosa-dosa itu akan mengundang malapetaka dan azab Allah baik di dunia, di alam barzakh maupun di akhirat kelak.

Salah satu usaha menghapus dosa dengan Allah adalah dengan mengamalkan “istighfar” (memohon ampun kepada Allah). Beritighfar kepada Allah akan membawa manfaat yang besar bagi kesuksesan hamba baik di dunia maupun di akhirat kelak. Bentuk kesuksesanpun beragam, mulai dari pengampunan dosa, mudah dalam semua urusan, hingga akan memperoleh kenikmatan syurgawi.

Istighfar dapat Menghapus dosa.

Nabi SAW bersabda;
من قال أستغفر الله العظيم الذي لاإله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه غفرت ذنوبه وإن كان قد فر من الزحف (رواه ابو داود والترمذي والحاكم)

Dalam hadis di atas, jelas Nabi mengatakan bahwa barangsiapa yang membaca “istighfar” semacam itu (استغفر الله العظيم الذي لاإله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه), maka Allah akan megampuni dosanya, meskipun dosanya seperti dosa orang yang lari dari kewajiban berperang”.

Istighfar Memudahkan Urusan dan Mendatangkan Rezki.

Rasulullah Saw bersabda;
من لزم الاستغفار جعل الله له من كل ضيق مخرجا ومن كل هم فرجا ورزقه من حيث لا يحتسب (رواه أبو داود)

Dalam hadis di atas, Rasulullah Saw menjelaskan bahwa orang yang selalu beristighfar, Allah akan mepermudah orang itu dalam menghadapi kesempitan dan kesusahan. Setiap kali orang itu mengahdapi kesulitan dan kesusahan hidup Allah selalu mempermudah dan memberikan jalan keluarnya. Bahkan dalam hadis itu, lebih tegas lagi, orang yang lazim beristighfar, Allah akan melimpahkan rezki kepadanya dengan cara yang tidak pernah diprediksi. Hal ini sesuai pula dengan firman-Nya;
ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب…
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikannya jalan keluar dan akan melimpahkan kepadanya rezki yang tidak disangka-sangka. Orang yang beristighfar adalah orang yang menempuh jalan taubat dan orang yang bertaubat adalah orang yang menempuh dan berjalan di atas jalan taqwa.

Sayyidul Istighfar: Jalan Ahli Syurga

Rasulullah Saw bersabda;

عن شداد بن أوس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: سيد الإستغفار أن تقول: اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني وانا عبدك وانا على عهدك ووعدك ما استطعت أعوذ بك من شر ما صنعت أبوء لك بنعمتك علي وأبوء بذنبي فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت. قال: ومن قالها من النهار موقنا بها فمات من يومه قبل أن يمسي فهو من أهل الجنة ومن قالها من الليل وهو موقن بها فمات قبل أن يصبح فهو من أهل الجنة (رواه البخاري وأهل السنن).

Hadis tersebut dikenal dengan hadis tentang “sayyidul istighfar” (top-nya istighfar, rajanya istighfar atau penghulu istighfar). Nabi Saw yang menamakannya dengan “sayyidul istighfar”. Lafaznya “sayyidul istighafar” bunyi;
اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني وانا عبدك وانا على عهدك ووعدك ما استطعت وأعوذ بك من شر ما صنعت، أبوء لك بنعمتك علي وأبوء بذنبي فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت.
Dalam teks “sayyidul istighfar” tersebut terkandung banyak hal, bukan hanya permohonan ampun saja, tetapi sebelum memohon ampun kepada Allah seseorang harus; mengakui dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhannya, ia mengakui dengan sepenuh hati bahwa tiada tuhan selain Allah, ia mengakui bahwa Allah-lah yang telah menciptakannya, ia mengakui bahwa ia adalah hamba-Nya, ia berusaha memenuhi dan patuh pada janji Allah semampu mungkin, ia berlindung kepada Allah dari keburukan yang pernah ia lakukan, ia mengakui bahwa banyak sekali nikmat Allah yang dilimpahkan kepadanya dan ia mengakui pula atas dosanya. Setelah itu semua, maka barulah ia memohon ampun kepada Allah dengan ungkapan ;
فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت
(Ampunilah aku, tidak ada yang mengampuni segala dosa kecuali Engkau ya Allah).

Sayyidul istighfar tersebut jika dibaca dan diamalkan, maka orang itu akan dijadikan oleh Allah sebagai bagian dari penduduk syurga. Hal ini dijelaskan sendiri oleh Rasulullah Saw dalam sambungan hadis tersebut, yaitu;
ومن قالها من النهار موقنا بها فمات من يومه قبل أن يمسي فهو من أهل الجنة ومن قالها من الليل وهو موقن بها فمات قبل أن يصبح فهو من أهل الجنة.
Barangsiapa membacanya dengan penuh yakin pada siang hari, lalu ia meninggal dunia sebelum sore tiba, maka ia tergolong ahli syurga, dan barangsiapa membacanya dengan penuh yakin pada malam hari, lalu ia meninggal dunia sebelum subuh tiba, maka ia tergolong ahli syurga.

Bayangkan betapa dahsyatnya “sayyidul istighfar”. Orang yang mengamalkannya siang ataupun malam, lalu ia meninggal dunia, maka Allah akan memasukkanya ke dalam syurga. Karena itu, Rasulullah Saw sangat menganjurkan umatnya untuk senantiasa memohon ampunan kepada Allah. Jangan menganggap dosa itu sesuatu yang enteng, jangan pula menganggap istighfar itu hal sepele. Tapi, jadikanlah istighfar itu sebagai salah satu jalan taubat, jalan menuju ketaqwaan kepada Allah.

Rasulullah Saw sendiri yang maksum dan sudah dijamin Allah masuk syurga tetap saja beristighfar (memohon ampun) kepada Allah siang dan malam 100x, setidaknya lebih dari 70x. Hal ini sesuai dengan sabda baginda Nabi Saw;

1- يا أيها الناس توبوا إلى الله فإني أتوب إليه فى اليوم مئة مرة (رواه مسلم) وفي رواية؛ إني لأستغفر الله في اليوم مئة مرة.
2- والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة.

Jika Rasulullah Saw sendiri selalu beristighfar, maka sudah seharusnya kita umatnya yang sarat dengan dosa untuk selalu beristighfar kepada Allah. Apatah lagi, kondisi kita hari ini, dengan kemajuan teknologi yang begitu canggih, samakin membuka peluang untuk berbuat dosa kepada Allah ataupun kepada sesama manusia.

Kemajuan teknologi, selain membawa kemudahan dan ladang pahala, terkadang juga secara tidak sadar media sosial membawa kita terjebak dalam dosa, baik dosa mata, telinga, ucapan dan tulisan.

Karena itu, sekali lagi ” ayo kita amalkan sayyidul istighfar. Wa Allahu A’lam.

Oleh Prof. Dr. Muhammad Ar. M.Ed


Supriyani, guru honorer SD Negeri 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang dituduh menganianya siswa, diminta uang oleh oknum Polisi dan Jaksa sangat bernasib pilu. Ia dipenjara /ditahan karena dituduh menganianya siswa yang merupakan anak seorang polisi. Tak berhenti sampai disitu, usai dipenjara dan dimintai uang Rp.15 Juta oleh oknum Jaksa agar tak ditahan, kini mobil yang ditumpanginya, milik Camat Baito, Sudarsono, juga ditembak atau dilempar oleh orang yang tak dikenal. Dan Supriyani berada di dalam mobil tersebut (Demikian Laporan BANGKA POS, Rabu 30 Oktober 2024). Ini berita viral dalam akhir bulan Oktober 2024, namun persoalannya mobil yang ditumpangi Supriyani ditembak atau dilempar dan oknum Jaksa dan Polisi meminta uang pada terdakwa perlu bukti yang akurat agar tidak menimbulkan fitnah atau merusak nama baik seseorang.

Seorang guru honorer di SD Negeri 4 Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dilaporkan orang tua murid (Aipda Wibowo Hasyim) karena diduga menganiaya anaknya (salah seorang siswa di sekolah tersebut). Guru bernama Supriyani itu ditahan setelah dilaporkan ke Polsek Baito. Kepala SDN 4 Baito, Sanali, menyampaikan, salah satunya stafnya, Supriyani menghukum seorang siswa kelas satu, namun menurut pengakuan para guru lainnya dan teman-teman korban Supriyani tidak melakukan penganiayaan. “Tidak pernah ada kejadian Ibu Supriyani menganiaya siswa. Guru-guru lain juga sudah memberikan kesaksian, kenapa tiba-tiba ditangkap,” sebut Sanali seperti dilansir dari Antara.

Selain itu, Sanali juga mengatakan ada informasi bahwa siswa yang bersangkutan sempat mengalami jatuh saat di sekolah. “ demikian informasi awal yang yang diperoleh oleh Sanali mengenai anak itu yang diinformasikan sempat jatuh di sekolah.

Pertama-tama ada upaya damai telah ditempuh sebelum Supriyani dilaporkan ke polisi, dengan mendatangkan sejumlah pihak termasuk pemerintah setempat untuk mediasi. Pada saat mediasi pihak Suryani diminta untuk membayar denda Rp 50 juta. Namun, pihak sekolah hanya menyanggupi Rp 10 juta, karena tidak menemui jalan damai akhirnya kasus hukum Supriyani dilanjutkan dan ia langsung ditahan. Pihak kepolisian juga meningkatkan status ke penyidikan, serta melimpahkan kasus tersebut kepada pihak kejaksaan atau P21. Demikianlah hukum, kalau tidak cukup uang maka penjara menunggu anda, in ikan sama juga dengan pemerasan. Belum tentu salah, sudah divonis dan minta uang damai sebanyak itu.

Menurut berita Antara, Kepolisian Resor (Polres) Konawe Selatan menyebut bahwa penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh guru inisial Supriyani atau SP terhadap siswa SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel) berinisial D, telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur atau SOP. Berita ini telah mengindonesia, artinya Mantan Kabareskrim, Komjen Pol. (purn). Susno Duaji, ikut menyorot dan menjadi saksi di Pengadilan Negeri Konawe Selatan, ketua PGRI lokal dan Nasional, Komisi III DPR-RI, LPSK, KPAI, bahkan Kapolri dan seluruh komponen masyarakat telah ikut berpartisipasi untuk mendukung Ibu Supriyani, Guru Honorer yang telah dikriminalissi oleh oknum Polisi, di Polsek Baito yang semuanya telah diperiksa oleh Propam Polda Sulawesi Tenggara dan juga Kasi Pidum, Kejari Sultra, Andi Gunawan SH.MH. kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya. Memang kalau kita dengar pendapat Komjen Pol (Purn.) Susno Duaji, semua pihak sudah sepakat untuk menjatuhkan marwah Ibu Supriyani, sejak dari oknum Polsek, oknum Kanit Reskrim, oknum Polisi Aipda Wibowo Hasyim dll hingga oknum Jaksa di Kejaksaan Negeri Konawe Selatan. Dan efeknya hingga ke Camat Baito, Sudarsono Mandigi yang membantu Guru Supriyani dicopot oleh Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga.

Tulisan ini diangkat ke public karena peristiwa ini terjadi di lembaga pendidikan dan dilakukan oleh orang-orang yang hari-hari kerjanya di institusi pendidikan atau guru. Kalau berita ini benar bahwa Supriyani telah menganianya muridnya, maka ini adalah tindakan yang tidak terpuji, kenapa seorang guru tega melakukan hal ini terhadap muridnya. Namun demikian, kalau ini hanya salah paham atau keteledoran para pembawa berita, maka perlu diklarifikasi oleh para penegak hukum, apalagi kasus ini telah sampai di ranah hukum, yaitu sudah sampai ke tangan Polisi dan Kejaksaan. Jadi setiap orang yang bertikai di sini sehingga muncul
Perlu diketahui bahwa UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengatur tentang profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.

Prinsip tersebut antara lain memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofessionalan. Dan juga menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan pendisiplinan terhadap siswa. Nampaknya dari peraturan tersebut perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh agar masyarakat tidak menjadikan guru sebagai lawan atau musuh.

Semoga cukup seorang Supriyani di Konawe Selatan yang merasakan nasib yang tidak menguntungkan ini. Bermula dari laporan Wibowo Hasyim, orang tua murid yang berstatus anggota Poilisi yang berpangkat Ajun inspektur Dua (Aipda), melaporkan Supriyani ke Polsek Baito. Aipda Wibowo melaporkan Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, memukul paha anaknya dengan sapu ijuk pada 24 Oktober lalu. Akibatnya, tuduh Wibowo, anaknya mengalami luka. Inilah persoalan antara guru dan orang tua murid yang lagi viral sekarang ini, bahkan saya mendengar Anggota DPR-RI asal Aceh mewakili PKS, Nasir Jamil, akan memanggil pihak-pihak yang bersangkutan ke Komisi III DPR-RI di Senayan untuk mengklarifikasi berita tersebut. Mungkin pertemuan ini akan dihadiri oleh Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo karena ini ada sangkut pautnya dengan salah seorang anggota Polisi di Polsek Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Kalau kita Kembali kepada sejarah Islam, guru adalah sebagai pribadi mulia dan sangat patut dihormati serta diberikan apresiasi karena pengorbanannya dalam mendidik putra-putri bangsa. Coba tanya kenapa seseorang bisa membaca, menulis dan menghitung, bukankah mereka diajarkan oleh guru, terserah guru itu dari mana datangnya, dari suku apa ia, dari bangsa apa ia, itu tidak penting karena mereka bertugas mencerdaskan bangsa, membebaskan ummat dari belenggu kebodohan dan keterbelakangan. Karena itu jika ada terdapat sedikit kekeliruan dan kekurangan yang dilakukan oleh guru, silakan lapor atau diskusi dengan atasan guru tersebut semoga setiap kesalahan dan kekurangan yang dimiliki oleh guru dapat diperbaiki di masa depan.

Kalau kita pelajari tentang sejarah imam mazhab empat yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal, mereka ini sangat menghormati para gurunya, mereka sangat memuliakan gurunya. Kalau dalam hikayat atau nadham Aceh ada baitnya khusus tentang guru misanya, ta’dhem ke guree merempok ijazah, ta’dhem keu nambah (ayah-ibu) merempok hareuta, ta’dhem keu nabi merempok syafa’at, keu mandum ummat yang ikot baginda.”

Pernahkah kita bertanya mengapa saya menjadi presiden, gubernur, bupati, jenderal, ulama besar, professor, polisi, tentara, pegawai, dan sebagainya? Bukankah kita dulu pernah belajar pada guru? Siapa yang mengajarkan kita a.b.c.d dan seterusnya, siapa yang mengajarkan kita alif, ba. Ta, tsa dan seterusnya, kenapa kita tidak berbelas kasih kepada mereka? Katakanlah, saya diajarkan oleh guru kan saya membayar honornya, saya berikan jerih payahnya, dan sebagainya. Cukupkah bayaran yang engkau berikan kepada guru sehingga kamu masuk sorga Allah oleh karena ajaran gurumu tentang Al-Qur’an, akhlak mulia, ilmu yang bermanfaat, dan berbagai wejangan yang menyelamatkan kamu dari api neraka? Darimana engkau tau memuliakan orang adalah mendapat sorga dan menambah rezkimu serta mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, darimana engkau tahu tentang pahala bersedekah, berhaji, umrah, berjihad fisabilillah, dan menjauhi berbohong, berdiusta, dan menjauhi segala maksiat? Bukankah semua ini karena tausiyah atau kuliah dari guru-gurumu yang siang dan malam menghabiskan waktu hanya demi ummat ini cerdas dan terbebas dari apai neraka?

Jadilah kita sebagai ummat yang menghargai jasa guru, jasa orang yang telah membuka mata kita untuk melihat dunia, melihat kebenaran dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Orang yang baik dan bijak adalah orang-orang yang tidak pernah melupakan bantuan dan pertolongan seseorang. Inilah manusia yang sentiasa memerlukan satu sama lain dalam kehidupan ini, kita tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain seperti orang tua kita, tetangga kita, guru kita, dan lingkungan kita.

Oleh karena itu kita sering-seringlah merenungkan dan memikirkan apa kebaikan dan amalan yang telah kita lakukan selama ini atau selama hidup ini, apakah kita lebih banyak melakukan kemaksiatan atau kebajikan. Mudah-mudahan jadilah kita seperti guru yang baik dan bermanfaat yang telah melahirkan jutaaan murid baik sukses ataupun tidak, namun dalam sejarah bangsa tidak ada guru yang kaya harta, dan mewah dalam kehidupannya dan sombong dengan manusia.

