Oleh : Afrizal Refo, MA
Tidak terasa saat ini kaum muslimin semuanya sudah memasuki bulan Rajab 1444 H, Tepatnya pada tanggal 23 Januari 2023.
Artinya tidak lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan setelah melewati Bulan Rajab dan Sya’ban.
Bulan Rajab adalah salah satu Bulan haram yang terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Ayat di atas merujuk pada empat bulan, dengan Allah SWT secara khusus memerintahkan kita untuk tidak menganiaya diri sendiri pada bulan-bulan tersebut. Di bulan ini juga tidak boleh perang.
Setiap perbuatan dosa diberi hukuman yang besar. Sebaliknya, setiap amalan juga dibalas lebih besar.
Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar pada orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Mengenai empat bulan yang dimaksud disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).
Jadi, empat bulan suci tersebut adalah (1) Dzulqa’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Kalau kita cermati dari hadits diatas maka hanya bulan Rajab yang berdiri terpisah dari bulan-bulan haram lainnya, sehingga bulan Rajab juga disebut ‘Rajab al-Fard’ atau ‘Rajab Yang Terpisah’.
Allah SWT menjadikannya sebagai bulan haram untuk menjaga keselamatan orang-orang selama umrah.
Dilihat dari sejarahnya, banyak orang Arab pada masa pra-Islam tidak menghormati kesucian Rajab, dan mereka sering mengubahnya ke tempat lain di tahun itu sehingga mereka bisa berperang di bulan ketujuh. Mereka akan berpura-pura bahwa Rajab berada di bulan yang berbeda untuk menyesuaikan dengan agenda politik mereka sendiri.
Namun hal itu tidak berlaku bagi suku Mudar, yang secara konsisten mengamati urutan bulan lunar dan menghormati bulan Rajab sebagai bulan haram. Jadi, ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menegaskan bulan-bulan suci, dia menamakannya sebagai ‘Rajab Mudar’.
Apa Maksud Bulan Haram?
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata:
“Dinamakan bulan haram karena dua makna: Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu yang sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Bahkan Ibnu ’Umar, Al Hasan Al Bashri dan Abu Ishaq As Sa’ibi melakukan puasa pada seluruh bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya. (Latho-if Al Ma’arif, 214).
Namun sekali lagi, jika dianjurkan, bukan berarti mesti mengkhususkan puasa atau amalan lainnya di hari-hari tertentu dari bulan Rajab karena menganjurkan seperti ini butuh dalil.
Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Hadits yang membicarakan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, begitu pula dari sahabatnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 213).
Hati-Hati dengan Maksiat di Bulan Haram
Ibnu ’Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
Keutamaan Bulan Rajab
Keutamaan bulan Rajab yang paling jelas adalah karena bulan ini merupakan salah satu dari empat bulan haram.
Di mana Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi orang yang mengerjakan amal shalih, dan memberikan balasan yang lebih besar bagi mereka yang berbuat dosa.
Oleh karena itu mari di bulan Rajab ini kita perbanyak bertaubat dengan cara istighfar dan memperbanyak melakukan amal shalih lainnya seperti membaca Alquran, puasa Sunnah, bersedekah, shalawat dan lain sebagainya
Selain itu, keutamaan lain dari bulan Rajab yang mungkin jarang diketahui adalah bulan ini menjadi waktu di mana terjadinya peristiwa bersejarah dan penting. Yakni, Perjalanan Isra’ Mi’raj, yang terjadi pada malam 27 Rajab.
Selain itu, pada bulan Rajab itu pula Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menerima dua hal penting untuk kepentingan umatnya dalam perjalanan Isra’ Mi’raj yaitu perintah Allah untuk melaksanakan shalat lima waktu, yang menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari dalam beribadah kepada Allah SWT dan turunnya dua ayat terakhir Surah Al-Baqarah, di mana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Penulis adalah Dosen PAI IAIN Cot Kala, dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa.