Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed

Sunhaji (38 tahun), pedagang es teh yang diolok-olok penceramah ternama Miftah Maulana Habiburrahman (gus Miftah) dalam salah satu pengajiannya (cermahanya) di Magelang adalah salah seorang yang bertanggung jawab terhadap keluarganya dalam mencari kehidupan yang halal walaupun sebagain orang melihat ini sebuah pekerjaan rendahan. Sunhaji orang biasa yang memiliki dua orang anak yang masih bersekolah di SD dan SMP di Magelang. Dia tinggal di Dusun Gestari, Desa Banyusari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.

Sunhaji seorang pekerja keras untuk mencukupi keluarganya dan keuntungan menjual es teh yang tidak menentu, kadang-kadang bisa dapat untung Rp. 10 ribu dalam satu hari. Dia menjual es teh ini untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dan dua anak yang masih usia sekolah.

Inilah tanggung jawab seorang ayah terhadap keluarganya (anak dan isterinya) walaupun kadang-kadang manusia punya prinsip yang berbeda diantara kita dalam hal melihat seseorang mencari kehidupan. Namun ini biasa hina dalam pandangan manusia, namun mulia dalam pandangan Allah.

Kalau dia mendapat untung Rp. 10 ribu, maka uangnya ditabung untuk keperluan sekolah anak-anaknya, ini adalah seorang ayah yang punya visi yang jelas walau harus merangkak dan bertungkus lumus dalam berikhtiar agar masa depan anak-anaknya terbantu. Sebelum menjadi penjual es teh, Bapak Sunhaji adalah seorang tukang kayu. Namun pada suatu hari terjadi kecelakaan yang menyebabkan salah satu anggota badannya tidak lagi normal untuk terus melanjutkan karirnya sebagai tukang kayu, maka ia beralih profesi dari tukang kayu menjadi penjual es teh, hinggalah ia dihina oleh seorang yang mengaku pemilik Pesantren dan penceramah kondang.

Kalau dia Ulama atau penceramah atau benar-benar pemilik pesantren, mungkn tidak akan mengeluarkan kata-kata yang sifatnya olok-olok kepada seorang pencari harta halal (penjuah es teh). Mungkin ini sebuah teguran dari Allah kepada seseorang bahwa kesombongan itu bukan milik manusia tetapi milik Allah, karena itu janganlah memakai pakaian Allah. Jika tidak juga mau berubah, maka Allah bisa saja berkehendak lain, dan inilah yang mungkin Misbah lakukan terhadap penjual es-teh. Ini artinya Allah membukan aib seseorang apabila ianya sudah berulang kali melakukan kesalahan yang tidak mau meminta ampun kepada-Nya dan tidak mau memohon maaf kepada Allah. Makanya kalau kita punya ilmu bertindaklah sesuai dengan ilmu, kalau kita ulama, maka berbuatlah seperti ulama, kalaunkita penceramah, maka jangan untuk orang lain, tetapi untuk diri sendiri dulu dan keluarga. Kalau kita jadi ulama, jangan jadi ulama penjilat. Kalau ia sering mendatangi pintu-pintu penguasa, bermakna ia ulama su’. Seorang public figure perlu sentiasa bermuhasabah dan bukan melulu ingin menggapai pangkat keduniaan dan ketenaran karena ini bertentangan dengan sifat ilmu, kecuali kalau ia seseorang yang dungu alias tidak punya ilmu.

Miftah mengeluarkan kata-kata kasar kepada Pak Sunhaji yang sedang menjaja es teh-nya. Saat itu Sunhaji sedang berjualan di acara pengajiannya di Magelang, dan Miftah sebagai pencramahnya. Dia mengatakan kepada penjual es teh, “Es tehmu seh okeh ra? (Es teh mu masih banyak gak?) masih? Yo kono didol goblok, (Ya sana dijual bodoh),” demikian ucap si Miftah itu kepada penjual es teh.

Ucapan tersebut langsung disambut gelak tawa oleh para hadirin yang datang, demikianlah kalau para hadirin samanya pikirannya dengan penceramahnya atau dengan gurunya. Kemudian Miftah melanjutkan guyonannya, “Dolen disek, nko lak during payu, wes, takdir (jual dulu, kalau belum laku, sudah takdir,”), demikian kata Misbah. Namun apa yang dilakukan oleh Miftah terhadap Sunhaji ini timbul berbagai pemikiran pro dan kontra terhadapnya, ada orang-orang yang sealiran dengannya malah tidak cepat-cepat menyalahkan Misbah karena mungkin seperti (Chinese in one building), namun yang berpikiran sebaliknya, langsung saja mengkritik dan bahkan menghujuat penceramah atau pemilik pesantren itu karena tidak sesuai dengan apa yang disandangnya selama ini.

Makanya kalau berceramah jangan sampe untuk orang lain saja, tetapi untuk kita sendiri dan keluarga sendiri dulu, kalau mau jadi ulama, maka jangan sering-sering merengek-rengek penguasa, dan jangan jadi ulama atau penceramah penjilat. Nanti Allah akan buka aibmu karena keberpura-puraanmu.

Miftah ini adalah pemilik Pondok Pesantren di Kawasan Ora Aji, Kepanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekarang ini selama Presiden Prabowo menjadi Presiden RI, ia dilantik sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Namun pada Hari Jum’at 6 Desember 2024 Gus Miftah secara resmi mengundurkan diri sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Ini diawali karena ketelanjurannya terhadap Sunhaji (penjual es teh) hingga datang kritikan dan sorotan dari berbagai kalangan masyarakat terhadapnya. Akhirnya dia mengundurkan diri. Dalam hal ini kita memetika Pelajaran penting dari Gus Miftah ini bahwa ia sangat bertanggung jawab atas kekhilafannya sehingga tidak segan-segan meminta maaf pada Sunhaji atas keteledorannya dan juga untuk tidak mencemarkan nama baik Presiden Prabowo, ia legowo mundur.

Ini perlu diambil oleh para pejabat lain, kalau anda pikir tidak berguna bagi ummat dan tidak sanggup berlaku adil dan tegas silakan lempar handuk. Namun kebanyakan para penegak hukum di negeri ini yang cepat sekali menuntaskan kasus masyarakat kelas bawah walau penuh rekayasa seperti terjadi Kasus KM 50, kasus Vina Cirebon, Jessica Kumala Wongso, namun kalau kasus yang menimpa para petinggi negara kasus ketua KPK jenderal (Purn) Polisi Firli Bahuri yang sudah setahun ditangani Polda Metro Jaya belum kunjung selesai, kasus Rudi Soik di Polda NTT karena membongkar penimbunan BBM, kasus judi online yang hanya terlibat orang-orang sipil di Kementerian Komdigi saja dan belum menyentuh para backingnya dari oknum-oknum penegak hukum, dan kasus-kasus lainnya yang yang tak kunjung tuntas.

Seharusnya kalau ia punya komitmen atau rasa malu, maka langsung ia undur diri dari jabatan penegak hukum baik polisi, jaksa dan hakim karena masih ada orang-orang lain yang lebih tegas dan adil di negeri ini yang bisa menuntaskan semua perkara baik yang terjadi dalam masyarakat, atau dilakukan oleh pejabat negara atau oleh para oligarkhi. Demikian pula kasus Jokowi yang diduga berijazah palsu dan para pejabat lainnya yang juga ada yang berijazah palsu namun belum ada yang punya nyali menuntaskannya baik para penyidik ataupun para hakim. Kita salut kepada Gus Miftah dalam hal ini karena ada kesalahannya langsung ia minta maaf dan mengundurkan diri.

Setelah terjadinya pengolok-olokan terhadap Sunhaji, maka kritikan dan sorotan berdatangan dari berbagai penjuru bahkan hingga ke Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Beliau berkata, “Ternyata orang yang paham agama, yang bicara tentang Islam, akidah, Shalat, dan Sunnah (bisa sombong). Tetapi bila timbul (kesombongan), saya merasa aneh, agak luar biasa,” demikian kata Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim dalam sebuah pidato yang disampaikan pada acara pertemuan dengan Kementerian Keuangan Malaysia pada hari Kamis tanggal 5 Desember 2024. Dan juga masyarakat luas memintanya Gus Miftah mengundurkan diri dari jabatan dan meminta maaf kepada Sunhaji. Secara gentleman, Gus Miftah telah melakukan kedua hal ini dan kita patut beri apresiasi kepadanya karena tanggung jawabnya sementara para pejabat lainnya hamper tidak pernah ada yang mau mengundurkan diri walau sudah divonis bersalah. Begitulah tebal mukanya tanpa sedikit rasa malu untuk mengundurkan diri dari jabatan.

Peristiwa Gus Miftah dan Bapak Sunhaji bisa diambil Kesimpulan dua hal: pertama Allah merendahkan atau menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan kedua Allah meninggikan derajat siapa yang Dia kehendaki-Nya. Gus Miftah yang selama ini menjadi penceramah kondang, dipercayai oleh Presiden Joko Widodo dan merupakan ulama Kerajaan namun tiba-tiba terperosok kakinya ke dalam lobang kehinaan karena merendahakan seseorang yang belum tentu hina dalam pandangan Allah; berikutnya Bapak Sunhaji yang mungkin sangat ikhlas menjalani kehidupan ini yang penuh tanggung jawab untuk memuaskan keluarganya serta anak-anaknya, dan Allah berkehendak lain, beliau mendapat cucuran rahmat dari Allah serta mendapat bantuan yang tidak pernah disangka-sangka berupa uang ratusan juta rupiah, dapat tiket umrah, dapat beasiswa untuk dua orang anaknya, dapat bantuan modal usaha, dan lain-lain. Sebelum ini Bapak Sunhaji tidak pernah bermimpi akan semua ini dan bagaimana apabila Allah berkehendak seketika akan berlaku, oleh karena itu jika kita berdoa, maka berdoalah kepada Allah, jika kita meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah.

Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Prov. Aceh

Oleh Afrizal Refo, MA


Pilkada adalah salah satu mekanisme demokrasi yang sangat penting dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Melalui pilkada, rakyat diberi hak untuk memilih pemimpin mereka di tingkat daerah, yang akan menentukan arah kebijakan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap kali pilkada usai, harapan rakyat tentunya tidak hanya terbatas pada pesta demokrasi yang berjalan lancar, tetapi juga pada apa yang akan dilakukan oleh pemimpin terpilih untuk memajukan daerah dan mensejahterakan rakyat. Pilkada sudah usai, siapapun yang terpilih, saatnya untuk fokus pada tugas yang lebih besar: memperhatikan kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas pendidikan, menanggulangi kemiskinan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Memahami Esensi Pilkada: Rakyat Menginginkan Pemimpin yang Peduli

Pilkada adalah kesempatan bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu dan memiliki visi untuk membangun daerah. Namun, terlepas dari siapa yang terpilih, yang paling penting adalah bagaimana pemimpin tersebut menjalankan amanah dan tanggung jawabnya setelah masa pemilihan berakhir. Banyak pemimpin terpilih yang seringkali terjebak dalam hiruk-pikuk politik jangka pendek atau lebih fokus pada agenda pribadi atau kelompok, padahal yang paling penting adalah kesejahteraan rakyat.

Pilkada bukan sekadar ajang kompetisi untuk mendapatkan kursi kekuasaan, melainkan juga sebagai bentuk harapan masyarakat terhadap perubahan yang lebih baik. Setiap suara yang diberikan dalam pilkada adalah cerminan dari kebutuhan rakyat akan pemimpin yang peduli terhadap masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan. Oleh karena itu, siapapun yang terpilih dalam pilkada, baik itu Gubernur, Walikota, atau Bupati, harus bisa memanfaatkan kemenangan tersebut untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan membawa perubahan nyata.

Pendidikan: Pilar Utama dalam Pembangunan Daerah

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk kemajuan suatu daerah. Dengan pendidikan yang baik, kualitas sumber daya manusia (SDM) akan meningkat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, di banyak daerah, terutama di kawasan terpencil atau daerah yang terbelakang, akses terhadap pendidikan yang berkualitas masih terbatas. Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemimpin daerah yang terpilih.

Pemimpin yang baik harus memiliki komitmen kuat untuk memperbaiki kualitas pendidikan di daerahnya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan fasilitas pendidikan, seperti pembangunan sekolah yang layak, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Selain itu, harus ada perhatian terhadap akses pendidikan bagi anak-anak yang tinggal di daerah terpencil atau daerah dengan infrastruktur yang minim. Tidak hanya itu, penting juga untuk memperkenalkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, seperti penguasaan teknologi, pengembangan keterampilan vokasi, dan penguatan karakter bangsa.

Di sisi lain, pemimpin daerah juga perlu memastikan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada tingkat dasar dan menengah, tetapi juga memperhatikan pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan. Peningkatan kualitas pendidikan di berbagai jenjang akan membuka lebih banyak peluang bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi diri dan berkontribusi pada pembangunan daerah. Oleh karena itu, komitmen terhadap pendidikan harus menjadi salah satu prioritas utama bagi setiap pemimpin yang terpilih dalam pilkada.

Meningkatkan Ekonomi Daerah: Mendorong Pertumbuhan yang Inklusif

Salah satu janji utama dari setiap pemimpin dalam pilkada adalah peningkatan ekonomi daerah. Memang, ekonomi yang berkembang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi pemimpin terpilih juga harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi bersifat inklusif, yakni dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir orang atau kelompok tertentu.

Untuk itu, perlu adanya kebijakan yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Pemimpin daerah harus bekerja sama dengan sektor swasta, lembaga keuangan, dan berbagai stakeholder lainnya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Selain itu, kebijakan yang mendukung UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) sangat penting untuk diperhatikan, karena sektor ini adalah salah satu pilar utama ekonomi daerah. Melalui pemberian bantuan modal, pelatihan, dan akses pasar, UMKM dapat berkembang dan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Selain itu, pemimpin daerah harus peka terhadap potensi ekonomi lokal yang ada di wilayahnya. Banyak daerah di Indonesia memiliki potensi alam dan budaya yang belum digali secara maksimal. Misalnya, pengembangan pariwisata, pertanian, atau industri kreatif bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah. Dengan pendekatan yang tepat, potensi lokal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dan sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan.

Tidak kalah penting, kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan hidup juga harus menjadi bagian dari kebijakan ekonomi. Pembangunan yang hanya berfokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek tanpa mempertimbangkan kelestarian alam dapat merusak potensi ekonomi daerah dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pembangunan yang berwawasan lingkungan harus diutamakan agar sumber daya alam daerah dapat dimanfaatkan dengan bijaksana.

Mengatasi Kemiskinan: Tanggung Jawab Pemimpin Daerah

Kemiskinan masih menjadi masalah serius yang dihadapi banyak daerah di Indonesia. Walaupun Indonesia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir, namun gap kemiskinan antara daerah yang satu dengan yang lainnya masih cukup lebar. Di banyak daerah, terutama yang terletak di kawasan terpencil atau kurang berkembang, kemiskinan masih menjadi persoalan besar yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.

Pemimpin daerah yang terpilih harus fokus pada pemberdayaan masyarakat miskin dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Selain itu, bantuan sosial yang tepat sasaran, seperti pemberian bantuan langsung tunai atau program subsidi lainnya, harus diperhatikan untuk memastikan bahwa mereka yang benar-benar membutuhkan dapat memperoleh bantuan yang dibutuhkan untuk keluar dari jeratan kemiskinan.

Namun, solusi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan menciptakan peluang ekonomi yang adil dan merata. Program pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat, seperti koperasi atau program pelatihan keterampilan, bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pemerintah daerah juga harus mendorong investasi di sektor-sektor yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin.

Kesimpulan: Tugas Berat Pemimpin Setelah Pilkada

Setelah pilkada usai, pemimpin yang terpilih harus segera mengalihkan perhatian mereka dari politik menuju pekerjaan besar yang sesungguhnya: memperhatikan dan memajukan kesejahteraan rakyat. Meningkatkan kualitas pendidikan, mengembangkan ekonomi daerah, serta mengatasi kemiskinan adalah tugas utama yang harus diemban oleh pemimpin tersebut. Semua ini membutuhkan komitmen yang tinggi, kebijakan yang tepat, serta kerja sama yang erat dengan masyarakat dan berbagai pihak terkait.

Pilkada hanyalah awal dari perjuangan panjang untuk menciptakan perubahan yang nyata. Rakyat telah memberikan kepercayaan mereka, dan sudah saatnya bagi pemimpin yang terpilih untuk membuktikan bahwa mereka pantas menerima kepercayaan tersebut dengan mewujudkan perubahan yang positif bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat.

Penulis adalah Wakil Ketua Parmusi Kota Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa

Oleh Afrizal Refo, MA


Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan momentum penting dalam menentukan arah kemajuan sebuah daerah, termasuk di Aceh. Aceh, yang memiliki karakteristik khas sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cakap dalam memimpin, tetapi juga memiliki akhlak yang baik, jujur, amanah, dan bebas dari praktek politik uang. Pemimpin yang seperti ini akan mampu membawa Aceh menuju kesejahteraan yang hakiki, terutama bagi rakyat kecil, generasi muda yang beriman, serta tetap berpegang teguh pada nilai-nilai syariat Islam.

Amanah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dalam konteks Pilkada di Aceh, amanah ini bukan hanya soal menjalankan tugas dengan baik, tetapi juga mengenai kejujuran dalam segala aspek pemerintahan. Kejujuran adalah pondasi utama dalam menghindari penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan praktik money politik yang seringkali merusak tatanan demokrasi.

Pemimpin yang amanah dan jujur harus dimulai dengan memilih calon yang tidak terlibat dalam praktek money politik. Sayangnya, praktek politik uang dalam pemilu masih menjadi salah satu masalah besar di Indonesia, termasuk di Aceh. Masyarakat seringkali tergoda oleh iming-iming uang atau barang sebagai imbalan memilih calon tertentu, padahal tindakan ini merusak esensi demokrasi yang sesungguhnya, yaitu memberikan suara berdasarkan visi, misi, dan kemampuan calon pemimpin, bukan karena materi sesaat.

Pemimpin yang amanah dan jujur akan menjunjung tinggi transparansi dalam segala aspek pemerintahan. Ia tidak akan terlibat dalam korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau golongan. Sebaliknya, ia akan menggunakan kekuasaannya untuk mensejahterakan rakyat, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta memajukan ekonomi daerah tanpa mengesampingkan prinsip keadilan.

Selain itu, pemimpin yang jujur juga harus memiliki integritas tinggi dalam menjalankan syariat Islam. Syariat Islam mengajarkan pentingnya memimpin dengan penuh tanggung jawab, keadilan, dan kasih sayang terhadap sesama. Pemimpin seperti ini harus menjaga nilai-nilai agama dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama dalam bidang sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Bebas dari money Politik

Salah satu tantangan terbesar dalam Pilkada pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di Aceh adalah bagaimana memastikan bahwa pemilihan kepala daerah berlangsung tanpa terkontaminasi oleh money politik. Money politik adalah praktek memberikan uang atau barang kepada pemilih sebagai imbalan atas suara yang diberikan. Meskipun ini terlihat sepele, money politik memiliki dampak yang sangat besar terhadap kualitas demokrasi dan integritas pemimpin yang terpilih.

Money politik seringkali terjadi karena masyarakat dihadapkan pada kondisi ekonomi yang sulit. Banyak pemilih yang merasa terjebak dalam dilema antara memilih dengan hati nurani atau memilih karena kebutuhan finansial. Namun, hal ini hanya menciptakan lingkaran setan yang merugikan rakyat dalam jangka panjang. Pemimpin yang terpilih melalui money politik tidak akan pernah menjalankan pemerintahan dengan baik, karena mereka lebih mengutamakan balas budi kepada pihak-pihak yang telah membiayai kemenangan mereka daripada memperhatikan kepentingan rakyat secara umum.

Untuk itu, penting bagi masyarakat Aceh untuk menyadari bahwa memilih pemimpin yang jujur dan bebas dari money politik adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih baik. Pendidikan politik dan kesadaran masyarakat harus terus ditingkatkan agar mereka bisa memilih pemimpin yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat. Di sisi lain, penyelenggara pemilu dan lembaga pengawas pemilu juga harus memiliki peran yang kuat dalam memantau dan mencegah praktek money politik ini.

Memperhatikan Rakyat Kecil

Rakyat kecil di Aceh adalah mereka yang tinggal di desa-desa terpencil, petani, nelayan, buruh, dan pekerja sektor informal lainnya. Mereka adalah bagian terbesar dari masyarakat Aceh, namun sering kali suara mereka tidak didengar dalam proses pengambilan kebijakan. Pemimpin yang amanah dan jujur harus mampu memperhatikan nasib rakyat kecil, menjamin kesejahteraan mereka, dan memberikan akses terhadap berbagai program pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Salah satu fokus utama bagi pemimpin di Aceh adalah peningkatan sektor pertanian dan perikanan. Aceh, yang memiliki potensi alam yang besar, harus memanfaatkan sumber daya alam secara bijak untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Pemimpin yang amanah dan jujur akan memastikan bahwa bantuan pemerintah tepat sasaran dan tidak terjebak dalam praktek korupsi. Mereka juga akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan fasilitas kesehatan yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat kecil.

Selain itu, pemimpin yang peduli dengan rakyat kecil akan memperjuangkan program pendidikan yang lebih merata. Akses pendidikan yang baik akan membuka peluang bagi generasi muda untuk berkembang dan memperoleh pekerjaan yang layak. Pendidikan juga menjadi kunci untuk menciptakan generasi muda yang beriman dan berbudi pekerti luhur, yang akan menjadi pelanjut pembangunan Aceh di masa depan.

Menjalankan Syariat Islam

Aceh adalah daerah yang memiliki keistimewaan dengan penerapan syariat Islam. Sebagai bagian dari Republik Indonesia, Aceh tetap harus menghormati keberagaman agama dan budaya. Namun, sebagai daerah yang mayoritas Muslim, Aceh memiliki kewajiban untuk menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pemerintahan.

Pemimpin yang baik di Aceh harus mampu mengharmonisasikan antara tuntutan syariat Islam dengan kebijakan publik. Dalam bidang ekonomi, misalnya, pemimpin harus memprioritaskan sistem perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti larangan riba, penekanan pada keadilan sosial, dan pemberdayaan umat melalui zakat, infak, dan sedekah. Dalam bidang sosial, pemimpin harus mendorong masyarakat untuk menjaga nilai-nilai moral, menghormati hak-hak individu, dan memperhatikan kesejahteraan bersama.

Penerapan syariat Islam juga harus mencakup perhatian terhadap generasi muda. Pemimpin Aceh yang baik akan menciptakan program-program yang dapat membina generasi muda untuk menjadi pribadi yang beriman, cerdas, dan tangguh. Hal ini sangat penting karena generasi muda adalah masa depan Aceh. Jika mereka dibekali dengan pendidikan yang baik, agama yang kuat, dan keterampilan yang memadai, mereka akan dapat berkontribusi positif bagi pembangunan daerah dan bangsa.

Generasi muda adalah aset berharga bagi masa depan Aceh. Pemimpin yang amanah dan jujur akan memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan dan pembinaan karakter generasi muda. Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam akan menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual.

Penting bagi pemimpin Aceh untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya generasi muda yang beriman. Mereka harus menciptakan kesempatan bagi generasi muda untuk belajar, berkembang, dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, generasi muda Aceh akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya memiliki kompetensi, tetapi juga memiliki akhlak yang baik.

Penulis adalah Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa dan Ketua Generasi Rabbani Langsa

Prof Muhammad AR

Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Jika saya menjadi Gubernur, siapa tahu dengan izin Allah, maka hal yang pertama saya lakukan adalah memperbaiki kekuranganku, apakah keilmuanku dalam bidang agama, maka setiap pekan saya undang ahl-al zikr (ulama) untuk mengajarkanku tentang ilmu agama. Sehingga selama saya menjadi gubernur, disamping menambah pengalaman dalam memerintah, bertambah pula ilmu tentang baik, buruk, halal dan haram, syubhat dan mubah.

Jika aku memiliki kekurangan dalam hal membaca dan memahami makna al-Qur’an sebagai pedoman hidupku untuk menjalankan syariat di negeri ini, maka para qari akan saya undang ke kediamanku untuk menutupi kekurangku dalam bidang itu. Jika saya mati dalam keadaan sedang belajar al-Qur’an dan ilmu agama, maka Allah pasti memberikan aku porsi kesyahidan karena dalam proses menuntut ilmu. Inilah yang saya harpakan demi mencapai husnul khatimah.

Jika saya menjadi Gubernur, maka wajib memenuhi apa yang telah saya tanda tangani—sebuah formulir yang bermaterai Rp. 10.000.- yang disodorkan oleh KIP Aceh yang intinya membuat pernyataan sanggup menjalankan syariat Islam kalaulah saya terpilih nanti. Ini sekedar menghormati Qanun No. 3 Tahun 2008. Karena kalau saya tidak melaksanakan ini (sumpah atau aqad) yang tertulis ini, maka ditakutkan Allah akan memngirimkan bala atau balasan azab atas pelanggaran sumpah tersebut. Karena saya sangat takut akan azab Allah seperti yang pernah saya lihat terjadinya Gempa dan Tsunami Aceh dua decade yang lalu. Pada saat itu tidak ada makhluk yang dapat menyelamatkan kita dan menolong kita untuk menghindari aghar gempa dan tsunami tidak bakalan terjadi.

Formulir yang kita tanda tangan itu adalah komitmen terhadap Allah untuk mengejawantahkan Syariat Allah baik secara pribadi, keluarga ataupun secara bermasyarakat dan bernegara. Mungkin dengan manusia sesekali bisa saya langar perjanjian, namun saya tidak berani melanggar ketentuan Allah, karena Dia Maha Kuasa, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Perkasa dalam segala hal.

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengundang seluruh rakyat Indonesia dan warga negara asing untuk berduyun-duyun datang ke Aceh untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa di Negeri Sultan Iskandar Muda ini telah saya ejawantahkan syariat Islam secara kaffah.

Syariat Islam yang aman, damai, dan penuh keadilan dan kejujuran para pengak hukumnya, para penguasanya, dan seluruh komponen bangsa yang ada di Ujung Pulau Sumatera ini.

Jika Syariat Islam benar-benar diterapkan secara berkeadilan, semua orang akan datang ke Aceh, mereka datang sebagai investor dengan membawa uang via membeli tiket pesawat, tiket bus, menginap di hotel, naik beca, membeli makan dan minum, membeli souvenir, membeli petroleum, mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lain sebagainya. Coba hitung berapa uang masuk untuk pemilik pesawat, pekerja di Airport, di Pelabuhan, di Terminal bus, berapa uang masuk kepada pemilik hotel, berapa uang masuk kepada pengemudi Grab, Taxi, becak dan alat transport lainnya. Berapa uang masuk ke warung-warung atau café-café, rumah makan atau restaurant, pemilik kenderaan /mobil/bus sewaan, dan berapa tenaga kerja yang terserap kalau orang datang ke Aceh. Inilah pikiran dari orang yang membidangi pendidikan Islam. Kalau benar alhamdulillah, kalau salah mohon jangan diikuti karena saya hamba yang sangat dhaif.

Jika saya menjadi Gubenrnur, seluruh Aceh saya prioritaskan untuk mengirimkan dua orang hafiz al-Qur’an untuk setiap masjid menjadi imam yang ada di Aceh dan saya berjuang terus untuk memberikan honor dan tempat yang layak bagi imam-imam tersebut. Setiap masjid dan musalla harus ada azan lima kali sehari dan para muazzin semuanya harus mendapat prioritas negara dari segi kehidupannya dan keluarganya, karena kalau para muazzzin tidak hadir ditakutkan nanti azan akan diganti dengan running text. Saya menggunakan alat negara Polisi, TNI, Satpol PP dan WH untuk membackup pelaksanaan syariat Islam di Aceh dengan kaffah. Berikan kepada mereka hak dan kewajiban dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar dan perhatikan kebutuhan mereka dan keluarga mereka agar penuh komitmen menjalankan tugas Allah dan tugas negara. Berikan hak kepada mereka untuk memantau anak-anak yang boles sekolah, memantau café dan warung yang menampung anak-anak pada waktu jam sekolah. Kalau negara kuat dan semua komponen bangsa bersinergi, maka kemakmuran dan kenyamanan serta ketentraman akan kita gapai di Serambi Makkah ini. Mauka kita merasakan bagaimana kemakmuran negeri dan keamanan sebagaimana masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah Bani Umayyah?

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengangkat para petugas di setiap lembaga pendidikan untuk memantau semua sekolah dan institusi pendidikan baik pendidikan yang sifatnya boarding atau non-boarding untuk mengikis habis bullying, homoseks, lesbian dan sejenisnya serta system sebagaimana yang terjadi di Pesantren Al-Zaytun, Indramayu yang melahirkan orang-orang yang melecehkan agama dan melatih pemberontak untuk melawan pemerintah.

Makanya setiap kurikulum pendidikan perlu dipantau dan dipelajari oleh pihak-pihak yang berkompeten dan berpendidikan yang memadai agar output dari institusi pendidikan tidak melahirkan orang-orang penista agama dan berpemikiran picik serta tidak ada kompromi. Dalam kasus seperti ini pemerintah perlu berpikir extra dan menyediakan tenaga ahli baik psikolog, ahli agama, ahli ilmu masyarakat dan antropologi, serta berpengalaman menjadi pengasuh dan guru sehingga mereka memiliki segudang pengalaman dalam memantau setiap Gerakan anak-anak didik dan pendidik.