Guru itu kaya hati, dan kaya ilmu, serta kaya pengalaman karena sentiasa menahan diri terhadap akhlak murid-muridnya ada yang baik dan adapula yang tidak baik. Mereka menahan diri, mengurut dadanya ketika mendapatkan murid-murid yang bandel dan keras kepala, belum lagi menghadapi berbagai macam caci makian dari orangtua murid. Makanya marilah kita semua menjadi guru, baik guru untuk anak-anak kita di rumah, guru masyarakat, guru untuk bawahan kita, guru ummat yang tidak pernah meminta balas jasa.

Ketua Dewan Dakwah Provinsi Aceh/Mantan Komisioner Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh.
emharahmani48@gmail.com

Prof Muhammad AR

Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Jika saya menjadi Gubernur, siapa tahu dengan izin Allah, maka hal yang pertama saya lakukan adalah memperbaiki kekuranganku, apakah keilmuanku dalam bidang agama, maka setiap pekan saya undang ahl-al zikr (ulama) untuk mengajarkanku tentang ilmu agama. Sehingga selama saya menjadi gubernur, disamping menambah pengalaman dalam memerintah, bertambah pula ilmu tentang baik, buruk, halal dan haram, syubhat dan mubah.

Jika aku memiliki kekurangan dalam hal membaca dan memahami makna al-Qur’an sebagai pedoman hidupku untuk menjalankan syariat di negeri ini, maka para qari akan saya undang ke kediamanku untuk menutupi kekurangku dalam bidang itu. Jika saya mati dalam keadaan sedang belajar al-Qur’an dan ilmu agama, maka Allah pasti memberikan aku porsi kesyahidan karena dalam proses menuntut ilmu. Inilah yang saya harpakan demi mencapai husnul khatimah.

Jika saya menjadi Gubernur, maka wajib memenuhi apa yang telah saya tanda tangani—sebuah formulir yang bermaterai Rp. 10.000.- yang disodorkan oleh KIP Aceh yang intinya membuat pernyataan sanggup menjalankan syariat Islam kalaulah saya terpilih nanti. Ini sekedar menghormati Qanun No. 3 Tahun 2008. Karena kalau saya tidak melaksanakan ini (sumpah atau aqad) yang tertulis ini, maka ditakutkan Allah akan memngirimkan bala atau balasan azab atas pelanggaran sumpah tersebut. Karena saya sangat takut akan azab Allah seperti yang pernah saya lihat terjadinya Gempa dan Tsunami Aceh dua decade yang lalu. Pada saat itu tidak ada makhluk yang dapat menyelamatkan kita dan menolong kita untuk menghindari aghar gempa dan tsunami tidak bakalan terjadi.

Formulir yang kita tanda tangan itu adalah komitmen terhadap Allah untuk mengejawantahkan Syariat Allah baik secara pribadi, keluarga ataupun secara bermasyarakat dan bernegara. Mungkin dengan manusia sesekali bisa saya langar perjanjian, namun saya tidak berani melanggar ketentuan Allah, karena Dia Maha Kuasa, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Perkasa dalam segala hal.

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengundang seluruh rakyat Indonesia dan warga negara asing untuk berduyun-duyun datang ke Aceh untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa di Negeri Sultan Iskandar Muda ini telah saya ejawantahkan syariat Islam secara kaffah.

Syariat Islam yang aman, damai, dan penuh keadilan dan kejujuran para pengak hukumnya, para penguasanya, dan seluruh komponen bangsa yang ada di Ujung Pulau Sumatera ini.

Jika Syariat Islam benar-benar diterapkan secara berkeadilan, semua orang akan datang ke Aceh, mereka datang sebagai investor dengan membawa uang via membeli tiket pesawat, tiket bus, menginap di hotel, naik beca, membeli makan dan minum, membeli souvenir, membeli petroleum, mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lain sebagainya. Coba hitung berapa uang masuk untuk pemilik pesawat, pekerja di Airport, di Pelabuhan, di Terminal bus, berapa uang masuk kepada pemilik hotel, berapa uang masuk kepada pengemudi Grab, Taxi, becak dan alat transport lainnya. Berapa uang masuk ke warung-warung atau café-café, rumah makan atau restaurant, pemilik kenderaan /mobil/bus sewaan, dan berapa tenaga kerja yang terserap kalau orang datang ke Aceh. Inilah pikiran dari orang yang membidangi pendidikan Islam. Kalau benar alhamdulillah, kalau salah mohon jangan diikuti karena saya hamba yang sangat dhaif.

Jika saya menjadi Gubenrnur, seluruh Aceh saya prioritaskan untuk mengirimkan dua orang hafiz al-Qur’an untuk setiap masjid menjadi imam yang ada di Aceh dan saya berjuang terus untuk memberikan honor dan tempat yang layak bagi imam-imam tersebut. Setiap masjid dan musalla harus ada azan lima kali sehari dan para muazzin semuanya harus mendapat prioritas negara dari segi kehidupannya dan keluarganya, karena kalau para muazzzin tidak hadir ditakutkan nanti azan akan diganti dengan running text. Saya menggunakan alat negara Polisi, TNI, Satpol PP dan WH untuk membackup pelaksanaan syariat Islam di Aceh dengan kaffah. Berikan kepada mereka hak dan kewajiban dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar dan perhatikan kebutuhan mereka dan keluarga mereka agar penuh komitmen menjalankan tugas Allah dan tugas negara. Berikan hak kepada mereka untuk memantau anak-anak yang boles sekolah, memantau café dan warung yang menampung anak-anak pada waktu jam sekolah. Kalau negara kuat dan semua komponen bangsa bersinergi, maka kemakmuran dan kenyamanan serta ketentraman akan kita gapai di Serambi Makkah ini. Mauka kita merasakan bagaimana kemakmuran negeri dan keamanan sebagaimana masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah Bani Umayyah?

