Tidak ada keraguan terhadap risalah Islam ini, karena telah mendapat legitimasi Allah dan Rasul. Barang siapa yang benar-benar berpegang teguh padanya secara totalitas maka dia akan mendapat kejayaan dunia dan akhirat. Apabila Islam digunakan sebagai pandangan hidup (way of life) dalam setiap disiplin ilmu dan sisi kehidupan dan tidak terkecuali dalam hal ehwal pendidikan, manusia akan memperoleh petunjuk dan sudah pasti tergiring ke jalan yang lurus dan benar. Pendidikan yang dimaksud disini adalah yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, berazaskan tauhid, adanya integritas antara iman, ilmu dan amal serta memisahkan antara konsep ilmu agama dan ilmu yang bersifat duniawi, pendidikan agama dan pendidikan umum.
Islam adalah al-Deen yang diwahyukan Allah SWT melalui rasul-Nya untuk manusia di alam ini. Asas utama Islam terbentuk dari tiga aspek yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Ketiga aspek ini sangat berperan dalam kehidupan seorang muslim dalam melaksanakan konsep al-Deen ini. Apabila akidah sebagai keimanan hanya dijalankan kepada Allah SWT, disempurnakan melalui syari’ah dengan pelaksanaan ibadah secara umum dan khusus. Dengan menggabungkan kedua-duanya maka lahirlah akhlak Islam (Makhsin, 2003).
Kata Islam adalah bahasa Arab bermakna penyerahan diri secara damai, penerimaan yang menyenangkan dan memperhambakan diri dengan tulus terhadap segenap perintah Allah. Dengan demikian, agama Islam merupakan penyerahan diri yang menyenangkan terhadap kehendak Allah, taat kepada perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, berpegang teguh ajaran-Nya, mengikuti petunjuk dan bimbingan-Nya berdasarkan Islam yang kita miliki.
Islam tidak didasarkan atas penyimpangan dan iman tidak akan terwujud tanpa perbuatan nyata (Al-Najjar, 1988).Islam artinya “pasrah” atau “patuh” kepada Allah. Orang Islam bermakna muslim yang patuh kepada seluruh perintah Allah, sementara orang yang menolak atau tidak mematuhi Allah, maka dia dinamakan kufur (ingkar), lihat Dr. Muhammad Imaduddin Abdul Rahim (2002). Orang Islam identik dengan orang yang patuh dan ta’at kepada perintah Allah dan Rasul SAW dan sesuai dengan makna Islam itu sendiri, namun jika seorang muslim gagal menjalankan kepatuhannya kepada segenap perintah Allah dan Rasul maka predikat “patuh, ta’at, dan pasrah kepada perintah Allah dan Rasul perlu ditinjau kembali sebab dia/mereka telah melakukan yang melanggar ajaran Islam.
Pendidikan merupakan suatu proses transmisi secara formal dan informal yaitu ilmu pengetahuan dan keahlian yang terjadi antara satu generasi ke generasi berikutnya (Dawi, 2002). Sedangkan (Langgulung, 1991) memberikan definisi tentang pendidikan berdasarkan tinjauan kemasyarakatan dan individu.
Dari segi kemasyarakatan pendidikan bermakna warisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan dengan kata lain masyarakat memiliki nilai-nilai budaya atau adat-istiadat yang ingin diwariskan kepada generasi berikutnya agar tetap dilestarikan. Dari segi individu pendidikan dapat dimaknakan sebagai pengembangan potensi-potensi pada diri manusia yang terpendam dan tersembunyi, individu itu laksana lautan yang dalam yang penuh dengan mutiara dan bermacam-macam ikan dan kehidupan air lainnya, tetapi tidak kelihatan.
