Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed

 Ibadah qurban (penyembelihan hewan) yang dilakukan oleh kaum muslimin dan muslimat pada setiap Hari Raya Idul Adha adalah sebuah model peribadatan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Ibadah ini bermula diawali oleh Nabi Ibrahim a.s. yang bermimpi untuk menyembelih anaknya tercinta yaitu Nabi Ismail a.s. Memang mimpi bagi para Nabi adalah sebuah kebenaran bahkan banyak wahyu yang diterima oleh para Nabi, diantaranya  adalah melalui mimpi.  Karena itu mimpi Nabi Ibrahim a.s. adalah hal yang biasa bagi beliau karena ini terjadi bukan hanya satu kali perintah untuk menyembelih anaknya Ismail. Bahkan menurut riwayat, Nabi Ibrahim tiga malam berturut-turut bermimpi menyembelih anaknya Islamil. Ketika  persoalan ini disampaikan kepada anaknya, Ismail, dia dengan senang hati menerimanya.

Mungkin jika ini berlaku bagi manusia biasa, sudah pasti tidak akan dilakukan atau dituruti karena manusia terlalu banyak menggunakan logika dan sangat kurang percaya kepada hal-hal yang transcendental (yang tidak dapat dijangkau akal). Memang benar bahwa Allah akan menguji seseorang sesuai kemampuannya. Karena itu betapapun hebatnya manusia selain Nabi atau Rasul Allah, maka kemampuan sabar menerima cobaan dan hinaan serta cacian tidak wujud pada manusia. Namun  Nabi Allah dan Rasul All-lah  yang sanggup menerima ujian betapapun hebatnya cobaan atau ujian yang menimpanya.

Cobaan dan ujian yang diterima Nabi Ibrahim a.s. dan anaknya Ismail adalah sangat berat bagi ukuran manusia biasa dan bahkan sulit dipercaya dengan akal sehat untuk menyembelih anak manusia. Namun yang diuji ini adalah para Nabi sudah pasti  segala rintangan dan tantangan ini akan dihadapi dengan kesabaran karena mereka telah dibekali oleh Allah bahwa kesabaran ujung-ujungnya adalah kemenangan dan ini pasti. Demikian pula Ibunda Nabi Ismail, Siti Hajar, yang bukan pertama kali menerima  ujian ini dari Allah, bahkan ketika Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di Lembah Bekaa (Makkah) yang tandus dan kering kerontang dan tidak ada seorang manusiapun saat itu disekelilingnya, namun mereka siap ditinggalkan oleh suaminya, Nabi Ibrahim asalkan itu datangnya dari Allah azza wajalla. Sebegitu yakinnya mereka terhadap eksistensi Allah  dalam darah dagingnya sehingga tidak terbetik sedikitpun kegusarannya.

Inilah model keluarga yang paling tangguh dari segi ketauhidannya kepada satu-satunya Penguasa Langit dan Bumi. Inilah keluarga yang memiliki ketahanan lahir dan batin dan tidak pernah terbetik sedikitpun keengganan dalam hatinya untuk mengingkari perintah Allah swt. Ketauhidan Ibrahim, Ismail, dan Hajar mungkin tidak salah kalau kita mengikutinya dalam hal bagaimana kita percaya akan Keagungan Allah, Keperkasaan-Nya, dan Kemaha-Kuasaan-Nya serta Ketepatan janji-Nya.

Ketahanan Keluarga

dicontohi oleh ummat Islam  dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Disini kita melihat keluargaMungkin model ketahanan keluarga Nabi Ibrahim, anaknya Ismail, dan isterinya Hajar patut dic Nabi Ibrahim sangat patuh atau tha’at kepada perintah Allah apapun yang diperintahkan Allah tetap patuh untuk dikerjakan; kemudian Ismail sebagai seorang anak juga tidak akan pernah mengatakan ‘tidak’, terhadap apa yang diutarakan oleh bapaknya, Ibrahim; kemudian isterinya, Siti Hajar, tidak pernah menampakkan  keengganannya atau kesedihannya akan kehilangan putranya  karena tindakan suaminya untuk menyembelihnya. Ketiga orang ini sudah memiliki  ketauhidan yang sama dan tangguh serta sangat tha’at terhadap segala perintah Allah, tidak ada rasa kerisauan sedikitpun dalam hati mereka terhadap  keputusan Allah azza wajalla.

Melalui ibadah qurban ini setiap keluarga, jika tidak keberatan, boleh mengikuti  model ketaatan kepada Rabb dalam menjalankan segala perintahnya walaupun itu pahit dan penuh resiko. Allah tidak akan membebani manusia kalau mereka tidak mampu melaksanakannya, namun sebaliknya Allah akan menguji manusia sekedar kesanggupannya.  Selanjutnya Allah tidak akan mencelakakan hambanya dengan ujian yang Dia berikan, jika hamba yang diuji  dan dicoba dan bersabar dengannya, maka kemenangan dan kemuliaan akan disandangnya. Perlu diketahui bahwa Allah tudak akan mendhalimi hamba-Nya sedikitpun. Pelajaran berikutnya yang dapat kita petik dari keluarga Nabi Ibrahim adalah menjadikan Allah  sebagai pelindungnya, sebagai tempat bergantung, sebagai tempat berdoa dan meminta  dalam segala keadaan, karena itu mereka tidak pernah putus asa dari rahmat Allah. Akibat ketaatan dan menjadikan Allah sebagai tempat bergantung dan tempat memohon sesuatu, pisau yang hendak memotong  leher Ismail menjadi tumpul, leher Ismail digantikan dengan seekor kibas, dan inilah akabat kepatuhan.

Pendidikan Akhlak

Sesungguhnya kepatuhan anak terhadap orang tua (ibu-bapak) adalah sebuah kemuliaan, kepatuhan isteri kepada suaminya juga sebagai sebuah ketaatan, demikian pula kepatuha Ibrahim a.s. kepada perintah Allah lewat mimpinya adalah kepatuhan moral yang agung kepada Rabbnya. Ibadah Qurban ini merupakan symbol ketaqwaan dan keikhlasan dan Allah akan menerima pengorbanan ini karena ketawaannya kepada Allah. Kita kembali  kepada pengornanan anak Adam antara Habil dan Qabil. Ternyata pengorbanan Habil yang diterima Allah karena ketaqwaannya dan keshalehannya. Pengorbannan Qabil ditolak karena akhlak mulianya tidak dinampakan ketika melakukan pengorbanan.    Nampaknya disini perlu mengambil kira  bagaimana akhlak terhadap Allah yang diperlihatkan oleh Ibrahim dan Ismail atau para pengorban lainnya selanjutnya akhlak anak terhadap ayahnya atau orang tuanya antara Ismail  dan Ibrahim,  kemudian akhlak seorang isteri terhadap suaminya. Semuanya perlu akhlak mulia dibarengi dengan ketaqwaan, keikhlasan, kesalehan  dan kepedulian kepada sesama ummat manusia.

 Pengorbanan Kepada Syariat

Jika kita sudah memiliki harta dan kelebihan untuk berqurban di Hari Raya Idul Adha ini dengan menyembelih hewan  Qurban, dengan tujuannya adalah untuk mencapai nilai ketaqwaan, membantu fakir miskin, dan mempertahankan syariat Islam dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, dan bernegara, maka sungguh sangat aneh kalau syariat di bidang lainnya kita tinggalkan. Kalau berqurban menyembelih binantang sudah rela dilaksanakan, kenapa kita tidak berani dan ikhlas  berkorban untuk menghapuskan sistim ribawi di Aceh, mengapa kita tidak berani berkorban perasaan  dan tenaga  untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah di Aceh, mengapa kita tidak berani berkorban menolong pengemis di kedai-kedai dan restoran dan di lampu-lampu merah, anak-anak dibawah umur berjualan dan mengemis di traffic lights atau badut-badut berkeliaran di simpang-simpang jalan. Dan juga lain-lain fenomena di hampir seluruh kabupaten kota di Aceh, apakah dalam hal ini pemerintah tidak ada nyali untuk berkorban pemikiran, pengalokasian dana, dan pembinaan mereka yang suka mengemis dan terakhira melakukan patrol-patroli agar kota ini bersih dari orang-orang yang mengemis.  Wallahu ‘alam

Penulis adalah Guru Besar UIN Ar-Raniry


Oleh Afrizal Refo, MA

Umat Muslim di seluruh dunia saat ini sudah melaksanakan setengah lebih puasa bulan Ramadhan. Ada peristiwa penting yang terjadi pada Ramadhan adalah turunnya Al-Quran atau Nuzulul Quran.
Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya Alquran dari Allah kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril.

Kata nuzulul quran berasal dari dua kata yaitu nuzul dan Alquran. Secara harfiah arti kata nuzul adalah menurunkan sesuatu dari tempat tinggi ke rendah. Sementara, kata quran diambil dari Alquran yang merupakan kitab suci umat Islam.

Apabila digabungkan, arti nuzulul quran adalah proses turunnya Alquran dari tempat yang tinggi ke muka bumi. Arti lebih lengkapnya adalah peristiwa turunnya Alquran dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril.

Sejarah Nuzulul Quran

Proses turunnya Al-Quran ke bumi secara bertahap, di mana hal itu tidak dialami oleh kitab-kitab sebelumnya sehingga menunjukkan keagungan dan kemukjizatan Al-Quran seperti firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.S. Al Isra: 17)

Proses turunnya Alquran terjadi dalam dua tahap yakni, Tahap pertama, Alquran diturunkan pada malam lailatul qadar. Alquran diturunkan dari Lauh Mahfuz pada malam lailatul qadar. Tahap kedua, diturunkan secara bertahap melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.

Alquran pertama kali diturunkan saat Rasulullah SAW berada di Gua Hira pada tahun 610 M. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang menyendiri untuk menenangkan hati.

Pada saat yang bersamaan Allah SWT meminta Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyuNya kepada Rasulullah. Malaikat Jibril membawa ayat yang pertama kali diturunkan, surat Al-Alaq yang berisikan 5 ayat.

Malaikat Jibril meminta Nabi Muhammad SAW untuk membaca surat tersebut. Namun, Rasulullah bergeming dan mengatakan bahwa dirinya tidak bisa membaca surat tersebut.

Maka dari itu, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca melalui surat Al-Alaq.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya,” firman Allah dalam surat Al-Alaq ayat 1-5, ayat Alquran yang pertama kali diturunkan.

Surat ini jugalah yang menjadi penanda bahwa Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul.

Rasulullah tidak bisa membaca saat wahyu pertama diturunkan kepadanya, Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah SWT memerintahkan Rasulullah untuk membaca “Iqra” (bacalah). Wahyu tersebut adalah surah Al-Alaq (ayat 1-5). Ayat ini menjadi pendorong, penggerak dan memotivasi umat Islam untuk bisa membaca.

Setelah tahap pertama ini, Alquran turun secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun. Setiap ayat yang diturunkan oleh Allah SWT menyesuaikan dengan keadaan sosial, keagamaan, kisah-kisah para Nabi terdahulu hingga hikmah, di masa nabi.

Ayat terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al-Maidah ayat 3. Ayat itu turun sesudah waktu Ashar pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji terakhir.

Setelah itu, Nabi Muhammad pergi dari Makkah ke Madinah untuk mengumpulkan pada sahabat. Beliau memberikan kabar bahagia bahwa agama Islam telah sempurna dengan turunnya Alquran.

Para sahabat yang mendengar kabar bahagia tersebut, seraya berkata: “Agama kita telah sempurna. Agama kita telah sempurna.”

Perbedaan Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar

Nuzulul quran berkaitan dengan lailatul qadar. Itu karena keduanya merupakan malam saat Al-Qur’an diturunkan. Maka dari itu banyak yang menganggap keduanya sama. Padahal keduanya merupakan peristiwa berbeda.

Tentang turunnya Al-Qur’an di malam lailatul qadar tertera dalam surat Al-Qadr ayat 1-5
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Sementara tentang nuzulul quran tertera dalam Surat Al-Baqarah ayat 185.
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”

Para ulama kemudian menyimpulkan bahwa lailatul qadar adalah malam ketika Al-Qur’an diturunkan secara utuh untuk pertama kalinya. Sementara nuzulul quran adalah malam peristiwa turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad.

Keutamaan Nuzulul Quran

Dikutip dari sumber yang sama, Nuzulul Quran menunjukkan kekuatan hati Rasulullah SAW dan para sahabat dalam memperjuangkan dakwah dalam menyebarkan agama Islam kepada umat manusia yang tidak mudah dan penuh tantangan. Maka dari itu, Nuzulul Quran memiliki keistimewaan dan keutamaan berikut ini.

1. Malam Turunnya Al-Quran

Malam Nuzulul Quran yang pertama yaitu malam turunnya Al-Quran dan ini tidak terjadi di malam-malam yang lain. Kitab suci Al-Quran ini diturunkan bukan untuk Nabi Muhammad sendiri tetapi untuk menjadi pembeda antara hak dan bathil juga menjadi petunjuk bagi umat Muslim.

2. Diturunkannya Wahyu yang Pertama

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al Alaq ayat 1-5. Saat wahyu tersebut diturunkan, Nabi Muhammad sedang melakukan khalwat di Gua Hira. Setelah itu, datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu tersebut.

3. Diangkatnya Nabi Muhammad SAW

Menjadi Utusan Allah dan Menjadi Nabi yang Terakhir
Tepat setelah menerima wahyu yang pertama, Nabi Muhammad diangkat menjadi seorang Rasulullah. Beliau juga merupakan Nabi terakhir dalam sejarah Islam, yang artinya Nabi yang membawa kita dari zaman jahiliyah hingga menuju zaman yang terang benderang.

Demikianlah ringkasan singkat yang dapat di sampaikan mengenai pengertian, sejarah, perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul qadar serta keutamaan Nuzulul Quran yang akan kita temui di bulan Ramadhan ini, semoga bermanfaat ya.

Penulis: Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa dan Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa.


Oleh Afrizal Refo, MA

Aceh adalah salah satu daerah yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, Aceh memiliki tradisi khas yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi itu adalah “meugang” atau juga dikenal dengan sebutan Makmeugang.

Tradisi meugang merupakan sebuah tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat Aceh dan dilaksanakan di seluruh wilayah dalam Provinsi Aceh, khususnya pada umat Islam. Tradisi ini berupa pemotongan hewan (kerbau atau sapi). Selain kerbau dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek.

Meugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat dan yatim piatu oleh masyarakat Aceh. Meugang atau Makmeugang adalah tradisi menyembelih hewan berupa kerbau atau sapi dan dilaksanakan setahun tiga kali, yakni Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha

Tradisi Meugang di Aceh berlangsung selama dua hari yaitu meugang cet (meugang kecil) dan meugang Rayeuk (meugang besar) yang dilaksanakan sebelum ramadhan maupun sebelum lebaran. Semarak Meugang akan langsung terasa jika kita melewati sejumlah pasar kaget atau pasar musiman di Aceh.