Jika saya menjadi Gubernur, maka saya membentuk sebuah tim untuk mendatangi seluruh pelosok Aceh dan melihat siapa-siapa yang masih tinggal di rumah-rumah layak huni, tidak sanggup memenuhi kebutuhan fisik dan jiwanya, anak-anak yang benar-benar tidak mampu ke sekolah baik karena kemiskinannya, kefakirannya, keterisoliran tempatnya, dan jalan yang ditempuh sangat rawan dan berjauhan. Semu aini seharusnya ada dalam otak say ajika menjadi Gubernur demikian juga Bupati dan walikota.

Jika saya menjadi Gubernur, saya memperhatikan nasib anak-anak hasil rudapaksa, bullying, diperkosa, didhalimi, disiksa, dan ditelantarkan dan semua anak ini harus ditangani oleh negara bukan oleh NGO dan Negara luar. Anak Aceh beragama Islam, yang bantu mereka NGO dan Negara Luar, yang siksa adalah kita, yang dhalimi adalah kita, yang menghancurkan kehidupan mereka adalah kita, lalu kemudian yang membela, memelihara, dan mengurus adalah negara luar dan NGO.

Apakah kita masih waras, berapa kasus anak di Aceh? Sangat menyedihkan! Kemudian betapa banyak kasus perempuan hasil perceraian yang tidak mendapat pembelaan negara dan tokoh masyarakat, bagaimana nasib anak-anak mereka setelah perceraian, juga anak-anak gadis yang tengah malam masih meuwet-wet atau meuwoh-woh bak café-café, masihkan kita hati punya nurani?

Kalau beberapa hal ini sudah dapat ditanggulangi, insya Allah semua orang akan mengunjungi Aceh seperti mengunjungi Baitullah, saya kira inilah investrasi yang terbaik, karena itu jangan benci dan menjadi momok kepada Syari’at, bahkan Saudi Arabia mendapat masukan perjam dari hasil orang menjalankan syariat ke sana.

Wallahu ‘alam.

penulis adalah Dosen Pendidikan Islam Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry
muhammad.ar@ar-raniry.ac.id


Oleh: Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Salah satu pertanyaan di alam kubur nanti apabila manusia mati adalah man imamuka? Memang jawaban ini sederhana kalau kita didunia ini selalu membaca al-Qur’an dan juga mengamalkan ajaran al-Qur’an tersebut.

Namun bagi orang yang mengabaikan al-Qur’an konon lagi para penentang al-Qur’an, maka mereka akan menjadi buala-bulan malaikat hingga ke hari kiamat. Begitu pentingnya al-Qur’an dalam kehidupan ummat Islam karena al-Qur’an ini adalah salah satu pilar utama hukum Islam. Jika seseorang tidak memahami membaca al-Qur’an, tidak memahami isi al-Qur’an dan tidak mau menjalankan isi al-Qur’an, silakan membaca petunjuk Rasulullah dalam banyak hadisnya atau silakan bertanya kepada ahl zikri atau para ulama. Maka untuk ummat Islam di Aceh, kita sangat berterima kasih kepada saudara-saudara kita yang telah merumuskan bahwa setiap orang yang ingin menjadi pemimpin di Aceh, maka wajib kepada mereka itu harus bisa membaca al-Qur’an, semoga kehidupan para pembuat qanun ini diberkati Allah semuanya.

Al-Qur’an kalam Allah, al-Qur’an Kitabullah, al-Qur’an Undang-undang Islam, al-Qur’an adalah sumber segala ilmu dan sumber hukum Islam, jika kita mengaku Islam dan dibesarkan dari keluarga Islam, dalam lingkungan Islam, dan nenek moyang kita beragama Islam, sungguh amat dhaif kalau kita tidak bisa membaca al-Qur’an. Ini bermakna kita jarang sekali menyentuh Kitab Allah itu. Khalid bin Walid, seorang jenderal Islam, ketika dia pensiun dari jihad ketika mencapai umur 70 tahun, di pulang ke Madinah dan mengambil al-Qur’an dan mengatakan kepadayany, “Wahai al-Qur’an, mohon maaf selama ini (telah lama aku) tidak menyentuhmu, jarang membacamu, karena aku telah dilalaikan oleh jihad dalam rangka memperluas territorial Islam, dalam rangka menyebarkan risalah Rasulullah. Kalau demikian perkataan Jenderal Khalid bin Walid, bagaimana dengan kit aini, siapa yang melalaikan kita sehingga kita tidak sempat menyentuh dan membaca Kita Suci itu. Camkanlah whai ummat Islam sebelum masuk kea lam kubur.

Jenderal Khalid mengatakan “dialalaikan” oleh jihad, oleh sebab itu ia tidak sempat menyentuh lembaran-lembaran al-Qur’an. Seharusnya kitalah yang lalai dengan kerja mencari fee haram, membeli pekerjaan secara haram, melakukan sogok menyogok untuk mencapai tujuan, dan membunuh lawan politik dan lawan pendapat, sehingga membenci al-Qur’an dan mentalak tiga al-Qur’an. Banyak diantara kita melakukan, shalat, melakukan puasa wajib dan puasa sunat, memberi sedekah, naik haji dan umrah, namun kita enggan mengamalkan al-Qur’an secara komprehensif.

Kita membohongi al-Qur’an, kita menyepelekan al-Qur’an, kita menjadikan al-Qur’an untuk mencapai tujuan dan setelah itu kita injak-injak isi al-Qur’an, betapa biadabnya kita, betapa hancurnya akhlak kita, betapa kering kerontangnya hati nurani kita terhadap isi al-Qur’an. Sebelum terlambat, marilah kita bertobat kepada Allah kalau dosa itu berkaitan dengan Allah, namun kalau dosa itu terkait dengan manusia, maka carilah masjid-masjid dan rapat-rapat umum untuk meminta ampun kepada mereka.

Karena itu hati-hatilah dengan janji palsu, sumpah palsu, penipuan, penggelapan, dan kebohongan. Al-Qur’an tidak pernah menghalalkan kita untuk berbohong, intimidasi, membunuh, mencerca, memfitnah, berdusta, dan bersikap munafik.
Betapa memalukan kita ketika masa-masa calon anggota legislatif dahulu, banyak saudara kita yang gugur menjadi calon anggota legislatif disebabkan karena gagal membaca al-Qur’an dengan sempurna, dan kita berterima kasih kepada para juri baca al-Qur’an yang telah menjalankan tugas dengan adil, artinya yang bisa baca al-Qur’an wajar diluluskan dan bisa melangkah ke tahap selanjutnya, namun kalau ada juri baca al-Qur’an yang mau menerima sogok atau menutup mata ketika menilai bacaan al-Qur’an, artinya meluluskan yang tidak layak, atau sebaliknya. Maka kita serahkan kepada Allah atas kebohongan ini.

Kalau mereka benar, selamatkan mereka dunia akhirat ya Rabb. Maknanya kalau juri al-Qur’an sudah berani berbohong, tidak ada lagi juri yang benar di dunia ini. Kita bisa merujuk kepada pepatah Aceh terkait dengan hakim/juri yaitu “padumna leu hakim-hakim asoe jahim uroe dudoe”, Karena itu hati-hatilah dengan al-Qur’an, jangan jadikan al-Qur’an sebagai alat untuk mencapai tujuan duniawi dengan cara yang tidak benar. Ingatlah wahai juri yang menghakimi orang yang baca al-Qur’an dan hakim-hakim lain yang mengadili urusan kaum muslimin, anda orang pertama yang akan berhadapan dengan Pengadilan Allah di yaumil mahsyar nanti.

Demikian pula wahai juri yang telah mendengar atau menjadi hakim bacaan al-Qur’an calon gubernur Aceh, berlaku jujurlah syedara sebab ini berhadapan dengan Allah di yaumil hisab. Kalau mereka tidak lulus baca al-Qur’an, silakan tulis tidak lulus supaya bisa diperpanjang waktu untuk merekrut calon yang lain.

Al-Qur’an adalah jalan keselamatan, dan ini rambu-rambu kehidupan bagi manusia yang mau mengambilnya sebagai way of life. Sebagai ummat Islam, orang Aceh, dan penduduk di bumi syariat, sungguh sangat memalukan jika kita tidak bisa membaca kalam Allah, sungguh tidak berani mengaku Muslim kalau kitab sucinya saja tidak mampu membacanya apalagi menjalankan semua isi kandungannya.

Secara rasional tidak mungkin kita menjalankan syariat Allah atau undang-undang al-Qur’an kalau kita tidak memahami al-Qur’an itu sendiri, tidak mungkin kita memuliakan al-Qur’an sedangkan roh al-Qur’an tidak pernah bercampur dalam darah daging kita, tidak mungkin. Ditakutkan bagi orang-orang yang menjadi pemimpin di Aceh akan melanggar sumpah semuanya jika tidak menjalankan syariat Islam ketika menjadi pemimpin.

Karena setiap calaon gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota telah menanda tangani formulir diatas materai Rp. 10.000.- bersedia menjalankan syariat Islam jika nanti terpilih. Kita bisa bertanya sudah berapa persenkah syaraiat Islam berlaku di Aceh selama lebih kurang 23 tahun sudah berlaku? Lalu siapa yang disalahkan, rakyat atau pemimpin?

Sekarang bisa dibayangkan siapa yang melaukan sogok menyogok? Apakah mereka pikir ini ini anjuran al-Qur’an? Dan siapa yang menerima sogok atau meminta uang sogokan dan perantara sogok. Apakah mereka ini pecinta al-Qur’an? Demikian pula ketika seseorang menerima bantuan dari non-Muslim dan toke minuman keras atau toke barang haram untuk keperluan atau biaya kampanye, apakah ini ditolerir oleh al-Qur’an? Karena itu al-Qur’an bukan hanya dibaca akan tetapi diamalkan seluruh isinya, jadi kalau tidak mampu membaca, tidak memahami maknanya, tidak pernah menyentuhnya, dan tidak menjiwai al-Quir’an itu, maka tidak mungkin mengedepankan undang-undang al-Qur’an.

Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry-Banda Aceh
Muhammad.ar@ar-raniry.ac.id


Oleh: Afrizal Refo, MA

Sebagai kepala daerah baik Gubernur maupun Bupati/ Walikota memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan tugasnya. Salah satu tugas penting yang harus dilaksanakan oleh kepala daerah adalah menyelesaikan masalah yang kompleks dengan baik.

Oleh karena itu, kepala daerah harus memiliki kualitas kepemimpinan yang bersih, jujur, dan tegas. Selain itu, kepala daerah juga harus dapat mendengarkan ketika masyarakat berbicara dan mampu memahami berbagai permasalahan yang dihadapinya.

Dalam hal ini, salah satu syarat yang harus dilalui oleh calon kepala daerah di Aceh baik gubernur, wakil gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota dan Wakil walikota wajib mengikuti tes baca Alquran. Tes baca Alquran adalah salah satu hal yang dapat membantu meningkatkan integritas kepala daerah. Alquran adalah kitab suci yang dipercaya sebagai sumber hukum, moral, dan spiritual. Dalam Alquran, terdapat banyak ayat-ayat yang dapat membantu seseorang menjadi pemimpin yang bijaksana dan terhormat.

Maka dengan melakukan tes baca Alquran, kepala daerah akan mempelajari berbagai ayat-ayat penting yang dapat membantunya mengembangkan kepemimpinannya. Tes baca Alquran juga membantu kepala daerah meningkatkan pemahaman tentang etika kepemimpinan dan menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin yang dapat diandalkan.

Tes baca Alquran juga dapat membantu kepala daerah dalam menghadapi tekanan dan polarisasi yang mungkin terjadi dalam pekerjaannya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang kepala daerah harus dapat memahami serta menjaga harmoni dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, tes baca Alquran dapat memperluas pandangan kepala daerah tentang perbedaan budaya dan pandangan yang dapat membantu menjaga koeksistensi dalam masyarakat.

Namun, tes baca Alquran bukanlah satu-satunya cara untuk meningkatkan integritas kepala daerah. Sangat penting juga bagi kepala daerah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan adil. Mereka juga harus mempunyai kualitas kepemimpinan yang baik serta mampu melayani kepentingan masyarakat dengan sepenuh hati.

Dengan demikian, tes baca Alquran bukan hanya sekadar ritual formalitas semata, tetapi dapat menjadi cara penting untuk membantu meningkatkan kualitas kepemimpinan seorang kepala daerah. Dalam konteks filosofisnya, tes baca Alquran menjadi refleksi tentang pentingnya berpegang teguh pada prinsip kesetiaan dan kejujuran, serta menjadi teladan bagi keadilan, integritas, dan moralitas puri kita. Oleh karena itu, kepala daerah harus melakukannya dengan penuh kesadaran akan kepentingannya untuk memperoleh kebaikan yang sejati bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Dalam era yang serba modern ini, terkadang nilai-nilai spiritual dan moral sering kali diabaikan dalam kehidupan bersosial yang semakin kompleks. Namun, tes baca Alquran menjadi pengingat bahwa sebagai manusia, kita juga harus selalu terhubung dengan yang Maha Kuasa. Kita harus selalu mengambil waktu untuk membaca ayat-ayat suci dalam Alquran sebagai pengingat bahwa Allah selalu ada di setiap langkah kehidupan kita.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan dalam kepemimpinannya, seorang kepala daerah dapat mengambil inspirasi dari ayat-ayat pada Alquran. Ayat-ayat tersebut dapat membantunya mengambil keputusan bijaksana dan tetap menjaga harmoni dalam masyarakat.

Sebagai kesimpulan, Tes baca Alquran menjadi penting bagi kepala daerah sebagai salah satu tanda bahwa mereka adalah pemimpin dengan integritas dan kejujuran dan juga menjadi pengingat betapa pentingnya nilai-nilai spiritual dan moral dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai masyarakat, mari kita selalu menghormati nilai-nilai keagamaan dan menjadikannya sebagai acuan dalam setiap tindakan kita. Namun, tetap dibutuhkan aksi nyata dari kepala daerah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik serta adil. Semoga artikel ini dapat memberikan pandangan yang bermanfaat bagi pembaca.

Penulis adalah Dosen PAI IAIN Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa.


Oleh: Prof Dr. Muhammad. AR. M.Ed


Jika kita telusuri apa yang tengah terjadi di negeri KONOHA dewasa ini semuanya serba tidak jelas dan semuanya sudah kehilangan arah dan tujuan hidup sehingga benarlah apa yang telah disabdakan oleh baginda Nabi SAW 15 abad yang lalu. Maksud dari peringatan Rasulullah tersebut adalah “hati-hatilah kamu nanti akan datang suatu masa manusia di waktu pagi masih dalam keadaan beriman, namun di sore harinya mereka sudah menjadi kafir, dan begitulah sebaliknya.” Panorama ini sedang berlangsung di negeri Konoha, orang tidak lagi mengedepankan iman/tauhid dan idealisme keagamaannya, namun yang nampak menganga adalah orang-orang di negeri itu adalah persahabatan diukur dengan harta benda (uang) dan jabatan, inilah nuansa para pengikut di negeri konoha tersebut. Dajjal belum datang atau belum hadir, namun para pengikutnya sudah merajalela di mana-mana dan mereka sedang menyusun welcoming Dajjal Committee bersama zionis di Israel. Orang-orang di negeri-negeri konoha itu bersama keluarga, handai taulan, kroni dan saudara baru karena uang dan jabatan memimpin negeri-negeri itu. Mereka sefikrah menjadikan diri sebagai tandingan Malikiyaumiddin.

Pada suatu ketika mereka berkata atau berjanji pada jamaah kaum muslimin, bahkan jamaah shalat lima waktu sekalipun, untuk menjaga agama, memperjuangkan sunnah Rasulullah, memperjuangkan risalah yang dibawa oleh Rasulullah, memperjuangkan amanah, menjaga hak ummat banyak, hak orang terdhalimi, dan hak orang Islam secara khusus, namun ketika mereka berhadapan dengan uang, jabatan, dan angin sorga dunia, mereka lupa semuanya apa yang pernah dijanjikan, maka benarlah apa yang disabdakan oleh baginda Nabi SAW yang maksudnya adalah: “ The signs of hypocrite consists of three: if they are talking, they tell a lie; if they are promised, they will brake it; if they are trusted, they betray.” Inilah penyakit yang sangat berbahaya telah terhinggapi hampir mayoritas ummat Islam di seluruh negeri-negeri konoha. Mereka mengira bahwa Allah itu buta, Allah itu tuli, dan Allah itu lalai, sehingga mereka penduduk konoha itu berpesta pora diatas penderitaan rakyat.

Saudara atau sahabat mereka adalah siapa yang dapat memberi banyak manfaat kepada mereka, yang dapat menyenangkan mereka secara duniawi, yang dapat melindungi mereka dari neraka dunia, dan yang dapat membahagiakan mereka, keluarga mereka, anak isteri mereka dan suadara mara mereka serta para anggota-anggota mereka yang sefikrah untuk menipu Allah Pemilik alam ini. Rupanya tidak salah apa yang telah diutarakan oleh Baginda Nabi SAW bahwa “iman itu naik turuh seperti gelombang laut”. Satu saat iman kita kuat ketika uang dan jabatan belum ada dan belum terpikir ke arah itu, namun ketika badan sudah sehat, pikiran sudah segar, keluarga sudah bertambah, kebutuhan sudah meningkat, maka pada waktu itulah mereka mengucapkan “Selamat tinggal wahai halal dan haram, selamat tinggal wahai manusia bodoh, siapa suruh memilih aku dan golonganku serta soe yue tamong lam geurupoh lon”. Air tuba dibalas dengan racun berbisa yaitu kebohongan, dan itu sudah terbiasa bagi orang-orang konoha yang panutannya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, selamat berjumpa kembali di hadapan Pengadilan Allah yang disana tidak perlu backing dan pengacara.

Oleh karena itu bagi ummat Islam dalam rukun iman, ada enam hal yang harus dipercayai oleh ummat Islam , yang harus diimani, dan yang harus diikuti dalam kehidupannya. Ini jelas dan terukur serta ini merupakan landasan untuk terbebas dari kemusyrikan, kecurangan, kebohongan dan kedunguan. Jadi, kalau manusia tidak ada perintah untuk dipercayai apalagi selama manusia itu masih hidup, karena kita ini diciptakan Allah dengan sifat tergesa-gesa, kikir, dan berkeluh kesah, demikian kata Allah dalam Kitab Suci al-Qur’an.

Kapan seorang manusia bisa dikatakan baik dan jujur, apabila ia telah meninggal dunia karena semua aktivitasnya yang baik telah ditinggalkan dan telah dipersembahkan semasa hidup, nasib baik ia telah menghadap Allah dengan berbagai kebaikan. Kalau seseorang tidak sempat bertaubat atas kelapaannya, kesalahannya dan kekurangannya semasa hidup, maka tidak mungkin kita akan percaya kepadanya. Karena itu berhati-hatilah mendengar ocehan, mulut manis, dan haba mangat dari seseorang selama ia masih hidup. Ummat Islam tidak akan terperosok ke dalam lobang yang sama untuk kesekian kalinya kecuali minim pengetahuan atau kebutaan hati. Buta mata tidak berbahaya dan yang paling mencemaskan adalah karena buta hati dari kebenaran dan kemahakuasaan Allah.

Mengapa manusia tega berbuat curang, salah, dan bohong, karena mereka minim tauhid atau Aqidah tentang kepada keagungan Allah, kekuasaan Allah dan kemahaperkasaan Allah.

Kaum hypokrit itu merajalela di mana-mana dan mereka kalau dideteksi dengan kacamata agama sangat mudah ditemukan, namun kalau kita tinggalkan koridor agama, samar-samar dalam pandangan kita karena mereka sangat pandai dalam bersilat lidah dan berbaur walau dalam barisan salat. Bukankah Abdullah bin Ubay bi atau hipokrasin Salul selalu berjamaah bersama Rasulullah SAW namun sifat kehipokritannya tetap bersemayanam dalam dadanya. Perlu digaris bawahi bahwa orang mukmin mengajak manusia untuk berbuat yang makruf, sedangkan orang hipokrit mengajak manusia untuk berbuat kemungkaran. Namun yang sulit dipantau apakah seseorang baru dihinggapi dari penyakit hipokrit itu atau sudah lama, itu sangat tergantung dengan siapa ia berkawan, apakah sama-sama dalam kelompok konoha atau kelompok yang lain di bibir lain di hati.

Rahmat dan ampunan Allah masih terbuka sebelum nyawa sampai di kerongkongan, tiada manusia yang tidak bersalah dan ini sesuia dengan salah satu hadis dari Rasulullah SAW yang bermakna: “Semua anak cucu Adam bersalah, dan sebaik-baik para pesalah adalah yang sentiasa memohon ampun dan bertaubat kepada Allah”. Oleh karena itu marilah sama-sama memohon ampun kepada Allah yang Maha Pengampun dan Maha penerima taubat sebelum kita menghadap Pengadilan Allah yang Maha Adil. Janganlah berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang dhalim.

Ingatlah bahaya kemunafikan adalah neraka solusinya. Banyak ayat dalam al-Qur’an yang berbicara tentang kemunafikan, karena itu marilah kita hindari sifat-sifat ini yang mencoreng kemukminan kita dan jangan terpengaruh dengan penguasa negeri Konoha.

Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Banda Aceh


Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M. ED


PP Nomor 28 Tahun 2024 mengandung aturan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa sekolah. Majlis Ulama Indonesia (MUI) menolak pemberian kondom kepada siswa sekolah dengan alasan apapun dan mekanisme apapun juga karena ia bertentangan dengan ideologi bangsa yang menjunjung tinggi nilai nilai agama dan Sila Pertama—Ketuhanan Yang Maha Esa.

Namun belum selesai masalah ini, muncul lagi masalah baru, yaitu tidak boleh memakai hijab/jilbab atau menutup aurat bagi wanita yang ikut Paskibraka.

Menurut Irwan Indra, Pembina Paskibraka Nasional 2021, bahwa kewajiban copot jilbab bagi Paskibraka perempuan merupakan ulah BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) yaitu datangnya dari BPIP. Demikian laporan Republika. CO.ID. Karena dulu yang menangani KEMENPORA (Kementerian Pemuda dan Olahraga).

Namun yang menjadi sasarannya adalah Pancasila dan agama khususnya Islam. Beginikah perlakuan pemerintah negeri ini selama ini terhadap ummat Islam dan agamanya? Apakah di negeri ini tidak ada lagi umat Islam yang punya kuasa dalam negara ini yang punya hati dan ruh keislamannya?

Dalam sebulan dua pil pahit yang harus ditelan oleh ummat Islam, nasib baik masih ada saudara kita yang memiliki ruh Islam di Majlis Ulama Pusat yang mau berjibaku dengan peraturan tersebut. Sedangkan saudara-saudara kita di Senayan duduk-duduk saja membenarkan yang salah dan diam seribu Bahasa. Sedangkan ummat Islam yang lain dianggap golongan yang ketiga, yaitu tergolong manusia yang memiliki selemah-lemah iman.

Kalau menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dalam salah satu diskusinya beberapa hari yang lalu di Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry bahwa yang harus melaksanakan amar makruf Nahi Mungkar adalah bukan ulama, tetapi polisi, tantara dan kejaksaan, karena mereka mempunyai kuasa dan senjata.

Kita berdoa saja kepada Allah swt mudah-mudahan nanti akan ada diantara mereka yang mau membela kebenaran dan Pancasila seperti Jendral Gatot Nurmantio ketika pensiun. Karena rezim kali ini sudah mencapai puncaknya untuk menghina Pancasila dan agama khususnya Islam. Selanjutnya mengacaukan pelaksanaan Hari Kemerdekaan dengan issu-issu yang menyayat hati bagi ummat Islam untuk menanggalkan jilbab. Bagaimana anak-anak kita yang sudah pakai jilbab sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah hingga ke perguruan tinggi, tiba-tiba harus menanggalkan jilbab mereka.

Bukankah kemerdekaan ini hasil perjuangan ummat Islam dalam menghalau penjajah? Lalu ketika mengadakan upacara kemerdekaan malah ummat Islam lagi yang disakiti. Ini memang benar-benar keterlaluan.

Rezim ini bukan menunjukkan husnul khatimah di akhir-akhir hayatnya, malah memamerkan pendurhakaan kepada hukum Allah dan ummat Islam sebagai pejuang kemerdekaan Republik ini. Namun sayang seribu kali sayang yang hanya merasa tersinggung atas semua ini adalah kalangan bawah yang tidak memiliki kemampuan, kekuatan, dan backing yang kuat, jadi akhirnya rakyat jelata ini menjadi domba-domba makanan lezat serigala.

Namun rakyat jelata ini yang masih memiliki iman dan mengakui KEKUASAAN ALLAH azzawajalla sebagai satu-satunya Zat Yang Maha Perkasa, hanya bisa berkomat-kamit, menadahkan tangan ke langit, memohon ampun dan kekuatan serta perlindungan kepada-Nya. Ingat! Jika rakyat jelata, orang awam, dan orang-orang terdhalimi sudah menyerahkan sesuatu kepada Penguasa Alam ini, tunggu saja kehancuran total yang akan dikirimkan Allah secara menyeluruh.

Kalau untuk Bangsa Aceh tidak usah lagi ditanyakan bagaimana dahsyatnya Yang Maha Kuasa, dan ini telah dipertotonkan pada Hari Ahad tanggal 26 Desember 2004.

Maka sangat wajar bangsa yang berada di ujung Pulau Sumatera ini harus sangat takut dan berserah diri secara totalitas kepada Allah. Pada waktu terjadinya gempa dan tsunami tidak ada satupun makhluk saat itu yang menunjukkan kehebatannya, keangkuhannya, kebiadabannya, dan kesombongannya, akan tetapi semuanya tersungkur, tertunduk layu dan terhina. Karena itu jangan main-main dengan hukum dan agama Allah.

Dan jangan mengundang lagi pasukan Allah seperti gempa bumi, tsunami, banjir, burung ababil, hujan batu, peting beliung, halilintar, dan sebagainya untuk menamatkan riwayatmu dengan tragis.

Ingatlah wahai orang-orang yang punya kuasa, nanti anda semua merupakan orang-orang pertama diadili didepan MAHKAMAH Allah di hari kiamat. Kehidupan dunia hanya sebentar saja, harta tidak akan membawanya ke alam kubur, isteri cantik tidak bisa bersama di alam kubur, suami yang gagah tidak pula menemani anda alm barzakh, jabatan dan pangkat tidak bisa menggertak Malaikat Maut ketika roh kita dicabut, mampukan kita melawan Munkar dan Nakir ketika berada di perut bumi.

Wahai orang-orang munafik, nanti anda akan menggigit jari ketika sakratul maut, akan bertekuk lutut dihadapan pengadilan Allah, dan penuh jeritan dan raungan ketika berhadapan dengan para penjaga neraka.

Wahai para pembenar yang salah, dan para penyalah yang benar , ingatlah waktu anda tidak lama di dunia ini, semua kita adalah sama dihadapan Allah, namun siapa yang banyak beramal shalih dan berkorban demi agama Allah, maka merekalah yang mendapat prioritas sorga-Nya. Bagi orang-orang yang memperoleh kesenangan di dunia ini, apalagi dengan cara menjilat penguasa, membenarkan kesalahan penguasa, menipu rakyat dan merampok harta negara, mempermaikan hukum, menjadikan hukum rimba, menjadikan negara ini seperti NEGERI KONOHA, maka anda akan bersama Abu Lahab, Abu Jahal, Abdullah bin Ubay bin Salul, Firaun, Namrud, Haman, Qarun, Ariel Sharon, Yitzak Shamir, Yitzak Rabin, Netanyahu dan kawan-kawannya di dalam neraka nanti.

Memang peraturan membolehkan pemakaian alat kontrasepsi atau kondom untuk siswa untuk apa? Apakah untuk membiarkan anak-anak sekolah untuk melakukan zina di sekolah, di kelas-kelas kosong, di toilet-tolet sekolah atau akan disediakan tempat-temoat tertentu di setiap sekolah? Kenapa tidak dimulai saja di rumah-rumah orang yang mencetuskan ide ini, kenapa anda merusak anak orang lain, rusaklah anakmu sendiri dulu? Ini sama saja dengan orang yang bilang “kawin sesama jenis adalah sunnatullah”, seharusnya ini harus dimulai oleh orang yang mencetuskan ide ini, bukan untuk orang lain. Itu baru dikatakan orang istiqamah dalam berpikiran kotor dan berpikirah Tel Aviv.

Demikian pula orang yang menyuruh orang lain membuka jilbab, atau membuka aurat, kenapa ini terjadi? Wajar ini datangnya dari pelakunya, karena isterinya pamer aurat, anak perempuannya pamer aurat, saudara-saudara perempuannya pamer aurat. Gak jadi masalah bagi mereka.

Tapi ini masa sedang panas-panasnya moderasi beragama, hargai pendapat orang lain, bukan menghargai pendapatmu saja, bukan memaksa pendapamu saja kepada orang lain. Namun kalau mereka ini beragama Islam, bertuhan Allah, bernabi Muhammad saw, tidak mungkin menjadi seperti musang berbulu ayam.

Jangan-jangan mereka ini adalah sahabat-sahabat dari C. Snouck Hurgronje, Charles Adam, Annemarie Schimmel, Arthur J. Arberry, D.S. Margoliouth, Fuat Sezgin, Gabriel Said Reynolds, Gustav Flugrel, Gustav Weil, H.A.R. Gibb, dll. Yang mereka ini ahli dalam agama Islam, tetapi mati di luar Islam. Mempelajari Islam hanya untuk mencari-cari kelemahan Islam dan Nabi Muhammad saw.

Memang selama ini tidak dapat dinafikan, bahwa banyak orang-orang yang mengatasnakan Islam tetapi pikirannya merusak Islam, seperti musuh dalam selimut. Inilah model pengikut Abdullah bin Ubay bin Salul. Nauzubillah!

Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Aceh


Oleh Prof Dr. Muhammad AR. M.Ed


Memang tidak dinafikan selama Aceh masih mempertahankan Syariat Islam, Bank Syariat, Laundry Syariat, Pegadaian Syariat, Hotel Syariat, Wisata Syariat, maka kritikan, hujatan, hinaan dan cercaan sudah menjadi bahagian dari kehidupan umat Islam di Aceh.

Terakhir adalah konsert kecantikan Waria/bencong/pondan/ transgender yang dilakukan di Hotel Orchardz Jakarta hari Ahad tanggal 4 Agustus 20245 telah selesai, namun yang celakanya konsert Kaum Luth ini dimenangkan oleh Waria yang mengatasnamakan Aceh. Entah benar tidak ada yang tahu, siapa waria itu, kenapa panitia itu sengaja mengumumkan pemenangnya dari Aceh, apakah karena Aceh negeri bersyariat Islam, siapa yang mempublish pertama kali, apa tujuannya dan berapa untungnya yang diterima oleh yang membuat konsert tersebut.

Ini merupakan sebuah hinaan kepada masyarakat Aceh yang kali ini dilakukan oleh WARIA atau pendukung Kaum Luth alias orang-oarang dari negeri Sodom.
Persoalan ini sarat dengan kemunafikan dan kedurhakaan dan ini bukan dilakukan oleh orang biasa yang tidak punya pendidikan, akan tetapi ini dilakukan oleh think tank perusak Islam atau agama Allah, ata mungkin ini bisa dikelompokkan ke dalam dua kelompok manusia yaitu, kelompok anti Syariat, dan kedua adalah kelompok komunis anti Tuhan. Ini bukan murni dari Waria itu, tetapi ada sutradara dibelakang bencong-bencong tersebut yang jelas mereka adalah pengagum bencong (kaum Luth). Beginilah model-modelanti syariat terhadap Aceh yang sengaja dilakukan oleh orang-orang psikisnya sudah terjangkiti penyakit kaum Sodom. Penyakit ini tidak mapan lagi ke psychiatrist, akan tetapi harus diamputasi total dan anastesi total super dosis supaya katup-katup jantungnya tersumbat semuanya. Mohon maaf memakai istilah medis kalau kurang benar atau tidak sesuai.

Pemerintah Aceh, dalam hal ini Kepala Dinas Syriat Islam telah menngeluarkan pernyataannya bahwa waria tersebut tidak ada hubungannya dengan Aceh atau pemerintah Aceh. Tidak ada yang mengirimnya dan tidak ada yang bertanggung jawab kepada waria tersebut.

Aceh dihina oleh orang dalam yang memakai baju Islam tetapi berhati munafik dan orang luar Islam yang sudah jelas bahwa mereka memang anti syariat serta mereka ini bergorombolan menyerang Islam walaupun mereka bercerai berai sesama sendiri, namun dalam menyerang Islam mereka bersatu, inilah rujukannya dalam Surat Al-Baqarah Ayat 120. Perkara ini perlu diusut oleh pihak yang berwenang atas nama siapa LGBT mengikut konsert waria, mewakili daerah mana ia, dan dari mana tiket,siapa yang membiayai sewa pakaian dan make up mereka untuk mengikuti konsert tersebut di Batavia? Juga para pelaksana itu di Hotel Orchardz Jakarta. Jika tidak, maka kedepan akan lebih gagah lagi mereka dalam mencerca Islam. Maka di sini perlu orang yang memiliki ruh Islam yang berkuasa di Aceh agar masalah-masalah sebegini rupa terus dibawa ke ranah hukum.

Apakah Islam atau syariat Islam melegalkan mereka para Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender LGBT) menjalankan aktivitasnya di tengah masyarakat kaum Muslimin? , Ini ada unsur kesengajaan dari pihak-pihak yang anti syariat, untuk mendiskreditkan Aceh, dan kalau bangsa Aceh diam saja maka kedepan akan ada lagi penghinaaan, cercaan, dan olok-olokan semacam itu, bahkan lebih parah lagi akan kita terima. Maka solusinya adalah dakwah di setiap kalangan, karena upaya genosida bukan hanya membantai ras msnusia seperti di Gaza dan Rohingya, dan Muslim di India, akan tetapi penghancuran agama, budaya dan peradaban Islam oleh orang orang yang anti Allah dan Rasul secara bergerombolan baik dari dalam maupun dari luar Islam.

Upaya pemurtadan dan penghancuran akhlak dan peradaban Islam merajalela dan inilah perlakuan pengikut dajjal yang tengah dipertontonkan. Makanya semua kita dan di setiap level atau jenjang harus menghidupkan dakwah dalam sisa-sisa kehidupan ini. Dengan dakwahlah negara ini akan tetap eksis. Para penentang dakwah terus membombardir Aceh melalui stigma negative seperti perkosaan, kemiskinan, narkoba, korupsi dan sejenisnya. Kita tidak menafikan hal-hal tersebut, namanya manusia bisa saja salah dan bisa saja benar tetapi tidak seperti yang mereka publish karena daerah lain lebih teruk dari Aceh tetapi tidak diekspos, banyak kasus di Republik ini dilakukan oleh pejabat tinggi, oleh penguasa dan barisannya, namun semua hilang sirna. Tetapi kalau sudah berkaitan dengan Aceh, dengan Syariat Islam, luar dalam bersorak sorai untuk mempublikasikannya, dari yang tidak ada dicongkel sehingga muncul ke permukaan, yang kecil diperbesar, yang yang besar ditambah besar, dan yang sudah tersembunyi dibuka supaya terang. Inilah upaya penjegalan syariat dan muslimin. Sekarang upaya-upaya penjegalan ini sedang mulai dilakukan di United Kingdom untuk membasmi ummat Islam, dan para pendatang. Kenapa demikian, Islam sedang sangat peopuler di UK.

Memang kadang-kadang orang luar juga tidak salah karena ada orang dalam seperti duri dalam daging yang menggerogoti dari dalam dan hal seperti ini adalah kerja munfiqun. Coba dibayangkan kontes warian Aceh nomor wahid, kemiskinan Aceh juga nomor wahid di Sumatera, Pemerkosaan juga masuk sepuluh besar, peringkat korupsi juga tidak kalah tenarnya, pendidikan-pun dibawah Papua, begitulah kira-kira ekspose berita untuk Aceh. Saya berasumsi bahwa jika semua label ini diborong oleh Aceh, kita akan melihat dengan jeli siapa jurinya, siapa yang supporternya, dan siapa sutradaranya, apakah zionis Israel?

Namun demikian dengan adanya berita-berita yang menyayat hati tersebut, masyarakat Aceh cepat-cepat muhasabah dan memohon ampun kepada Allah atas kelalaian kita selama ini, meminta maaf kepada Allah atas ketelanjuran kita selama ini sehingga diterima sebagai hamba-Nya yang mendapat pengampunan karena sabar atas segala persoalan yang menimpa kita untuk mendiskreditkan ummat Islam dan syariat Islam. Namun semua orang harus menyelidik semua kesimpangsiuran dan ketidak benaran berita tersebut hingga motif tersebut harus dibongkar.

Tantangan syariat Islam adalah kejahiliyahan, kemunafikan, kebohongan, dan keabulahaban yang bersimaharajalela di tengah ummat dan biasanya ada supporter kuat di belakangnya.

Inilah yang harus diselidiki, di investigasi dan dibongkar supaya kebohongan dan kedustaannya tidak terulang lagi. Coba renungkan dengan seksama, apakah Islam melegalkan LGBT, atau mengharamkannya? Rupanya upaya penghancur syariat bukan hanya di daerah perbatasan di kota pun lebih parah yang dilakukan oleh orang orang berilmu dan orang yang berperadaban.

Demikianlah kita hidup di era penantian dajjal. Semua orang memikirkan dunia sahaja tanpa sedikitpun merenungkan kesengsaraan akhirat. Semua manusia berfikir duniawi semata-mata yang penuh kebohongan dan kemunafikan dan meninggalkan keakhiratan yang sudah jelas kebenarannya dan kekekalannnya.

Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed

Kepemimpinan

Pada dasarnya munculnya kepemimpinan itu semenjak Adam dan Hawa di utus ke dunia ini, sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 1. Allah berfirman:

Artinya: Wahai manusia Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kiamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah ) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya,; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu Saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Kemudian dari hasil penciptaan Adam dan Hawa berkembanglah manusia dengan banyaknya yang terdiri dari berbagi bangsa, suku dan kabilah-kabilah sehingga kita dianjurkan oleh Allah untuk saling kenal mengenal antara satu sama lain.

Sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13.
Artinya: Wahai Manusia ! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal/ Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. (Al-Hujurat: 13)

Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Setiap kamu adalah pemimpin, dan kamu akan diminta pertanggungan jawabnya tentang apa yang kamu pimpinnya, imam adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungan jawabnya tentang apa yang dipimpinnya, orang lelaki (suami ) adalah pemimpin dalam lingkungan keluarganya, dan ia akan ditanya tentang apa yang ia pimpinnya. Orang perempuan (isteri) juga pemimpin, dalam mengendalikan rumah tangga suaminya, dan ia juga akan ditanya tentang apa yang ia pimpinnya, dan pembantu rumah tangga juga pemimpin dalam mengawasi harta benda majikannya, dan ia juga akan ditanya tentang apa yang ia pimpinnya. (H.R. Bukhari),

Setiap manusia adalah pemimpin dan setiap pemimpin adalah wajib membuat LPJ (Laporan Pertangung Jawaban) masing-masing, baik untuk keperluan dunia ataupun untuk keperluan akhirat.

Demikianlah tugas dan tanggung jawab seseorang yang telah dimanahkan menjadi pemimpin ataupun petugas dimanapun seseorang bekerja.

Hadis di atas menunjukkan bahwa yang dikatakaan pemimpin bukan hanya kalangan tingkat atas atau kalangan tingkat tinggi saja, akan tetapi yang dikatakan pemimpin adalah mulai dari seorang pembantu rumah hingga kepala rumah tangga. Dari kalangan buruh bangunan atau kuli hingga kepada seorang pemimpin negara sekalipun.

Semuanya orang akan bertanggung jawab masing-masing terhdap apa yang telah diperbuatnya.

Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa lain… Q.S. Fathir: 18, al-An’am: 164.
Dan dalam ayat yang lain Allah berfirman:
Artinya: Barangsiapa membuat kebaikan, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri; kemudian kepada Tuhanmu kamu dikembalikan. Q. S. al-Jasiyah: 15
Pemimpin menurut pandangan Islam adalah wakil ummat atau orang upahannya. Karena itu adalah hak orang yang mewakilkan untuk meminta pertanggungjawaban dari wakilnya, atau mencabut hak perwakilan bila diperlukan, khususnya bila sang wakil melalaikan tugasnya.

Oleh karena itu, maka arti kepemimpinan dalam Islam menjadi penting. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda : tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu padang luas dalam perjalanan- di muka bumi kecuali mereka mengangkat amir salah seorang diantara mereka itu.

Kepemimpinan dalam bahasa Arab disebut juga dengan imamah. Imam artinya pemimpin, seperti ketua dan yang lainnya, baik dia memberi petunjuk atau menyesatkan. Imam disebut juga khalifah, yaitu penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat. Kata imam juga digunakan untuk orang yang mengatur kemaslahatan sesuatu, untuk pemimpin pasukan, dan untuk orang dengan fungsi lainnya.

Menurut pendapat Syekh Abu Zahra dari kelompok Sunni bahwa arti Khalifah dan Imamah adalah sama. Sebab orang yang menjadi Khalifah adalah penguasa tertinggi bagi umat Islam yang menggantikan Rasul saw. Khalifah itu juga disebut sebagai Imam (pemimpin) yang wajib ditaati. Manusia berjalan dibelakangnya, sebagaimana manusia Shalat di belakang Imam.

Dalam Islam kepemimipinan itu berasal dari perkataan khilafah yang maknanya adalah wakil. Pemakaian istilah ini setelah Rasulullah saw wafat, dan istilah tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 30 .
Artinya: Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku akan menciptakan khalifah di muka bumi”. “Mereka bertanya (keheranan), “Mengapa Engkau akan menciptakan makhluk di dalamnya yang akaan selalu menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah, sementara kami senantiasa bertasbih memuji dan menyucikan Engkau?” Allah berfirman. “Aku Mahatahu segala hal yang tidak kamu ketahui.”

Dalam pandangan Islam persoalan kepemimpinan adalah sangat penting dan ini terlihat ketika Rasulullah saw wafat, jasad Rasulullah saw belum dikuburkan sebelum ditentukan siapa yang akan menggantikannya.

Malah menurut sejarah ketika Rasulullah saw wafat, Umat Islam terpecah belah akibat perdebatan mengenai kepemimpinan tersebut. Namun umat Islam mengalami sedikit perpecahan khususnya mengenai proses pemilihan pemimpin dalam Islam dan siapa yang berhak atas kepemimpinan Islam. Namun ketika Abu Bakar siddiq dibai’at sebagai pengganti Rasulullah saw keadaan tenang kembali.

Setelah melalui masa kepemimpinan Rasulullah, para khulafaur rasyidin mengambil alih kepemimpinan, dan ini dimulai oleh Abu Bakar, dan kemudian dilanjutkan oleh Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib, serta Muawiyah, dan Bani Abbas. Setelah Bani Abbasiyah, kepemimpinan Islam terpecah menjadi kesultanan-kesultanan kecil.

Abu Mas’ud al-Anshary bahwa ia menuturkan: Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan al-Qur’annya. Kalau dalam al-Qur’an kemampuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang sunnah. Kalau dalam sunnah juga sama, dipilih yang lebih dahulu berhijrah. Kalau dalam berhijrah juga sama, dipilih yang lebih dahulu masuk Islam.

Sebenarnya kepemimipinan adalah sebuah tugas yang emban oleh seorang manusia baik untuk keperluan peribadinya ataupun untuk kepentingan orang banyak. Kepemimpinan adalah tugas mulia dalam kehidupan bermasyarakat.

Karena kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang kekuasaan dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini semua para petugas haji yang telah lulus ujian tes tulis dan wawancara (kalau memang ada dilaksanakan), maka kepada anda semua dibebankan tugas mulia untuk memimpin para tamu-tamu Allah pada tahun ini melaksanakan ibadah haji di tanah suci Mekkah.

Oleh karena itu sebagai seorang pemimpin atau petugas, banyak perkara yang harus dibekali sebelum melakukan tugas nyata di lapangan nanti. Banyak hal yang harus dipersiapkan baik secara lahiriah maupun secara bathiniah. Dalam menghadapi ratusan dan bahkan jutaan manusia di tanah suci, maka persoalanpun semakin kompleks dihadapi apakah diterima atau tidak.

Makanya seseorang perlu memiliki ilmu kepemimpinan bagaimana menghadapi kenyataan hidup ini yang beraneka ragam. Hidup adalah perjuangan dan tantangan dan semakin banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi semakin dewasa dalam berfikir dan bertindak.

”Kepemimpinan adalah sifat-sifat, prilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antarperan, kedudukan dan suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh (Wahjosumijo, 1999: 17).’

Namun menurut perspektif Islam seorang pemimpin itu adalah orang yang memiliki aqidah yang kuat dan komit terhadap ajaran agamanya, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan pandangan yang jauh kedepan, adil, berakhlak mulia, bersifat pemaaf, terbuka terhadap kritik dan saran-saran, memperoleh dukungan rakyatnya, memiliki keahlian dalam memimpin /punya ilmu kepemimpinan, memiliki visi sesuai dengan al-Qur’an, dan misinya adalah menegakkan keadilan.
Abul ‘Ala al-Maududi mengatakan bahwa pemimpin adalah sebagai orang yang bertanggung jawab dan percaya kepada kepemimpinannya, orang benar-benar bertakwa dan selalu beramal shalih, orang yang berilmu, berakal sehat, cerdas, arif dan memiliki kemampuan intelektual, setiap aksinya atau tindakannya dapat dipertanggung jawabkan.

PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Kepemimpinan Islam adalah jauh dari rasialime dan diskriminasi. Siapapun dia yang penting dia orang Islam yang ta;at kepada Allah dan bukan orang kafir atau orang munafik. Dengan kata lain bahwa yang menjadi pemimpin umat Islam adalah orang Islam itu sendiri. Karena itu setiap kelompok harus ad seorang pemimpin. Lihat saja orang-orang Arab sebelum Islam dan sesudah Islam tetap memiliki kepala atau pemimpin suku mereka.

Demikian juga Rasulullah berpesan kepada kita kalau ingin berpergian maka angkatlah salah seorang pemimpin diantara kita. Ini menunjukkan bahwa pemimpin itu penting dan ia dari kalangan Islam.

Salah satu hal yang penting lainnya dalam prinsip kepemimpinan adalah pemimpin itu harus bisa diterima oleh semua golongan, lihat saja contoh Muhammad saw ketika terjadi perdebatan pemindahan hajarul aswad , akhirnya walaupun mereka tidak sukan kepadanya namun mereka semua berhenti pertengkaran dan percekcokan yang juga berkat negosiasi.

Siapapun yang menjadi pemimpin harus disadari bahwa pemimpin Yang Maha Mutlak adalah Allah swt. Semua pemimpin di dunia ini kelak akan melaporkan semua pekerjaannya di depan mahkamah Allah yang Maha Adil. Karena itu kepemimpinan kita adalah serba kekurangan dan keterbatasan dan selalu kita meminta pertolongan-Nya agar diberi kekuatan untuk melaksanakan tugas kepemimpinan dengan jujur dan adil serta kita dapat melaksanakan urusan kaum muslimin dengan seadil-adilnya.

AKHLAK KEPEMIMPINAN

Seorang pemimpin itu harus memiliki akhlak mulia dan harus memiliki sifat amanah dalam melaksanakan roda kepemimpinannya.

Amanah merupakan salah satu sifat Rasulullah saw dan sifat ini wajib ditiru dan dimiliki oleh setiap pemimpin. Seorang pemimpin itu mencintai kebenaran dan secara automatis membenci segala kejahatan dan ikhlas dalam setiap menerima sesuatu yang datangnya dari Allah swt. Artinya seorang pemimpin harus pandai bersyukur ketika Allah memberikan nikmat-Nya dan pandai bersabar ketika Allah memberikan cobaan.

Disamping berlaku adil, seorang pemimpin juga perlu memelihat kesucian dirinya dari segala sifat yang mengotori jiwanya.

Seorang pemimpin harus bersifat pemaaf dan tawadhu’ (merendah diri) di hadapan Allah swt., bersikap zuhud, qana’ah dalam masalah harta benda. Jadikan kehidupan pemimpin itu seperti kehidupan Rasulullah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan sahabat-shabat yang lain yang siangnya mengurus rakyat dengan adil dan malamnya beribadah kepada Allah.swt.

Seorang pemimipin harus mencintai kebenaran, dan istiqamah berpijak pada landasan kebenaran. Dengan demikian pemimpin tersebut akan berani melaksanakan hukum Allah dan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta sebaliknya membenci kemungkaran. Menjaga amanah dan ikhlas serta memiliki semangat pengabdian kepada bangsa dan negara, bergaul dengan baik terhadap seluruh rakyatnya, dan bijaksana dalam memimpin dan mngelola kaum muslimin, inilah akhlak seorang pemimpin dalam Islam yang perlu dijaga.

Pemimpin juga bertugas untuk menjadi pelayan masyarakat, bukan sebaiknya untuk dilayani oleh masyarakat. Mereka juga zuhud terhadap kekuasaan, artinya semasa dia menjabat sebagai pemimpin dia harus mengedepankan sifat amanah dan bukann tempat untuk mencari keuntungan ketika berkuasa.

Tidak munafik dalam memimpin dan jujur dalam setiap keputusannya selama mengurus urusan kaum muslimin adalah cirikhas pemimpin yang diminati oleh masyarakat Islam. Disamping itu seorang pemimpin harus pula memiliki visi keummatan artinya dia bebas dari fanatisme kedaerahan dan kesukuan sehingga perpecahan dan pemberontakan tidak akan terjadi.