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengangkat para petugas di setiap lembaga pendidikan untuk memantau semua sekolah dan institusi pendidikan baik pendidikan yang sifatnya boarding atau non-boarding untuk mengikis habis bullying, homoseks, lesbian dan sejenisnya serta system sebagaimana yang terjadi di Pesantren Al-Zaytun, Indramayu yang melahirkan orang-orang yang melecehkan agama dan melatih pemberontak untuk melawan pemerintah.

Makanya setiap kurikulum pendidikan perlu dipantau dan dipelajari oleh pihak-pihak yang berkompeten dan berpendidikan yang memadai agar output dari institusi pendidikan tidak melahirkan orang-orang penista agama dan berpemikiran picik serta tidak ada kompromi. Dalam kasus seperti ini pemerintah perlu berpikir extra dan menyediakan tenaga ahli baik psikolog, ahli agama, ahli ilmu masyarakat dan antropologi, serta berpengalaman menjadi pengasuh dan guru sehingga mereka memiliki segudang pengalaman dalam memantau setiap Gerakan anak-anak didik dan pendidik.

Jika saya menjadi Gubernur, maka saya membentuk sebuah tim untuk mendatangi seluruh pelosok Aceh dan melihat siapa-siapa yang masih tinggal di rumah-rumah layak huni, tidak sanggup memenuhi kebutuhan fisik dan jiwanya, anak-anak yang benar-benar tidak mampu ke sekolah baik karena kemiskinannya, kefakirannya, keterisoliran tempatnya, dan jalan yang ditempuh sangat rawan dan berjauhan. Semu aini seharusnya ada dalam otak say ajika menjadi Gubernur demikian juga Bupati dan walikota.

Jika saya menjadi Gubernur, saya memperhatikan nasib anak-anak hasil rudapaksa, bullying, diperkosa, didhalimi, disiksa, dan ditelantarkan dan semua anak ini harus ditangani oleh negara bukan oleh NGO dan Negara luar. Anak Aceh beragama Islam, yang bantu mereka NGO dan Negara Luar, yang siksa adalah kita, yang dhalimi adalah kita, yang menghancurkan kehidupan mereka adalah kita, lalu kemudian yang membela, memelihara, dan mengurus adalah negara luar dan NGO.

Apakah kita masih waras, berapa kasus anak di Aceh? Sangat menyedihkan! Kemudian betapa banyak kasus perempuan hasil perceraian yang tidak mendapat pembelaan negara dan tokoh masyarakat, bagaimana nasib anak-anak mereka setelah perceraian, juga anak-anak gadis yang tengah malam masih meuwet-wet atau meuwoh-woh bak café-café, masihkan kita hati punya nurani?

Kalau beberapa hal ini sudah dapat ditanggulangi, insya Allah semua orang akan mengunjungi Aceh seperti mengunjungi Baitullah, saya kira inilah investrasi yang terbaik, karena itu jangan benci dan menjadi momok kepada Syari’at, bahkan Saudi Arabia mendapat masukan perjam dari hasil orang menjalankan syariat ke sana.

Wallahu ‘alam.

penulis adalah Dosen Pendidikan Islam Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry
muhammad.ar@ar-raniry.ac.id


Oleh Prof. Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA (Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

MUQADDIMAH

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. Al-Kahfi: 110

Sebagai seorang hamba Allah, Rasulullah S.A.W. adalah manusia biasa yang tidak beda dengan ummat manusia lainnya. Beliau makan dan minum, beliau juga merasakan susah dan senang, merasa sakit dan sehat, merasakan menang dan kalah dalam sepanjang kehidupannya. Lazimnya kehidupan manusia lain di alam raya ini maka Rasulullah menjadi bahagian dari ummat manusia biasa yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan manusia lainnya sehingga beliau perlu persiapan diri menuju kematangan hidup.

Selain manuasia biasa Rasulullah S.A.W. juga menjadi manusia luar biasa manakala beliau dipersiapkan oleh Allah S.W.T. menjadi nabi dan RasulNya. Dalam konteks ini beliau yang bernama resmi Muhammad bin Abdullah menjadi istimewa di mata ummat manusia lain karena telah mendapatkan gelar Rasulullah yang sudah barang tentu memiliki kelebihan-kelebihan dan keistimewaan-keistimewaan berbanding manusia lainnya. Itu semua tidak akan wujud secara spontan tanpa persiapan kematangan baik yang dipersiapkan sendiri, yang dipersiapkan keluarganya maupun yang dipersiapkan RabNya sebagai Nabi dan Rasul.

Persiapan demi persiapan itulah yang kemudian menjadikan seorang anak yatim piatu bernama Muhammad bin Abdullah menjadi terkenal, popular, disegani, ditakuti yang sekalian juga dibenci oleh orang-orang tertentu.

Namun kepopulerannya itu tidaklah pernah menjadikan beliau naik bahu dalam pergaulan, kebencian orang-orang kepadaNyapun tidaklah pernah membuat beliau minder apalagi takut dalam hidup dan kehidupan. Dalam keberagaman tanggapan dan pandangan orang-orang terhadapnya, Beliau tetap saja menjadi seorang yatim piatu yang istiqamah, konsekwen, mandiri dan percaya diri bahwa hidup itu memang demikian adanya.