Sejarah Meugang

Tradisi ini telah muncul bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Aceh yaitu sekitar abad ke-14 M. Ali Hasjimy menyebutkan bahwa tradisi ini sudah dimulai sejak masa kerajaan Aceh Darussalam. Tradisi meugang ini dilaksanakan oleh kerajaan di istana yang dihadiri oleh para sultan, menteri, para pembesar kerajaan serta ulama (Iskandar, 2010:48). Pada hari itu, raja memerintahkan kepada balai fakir yaitu badan yang menangani fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging, pakaian dan beras kepada fakir miskin dan dhuafa. Semua biayanya ditanggung oleh bendahara Silatu Rahim, yaitu lembaga yang menangani hubungan negara dan rakyat di kerajaan Aceh Darussalam (Hasjimy, 1983:151)

Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya dan rasa terima kasih kepada rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh ditaklukan oleh Belanda pada tahun 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh raja. Namun, karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, maka meugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun. Tradisi meugang juga dimanfaatkan oleh pahalawan Aceh dalam bergerilya, yakni daging sapi dan kambing diawetkan untuk perbekalan.

Pelaksanaan Meugang

Meugang sangat penting bagi masyarakat di Aceh, karena sesuai dengan anjuran agama Islam, datangnya bulan Ramadhan sebaiknya disambut dengan meriah, begitu juga dengan dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa yaitu hari Meugang, masyarakat Aceh merasa daging sapi atau lembu yang terbaik untuk dihidangkan. Meskipun yang utama dalam tradisi Meugang adalah daging sapi, namun ada juga masyarakat yang menambah menu masakannya dengan daging kambing, ayam juga bebek.

Seperti di pasar kaget atau pasar daging musiman di Aceh. Penjual daging meugang mulai menjajakan daging dari pukul 05.00 WIB pagi. Masyarakat pun terlihat antusias membeli daging meskipun harganya beragam mulai dari 160 ribu rupiah hingga 180 ribu rupiah perkilogramnya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi meugang

Dilihat dari konteks sejarah dahulu meugang atau daging sapi dibagikan kepada fakir miskin dan dinikmati oleh seluruh rakyat Aceh. Akan tetapi kalau dilihat sekarang meugang hanya dinikmati oleh kalangan kelas menengah dan kalangan kelas atas sedangkan untuk kalangan bawah terkadang tidak pernah mereka menikmati daging sapi, kalaupun ada itupun diwaktu kurban di hari raya Idhul Adha jika ada yang berkurban dikampungnya.
Semestinya hal ini bisa kita kembalikan kepada jayanya Islam dahulu yaitu nilai kepedulian saling berbagi diantara tetangga fakir miskin dan anak yatim yang tidak meugang dikarenakan harga daging sapi yang cukup mahal di Aceh sehingga ada Masyarakat Aceh yang tidak mampu membelinya.

Selain itu Perayaan meugang ini juga menjadi momen penting untuk berkumpul seluruh keluarga. Biasanya pada hari meugang, anak dan sanak saudara yang merantau atau telah berkeluarga dan tinggal di tempat yang jauh, mereka akan pulang dan berkumpul di hari Meugang. Nilai kebersamaan inilah yang ingin ditanamkan oleh umat Islam melalui tradisi meugang.

Harapannya tradisi meugang ini tetap dipertahankan oleh masyarakat Aceh dan bisa dinikmati oleh warganya baik yang kaya maupun miskin dan pemerintah setempat bisa menangani atas semua ini dan dapat menikmati daging sapi atau kerbau di hari meugang.

Penulis adalah Dosen PAI IAIN langsa dan Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa


Oleh Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA

MUQADDIMAH

Ramadhan datang, orang-orang beriman senang, Ramadhan datang, orang-orang bertaqwa menjadi riang, Ramadhan datang hamba yang beramal shalih menjadi tenang.

Kenapa semua itu terjadi pada mereka? Karena Allah mewajibkan Ramadhan kepada orang-orang yang beriman selaras dengan firmanNya dalam surah Al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Dengan demikian maka sangatlah patut kalau hanya orang-orang yang betul beriman, bertaqwa dan beramal shalih sajalah yang merasa senamg, girang, bahagia dan senang dengan kedatangan bulan suci Ramadhan. Dan sudah dapat dimaklumi bersama kalau banyak orang-orang yang tidak beriman, tidak bertaqwa dan tidak beramal shalih yang banyak meninggalkan puasa Ramadhan.

Untuk memberikan bukti nyata tentang gambaran ini tidak perlu jauh-jauh pergi ke luar negeri melainkan cukup pergi ke Medan, ke Jakarta, ke Bandung, ke Surabaya dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Di sana kita akan melihat banyak warung yang buka di siang hari bulan Ramadhan dan banyak orang Islam yang minum makan di warung-warung tersebut.

Itulah dia orang-orang yang bukan mukminin, bukan muttaqin dan bukan shalihin.

Berlandaskan kepada latarbelakang tersebut maka dapat dipastikan banyak orang Islam yang merasa tidak ada beda antara bulan Ramadhan dengan bulan-bulan lainnya dalam hidup dan kehidupan.

Mereka sama sekali tidak berkepentingan dengan penyambutan bulan Ramadhan karena mereka tidak menganggap puasa Ramadhan sebagai sebuah kewajiban yang berisiko tinggi manakala dibiarkan dan berpahala besar ketika dilaksanakan.

Hanya muslimin wal muslimat yang beriman, bertaqwa dan beramal shalih sajalah yang sibuk memikirkan bagaimana cara menyambut kedatangan bulan Ramadhan.

Untuk itulah gambaran tersebut kami huraikan dalam artikel singkat ini.

LANGKAH-LANGKAH YANG DITEMPUH

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam rangka menyambut kedatangan bulan Ramadhan:

Pertama, seluruh ummat Islam harus memasang niat untuk dapat, sanggup dan
sempurna melaksanakan puasa Ramadhan pada tahun yang ditargetkan.

Niat itu menunjukkan kepada sesuatu amalan yang akan dilaksanakan selaras dengan hadis riwayat Bukhari-Muslim:
innamal a’malu binniyyah wa innama likullimri-immanawa (sesungguhnya perbuatan itu sesuai dengan niat dan setiap amalan itu selaras dengan niat).

Bagi setiap muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal shalih tentunya jauh-jauh hari sudah memasang niat untuk melaksanakan puasa Ramadhan sehingga terpikat bagi mereka untuk melanjutkan niatnya itu;

Kedua, berdo’a kepada Allah agar sampai hajadnya untuk ketemu dan dapat
menyelesaikan puasa Ramadhan sebulan penuh.

Poin ini selaras dengan hadis Rasulullah SAW yang lazim disebutkan ummat Islam: “Allahumma barikni fi Rajab wa Sya’ban wa ballighni fi Ramadhan” (ya Allah berkatilah saya di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah saya kepada bulan Ramadhan).

Do’a merupakan shilahul mukmin (senjata paling ampuh bagi seorang mukmin), untuk itulah seorang muslim yang mengaku dirinya beriman harus berdo’a kepada Allah
terkait sesuatu yang diinginkannya dalam kehidupan ini termasuklah berdo’a agar ketemu Ramadhan, dapat berpuasa secara penuh sebulan dan bermakna sesuai dengan ketentuan Islam;

Ketiga, berilmu sebagai modal untuk benarnya pelaksanaan puasa Ramadhan.

Seorang muslim wajib memiliki ilmu fikih Ramadhan agar ibadah puasanya sesuai dengan ketentuan syari’ah Islam.

Banyak sudah orang-orang yang menjadi korban karena berpuasa Ramadhan tanpa
ilmu pengetahuan sehingga puasanya menjadi batal, tidak mendapatkan pahala dan sia-sia.

Untuk itulah seorang muslim yang melaksanakan puasa Ramadhan wajib memiliki ilmu tentang puasa Ramadhan seperti perkara yang membatalkan puasa Ramadhan, pantang larang dalam Ramadhan, sunat-sunat yang mesti dilakukan dalam bulan Ramadhan dan segala sesuatu yang terkait dengan keabsahan ibadah puasa Ramadhann;

Keempat, menjaga kesehatan menjadi hal paling utama dan penting diperhatikan seorang muslim yang berhajad untuk berpuasa di bulan Ramadhan.

Kenapa tidak, sangat banyak ummat Islam yang begitu masuk bulan Ramadhan jatuh sakit sehingga tidak berkemampuan untuk berpuasa Ramadhan.

Untuk keperluan tersebut perlulah diperhitungkan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan datang akan pengaturan kehidupan seperti mengatur pola makan, merutinkan riyadhah (olah raga), menenangkan pikiran untuk tidak terganggu oleh perihal yang tidak perlu dipikirkan dan diperhitungkan.

Bagi orang yang punya riwayat sakit lambung sudah sedini mungkin menghindari perut lapar, menjauhkan makanan pedas, asam dan menjauhkan diri dengan perihal yang membebani pikiran dan pemikiran.

Bagi yang punya riwayat kolesterol dan asam urat perlu menghindari konsumsi kuwah beulangong yang berlebihan, menghindari makan yang lemak-lemak, demikian juga bagi yang ada gejala kencing manis semestinya mengurangi konsumsi gula.

Yang lebih penting lagi adalah bagi orang yang tidak memiliki riwayat penyakit apa-apa harus berhati-hati dan waspada dengan makanan jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Karena penyakit itu datang bukan satu hari atau dua hari setelah kita mengkonsumsikan sesuatu makanan secara berlebihan melainkan ia datang beberapa lama setelah kita mengkonsumsikannya.

Jangan sampai sebelum Ramadhan tubuh badan kita sehat tetapi dalam Ramadhan menjadi tidak sehat sehingga mengganggu ibadah puasa.

Jangan sampai terjadi pula ketika berbuka puasa makan makanan yang berlebihan sehingga membuat tidak tamat berpuasa Ramadhan;

Kelima, berpuasalah dengan penuh kesungguhan, keikhlasan dan kesabaran seraya mengharapkan kebajikan daripada Allah yang Maha menerima amalan hambaNya.

Puasa yang tidak serius akan memperoleh hasil yang tidak serius pula, puasa yang tidak sungguh-sungguh bakal mendapatkan hasil yang tidak sungguh-sungguh juga, puasa yang suka diabaikan akan memperoleh hasil yang terabaikan juga, puasa karena tidak enak dengan seseorang maka hasilnya juga tidak enak dengan Allah SWT.

Untuk itulah lima langkah tersebut perlu ditempuh untuk mengharap limpahan pahala dari Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

MEMASTIKAN HARAPAN ALLAH DAN JANJI RASULULLAH SAW.

Semua itu dilakukan semata-mata untuk memastikan harapan Allah: la’allakum tattaqun dan janji Rasulullah SAW: ghufira lahu ma taqaddama min zanbih serta thuhratal lish shaimi minal laghwi wal fawahisy.

Puasa itu kita lakukan semata-mata untuk mendapatkan gelar taqwa yang dijanjikan Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 183 dan mendapatkan ampunan dosa masa lalu serta bersih dari kotoran jiwa raga sebagaimana janjinya Rasulullah SAW.

Ketika puasa itu dilaksanakan sesuai anjuran, menjaga pantang larang, mengutamakan kelebihan-kelebihan dan menambah amalan-amalan sunat, insya Allah setiap muslim akan mendapatkan harapan Allah dan janjinya Rasulullah SAW.

Penuh harapan kita agar seluruh ummat Islam di alam raya ini berhasrat untuk menjalankan dan melaksanakan puasa Ramadhan tahun ini sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan mengikuti lima langkah tersebut agar hasil puasanya menjadi maksimal dan berkualitas tinggi.

Ketika hasil puasa tersebut sempurna maka sempurna pulalah balasan yang bakal diperoleh di hari kemudian yang telah dipersiapkan Allah untuk setiap ummat Islam yang berpuasa Ramadhan.

Selamat berpuasa Ramadhan semoga semuanya mendapat syurga Allah di hari kemudian.

Penulis adalah Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Siyasah Fak. Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

Prof. Syabuddin Gade

Oleh Al-Faqir Syabuddin Gade

Wahai orang tua yang beriman. Jagalah anak-anak mu agar senantiasa dalam keimanan dan beribadah kepada Allah. Jika orang tua dan anak keturunannya tetap dalam iman dan ibadah kepada Allah hingga ia kembali kepada Allah, maka kelak mereka akan bersama-sama “reuni” dalam syurga.

Kelak orang-orang yang beriman akan berkumpul kembali bersama anak-cucu mereka yang senantiasa mengikuti keimanan mereka di dalam surga. Hal ini telah Allah tegaskan di dalam Al-Qur’an surah Ath-Thur ayat 21:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amala (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Surat Ath-Thur: 21).

Karena itu, marilah semua kita menjaga iman dan terus beribadah kepada Allah, bukan hanya diri kita, tetapi juga keluarga dan anak keturunan, cucu, cicit kita agar tetap dalam iman dan ibadah kepada Allah.

Apalagi, dalam waktu dekat ini, akan hadir tamu agung, berupa bulan puasa, bulan yang sepanjang bulan selalu siap menumpuk-numpuk pahala dan mengikis semua dosa orang-orang beriman yang berpuasa serta melaksnakan berbagai ibadah wajib dan sunnah lainnya dengan penuh keimanan dan keikhlasan karena Allah. Rasulullah bersabda;

من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه.

“Barangsiapa yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan, akan diampuni segala dosa yang pernah dilakukannya”. (al-Hadis)

Reuni dalam syurga tentu harapan semua umat Nabi Muhammad SAW. Kita ingin bersama —kalaupun tidak bisa dekat— dalam barisan Rasulullah SAW, pemberi syafaat atas izin Allah dan baginda adalah Rasul pertama yang masuk syurga.
Kita tentu berharap tidak hanya reuni bersama keluarga, tetapi bersama para Nabi dan Rasul, para syuhada, orang-orang shalih, dan seluruh umat muslim sejak Nabi Adam hingga umat akhir zaman.

Ayo saudaraku, jangan lalai. Kita hidup di dunia hanya sementara. Kita harus berusaha menjadi orang cerdas, yakni orang yang beramal untuk persiapan setelah mati. Jangan kita termasuk orang yang lemah atau gagal, yakni orang yang dipimpin oleh hawa nafsunya lalu ia berharap kebaikan dari Allah datang secara “sim salabim abra kadrabra”. Wa Allahu A’lam…

Afrizal Refo, MA

Oleh : Afrizal Refo, MA

Tidak terasa beberapa hari lagi kita akan memasuki Bulan Ramadhan. Alangkah berbahagianya kaum muslimin dan muslimat yang masih diberi kesempatan waktu dan umur untuk bertemu kembali di bulan Ramadhan tahun ini.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mempunyai moment khusus yang disediakan Allah Swt kepada kaum muslimin. Dikatakan demikian karena bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki bulan lainnya.

Allah Swt menyediakan berbagai macam pahala yang berlipat ganda dibandingkan bulan lainnya kepada orang-orang yang memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan. Inilah rahmat dan nikmat Allah swt yang patut disyukuri yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mau memanfaatkan moment ini.