Pendidikan Islam pada intinya adalah wahana pembentukan manusia yang berbudi luhur. Dalam ajaran Islam masalah akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman, keimanan merupakan hati, akhlak adalah pantulan iman yang berupa prilaku, ucapan dan sikap. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa akhlak adalah amal shaleh, iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran karenan Allah semata (Ainurrofiq Dawam, 2003)
Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang berusaha mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dengan segala kemampuannya. Termasuklah kedalamnya pengembangan segala segi kehidupan manusia/masyarakat misalnya sosial budaya, ekonomi dan politik; serta bersedia menyelesaikan problema masyarakat masa kini dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memilihara sejarah dan kebudayaannya (Omar al-Syaibani, 1991).
Pendidikan Islam perlu memikirkan baik secara jangka panjang maupun jangka pendek, masa aman maupun masa darurat. Sebagai contoh bagaimana menangani permasalahan pendidikan anak-anak dan orang dewasa pasca gempa bumi dan tsunami di Aceh di kamp-kamp pengungsian dan di rumah-rumah penduduk yang bertebaran di mana-mana.
Pendidikan Islam lebih banyak dihadapkan kepada akhlak dan sopan santun serta penghayatan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari (Mohd Kamal Hasan, 2003). Pendidikan Islam sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi keruntuhan moral, penangkalan aqidah, budaya korup dan sejenisnya. Karena itu pendidikan Islam secara sempurna menggunakan kurikulum yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah contoh bagaimana Allah mendidik Rasul dan para ambiya-Nya, bagaimana Nabi Muhammad SAW mendidik para sahabat-Nya dan umat Islam secara umum sewaktu baginda berkuasa. Jadilah contoh teladan yang harus diikuti dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dalam rangka mendapat kejayaan dalam pelaksanaan pendidikan Islam perlu adanya keterlibatan keluarga/orang tua dan masyarakat sebagai penanggung jawab secara formal maupun informal.
Islam memiliki cara tersendiri bagaimana mendidik dan mengajarkan anak-anak dan generasi muda dan juga mempunyai bahan pelajran yang sesuai dengan peringkat umur dan peredaran masa dan ini bisa dipelajari dan kembali kepada pendidikan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Baginda telah berhasil mendidik para sahabat dan anak-anak orang Islam, serta para muallaf yang baru memeluk agama Islam.
Model pendidikan Islam ala Rasulullah SAW perlu dijadikan modal dan uswatun hasanah dalam mendidik generasi muda dalam setiap zaman.Muhammad SAW sebagai pemerintah, orang tua, pendidik dan sekaligus sebagai wakil Allah di bumi ini yang telah terbukti keberhasilannya dalam mendidik dan menggembleng para sahabatnya dan ummat Islam secara umum ketika beliau masih hidup. Ini sebagai pertanda bahwa untuk berhasilnya pendidikan haruslah adanya komitmen sejumlah orang dan institusi yang saling bahu membahu memantau dan memberi perhatian terlaksananya proses belajar dan mengajar. Kepedulian semua pihak menunjukkan adanya perasaan bersama dalam membangun bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Dukungan dan Tanggungjawab Keluarga
Ini adalah tanggungjawab yang menyeluruh yang diletakkan oleh Islam di leher setiap muslim, yang tak ada seorangpun bebas darinya. Sehingga kedua orang tua bertanggungjawab untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang cermat (Ash-Shafti, 2003). Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan dalam menentukan kemana arah pendidikan anak-anak. Peranan orang tua sangatlah menentukan dalam mendidik, membimbing, dan memberi semangat belajar kepada anak-anak. Kita harus tahu bahwa seorang anak selalu siap untuk menyerap segala bentuk pendidikan dan pengajaran. Jika bapak, ibu atau walinya berkehendak, maka mereka dapat merubah seorang anak menjadi manusia teladan (Sultani, 2004).
Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua supaya mereka dididik dengan baik, diberi nama dengan baik, diberi pendidikan dengan secukupnya, diajarkan dasar-dasar pendidikan Islam dan halal-haram, baik dan buruk serta akhlak yang mulia. Dalam Al-quran Allah berfirman yang artinya “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu…….” (Q. S ; at-Tahrim: 6)
Di samping memenuhi dukungan materil dan spirituil kepada anak-anak untuk belajar, orang tua atau pihak keluarga perlu mengirim anak-anak mereka untuk mencari ilmunya agar dapat mengenal Allah dengan asma-Nya, sifat-Nya, mengetahui perkara-perkara yang dibenci-Nya dan mengetahui jalan untuk mencapai kecintaan-Nya serta menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Apabila seseorang merasa mencapai ilmu itu, maka ia akan lebih takut kepada Allah sesuai dengan firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama”.
Perlu disadari bahwa keluarga merupakan unit pertama bagi masyarakat pada tahap institusi. Ini merupakan jembatan yang dilalui untuk generasi muda/anak-anak di masa yang akan datang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan sangat tersendiri untuk pendidikan awal. Keluarga merupakan lingkungan yang mula-mula sekali dihayati oleh seorang bayi setelah lahir. Dalam keluargalah ia berinteraksi dan mengambil dasar-dasar bahasa, nilai-nilai, standar prilaku, kebiasaan, kecendrungan jiwa dan sosial dan pembentukan nilai-nilai kepribadian. Keluarga juga merupakan sebuah institusi awal yang memenuhi kerja sama antara lelaki dengan perempuan serta sebagai pusat pembentukan kpribadian seorang anak (Al-Syaibani, 1991)
Tanggung jawab kesatuan dan kebersamaan keluarga terletak pada setiap individu di dalam keluarga. Dalam keluargalah mulai dibina rasa sayang terhadap yang kecil dan menghormati yang besar dan juga menghormati kedua orang tua (Hasan Manshur,2002). Dan ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang bermakna : “Bukan termasuk golongan kami, seorang yang tidak menghormati yang besar dan tidak menyayangi yang kecil”.Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya menebarkan rasa kasih sayang dan saling menghormati antara yang besar dengan yang kecil dan pembinaan ini dimulai dari rumah atas bimbingan seorang ayah dan ibu/keluarga.
Islam sangat konsen terhadap kasih sayang dan penghormatan karena perkara ini akan mengundang keharmonisan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Ini merupakan dambaan semua manusia yang normal yang perlu dikasihi dan disayangi serta begitu pula sebaliknya tidak suka dibenci dan dimusuhi.
Keluargalah yang membuka mata seorang anak dan dari sinilah dimulainya pengenalan tentang baik dan buruk serta halal dan haram yang selalu kita dengar dari mulut ayah dan ibu. Peranan mereka sangatlah besar baik dalam mendidik maupun dalam memberikan pendidikan awal bagi setiap anak, oleh karena itu ilmu dan kewibawaan ayah dan ibu benar-benar diperlukan untuk menentukan masa depan anak dan kelangsungan hidup mereka dalam bermasyarakat.
IIIDukungan dan Tanggungjawab Masyarakat
Masyarakat Islam dan pendidikan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan di antara keduanya (Muhammad AR, 2003). Banyak perintah melalui hadits Rasulullah SAW yang menyuruh kita untuk belajar atau menuntut ilmu. Tugas ini pertama lebih dipundakkan kepada individu dan peran orang tua dalam keluarga, kemudian masyarakatpun tidak boleh lepas tangan dan menghindari tanggungjawab mereka dalam memantau pendidikan generasi muda.
Terjadinya dekadensi moral generasi muda dalam masyarakat bukan tidak mungkin karena kurang pedulinya masyarakat. Masyarakat yang di dalamnya ada pemerintah yang terdiri dari pejabat sipil dan militer perlu menjaga dan memelihara merebaknya penyakit masyarakat apabila mereka sungguh merespon dan membuka mata terhadap gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini pendidikan anak-anak dan generasi muda diperlukan banyak kependulian masyarakat apalagi masyarakat Aceh yang menjadi korban gempa bumi dan tsunami setelah tanggal 26 Desember 2005.
Pendidikan begitu penting bagi individu dan masyarakat. Kepentingan pendidikan tidak hanya terbatas kepada suatu umat/kaum, masyarakat tertentu atau khusus untuk suatu zaman/masa saja, tetapi meliputi seluruh umat dan segala zaman dan termasuklah umat Islam pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu wajib bagi masyarakat Islam, pemimpin dan para ulama serta intelektual memberikan perhatian penuh terhadap kelangsungan pendidikan anak bangsa (Langgulung, 1991).
IV Tugas Pengajaran Pendidikan Islam
Pasca gempa bumi dan tsunami banyak gedung sekolah hancur, banyak murid dan guru meninggal dunia. Kebanyakan orang serta anak-anak tinggal di kamp-kamp dan barak-barak pengungsian, aktivitas belajar mengajarpun sangat bervariasi tempatnya, begitu pula pendidikan agama yang belum terorganisir dengan rapi/permanen.
Banyak bantuan datang dari berbagai pihak tanpa mengira bangsa atau agama mereka, namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan situasi ini dengan dalih memberi bantuan disertai dengan misi tertentu yang harus dilaksanakan menurut pesan sponsor. Bagaimana sikap masyarakat, orang tua, dan unsur-unsur lainnya menangani pendidikan Islam dalam situasi kritis ini? Ini sebuah tugas mulia dan kepada setiap muslim dipundakkan kewajiban tersebut, mahu tidak mahu, harus dilaksanakan walau dalam situasi apapun.
Dalam pendidikan Islam, seorang guru bertanggung jawab mendidik murid, mendewasakannya, menjadikannya jujur dan berbudi pekerti luhur, membuat mareka terampil demi mempersiapkan masa depan mareka …….( Muhammad AR, 2003) Menurut perfektif Islam guru adalah sebuah profesi yang ditugaskan untuk membentuk manusia yang kamil sehingga anak didik mampu memahami dan menghayati apa tugas mareka terhadap diri sendiri, masyarakat, alam sekeliling dan terhadap Allah SWT sebagai Khalik.
Guru sama dengan pemimpin negara dalam mendidik masyarakat karena merupakan ibadah. Dalam pendidikan Islam, kita di suruh mencari ilmu agar kita dapat memahami yang hak atau yang benar dan membedakan yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan merusak. Begitulah tingginya kedudukan manusia yang berilmu dan pengajar ilmu kepada orang lain (guru) menurut pandangan Islam (Sufean Hussin, 1996)
Dalam rangka menjalankan tugas pengajaran dan penyebaran pendidikan Islam maka tugas guru adalah sangat berat demi mendidik anak bangsa. Menurut Atan Long (1988) seorang guru perlu kiranya introspeksi apakah dia, paling tidak, memiliki tiga sifat penting yaitu
(1) Kepribadian, (2) Latar belakang Pengetahuan, (3) Metode atau cara penyampaian.Dalam masyarakat Islam, seorang guru yang bergelut dalam dunia pendidikan Islam perlu memiliki persediaan awal untuk dapat memastikan apakah kejayaan di capai dalam mengajar. Akhlak guru, ilmu yang dimiliki guru, sikap guru, kesabaran, keikhlasan, metodologi penyampaian.
Pengajaran kepada murid merupakan hal-hal yang perlu dimiliki untuk mentransfer ilmu pengetahuan.Keberhasilan dan keberkesanan pendidikan Islam ada kaitannya dengan kesadaran para guru terhadap tanggung jawab, kesempurnaan ilmunya dan keluhuran budi pekertinya. Ini merupakan kriteria pribadi pendidik yang perlu dimiliki dalam menyampaikan pendidikan. Dalam Islam, ilmuwan, para intelektual, gur, ulama tidak dibenarkan membisu di tengah umat yang sedang sakarat. Sebagai pewaris nabi, mereka sebagai tempat terhimpunnya khazanah ilmu Allah dari sudut fakta dan tafsiran.