MEMPERSIAPKAN DIRI

Dalam perjalanan hidup Muhammad bin Abdullah senantiasa berhadapan dengan berbagai cobaan dan tantangan, mulai dari kematian ayahnya ketika masih tiga bulan berada dalam kandungan ibu, meninggal ibu ketika sudah berusia enem tahun, ketika dipapah oleh kakeknya Abdulmuthalib, kakeknyapun meninggal dalam usia Muhammad delapan tahun. Usia-usia Muhammad belum lagi banyak tau tentang hidup dan kehidupan sehingga paman setianya Abu Thalib harus turun tangan untuk memelihara, menjaga, mendidik dan mempersiapkan kematangan dirinya. Abu Thaliblah yang mendewasakan dan mempersiapkan kematangan Muhammad bin Abdullah sehingga menjadi Rasul Allah yang penghabisan. Nabi dipelihara oleh ibunya dilanjutkan oleh kakeknya dan dimatangkan oleh pamannya.

Sebagai manusia biasa yang Bernama Muhammad bin Abdullah Rasulullah S.A.W. senantiasa mempersiapkan diri dalam hidup dan kehidupannya untuk menjadi manusia luar biasa. Salah satu contohnya adalah; Ketika beliau merasa risau dengan kehidupan di kota Makkah yang penuh dengan kriminalitas berupa pembunuhan, mabuk-mabukan, perzinaan, pelecehan, pendiskriminasian dan sejenisnya, segera mencari tempat hidup yang dirasakan aman dan tentreram, tempat yang dimaksudnya kemudian terkenal dengan nama Gua Hirak di bukit Nur.

Gua tersebut jauh dari keramaian ummat manusia, jauh dari hiruk pikuknya alam raya, jauh dari kebrutalan manusia, jauh dari kriminalitas dan kriminalisasi ummat manusia. Di sinilah beliau mempersiapkan diri seraya mencari sesuatu yang beliau sendiri belum tau sesuatu yang sedang dicarinya itu. Pencarian sesuatu itulah yang dinamakan persiapan diri untuk menjadi manusia yang manusiawi bukan mausia sebagaimana yang beliau saksikan hari-hari di wilayah Makkah tatkala itu. Waktu itu hati kecil beliau seperti menjerit melihat kenyataan hidup dalam wilayah Makkah sehingga berupaya keras untuk menghindar dari kehidupan yang penuh kriminalitas tersebut.

Di antara hal yang beliau lakukan dalam bersemadi dan berkhalwat di Gua Hirak tersebut adalah: pertama, menghindari dari banyak berbicara dengan lingkungan Makkah sehingga dapat menjurus kepada banyak salah (Qillatul Qalam). Untuk kepentingan tersebut selaras dengan sabda Beliau sendiri: man kana yukminuna billahi wal yaumil akhir falyaqul khairan aw liyasmuth (barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang benar dalam hidup ini atau diam dari berkata agar tidak menjurus kepada kesalahan.

Kedua, menghindari banyak makan (Qillatuth tha’am), karena banyak makan menjadi salah satu sifat yang tidak baik dalam sebuah kehidupan, boleh jadi menjurus kepada serangan berbagai penyakit, boleh jadi akan kehilangan kehormatan seseorang, boleh jadi juga hilangnya rasa malu dengan terlalu banyak makan. Hal ini selaras pula dengan sabdanya: “makanlah kamu Ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang” Ketiga, menghindari banyaknya interaksi dengan manusia yang terkenal galak dan criminal pada waktu itu (Qillatul anam). Kalau tidak meghindari Qillatul anam dapat dipastikan akan terjadi dialog yang tidak punya ujung karena berhadapan antara manusia-manusia criminal dengan seorang yang sedang mempersiapkan diri menjadi manusia Mulya. Keempat, menghindari banyak tidur (Qillatul manam) untuk lebih banyak beribadah dan mencari kebenaran dalam berkhalwat.

Sebagai manusia biasa yang memerlukan fasilitas dan keperluan hidup harian Muhammad bin Abdullah jauh hari sebelum menjadi Rasul Allah terus saja mempersiapkan diri menjadi seorang manusia yang mandiri dan bersahaja serta bermanfa’at kepada ummat manusia lainnya. Ketika menjelang remaja beliau ikut paman dan kakeknya untuk belajar hidup mandiri mengikut tradisi dan kebiasaan bangsa pada zaman dan tempat itu. Karena kelaziman Masyarakat tatkala itu cenderung mengembala hayawan dan atau berniaga berbagai jenis perniagaan maka Muhammad kecil ikut kakek dan pamannya belajar kemandirian hidup lewat jalur tersebut. Malah manakala beliau sudah dewasa menjadi peniaga ulung dan unggul dengan modal Khadijah yang kemudian menjadi isteri pertamanya.

Bekal dari paman dan kakek itulah yang membuat Muhammad menjadi matang dalam mencari kebutuhan hidup sehingga berjaya dengan perniagaan bersama modal Khadijah. Pendidikan dan persiapan kematangan alami yang diturunkan dari paman dan kakek tersebut menghantarkan hidup dan kehidupan Muhammad menjadi seorang yatim piatu yang kekar dan kekal dalam pendirian bahwa hidup ini memang penuh tantangan. Bekal itu pulalah yang menghantar Muhammad siap menghadapi berbagai tantangan yang diperolehnya dari kafir Quraisy di Makkah manakala beliau sudah menjadi Rasulullah SAW.