Bulan Ramadhan juga sering disebut sebagai bulan pembinaan umat. Karena di bulan ramadhan ini Allah membina dan menempa hamba-Nya dengan berbagai amalan yang khusus dilaksanakan di bulan ramadhan saja agar kita bisa meraih kualitas taqwa.

Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah: 183 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

Oleh karena itu, umat Islam akan berlomba-lomba untuk mencari cara menyambut bulan Ramadhan dengan baik sesuai ajaran Rasul SAW.

Kegembiraan menyambut Ramadhan, harus dibarengi dengan persiapan mental dan fisik dalam menyongsong kedatangannya. Para sahabat Nabi malah terbiasa mempersiapkan Ramadhan jauh-jauh hari, yaitu sekira enam bulan sebelumnya.

Mu’alla bin Al-Fadhl, salah satu ulama tabi’in berkata, “Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Dengan kedatangan bulan suci Ramadhan, umat muslim Islam dianjurkan bergembira menyambutnya.

Ini karena di dalam bulan Ramadhan banyak pahala-pahala yang telah Allah sediakan untuk para hamba-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa: “Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya tentang kedatangan bulan Ramadhan seraya beliau berkata: ‘Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya. Di bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”

Bagaimana dengan kita apakah sudah mempersiapkannya?

Jadi, jika kita benar-benar ingin memanfaatkan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya, maka kita perlu mempersiapkannya, setidaknya dari sekarang!

Berikut ini beberapa cara menyiapkan diri dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan :

Pertama, Puasa di bulan Sya’ban.

Bulan Sya’ban adalah bulan di mana diangkatnya amalan ibadah, sehingga menjadi waktu yang paling tepat untuk memulai puasa sunat atau mengqadha puasa Ramadhan yang lalu.

Kedua, perbanyak membaca Al-Qur’an.

Aisyah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Sesungguhnya orang yang membaca Al-Qur’an dengan indah, lancar dan tepat, akan berada bersama para malaikat yang mulia dan taat.

Adapun orang yang membaca dengan susah payah, terbata-bata atau tertatih-tatih dalam membaca ayat-ayatnya, maka baginya pahala dua kali lipat.” (Muslim)

Ketiga, Biasakan melaksanakan Shalat malam

Kita semua akan menghidupkan malam bulan Ramadhan dengan melaksanakan shalat tarawih dan oleh karena itu perlu adanya pembiasaan pada diri kita untuk melaksanakannya.

Keempat, Bertobat dan Berdo’a

Kita semua melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun tidak kita sadari maka kita diperintahkan untuk bertaubat dan memperbanyak do’a. Nabi bersabda: “Semua anak Adam selalu salah, tetapi yang terbaik dari mereka yang terus-menerus salah adalah mereka yang terus-menerus bertobat.” (Tirmidzi)

Kelima, perbanyak bersedekah

Rasulullah menyampaikan dalam sabdanya,“Allah selalu memberikan pertolongan buat hamba-Nya selama hambanya selalu membantu orang lain.” (Hr. Muslim)

Nabi juga mengatakan: “Bersedekahlah tanpa penundaan, karena itu menghalangi bencana.” (Al-Tirmidzi)

Keenam, Tingkatkan Akhlaq

Seyogyanya sebelum memasuki bulan Ramadhan mari kita perbaiki dan kita tingkatkan Akhlak kita menjadi lebih baik dari sebelumnya
Nabi pernah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlak dan akhlaknya.” (HR. Bukhari)

Ketujuh, Makan Sehat dan jaga kesehatan.

Dengan sedikitnya waktu makan di bulan Ramadhan, kita memang perlu memperhatikan apa yang kita makan. Sekarang adalah waktu terbaik untuk meneliti nilai gizi makanan yang kita makan.

Semoga kita semua Allah takdirkan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan yang mulia ini, semoga di Ramadhan tahun ini, kita mendapatkan binaan, tempaan, ampunan, keridhaan, barakah dan rahmat yang sebesar-besarnya serta derajat taqwa dari Allah SWT. Amiin Allahuma Aamiin. Wallahu’alam bish shawab.

Penulis adalah Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa dan Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa

Afrizal Refo, MA

Oleh Afrizal Refo, MA (Dosen PAI IAIN Langsa, Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa)

Hujan Bukan Musibah, Tapi Anugerah Terbaik dari Allah, Alhamdulillah, dalam beberapa hari ini, beberapa daerah di Indonesia mengalami hujan, khususnya di Kota Langsa, hujan turun sejak 28 Februari 2023 hingga sore ini 1 Maret 2023.

Hujan yang mengguyur Kota Langsa dan sekitarnya sering mengakibatkan banjir dan air akan menggenangi badan jalan dalam beberapa hari, meskipun demikian, aktivitas masyarakat tetap berjalan lancar.

Dalam Islam, hujan disebut sebagai berkah yang diturunkan oleh Allah. Namun, hujan juga bisa berubah menjadi bencana jika turun dengan intensitas tinggi dalam waktu cepat yang mengakibatkan banjir atau longsor.

Ketakutan akan terjadinya bencana membuat sebagian orang mengeluh, mengeluh dalam Islam adalah sesuatu yang dilarang. Islam mengajarkan bahwa air hujan adalah rahmat dan rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.

Dengan hujan, kondisi bumi yang semula tandus dan gersang menjadi subur. Dengan hujan pula, air untuk kebutuhan pertanian seperti sawah, dan kebutuhan makhluk hidup lainnya akan air dapat terpenuhi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia bersyukur jika hujan turun.

Hujan adalah Rahmat bagi Manusia

Hujan yang turun ke bumi dalam Islam disebut sebagai rahmat. Allah SWT menegaskan hal ini dalam al-Qur’an.
Artinya: “Dan dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan dialah yang maha pelindung lagi maha terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28)

Hujan tidak hanya dibutuhkan oleh manusia, tetapi seluruh makhluk. Selain menjadi minuman, juga menyuburkan tanah, dan menyehatkan ternak, seperti firman Allah SWT dalam al-Qur’an.

“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.” (QS. An-Nahl: 10).

Hujan adalah rahmat Allah SWT, tentu kita dilarang mencela hujan dan angin. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu mencaci maki angin,” (HR Tirmidzi)

Allah SWT yang mengatur waktu, cuaca dan seluruh alam semesta ini. Sehingga mencela dan memaki, berarti mencela Allah SWT yang telah mengaturnya.

Bagaimana jika hujan turun terus menerus tanpa henti? kita bisa berdoa kepada Allah yang mengatur hujan agar dialihkan dari kita, dengan doa sebagai berikut:

“Ya Allah, hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami , Ya Allah. Berilah hujan ke daratan tinggi beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan,” (HR Bukhari Muslim).

Oleh sebab itu kita diperintahkan jangan pernah mencela hujan, karena hujan merupakan karunia dari Allah dan tentunya ada hikmah ketika hujan diturunkan.

Misalkan bagi petani hujan merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, karena dengan air hujan yang cukup maka sawah dan ladang mereka akan tersirami tanpa harus disirami secara manual. Jika musim kemarau terkadang hampir berbulan-bulan merasakan kesulitan air dan mengalami kekeringan.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat Qaf disebutkan, bahwa hujan merupakan air yang diturunkan dari langit dan penuh keberkahan.

“Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen.” (QS. Qaf: 9)

Allah Ta’ala juga berfirman dalam Al Qur’an bahwa hujan yang turun ke bumi sebagai rahmat yang diperlukan untuk seluruh makhluk.

“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28).

