Oleh : Afrizal Refo, MA
Makan dan minum adalah sesuatu yang dilarang dalam menjalankan ibadah puasa bulan suci Ramadhan. Menahan lapar dan haus dari waktu subuh hingga terbenamnya matahari. Faktanya, puasa bukan hanya tentang tidak minum atau makan seharian. Ibadah yang termasuk wajib bagi umat Islam ini memiliki tantangan lain, unik dan menyenangkan. Sebab pada dasarnya ibadah puasa adalah mengendalikan hawa nafsu, menahan emosi dan keinginan bertindak buruk.
Dalam Al-Qur’an pada surat Al Baqarah ayat 183 telah dijelaskan bahwa tujuan utama diperintahkannya puasa adalah terbentuk pribadi muslim yang bertaqwa. Taqwa ini sendiri adalah orang yang melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Ciri-ciri orang yang bertaqwa ini pun telah dijelaskan dalam Al Qur’an pada surat Ali Imran: 134. Salah satunya adalah orang yang mampu menahan amarahnya.
Rasulullah saw menginformasikan bahwa Ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah dan maghfirah, turunnya rahmat Allah secara melimpah, sekaligus sebagai ladang perlombaan untuk berbuat baik. Sebagaimana dalam hadits “Telah datang pada kalian bulan Ramadhan. Bulan yang diberkahi. Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa.” (HR Ahmad dan Nasa’i). Hadits yang menggambarkan keistimewaan pahala puasa antara lain adalah sabda Rasulullah saw yang artinya : “Allah berfirman: ‘Setiap amal manusia adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya…” (Mutaffaq ‘Alaih).
Dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda: “Semua amalan Bani Adam (manusia) akan dilipatgandakan. Satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipatnya. Namun Allah berfirman: ‘Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya,..” (HR Muslim).
Pertanyaannya kemudian, kualitas puasa seperti apa yang dapat mengantarkan orang yang berpuasa kepada ampunan Allah? Dalam Ihya ‘Ulum ad-Din, Hujjatul Islam al-Ghazali membagi orang yang berpuasa menjadi tiga kelompok dengan tingkatannya masing-masing, yaitu puasa awam (shaum al-‘awam), puasa orang istimewa (shaum al-khawash) dan puasa orang yang sangat istimewa (shaum khawash al-khawash). Menurut imam Al-Ghazali, ibadah puasa awam adalah tingkatan puasa yang paling rendah. Hanya menahan dirinya dari makan, minum, dan syahwat. Namun di luar itu, sikap, tingkah laku, perbuatan, perkataan dan gerak gerik yang dilakukannya masih belum dipuasakannya. Puasa orang istimewa (shaum al-khawash) adalah tingkatan puasa diatas puasa awam. Sebab, pelakunya tidak hanya menahan diri dari makan, minum dan syahwat, melainkan memelihara seluruh panca indra dan anggota tubuhnya dari perbuatan maksiat dan dosa, mampu mempuasakan mata, telinga, tangan, kaki, hidung dan indera yang lain dari larangan Allah. Puasa tingkatan ini juga disebut puasanya orang-orang shaleh (shaum ash-shalihin). Puasa tingkatan tertinggi adalah puasanya orang yang sangat istimewa (shaum khawash al-khawash), yaitu mereka yang selain berhasil mencapai tingkat kedua, juga mampu mempuasakan hatinya dari segala keinginan yang hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah secara total dari memikirkan sesuatu selain Allah SWT (shaum al-qalbi ‘an al-himam al-duniyah wa al-afkar al-dun¬yawiyah wakaffahu ‘amma siwa Allah bi al-kulliyyah). Mereka yang telah mencapai level ini adalah mereka yang senantiasa merasa diawasi Allah, sering disebut mencapai derajat al-ihsan.
Kemampuan seseorang menjaga dan memelihara dari mengurangi pahala puasa adalah ikhtiar tertinggi, dapat dipastikan kualitas ibadah puasanya jauh lebih baik dari yang hanya mampu menjaga dan memelihara ibadah puasa dari yang membatalkannya. Rasulullah saw menyampaikan kualitas ibadah puasa bagi umatnya, seperti dalam hadits yang artinya “Siapa yang berpuasa tapi tidak meninggalkan perkataan dusta tapi malah melakukannya, maka Allah tidak memandang perlu ia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR Bukhari). Dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda yang artinya “Lima perkara yang menggugurkan puasa adalah perkataan dusta, ghibah, mengadu domba, melihat dengan syahwat, dan persaksian palsu.” (HR ad-Dailami). Oleh sebab itu ibadah puasa patut dijaga dan dirawat dari hal-hal yang mengurangi pahala meskipun dianggap hal sepele, seperti berbohong. Perbanyak membaca Al-Qur’an dan berzikir dapat membantu meningkatkan kesempurnaan ibadah puasa dihadapan Allah SWT.
Secara keseluruhan, bulan puasa adalah bulan yang sangat berharga bagi umat Islam di seluruh dunia. Bulan puasa bukan hanya sebagai bentuk penghormatan dan ketakwaan kepada Allah SWT, namun juga bulan yang penuh dengan nilai-nilai kebaikan seperti kesabaran, keteguhan hati dan keikhlasan. Maka marilah kita berpuasa dengan benar dan konsisten serta meningkatkan kualitas ibadah dan kegiatan sosial di bulan suci ini.
Penulis adalah Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa, Sekretaris Umum Dewan Da’wah Kota Langsa dan Ketua Komunitas Generasi Rabbani.