Persiapan diri seorang Muhammad yang sangat beraqidah dan berakhlaq Islamiyah sangatlah bersahaja manakala beliau juga terlibat dalam Perang Fujjar walaupun hanya sekedar menjadi perantara penyuplai anak panah kepada kaum Quraisy yang berhadapan dengan suku Qais Ailan di Makkah. Perang Fujjar yang juga disebut perang Fijar terjadi selama empat tahun dalam empat periode dan delapan pasang pelaku perang, pertama, Fijar Ar-Rajul yang berhadapan antara Bani Kinanah dengan Bani Qais Ailan; kedua, Fijar Al-Qard yang berhadapan antara Bani Quraisy dengan Bani Kinanah, ketiga, Fijar Al-Mar’ah antara Bani Kinanah dan Bani Nadhar bin Mu’awiyah, dan keempat, Fijar Al-baradh antara Bani Quraisy dan bani Kinanah berhadapan dengan Bani Qais Ailan. Dalam Fijar Al-Baradh inilah Muhammad bin Abdullah banyak terlibat membantu para seniornya mempersiapkan anak panah untuk digunakan memerangi musuh.
Ternyata persiapan diri seorang Muhammad bukan hanya terkait dengan keperluan logistik dan material kehidupan kemanusiaan saja melainkan juga persiapan latihan berperang sebagai medan perjuangan penegakan kebenaran yang menjadi salah satu langkah keberhasilan dan kesuksesan hidup seorang Muhammad tatkala sudah menjadi Rasul Allah SWT.

Secara personalitas Muhammad bin Abdullah merupakan seorang anak manusia yang ringan tulangnya untuk melakukan sesuatu yang bermakna dan bermanfa’at kepada ummat manusia, dengan sifat dan sikapnya yang demikian menghantarkannya menjadi seorang pahlawan di dalam dan di luar peperangan.

DIPERSIAPKAN ALLAH

Selain persiapan keluarga dan diri sendiri untuk menjadi manusia berguna dan berfaedah untuk semua makhluk yang ada di bumi ini, Muhammad bin Abdullah juga mendapatkan persiapan Allah yang sangat Istimewa bagi dirinya. Persiapan Allah terhadapnya yang paling fundamental dan angker adalah Ketika Allah mengutuskan malaikat untuk mebersihkan hatinya dengan membelah dada beliau dalam usia baru empat tahun. Persiapan kesucian tersebut tidak pernah dirasakan semisal itu oleh hamba Allah yang lain karena Allah hanya mempersiapkan Muhammad untuk menjadi rasulNya.

Selain mempersiapkan kesucian fisik, Allah juga mempersiapkan intelektualitas kepadanya dengan turunnya wahyu pertama surah Al-‘Alaq ayat 1 sampai ayat 5 dan wahyu-wahyu selanjutnya sehingga wahyu terakhir puntungan surah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:

…..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….
Persiapan intelektualitas itu sangat beda dengan persiapan intelektualitas ummat manusia lainnya yang harus menempuh jenjang pendidikan puluhan tahun mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, S1, S2, dan S3 malah sampai kepada guru besar (professor). Muhammad bin Abdullah yang menjadi Rasul Allah tidaklah berpendidikan seperti manusia lain, tetapi intelektualitanya masih di atas intelektualitas manusia biasa lainnya walaupun tidak pernah sekolah seperti manusia lainnya. Itulah beda persiapan yang disediakan Allah dengan persiapan yang dipasok oleh manusia di mana persiapan Allah langsung jadi dan terpercaya serta terpuji sedangkan persiapan manusia semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin ambruk moralitas dan keyakinan diri sendiri.

Kedua persiapan tersebut walau tidak akan mungkin sama seratus persen dapat dilakukan ummat manusia hari ini tetapi rule model yang telah diprakarsai Rasulullah bolehlah menjadi pedoman dan pegangan buat ummat manusia hari ini, khususnya muslimin wal muslimat.

Persiapan diri sendiri kita dapat tiru dan tambah dari apa yang sudah beliau lakukan, sedangkan persiapan dari Allah kita dapat mengikutinya via Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu kurang apa lagi bagi ummat Islam hari ini sehingga tidak malu harus tunduk patuh kepada kaum Yahudi yang membantai ummat Islam di merata dunia atau kurang apa lagi bagi seorang muslim sehingga harus menerima pembodohan oleh ummat kristiani yang merusak tatanan kehidipan ummat Islam di merata negara mayoritas muslim, atau kurang apa lagi bagi ummat Islam yang mayoritas di dunia ini sehingga mau dibantai oleh kaum komunis, Hindu dan Budha sehingga muslimin lainnya hanya seperti mampu menonton Sahaja.

Padahal persiapan diri dan persiapan dari Allah SWT sudah dipahami secara menyelurh yang tidak dipahami oleh keimanan orang-orang kafir laknatillah.


Oleh Afrizal Refo, MA


Musibah sering kali datang tanpa peringatan. Di Aceh, disaat berlangsungnya PON XXX di Sumut – Aceh, kita beberapa hari ini saja mengalami angin kencang disertai hujan lebat yang mengakibatkan kerusakan gedung-gedung Arena PON, Gedung sekolah rubuh, banjir dan kesedihan di berbagai tempat.

Momen-momen seperti ini mengingatkan kita akan kekuasaan Allah dan pentingnya untuk kembali mendekat kepada-Nya. Mari kita telaah bagaimana musibah ini dapat menjadi pengingat untuk mengingat Allah dan meningkatkan keimanan kita.

Fenomena Alam yang Tidak Terduga

Musibah alam seperti angin kencang dan hujan lebat bisa datang secara tiba-tiba. Di Aceh, yang dikenal dengan keindahan alamnya, perubahan cuaca yang drastis dapat menyebabkan kerugian yang besar. Beberapa daerah mengalami banjir, pohon tumbang, dan kerusakan pada infrastruktur. Ini semua menimbulkan rasa cemas dan ketidakpastian di kalangan masyarakat.

Perubahan cuaca ini seharusnya menyadarkan kita bahwa sebagai manusia, kita tidak dapat mengendalikan alam. Kita hanya bisa berusaha untuk menghadapinya dengan bijak dan bersabar. Dalam situasi seperti ini, kita diingatkan akan kekuasaan Allah yang lebih besar daripada apapun yang kita alami.

Ketika musibah datang, sering kali hati kita bergetar dan pikiran kita berkecamuk. Di sinilah pentingnya mengingat Allah. Dalam kondisi terdesak, banyak dari kita yang berdoa, berharap akan perlindungan dan pertolongan-Nya. Ini menunjukkan bahwa meskipun kita mungkin terlena dalam kesibukan sehari-hari, ketika menghadapi kesulitan, kita kembali kepada-Nya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan apabila kamu ditimpa musibah, maka ingatlah kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 153). Ayat ini mengajarkan kita bahwa musibah adalah panggilan untuk kita memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta. Dengan berdoa dan berzikir, kita bisa menemukan ketenangan dalam hati dan kekuatan untuk menghadapi ujian.

Setiap musibah membawa pelajaran berharga. Ketika angin kencang menerpa Aceh, kita bisa belajar tentang pentingnya persiapan dan kewaspadaan. Musibah mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap tanda-tanda alam dan menjaga lingkungan sekitar.

Selain itu, musibah juga mengingatkan kita tentang pentingnya solidaritas. Dalam situasi sulit, kita melihat bagaimana masyarakat Aceh saling membantu. Banyak yang memberikan bantuan kepada korban, baik berupa makanan, pakaian, maupun dukungan moral. Ini menunjukkan bahwa kita harus selalu siap untuk membantu satu sama lain, terutama di saat-saat sulit.

Kesadaran akan Ketidakpastian Hidup

Musibah seperti ini mengingatkan kita bahwa hidup ini penuh ketidakpastian. Meskipun kita merencanakan banyak hal, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketika angin kencang datang, semua rencana bisa terganggu. Inilah saatnya bagi kita untuk merenung dan menyadari bahwa Allah lah yang mengatur segalanya.

Penting bagi kita untuk bersyukur atas nikmat yang telah kita terima dan menyadari bahwa setiap saat bisa menjadi ujian. Dalam surah Al-Anfal (8:28), Allah berfirman, “Dan ketahuilah bahwa harta dan anak-anakmu adalah ujian.” Kita harus ingat bahwa semua yang kita miliki adalah titipan Allah yang bisa diambil kapan saja.

Setiap kali musibah datang, ini adalah waktu yang tepat untuk berdoa. Doa bukan hanya sebagai permohonan, tetapi juga sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah. Kita harus berdoa untuk keselamatan, ketabahan, dan pemulihan bagi mereka yang terkena dampak.

Berdoa juga adalah cara kita untuk mengingat kembali semua nikmat yang telah diberikan. Ketika kita mengalami kesulitan, penting untuk tidak melupakan semua hal baik yang ada dalam hidup kita. Dalam keadaan sulit, ingatlah untuk selalu bersyukur.

Musibah adalah ujian yang bisa memperkuat iman kita. Ketika kita menghadapi kesulitan, kita belajar untuk bersabar dan tetap berpegang pada ajaran agama. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan ketahanan diri dan meningkatkan ibadah yang mungkin selama pelaksanaan PON ke XXX di Sumut – Aceh, banyak orang yang melalaikan shalatnya dan musibah yang terjadi saat ini adalah teguran dari Allah SWT.

Dengan menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama, kita dapat menemukan ketenangan dan kekuatan untuk menghadapi ujian.Banyak orang yang setelah mengalami musibah, menjadi lebih aktif dalam beribadah dan melakukan amal baik. Ini adalah transformasi positif yang dapat terjadi setelah kita mengalami kesulitan. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, kita akan mendapatkan ketenangan hati dan bimbingan dalam menjalani hidup.

Solidaritas dan Kemanusiaan

Dalam situasi bencana, kita sering melihat solidaritas yang luar biasa di antara masyarakat. Orang-orang bersatu untuk membantu sesama, memberikan dukungan, dan berbagi sumber daya. Ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia memiliki tanggung jawab untuk saling membantu, terutama di saat-saat sulit.

Musibah mengingatkan kita bahwa kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Kita perlu membangun rasa saling peduli dan empati terhadap orang lain. Dengan saling membantu, kita dapat menghadapi setiap ujian dengan lebih baik.

Oleh karena itu musibah angin kencang disertai hujan yang melanda Aceh adalah panggilan untuk kita semua. Ini adalah waktu untuk merenung, kembali kepada Allah, dan memperkuat iman. Setiap ujian yang datang mengajarkan kita tentang ketidakpastian hidup dan pentingnya bersyukur. Mari kita jadikan musibah ini sebagai kesempatan untuk saling membantu, berdoa, dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan cara ini, kita dapat menghadapi setiap tantangan dengan penuh harapan dan keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita. Musibah adalah bagian dari kehidupan, dan bagaimana kita menyikapinya adalah kunci untuk menemukan kebahagiaan dan ketenangan di hati.

Penulis : Dosen PAI IAIN Langsa , Sekretaris Dewan Dakwah Kota Langsa dan Wakil Ketua PARMUSI Kota Langsa.