Hujan memang bisa membawa berkah, namun ia juga bisa mendatangkan bencana. Agar terjauh dari bencana dan petaka dari hujan dan cuaca buruk serta selalu mendapat berkah darinya, ada baiknya umat Islam memanjatkan doa seperti Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apabila melihat hujan beliau berdoa: Allaahumma shayyiban naafi’aa (Ya Allah, jadikan curahan hujan ini yang membawa manfaat kebaikan.” (HR. Al-Bukhari).

Hikmah diturunkan hujan.

Beberapa hikmah hujan sebagaimana disunahkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut:

Pertama, Waktu Mustajab, waktu terbaik untuk berdoa adalah saat turun hujan. Hal ini seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadis dari Sahl bin Sa’d.

“Do’a-do’a yang tidak akan ditolak, yaitu doa ketika adzan dan doa ketika turunnya hujan.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Kedua, Berkah dari Langit, Rasulullah SAW mengambil berkah saat turunnya hujan. Hal ini dilakukan dengan menyikap baju hingga dibasahi air hujan.

Perbuatan tersebut menurut an-Nawawi dilakukan Nabi untuk mengambil berkah dari hujan yang diturunkan oleh Allah SWT. Sunah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Dawud yang artinya sebagai berikut:

“Ia berkata: Nabi ketika melihat hujan, beliau membuka bajunya. (Riwayat lain dari Imam) Abu Dawud, (Anas) berkata: Nabi menyingkap pakaiannya hingga terkena guyuran hujan.”

“Kami berkata: Ya Rasulullah, kenapa tuan berbuat seperti ini? Rasulullah menjawab: Karena hujan merupakan rahmat yang diberikan Allah” (Riwayat Imam Abu Bakr, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002, h. 170).

Ketiga, Berwudhu dengan Air Hujan, air hujan termasuk air yang suci dan bisa menyucikan. Ia bisa digunakan untuk berwudu dan membersihkan najis.

Pada suatu kesempatan saat turunnya hujan Rasulullah SAW memerintahkan pada sahabatnya untuk bersuci.

“Keluarlah kalian (para sahabat) bersama kami menuju air ini (air hujan) yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci. Kemudian kami bersuci dengan air ini dan memuji Allah atas nikmat yang diberi.” (HR. Al-Baihaqi)

Itulah tiga sunah saat turun hujan yang jarang dilakukan bahkan sama sekali ditinggalkan oleh umat Islam. Mari kita amalkan sebagai bentuk cinta dan meneladani Rasulullah Muhammad SAW.

Dari penjelasan singkat diatas menunjukan bahwa hujan anugerah terbaik Allah. Kewajiban manusia adalah memperbaiki mind set / pola pikir, dan hati agar selalu berbaik sangka pada Allah jangan sampai berburuk sangka kepada Allah, dengan turunnya hujan hal ini penting karena berkaitan dengan keimanan .

Dan kita sebagai orang muslim memanjatkan doa sebagai ungkapan syukur dan juga rasa nikmat kita kepada Yang Maha Kuasa.
Semoga Allah menurunkan hujan menjadi anugerah bukan musibah. Wallahu a’lam bishowab.


Oleh Afrizal Refo, MA

Ada Apa Dengan Bulan Syakban? Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT dan diagungkan dalam Islam.

Sya’ban adalah bulan kedelapan yang terletak ditengah-tengah antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan dalam tahun Hijriyah, dan karena inilah Nabi SAW menyebut dalam sabdanya bahwa Sya’ban sering kali dilalaikan umatnya yaitu banyak orang yang lengah akan amalan yang bisa dikerjakan pada bulan Syaban.

Padahal Rasulullah SAW mengatakan bahwa Sya’ban adalah bulan istimewa, di mana amal perbuatan manusia dilaporkan kepada Allah SWT. Dengan begitu, seharusnya kaum muslim berlomba-lomba dalam memperbanyak amal baik sebelum diserahkan kepada-Nya.

Bulan ini dinamakan bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas bulan Rajab.

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan: “Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.” (Fathul-Bari (IV/213), Bab Shaumi Sya’ban)

Keutamaan Bulan Sya’ban

Bulan ini memiliki banyak keutamaan. Rasulullah SAW mengisinya dengan memperbanyak berpuasa, sedekah, membaca Alquran dan ibadah lainnya di bulan ini sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan.

Ada beberapa keutamaan yang dimiliki oleh bulan Sya’ban, sebagai berikut:

Pertama, Penuh Pengampunan dari Allah SWT.

Mu’adz bin Jabal meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah akan mengumumkan kepada manusia, bahwa Dia akan mengampuni orang-orang yang mau beristighfar, kecuali kepada orang-orang yang menyekutukan-Nya, juga orang-orang yang suka mengadu domba (menciptakan api permusuhan) terhadap saudara muslim.” (HR Thabrani & Ibnu Hibban)

Kedua, diserahkannya Buku Amal Perbuatan Manusia kepada Allah SWT.

Usamah bin Zaid bertanya kepada Nabi SAW: Artinya: “Wahai Rasulullah SAW, saya lihat engkau lebih bersemangat (lebih rajin) berpuasa di bulan Sya’ban ini dibanding bulan-bulan lainnya, mengapa?” Rasul SAW menjawab, “Karena Sya’ban ini bulan agung, yang banyak dilupakan orang, padahal di bulan inilah amal perbuatan manusia akan dinaikkan (dilaporkan) ke hadirat Allah SWT. Karena itu, aku ingin (lebih senang) bila di saat amalan-amalan itu diangkat (dihadirkan kepada Allah), maka aku dalam keadaan puasa.” (HR Nasa’i)

Ketiga, bulan Kegemaran Rasul SAW untuk Puasa.

Riwayat dari Aisyah, ia berkata: Artinya: “Rasulullah SAW berpuasa hingga beliau mengatakan jangan berbuka dan berbuka hingga mengatakan jangan berpuasa (maksudnya selang-seling). Saya tidak melihat Rasulullah SAW berpuasa lengkap sebulan penuh kecuali di bulan Ramadan. Dan saya tidak melihat yang banyak dipuasai Rasulullah SAW kecuali di bulan Sya’ban.” (H Bukhari, Muslim, & Abu Dawud)

Allah SWT membuka pintu-pintu kebaikan dan menurunkan berkah-Nya pada bulan Sya’ban. Dalam kitab ‘al-Ghunyah oleh Quthbur Rabbani Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, diterangkan bahwa Allah SWT senantiasa memilih satu dari empat hal. Allah memilih empat bulan yaitu bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan dan Muharram, dan Allah mengutamakan untuk memilih Sya’ban.

Allah SWT kemudian menjadikan bulan Sya’ban sebagai Syahrun nabi bulannya Rasulullah SAW. Maka bulan Sya’ban pun menjadi afdhalus syuhur sebagaimana posisi Rasulullah sebagai afdhlul ambiya’. Mengenai bulan Sya’ban ini, seorang ulama pernah berkata Sya’ban adalah perantara antara Rajab dan Ramadhan.

Maka jagalah ketaatan selama berada di dalamnya (falyaghtanim at-th’at fiha). Dalam konteks menjaga ketaatan inilah, Rasulullah SAW kemudian menyampaikan hadis yang cukup terkenal dikalangan kaum muslimin.

Diceritakan pada suatu ketika Rasulullah memberikan mauidhah kepada seorang lelaki yang ternyata adalah Abdbullah bin Umar bin Khattab.

Rasulullah SAW berkata jagalah lima perkara sebelum datangnya lima yang lainnya, masa mudamu sebelum masa tuamu. Sehatmu sebelum masa sakitmu. Kayamu sebelum datang miskinmu. Kelonggaranmu sebelum waktu sempitmu dan hidupmu sebelum matimu.