Guru sebagai cermin dalam kehidupan dan panutan bagi murid dan masyarakat (lihat Ahmad bin Mohd Salleh, 1995).Dalam proses belajar mengajar sudah pasti melibatkan dua pihak yaitu pengajar dan yang diajar atau antara guru dan murid, antara pelatih dan yang dilatih. Target pelatihan atau pengajaran memang pasti ada dan metode penyampaian pun sangat berbeda-beda dalam mencapai target tersebut. Dalam hal ini guru/pelatih/instruktur perlu menggunakan media pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Arief S. Sadiman dkk (2003) mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima atau dari tutor kepada peserta sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat murid/peserta/partisipan sehingga terjadilah proses belajar mengajar dengan lancar.
Hasan Manshur (2002) menambahkan bahwa seorang guru yang bertugas menyampaikan pendidikan Islam kepada siswa harus memiliki beberapa kriteria: 1) guru harus ikhlas karena Allah, 2) guru hjarus menjadi tauladan bagi murid/siswa, 3) gurus harus membalas penghormatan murid dan menanamkan rasa kasih sayang dengan mereka, 4) guru harus berlaku adil dalam setiap aktivitasnya di sekolah, 5) gurus harus menguasai ilmu yang diajarkan dan harus banyak membaca sebagai rujukan, 6) guru harus menyampaikan pengalaman hidupnya dan keberhasilannya kepada murid, dan 7) guru harus menanamkan semangat untuk berijtihad dan mengandalkan diri sendiri dalam berpendapat kepada para muridnya, khususnya para pelajar remaja.
Bibliographi
Abdul Rahim, Muhammad ‘Imaduddin. (2003). Islam Sistem Nilai Terpadu. Jakarta; Gema Insani Press. Ahmad bin Mohd Salleh. (1995). Pendidikan Islam (Dinamika Guru). Shah Alam, Malaysia: Fajar Bakti SDN. BHD. Ainurrofiq Dawam dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Al-Najjar, Zaghlul R. (1988). Source and Purpose of Knowledge. The International Institute of Islamic Thought. Islamization of Knowledge Series No. 5 Al- Syaibani, Omar dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Al-Syaibani, Omar. (1991). Falsafah Pendidikan Islam. Shah alam, Malaysia: Hizbi. Arief S. Sadiman, R. Rahardjo, Anung Haryono dan Rahardjito. (2003) cetakan ketujuh. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ash-Dshafti, Ali Muhammad Khalil. (2003). Iltizam Membangun Komitmen Seorang Muslim. Jakarta: Gema Insani Press. Azizah Othman dalam Mardzelah Makhsin. (2003). Pendidikan Islam 1: Buku Rujukan bagi Konsep-Konsep Asas Pengajian Islam seperti Fekah, Akhlak dan Sirah. Pahang , Malaysia: PTS Publications & Distributors SDN. BHD. Dawi, Amir Hasan. (2002). Penteorian Sosiologi dan Pendidikan. Edisi kedua. Tanjong Malim, Malaysia: Quantum Books. Hasan Manshur, Syaikh Hasan. (2002). Metode Islam Dalam Mendidik Remaja. Jakarta: Penerbit Buku Islami Mustaqim. Hussin, Sufean. (1996). Pendidikan di Malaysia: Sejarah, Sistem dan Falsafah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Langgulung, Hasan. (1991). Asas-Asas Pendidikan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Long, Atan. (1988). Psikologi Pendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Mohd Kamal Hasan dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Makhsin, Mardzelah. Ed. (2003). Pendidikan Islam 1: Buku Rujukan bagi Konsep-Konsep Asas Pengajian Islam seperti Fekah, Akhlak dan Sirah. Pahang , Malaysia: PTS Publications & Distributors SDN. BHD. Sultani, Gulam Reza. (2004). Hati Yang Bersih Kunci Ketenangan Jiwa. Jakarta: Pustaka Zahra.
[1] Makalah ini Disampaikan Pada Acara Pelatihan Guru Dayah Se Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di Dayah Tgk Syi’ di Beureu-eh, Beureunuen dari Tgl 18 s/d 20 Maret 2005.