Pekerjaan kita di sekolah, kampus, kantor, perusahaan, kebun, tambak, dan lainnya terkadang menyita banyak perhatian kita ini, sampai-sampai kita lupa bahwa bulan Ramadhan akan segera tiba, padahal begitu banyak persiapan yang harus kita lakukan untuk menyambutnya, salah satunya adalah bekal ilmu dalam menghadapi bulan Ramadhan.

Amalan di Bulan Sya’ban

Berikut penulis rangkum amalan-amalan yang dilakukan di bulan Sya’ban:

Pertama, persiapan menyambut Ramadan.

Persiapan paling utama adalah ILMU DIIN, pengetahuan terkait amaliyah di bulan Ramadhan. Sebagian orang ada yang cuma tahu Ramadhan adalah saatnya puasa, yang dilakukan adalah menahan lapar dari terbit fajar Shubuh sampai tenggelam matahari, cuma itu saja yang ia tahu.

Saatnya sahur, berarti makan sahur, saatnya berbuka, pokoknya berbuka. Bertahun-tahun hanya diketahui seputar hal itu saja. Sampai-sampai ia hanya puasa namun tidak menjalankan shalat sama sekali di bulan Ramadhan.

Selain puasa dari sisi rukun seperti tadi yang kita jalankan, ada juga amalan sunnah terkait puasa seperti mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka puasa. Juga ada amalan shalat tarawih, membaca Alquran, sedekah, dan hal lainnya.

Kedua, memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban.

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, no. 1969 dan Muslim, no. 1156).

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah dalam Lathaif Al-Ma’arif mengatakan, “Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib).

Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan.”

Ketiga, membayar utang puasa sebelum masuk bulan Ramadhan.

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, no. 1950 dan Muslim, no. 1146).

Keempat, ulama menganjurkan untuk memperbanyak membaca Alquran sejak bulan Sya’ban untuk lebih menyemangati membacanya di bulan Ramadhan.

Salamah bin Kahiil berkata, “Dahulu bulan Sya’ban disebut pula dengan bulan para qurra’ (pembaca Alquran).”

Kelima, jauhi perbuatan syirik dan amalan yang tidak ada tuntunan di bulan Sya’ban atau menjelang Ramadhan seperti: mengkhususkan bulan Sya’ban untuk kirim doa pada leluhur, mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya’ban sebelum masuk Ramadhan dan juga beribadah khusus hanya di malam nisfu Sya’ban.

Ingatlah!
Abu Bakr Al-Balkhi berkata,

شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقِيِّ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادُ الزَّرْعِ .

“Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”

Semoga jadi amalan penuh berkah di bulan Sya’ban dan kita dimudahkan berjumpa dengan bulan penuh berkah, yakni bulan Ramadhan.

Demikian beberapa amal ibadah yang bisa penulis sebutkan pada artikel ini. Mudahan kita bisa mengoptimalkan latihan kita di bulan Sya’ban untuk bisa memaksimalkan ibadah kita di bulan Ramadhan. Mudahan bermanfaat. Aamiiin.

Penulis: Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Da’wah Kota Langsa.


Oleh Prof.Dr.Muhammad AR.M.Ed

Orang kadang-kadang, dalam rangka mencari popularitas apapun dilakukannya walaupun orang lain tersakiti atau dirugikan. Katakan saja seperti Rasmus Paludan, politikus ekstrim kanan di Swedia dan Denmark.

Dulu dari Belanda ada juga seperti Geert Wilders dan juga Arnold, Joram van Klaveren, dan juga politisi sayap kanan Belanda.

Nasib baik, yang terakhir sudah menjadi muallaf (Arnold, Joram van Klaveren). Tinggal satu lagi Geert Wilders yang belum dapat hidayah.

Mungkin salah satu tindakan yang mereka lakukan adalah mencari popularitas disamping ingin mencari sensasi dengan memunculkan islamophobia kepada masyarakat dunia.

Memang aneh-aneh sekali cara mencari popularitas, namun setelah itu harus mengurung diri, jadi untuk apa populer kalau hidup bersembunyi di rumah atau dalam tahanan.

Misalnya, Salman Rushdi, warga negara Inggris, keturunan India yang menulis buku Aya-ayat Setan, tetapi hidupnya terancam hingga ke akhirat. Malah baru- baru ini ketika Salman Rushdi sedang berdiskusi di Institut Chautauqua, New York tiba-tiba ia ditikam hingga 15 kali di leher dan perutnya oleh Hadi Matar, 24 tahun berasal dari Fairview, New York.

Apakah Hadi menuruti Perintah alm Ayatullah Ruhullah Khomeiny untuk mendapatkan 1 Juta Dolar US atau memang membela agama atau ingin popularitas.

Kenapa ini bisa berlaku semuanya, mungkin tidak ada hukum yang berat bagi peleceh keyakinan, penghina agama, penista agama dan termasuk kepada pendusta agama. Ini berlaku di seluruh dunia, bukan hanya di Eropa, Amerika, Australia atau Indonesia sekalipun.

Memang antara Eropa dan Indonesia tidak ada bedanya tentang how to implement the law dengan adil dan sesuai undang-undang.

Hampir semua negara Eropa yang nota benenya negara beradab menurut pengakuan mereka sendiri menolak rasisme, intolerance, dan mengutamakan demokrasi dan toleransi. Namun yang terjadi sangat kontroversi dengan undang-undangnya.

Seperti yang dilakukan oleh Rasmus Paludan dan antek anteknya islamophobia. Mungkin kita melihat negara-negara yang menganggap dirinya maju dan beradab, seperti Swedia, Denmark. Icelandia dan Belanda. Ternyata sangat subur untuk anti Islam dan agama lainnya.

Malah yang paling celaka lagi sudah tau itu perbuatan melanggar hukum, namun dikawal polisi dengan ketat, seolah olah para pelanggar hukum bebas melaksanakan kegiatannya dibawah penjagaan pihak berwajib.

Mungkin inilah yang membiadabkan Eropa dalam hal kebebasan untuk menghina agama lain atau menghina kitab suci agama lain. Inikah yang dikatakan orang beradab?

Berarti kesimpulannya Islamophobia itu muncul dari Eropa dan tetap dipertahankan oleh negara.

Ini sama saja karena mereka negara kecil, ingin populer di dunia, maka membiarkan rakyatnya berbuat sesuka hatinya.

Tetapi apa yang dilakukan oleh secuil manusia anti Islam di Benua Eropa adalah berat kaitannya dengan mencari popularitas disamping tidak punya wawasan tentang pengetahuan global, tentang keyakinan -keyakinan yang pernah ada di muka bumi.

Namun, walau begitu Islam atau kitab sucinya dihina atau dinistakan, ummat Islam masih dalam batas-batas kewajaran, paling-paling hanya melancarkan demonstrasi, bukan malah membakar kitab suci agama lain, atau membalas dendam kepada pemeluk agama lain. Ini mudah-mudahan tidak terjadi oleh kita yang punya peradaban.

Kadang-kadang kita juga menyayangkan, dengan pembakaran, menginjak, dan merobek-robek kitab suci umat Islam, tidak ada tanggapan dari pemimpin dunia atau pemimpin negeri Islam kecuali sembilan negara saja. Itupun hanya dengan adh’aful iman, yaitu dengan ” mengutuk”.

Negara-negara yang mengutuk Rasmus Paludan adalah Turki karena dia pada tanggal 27 Januari 2023 membakar Qur’an didepan Kedubes Turki di kota Copenhagen Denmark.

kemudian diikuti oleh negara Swedia sendiri sebagai bentuk hana meu’oh dengan negara lain karena ini terjadi di negara mereka dan dilakukan oleh warga negara mereka.

Lalu negara Indonsia yang dilakukan oleh Kemlu melalui twitternya dan kemudian memanggil Dubes Swedia karena insiden pembakaran Al Qur’an.

Kemudian Malaysia yang langsung disuarakan oleh Perdana Menterinya, Anwar Ibrahim secara gentleman. Seharusnya pemimpin negeri Islam lainnya patut meniru Anwar Ibrahim karena agamanya dihina.

Selanjutnya negara Mesir, Qatar, Marocco, Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat. Selainnya tidak ada negara yang serius memprotes Rasmus Paludan (warga Swedia) dan Pegida Edwin Wagensved, politisi sayap kanan Belanda, yang merobek-robek halaman-halaman al-Qur’an di Denhaaq.
Memang kalau ada ruh al Qur’an dan ruh Islam dalam dada seseorang, apalagi dia pemimpin di negeri Muslim, maka secara spontan dan serius pasti membuat perlawanan kepada dua politisi Eropa dan serta kedua negara tersebut yang membiarkan warga negaranya merusak hubungan antara negara- negara Islam. Kalau semua negara Islam memutuskan hubungan dengan kedua negara tersebut, pasti mereka payah pajoh pade bijeh. Sebab mereka negara kecil.

Dan tidak ada sumber alam apapun yang dapat menghidupkan bangsa dan negara mereka, namun mereka hidup sangat tergantung dengan negara lain.

Inilah yang kita tidak sadar konon lagi para pemimpin negeri Islam yang hanya berpikir untuk melanggengkan kekuasaan, jadi tidak sempat memilirkan al -Qur’an dan agama.

Kemudian seorang youtuber di Sumut. Rudi Simamora, yang menghina Allah yang masuk dalam konten youtubenya tangdal 6 November 2022. Ia juga melakukan ini karena ingin mendapatkan uang banyak dan popularitas. Ya beginilah orang-orang sinting mencari popularitas dengan menanam di kebun orang.

Sebenarnya kalau memang betul-betul mau duit dan popularitas, bunuh diri dengan melompat di ketinggian juga boleh, atau bertelanjang saja di muka umum juga bisa. Nanti kan populer juga dalam bidang yang diminati atau digandrungi. Tapi kalau mencerca, menghina, menista dan sebangsanya perlu pikir panjang karena kita hidup di dunia ini bukan sendirian.

Makanya umat Islam perlu bersatu dalam segala hal bukan mengedepankan nafsu didepan. Misalnya umat Islam harus menganalisis dimana punca-punca kekisruhan, percekcokan, pertentangan selama berabad-abad, maka dengan itu kita cari solusinya agar tidak terjadi permusuhan jariyah hingga hari kiamat.

Sekarang sangatlah nampak, misalnya ketika agama kita dinistakan, al- Qur’ an dilecehkan ummat Islam dan pemimpinnya adem ayem saja. Seharusnya ada tindakan yang nyata terhadap penista agama oleh negara, bukan oleh kemlu dan menteri agama, tetapi oleh kepala negara. Agar hal semacam itu tidak terjadi dalam masyarakat beradab. Kalau mau cari popularitas, maka cari panggung dan berbuat untuk seluruh masyarakat.

Jika kita mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak, membantu mereka, menyelesaikan masalah perut mereka, pendidikan mereka, tempat tinggal mereka, secara otomatis bukan hanya populer di dunia, bahkan hingga ke akhirat kelak. inilah popularitas yang harus dibarengi dengan keikhlasan dan tawadhu’.

Penulis adalah Ketua umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Prov. Aceh


Oleh : Afrizal Refo, MA

Tidak terasa saat ini kaum muslimin semuanya sudah memasuki bulan Rajab 1444 H, Tepatnya pada tanggal 23 Januari 2023.
Artinya tidak lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan setelah melewati Bulan Rajab dan Sya’ban.

Bulan Rajab adalah salah satu Bulan haram yang terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ayat di atas merujuk pada empat bulan, dengan Allah SWT secara khusus memerintahkan kita untuk tidak menganiaya diri sendiri pada bulan-bulan tersebut. Di bulan ini juga tidak boleh perang.

Setiap perbuatan dosa diberi hukuman yang besar. Sebaliknya, setiap amalan juga dibalas lebih besar.

Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar pada orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan.  Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)

Mengenai empat bulan yang dimaksud disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).

Jadi, empat bulan suci tersebut adalah (1) Dzulqa’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Kalau kita cermati dari hadits diatas maka hanya bulan Rajab yang berdiri terpisah dari bulan-bulan haram lainnya, sehingga bulan Rajab juga disebut ‘Rajab al-Fard’ atau ‘Rajab Yang Terpisah’.

Allah SWT menjadikannya sebagai bulan haram untuk menjaga keselamatan orang-orang selama umrah.

Dilihat dari sejarahnya, banyak orang Arab pada masa pra-Islam tidak menghormati kesucian Rajab, dan mereka sering mengubahnya ke tempat lain di tahun itu sehingga mereka bisa berperang di bulan ketujuh. Mereka akan berpura-pura bahwa Rajab berada di bulan yang berbeda untuk menyesuaikan dengan agenda politik mereka sendiri.

Namun hal itu tidak berlaku bagi suku Mudar, yang secara konsisten mengamati urutan bulan lunar dan menghormati bulan Rajab sebagai bulan haram. Jadi, ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menegaskan bulan-bulan suci, dia menamakannya sebagai ‘Rajab Mudar’.

Apa Maksud Bulan Haram?
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata:

“Dinamakan bulan haram karena dua makna: Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu yang sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram.

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”

Bahkan Ibnu ’Umar, Al Hasan Al Bashri dan Abu Ishaq As Sa’ibi melakukan puasa pada seluruh bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya. (Latho-if Al Ma’arif, 214).

Namun sekali lagi, jika dianjurkan, bukan berarti mesti mengkhususkan puasa atau amalan lainnya di hari-hari tertentu dari bulan Rajab karena menganjurkan seperti ini butuh dalil.

Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Hadits yang membicarakan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, begitu pula dari sahabatnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 213).

Hati-Hati dengan Maksiat di Bulan Haram
Ibnu ’Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Keutamaan Bulan Rajab

Keutamaan bulan Rajab yang paling jelas adalah karena bulan ini merupakan salah satu dari empat bulan haram.

Di mana Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi orang yang mengerjakan amal shalih, dan memberikan balasan yang lebih besar bagi mereka yang berbuat dosa.

Oleh karena itu mari di bulan Rajab ini kita perbanyak bertaubat dengan cara istighfar dan memperbanyak melakukan amal shalih lainnya seperti membaca Alquran, puasa Sunnah, bersedekah, shalawat dan lain sebagainya

Selain itu, keutamaan lain dari bulan Rajab yang mungkin jarang diketahui adalah bulan ini menjadi waktu di mana terjadinya peristiwa bersejarah dan penting. Yakni, Perjalanan Isra’ Mi’raj, yang terjadi pada malam 27 Rajab.

Selain itu, pada bulan Rajab itu pula Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menerima dua hal penting untuk kepentingan umatnya dalam perjalanan Isra’ Mi’raj yaitu perintah Allah untuk melaksanakan shalat lima waktu, yang menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari dalam beribadah kepada Allah SWT dan turunnya dua ayat terakhir Surah Al-Baqarah, di mana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penulis adalah Dosen PAI IAIN Cot Kala, dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa.