Prof. Syabuddin Gade

Oleh Prof Syabuddin Gade

Imam an-Nasai, meriwayatkan sebuah hadis Rasulullah SAW tentang empat golongan manusia yang dibenci Allah, yaitu;
أربعة يبغضهم الله تعالى؛ البياع الحلاف، والفقير المختال، والشيخ الزاني والإمام الجائر (رواه النسائي)
Artinya;
Empat golongan manusia yang dibenci Allah; penjual yang suka menabur sumpah, orang faqir yang sombong, orang tua penzina, dan pemimpin yang zalim (H.R. An-Nasai).

Jika ditelusuri makna hadis tersebut, maka di dalamnya terkandung pesan yang amat lugas dan jelas. Secara tekstual, di dalamnya terkandung empat golongan yang dibenci Allah.

Pertama, penjual atau pedagang yang menabur sumpah untuk meyakinkan pembeli agar barang dagangannya laku padahal boleh jadi barang dagangannya sudah kusut, lusuh, jelek, busuk, kadaluarsa, dan lain sebagainya. Ia berusaha meyakinkan pembeli dengan sumpahnya.

Golongan manusia semacam ini rupa-rupanya sudah muncul di era Nabi Muhammad SAW, bahkan di era jahiliah sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasul dan ternyata masih saja ditemukan dalam berbagai transaksi perdagangan era sekarang, mungkin teknisnya berbeda sambil menutup-nutupi kekurangan barang dagangannya. Karena itu, tuedukasi Rasullullah saw bukan hanya hendak menjelaskan kebencian Allah terhadap golongan pedagang yang suka menabur sumpah dalam transaksi jual beli, tapi jauh dari itu, agar umatnya kelak —jika ia memilih profesi pedagang— tidak mengikuti dan tidak berperilaku sebagai pedagang yang menaburkan sumpah demi lakunya barang dagangannya dengan rela berbohong. Sebab perilaku pedagang semacam ini akan mengundang kebencian Allah. Jika Allah sudah benci, maka pedagang itu pasti akan memperoleh keruagian yang besar cepat ataupun lambat. Betapa tidak, pembeli yang melakukan transaksi atas dasar kebohongan si penjual tentu akan sangat menyakitkan hatinya dan dipastikan ia tidak akan membeli lagi barang dagangan dari pedagang yang menabur sumpah kebohongan. Bahkan, sipembeli akan berkampanye bahwa “pedagang A” adalah sipenabur sumpah dan pembohong”. Hal semacam ini tentu bisa dibayangkan betapa nasib buruk yang akan menimpa pedagang semacam itu.

Kedua, orang faqir sombong. Allah benci kepada orang faqir yang menyombongkan diri, faqir di sini boleh jadi faqir harta atau faqir ilmu. Jadi, orang faqir pada sekurang-kurangnya sadar, tawadhu’ dan qanaah dengan keadaannya. Akan lebih baik lagi kalau ia terus berusaha memperbaiki keadaannya menjadi lebih baik, bukan justeru menyombongkan diri, karena orang faqir sombong akan mengundang kebencian dari Allah. Sebab, sesungguhnya yang berhak menyombongkan diri hanyalah Allah. Karena itu, tujuan edukasi Rasulullah dakam konteks ini adalah mengirim pesan kepada umatnya, terutama para fuqara, agar menjauhkan diri dari sikap sombong.

Ketiga, orang tua penzina (al-Syaikh al-Zani). Secara etimologis kata “al-syaikh” paling kurang mengandung tiga makna, antara lain; 1) “orang tua”, yakni orang yang berumur tua. Jika orang ini berzina, maka amatlah dibenci oleh Allah. Sebab, secara biologis, orang berumur tua nafsu libidonya sudah berkurang –‘tidak menggebu-gebu seperti anak muda. Seharusnya tidak terjebak dalam perbuatan zina, karena nafsu syahwat yang memaksanya malakukan zina sudah berkurang. Tetapi, ini bukan bermaksud anak muda boleh melakukan zina, zina tetap perbuatan keji yang haram dilakukan oleh setiap muslim dan mulimah; 2) Sebuah laqab bagi orang alim. Sering seorang ulama diberi laqab “syaikh”, karena kedalaman ilmu agamanya. Jika orang alim berzina, maka ini amat dibenci Allah. Seharusnya ia bisa menahan nafsu syahwat dengan ilmu dan imannya.

Perilaku semacam ini sering dikisahkan seperti kisah Syeikh Bal’am, bahkan kisah semacam ini sering terulang pada era sekarang di mana sering diberitakan di media tentang “orang alim” yang terjebak dalam selingkuh atau zina; 3) Dalam konteks kajian fiqih atau hadis, kata “al-syeikh” diartikan secara lebih sepesifik, yakni orang yang menyampaikan hadis atau orang yang darinya diambil hadis. Jika orang sekelas ini berzina tentu amat dimarahi Allah, sebab secara keilmuan ia pasti tahu betapa banyak hadis Rasulullah saw yang melarang tentang perbustan zina. Karena itu, dalam konteks ini tujuan edukasi Rasulullah saw adalah mengirim pesan kepada umatnya agar menjauhkan diri dari zina.

Keempat, pemimpin yang zalim. Pemimpin adalah orang yang melayani, membuat kebujakan dan mengambil keputusan terbaik bagi kepentingan dan hajat hidup rakyat di bawah kekuasaannya.

Ia harus mempertanggungjawabkan kekuasaanya itu bukan hanya di hadapan rakyat tetapi juga di hadapan Allah. Seorang pemimpin tidak boleh menzalimi, menyakiti merusak kepentingan rakyat, apalagi membungkam kebebasan dan menghilangkan nyawa rakyat.

Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit pemimpin yang berlaku zalim delam berbagai bentuk terhadap rakyatnya. Sejarah mencatat betapa kejamnya Genghis Khan, Hitler, Timur Lenk, Wu Zetian, Pol Pot, Slobodan Milosevic, dan lain-lain.

Apakah di Indonesia ada pemimpin yang kejam pada rakyatnya sendiri? Silakan baca sendiri sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia Indonesia? Karena itu, tujuan edukasi Rasulullah dalam konteks ini adalah menyampaikan pesan agar umatnya yang bertindak atau diberi amanah sebagai pemimpin tidak berlaku zalim kepada bawahan atau rakyatnya, karena kebencian Allah akan menimpa pemimpin yang zalim, baik pemimpin zalim itu beragama Islam ataupun tidak.

Golongan kedua, ketiga dan keempat tersebut juga dijelaskan dalam hadis yang lain dengan lafaz yang agak berbeda, yaitu;

وَعنْ أبي هريرة قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّه ﷺ: ثَلاثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمْ اللَّه يوْمَ الْقِيَامةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ، وَلا ينْظُرُ إلَيْهِمْ، ولَهُمْ عذَابٌ أليمٌ: شَيْخٌ زَانٍ، ومَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِل مُسْتَكْبِرٌ رواهُ مسلم.

Artinya; Dari Abi Hurairah ra berkata, bagwa telah bersabda Rasulullah saw; tiga golongan manusia tidak disapa, tidak disucikan, tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, bahkan mereka akan ditimpa azab yang pedih, yakni; syaikh yang berzina, pemimpin pembohong, dan orang faqir yang sombong. ( H.R. Muslim).

Karena itu, jika ditelusuri lebih dalam tujuan edukatif yang terkandung dalam hadis tersebut bukan hanya sekedar menerangkan klasifikasi golongan manusia yang dibenci Allah, tetapi Rasulullah menginginkan agar umatnya menjauhkan diri dari keempat golongan manusia tersebut. Jika umat Islam mampu menjauhkan diri dari keempat golongan tersebut, maka mereka bukan hanya akan jauh dari kebencian Allah, tetapi mereka akan mendapatkan kasih sayang (ar-rahmu) kelembutan (al-hilm) ketenangan (sakinah) dan ridha dari Allah (al-ridha min Allah). Wallahu A’lam.


Oleh Afrizal Refo, MA

Tahun baru adalah momen saat di mana masyarakat merayakan pergantian tahun dari tahun yang sudah berlalu ke tahun yang akan datang. Akan tetapi telah terjadi berbagai polemik terhadap umat Islam di Indonesia khususnya dengan melakukan berbagai kegiatan perayaan tahun baru yang menyerupai agama lain yang meniup terompet, bakar kembang api, mercon dan sampai dengan melakukan maksiat dimalam pergantian tahun baru tersebut.

Lalu bagaimana hukum merayakan tahun baru menurut agama Islam? Karena, merayakan tahun baru dianggap haram karena merupakan tradisi non Islam yang berasal dari budaya Barat.

Sejarah Tahun Baru Masehi
Perayaan tahun baru ini dimulai pertama kali pada tahun 46 SM, pada masa kekuasaa Kaisar Romawi, yaitu Julius Caesar.

Ia mengganti penanggalan Romawi yang terdiri dari 10 bulan (304 hari), yang dibuat oleh Romulus pada abad ke-8 menjadi 1 tahun terdiri atas 365 hari. Saat itu ia dibantu dengan Sosigenes, seorang ahli astronomi asal Iskandariyah, Mesir. Nama pada bulan Januari ini diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus, yang memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan ke belakang.

Masyarakat Romawi juga meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk. Julius Caesar juga setuju untuk menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM, sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.

Untuk menghormati Dewa Janus, maka orang-orang Romawi mengadakan perayaan setiap tanggal 31 Desember tengah malam untuk menyambut 1 Januari.

Oleh karena itu pada saat tahun baru tersebut orang-orang kafir mengagung-agungkan setiap perbuatan yang mereka adakan di tempat-tempat atau waktu-waktu seperti ini, maka hal itu termasuk hari besar mereka.

Akan tetapi setiap waktu dan tempat yang mereka agungkan yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam agama Islam.

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi
Merayakan tahun baru Masehi masih kerap menjadi pertanyaan bagi sebagian besar umat Islam. Mengingat bahwa kalender Masehi sendiri bukanlah milik umat Islam. Lalu, bagaimana hukum merayakannya?

Secara umum, para ulama sepakat untuk tidak merayakan tahun baru Masehi. Salah satu alasannya yaitu hal-hal yang dilakukan dalam perayaan itu bisa menjerumuskan pada maksiat, misalnya saja berfoya-foya, menghambur-hamburkan uang untuk membeli petasan dan membakar kembang api bahkan ada yang melakukan perbuatan zina pada malam pergantian tahun baru tersebut.

Selain itu, jika umat Islam merayakannya berarti telah mengikuti budaya kafir dan itu tidaklah diperkenankan. Karena, mengikuti budaya tersebut disebabkan oleh lemahnya iman yang dimiliki oleh seorang muslim.

Hal ini dijelaskan juga dalam kitab Al Mi’yar al Ma’riby, Ar Raudhah, Faydhul Qodir, Hasyiyah al Jamal ala al Minhaaj, dan Ihyaa ‘Ulumuuddin, bahwa merayakan tahun baru hukumnya haram karena dianggap tasyabbuh atau menyerupai orang kafir, karena tidak memberi manfaat apa-apa.

Dalil Al-Qur’an yang melarang seorang muslim untuk menyerupai orang kafir dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 120 yang artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah.

Di samping itu, Rasulullah SAW juga bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Daud)

Berdasarkan Dalil Alquran dan Hadits Nabi SAW tersebut secara jelas menerangkan bahwa ikut serta dalam merayakan hari-hari besar kaum musyirikin (Tahun Baru, Natal, Valentine, dll) haram dilakukan oleh umat Islam. Momen tahun baru atau momen-momen lainnya dihukumi haram karena merupakan pencampuradukan antara al haq dan kebathilan yang mana lebih banyak mudharatnya ketimbang sisi positifnya.

Oleh karena itu diharapkan kepada seluruh kaum muslimin dan seluruh pemuda-pemudi untuk tidak merayakan kegiatan apapun dimalam pergantian tahun baru tersebut. Karena malam tersebut sama dengan malam lainnya tidak ada yang istimewa dan ditakutkan kita akan terjerumus kedalam perkara yang diharamkan oleh Allah.

Penulis adalah Dosen PAI IAIN Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa


Oleh Prof. Dr.Muhammad AR. M.Ed

Kalau kita lihat video atau media yang memperlihatkan cara bekerja dan berkelakuan tentara Israel terhadap ummat Islam Palestina, maka tidak ada manusia normal yang mengaku mereka beradab. Namun ada juga penyokongnya Amerika, Jerman, Inggris, Perancis dan negara-negara agen Israel lainnya.

Gambar-gambar yang ditampilkan dalam media semuanya seperti singa dan harimau memangsa lawan-lawannya yang tidak kenal belas kasihan, oleh karena itu setiap orang yang waras pikirannya dan jernih otaknya, maka mereka akan berkesimpulan bahwa bangsa Yahudi Zionis adalah super biadab di atas muka bumi ini.

Bukti otentik adalah sejak 7 Oktober 2023 hingga 25 November 2023. lebih kurang empat belas ribu dua ratus (14. 200) ummat Islam Palestina dibantai dan yang paling banyak adalah anak-anak dan wanita.
Belum lagi kalau kita runut kebelakang bagaimana kejamnya Arie Sharon membantai umat Islam dalam kamp Shabra & Shatila tibusn umat Islam syahid. Dan wajar Allah mengazabnya selama delapan tahun koma dan strok di rumah sakit di Israel. Belum lagi di alam kubur dan di hari akhirat kelak. Dan sekarang ini penghisap darah ummat Islam itu bernama Benjamin Netanyahu dan didukung oleh si tua dari paman Sam yang juga haus darah ummat Islam.

Bukan hanya itu, jika ada tawanan yang ditangkap oleh tentara Israel, lebih baik mati dari pada diintrogasi oleh tentara mereka walaupun itu sanderanya anak-anak. Demikian biadabnya mereka sehingga bangsa-bangsa pengagung demokrasi dan pengusung HAM terdiam seperti dicekik oleh Buno (sejenis hantu yang selalu mencekik orang tidur dimalam hari).

Sebenarnya arti demokrasi dan HAM adalah membantai semua ummat Islam di negerinya dan kemudian mengusir mereka dari tanah airnya dan mengambil negeri mereka. Contohnya Pemerintah Budha Miyanmar terhadap Muslim Rohingya dan kini sedang berlangsung Di Gaza (Palestina) oleh Bangsa Terkutuk yaitu Yahudi. Inilah arti demokrasi dan HAM yang dimaknai oleh Amerika , Eropa, Thailand, Viatnam, India, Singapura, Filipina dll. Mereka ketika melihat umat Islam matanya buta, hatinya bengkak, telinganya tuli, perasaanya seperti kulit gajah, dan begitulah manusia biadab yang sentiada mengagung-agungkan demokrasi dan HAM.

Umat Islam teroris karena mempertahankan agamanya, harga dirinya, nyawanya, harkat dan martabatnya, serta tanah airnya. Begitulah pikiran Yahud dan pengikut setianya. Kita ummat Islam memiliki senjata yang paling ampuh yaitu doa kepada Allah karena jangan pernah luput berdoa kepada saudara kita di Palestina dan di seluruh dunia; senhata verikutnya adalah boykot semua barang atau produk Yahudi dan pendukungnya, mungkin dalam sebulan kedepan kita dapat menyaksikan kehancurannya dengan izin Allah.

Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed

 Ibadah qurban (penyembelihan hewan) yang dilakukan oleh kaum muslimin dan muslimat pada setiap Hari Raya Idul Adha adalah sebuah model peribadatan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Ibadah ini bermula diawali oleh Nabi Ibrahim a.s. yang bermimpi untuk menyembelih anaknya tercinta yaitu Nabi Ismail a.s. Memang mimpi bagi para Nabi adalah sebuah kebenaran bahkan banyak wahyu yang diterima oleh para Nabi, diantaranya  adalah melalui mimpi.  Karena itu mimpi Nabi Ibrahim a.s. adalah hal yang biasa bagi beliau karena ini terjadi bukan hanya satu kali perintah untuk menyembelih anaknya Ismail. Bahkan menurut riwayat, Nabi Ibrahim tiga malam berturut-turut bermimpi menyembelih anaknya Islamil. Ketika  persoalan ini disampaikan kepada anaknya, Ismail, dia dengan senang hati menerimanya.

Mungkin jika ini berlaku bagi manusia biasa, sudah pasti tidak akan dilakukan atau dituruti karena manusia terlalu banyak menggunakan logika dan sangat kurang percaya kepada hal-hal yang transcendental (yang tidak dapat dijangkau akal). Memang benar bahwa Allah akan menguji seseorang sesuai kemampuannya. Karena itu betapapun hebatnya manusia selain Nabi atau Rasul Allah, maka kemampuan sabar menerima cobaan dan hinaan serta cacian tidak wujud pada manusia. Namun  Nabi Allah dan Rasul All-lah  yang sanggup menerima ujian betapapun hebatnya cobaan atau ujian yang menimpanya.

Cobaan dan ujian yang diterima Nabi Ibrahim a.s. dan anaknya Ismail adalah sangat berat bagi ukuran manusia biasa dan bahkan sulit dipercaya dengan akal sehat untuk menyembelih anak manusia. Namun yang diuji ini adalah para Nabi sudah pasti  segala rintangan dan tantangan ini akan dihadapi dengan kesabaran karena mereka telah dibekali oleh Allah bahwa kesabaran ujung-ujungnya adalah kemenangan dan ini pasti. Demikian pula Ibunda Nabi Ismail, Siti Hajar, yang bukan pertama kali menerima  ujian ini dari Allah, bahkan ketika Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di Lembah Bekaa (Makkah) yang tandus dan kering kerontang dan tidak ada seorang manusiapun saat itu disekelilingnya, namun mereka siap ditinggalkan oleh suaminya, Nabi Ibrahim asalkan itu datangnya dari Allah azza wajalla. Sebegitu yakinnya mereka terhadap eksistensi Allah  dalam darah dagingnya sehingga tidak terbetik sedikitpun kegusarannya.

Inilah model keluarga yang paling tangguh dari segi ketauhidannya kepada satu-satunya Penguasa Langit dan Bumi. Inilah keluarga yang memiliki ketahanan lahir dan batin dan tidak pernah terbetik sedikitpun keengganan dalam hatinya untuk mengingkari perintah Allah swt. Ketauhidan Ibrahim, Ismail, dan Hajar mungkin tidak salah kalau kita mengikutinya dalam hal bagaimana kita percaya akan Keagungan Allah, Keperkasaan-Nya, dan Kemaha-Kuasaan-Nya serta Ketepatan janji-Nya.

Ketahanan Keluarga

dicontohi oleh ummat Islam  dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Disini kita melihat keluargaMungkin model ketahanan keluarga Nabi Ibrahim, anaknya Ismail, dan isterinya Hajar patut dic Nabi Ibrahim sangat patuh atau tha’at kepada perintah Allah apapun yang diperintahkan Allah tetap patuh untuk dikerjakan; kemudian Ismail sebagai seorang anak juga tidak akan pernah mengatakan ‘tidak’, terhadap apa yang diutarakan oleh bapaknya, Ibrahim; kemudian isterinya, Siti Hajar, tidak pernah menampakkan  keengganannya atau kesedihannya akan kehilangan putranya  karena tindakan suaminya untuk menyembelihnya. Ketiga orang ini sudah memiliki  ketauhidan yang sama dan tangguh serta sangat tha’at terhadap segala perintah Allah, tidak ada rasa kerisauan sedikitpun dalam hati mereka terhadap  keputusan Allah azza wajalla.

Melalui ibadah qurban ini setiap keluarga, jika tidak keberatan, boleh mengikuti  model ketaatan kepada Rabb dalam menjalankan segala perintahnya walaupun itu pahit dan penuh resiko. Allah tidak akan membebani manusia kalau mereka tidak mampu melaksanakannya, namun sebaliknya Allah akan menguji manusia sekedar kesanggupannya.  Selanjutnya Allah tidak akan mencelakakan hambanya dengan ujian yang Dia berikan, jika hamba yang diuji  dan dicoba dan bersabar dengannya, maka kemenangan dan kemuliaan akan disandangnya. Perlu diketahui bahwa Allah tudak akan mendhalimi hamba-Nya sedikitpun. Pelajaran berikutnya yang dapat kita petik dari keluarga Nabi Ibrahim adalah menjadikan Allah  sebagai pelindungnya, sebagai tempat bergantung, sebagai tempat berdoa dan meminta  dalam segala keadaan, karena itu mereka tidak pernah putus asa dari rahmat Allah. Akibat ketaatan dan menjadikan Allah sebagai tempat bergantung dan tempat memohon sesuatu, pisau yang hendak memotong  leher Ismail menjadi tumpul, leher Ismail digantikan dengan seekor kibas, dan inilah akabat kepatuhan.

Pendidikan Akhlak

Sesungguhnya kepatuhan anak terhadap orang tua (ibu-bapak) adalah sebuah kemuliaan, kepatuhan isteri kepada suaminya juga sebagai sebuah ketaatan, demikian pula kepatuha Ibrahim a.s. kepada perintah Allah lewat mimpinya adalah kepatuhan moral yang agung kepada Rabbnya. Ibadah Qurban ini merupakan symbol ketaqwaan dan keikhlasan dan Allah akan menerima pengorbanan ini karena ketawaannya kepada Allah. Kita kembali  kepada pengornanan anak Adam antara Habil dan Qabil. Ternyata pengorbanan Habil yang diterima Allah karena ketaqwaannya dan keshalehannya. Pengorbannan Qabil ditolak karena akhlak mulianya tidak dinampakan ketika melakukan pengorbanan.    Nampaknya disini perlu mengambil kira  bagaimana akhlak terhadap Allah yang diperlihatkan oleh Ibrahim dan Ismail atau para pengorban lainnya selanjutnya akhlak anak terhadap ayahnya atau orang tuanya antara Ismail  dan Ibrahim,  kemudian akhlak seorang isteri terhadap suaminya. Semuanya perlu akhlak mulia dibarengi dengan ketaqwaan, keikhlasan, kesalehan  dan kepedulian kepada sesama ummat manusia.

 Pengorbanan Kepada Syariat

Jika kita sudah memiliki harta dan kelebihan untuk berqurban di Hari Raya Idul Adha ini dengan menyembelih hewan  Qurban, dengan tujuannya adalah untuk mencapai nilai ketaqwaan, membantu fakir miskin, dan mempertahankan syariat Islam dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, dan bernegara, maka sungguh sangat aneh kalau syariat di bidang lainnya kita tinggalkan. Kalau berqurban menyembelih binantang sudah rela dilaksanakan, kenapa kita tidak berani dan ikhlas  berkorban untuk menghapuskan sistim ribawi di Aceh, mengapa kita tidak berani berkorban perasaan  dan tenaga  untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah di Aceh, mengapa kita tidak berani berkorban menolong pengemis di kedai-kedai dan restoran dan di lampu-lampu merah, anak-anak dibawah umur berjualan dan mengemis di traffic lights atau badut-badut berkeliaran di simpang-simpang jalan. Dan juga lain-lain fenomena di hampir seluruh kabupaten kota di Aceh, apakah dalam hal ini pemerintah tidak ada nyali untuk berkorban pemikiran, pengalokasian dana, dan pembinaan mereka yang suka mengemis dan terakhira melakukan patrol-patroli agar kota ini bersih dari orang-orang yang mengemis.  Wallahu ‘alam

Penulis adalah Guru Besar UIN Ar-Raniry


Oleh Afrizal Refo, MA

Umat Muslim di seluruh dunia saat ini sudah melaksanakan setengah lebih puasa bulan Ramadhan. Ada peristiwa penting yang terjadi pada Ramadhan adalah turunnya Al-Quran atau Nuzulul Quran.
Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya Alquran dari Allah kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril.

Kata nuzulul quran berasal dari dua kata yaitu nuzul dan Alquran. Secara harfiah arti kata nuzul adalah menurunkan sesuatu dari tempat tinggi ke rendah. Sementara, kata quran diambil dari Alquran yang merupakan kitab suci umat Islam.

Apabila digabungkan, arti nuzulul quran adalah proses turunnya Alquran dari tempat yang tinggi ke muka bumi. Arti lebih lengkapnya adalah peristiwa turunnya Alquran dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril.

Sejarah Nuzulul Quran

Proses turunnya Al-Quran ke bumi secara bertahap, di mana hal itu tidak dialami oleh kitab-kitab sebelumnya sehingga menunjukkan keagungan dan kemukjizatan Al-Quran seperti firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.S. Al Isra: 17)

Proses turunnya Alquran terjadi dalam dua tahap yakni, Tahap pertama, Alquran diturunkan pada malam lailatul qadar. Alquran diturunkan dari Lauh Mahfuz pada malam lailatul qadar. Tahap kedua, diturunkan secara bertahap melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.

Alquran pertama kali diturunkan saat Rasulullah SAW berada di Gua Hira pada tahun 610 M. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang menyendiri untuk menenangkan hati.

Pada saat yang bersamaan Allah SWT meminta Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyuNya kepada Rasulullah. Malaikat Jibril membawa ayat yang pertama kali diturunkan, surat Al-Alaq yang berisikan 5 ayat.

Malaikat Jibril meminta Nabi Muhammad SAW untuk membaca surat tersebut. Namun, Rasulullah bergeming dan mengatakan bahwa dirinya tidak bisa membaca surat tersebut.

Maka dari itu, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca melalui surat Al-Alaq.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya,” firman Allah dalam surat Al-Alaq ayat 1-5, ayat Alquran yang pertama kali diturunkan.

Surat ini jugalah yang menjadi penanda bahwa Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul.

Rasulullah tidak bisa membaca saat wahyu pertama diturunkan kepadanya, Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah SWT memerintahkan Rasulullah untuk membaca “Iqra” (bacalah). Wahyu tersebut adalah surah Al-Alaq (ayat 1-5). Ayat ini menjadi pendorong, penggerak dan memotivasi umat Islam untuk bisa membaca.

Setelah tahap pertama ini, Alquran turun secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun. Setiap ayat yang diturunkan oleh Allah SWT menyesuaikan dengan keadaan sosial, keagamaan, kisah-kisah para Nabi terdahulu hingga hikmah, di masa nabi.

Ayat terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al-Maidah ayat 3. Ayat itu turun sesudah waktu Ashar pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji terakhir.

Setelah itu, Nabi Muhammad pergi dari Makkah ke Madinah untuk mengumpulkan pada sahabat. Beliau memberikan kabar bahagia bahwa agama Islam telah sempurna dengan turunnya Alquran.

Para sahabat yang mendengar kabar bahagia tersebut, seraya berkata: “Agama kita telah sempurna. Agama kita telah sempurna.”

Perbedaan Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar

Nuzulul quran berkaitan dengan lailatul qadar. Itu karena keduanya merupakan malam saat Al-Qur’an diturunkan. Maka dari itu banyak yang menganggap keduanya sama. Padahal keduanya merupakan peristiwa berbeda.

Tentang turunnya Al-Qur’an di malam lailatul qadar tertera dalam surat Al-Qadr ayat 1-5
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Sementara tentang nuzulul quran tertera dalam Surat Al-Baqarah ayat 185.
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”

Para ulama kemudian menyimpulkan bahwa lailatul qadar adalah malam ketika Al-Qur’an diturunkan secara utuh untuk pertama kalinya. Sementara nuzulul quran adalah malam peristiwa turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad.

Keutamaan Nuzulul Quran

Dikutip dari sumber yang sama, Nuzulul Quran menunjukkan kekuatan hati Rasulullah SAW dan para sahabat dalam memperjuangkan dakwah dalam menyebarkan agama Islam kepada umat manusia yang tidak mudah dan penuh tantangan. Maka dari itu, Nuzulul Quran memiliki keistimewaan dan keutamaan berikut ini.

1. Malam Turunnya Al-Quran

Malam Nuzulul Quran yang pertama yaitu malam turunnya Al-Quran dan ini tidak terjadi di malam-malam yang lain. Kitab suci Al-Quran ini diturunkan bukan untuk Nabi Muhammad sendiri tetapi untuk menjadi pembeda antara hak dan bathil juga menjadi petunjuk bagi umat Muslim.

2. Diturunkannya Wahyu yang Pertama

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al Alaq ayat 1-5. Saat wahyu tersebut diturunkan, Nabi Muhammad sedang melakukan khalwat di Gua Hira. Setelah itu, datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu tersebut.

3. Diangkatnya Nabi Muhammad SAW

Menjadi Utusan Allah dan Menjadi Nabi yang Terakhir
Tepat setelah menerima wahyu yang pertama, Nabi Muhammad diangkat menjadi seorang Rasulullah. Beliau juga merupakan Nabi terakhir dalam sejarah Islam, yang artinya Nabi yang membawa kita dari zaman jahiliyah hingga menuju zaman yang terang benderang.

Demikianlah ringkasan singkat yang dapat di sampaikan mengenai pengertian, sejarah, perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul qadar serta keutamaan Nuzulul Quran yang akan kita temui di bulan Ramadhan ini, semoga bermanfaat ya.

Penulis: Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa dan Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa.


Oleh Afrizal Refo, MA

Aceh adalah salah satu daerah yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, Aceh memiliki tradisi khas yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi itu adalah “meugang” atau juga dikenal dengan sebutan Makmeugang.

Tradisi meugang merupakan sebuah tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat Aceh dan dilaksanakan di seluruh wilayah dalam Provinsi Aceh, khususnya pada umat Islam. Tradisi ini berupa pemotongan hewan (kerbau atau sapi). Selain kerbau dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek.

Meugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat dan yatim piatu oleh masyarakat Aceh. Meugang atau Makmeugang adalah tradisi menyembelih hewan berupa kerbau atau sapi dan dilaksanakan setahun tiga kali, yakni Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha

Tradisi Meugang di Aceh berlangsung selama dua hari yaitu meugang cet (meugang kecil) dan meugang Rayeuk (meugang besar) yang dilaksanakan sebelum ramadhan maupun sebelum lebaran. Semarak Meugang akan langsung terasa jika kita melewati sejumlah pasar kaget atau pasar musiman di Aceh.

Sejarah Meugang

Tradisi ini telah muncul bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Aceh yaitu sekitar abad ke-14 M. Ali Hasjimy menyebutkan bahwa tradisi ini sudah dimulai sejak masa kerajaan Aceh Darussalam. Tradisi meugang ini dilaksanakan oleh kerajaan di istana yang dihadiri oleh para sultan, menteri, para pembesar kerajaan serta ulama (Iskandar, 2010:48). Pada hari itu, raja memerintahkan kepada balai fakir yaitu badan yang menangani fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging, pakaian dan beras kepada fakir miskin dan dhuafa. Semua biayanya ditanggung oleh bendahara Silatu Rahim, yaitu lembaga yang menangani hubungan negara dan rakyat di kerajaan Aceh Darussalam (Hasjimy, 1983:151)

Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya dan rasa terima kasih kepada rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh ditaklukan oleh Belanda pada tahun 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh raja. Namun, karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, maka meugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun. Tradisi meugang juga dimanfaatkan oleh pahalawan Aceh dalam bergerilya, yakni daging sapi dan kambing diawetkan untuk perbekalan.

Pelaksanaan Meugang

Meugang sangat penting bagi masyarakat di Aceh, karena sesuai dengan anjuran agama Islam, datangnya bulan Ramadhan sebaiknya disambut dengan meriah, begitu juga dengan dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa yaitu hari Meugang, masyarakat Aceh merasa daging sapi atau lembu yang terbaik untuk dihidangkan. Meskipun yang utama dalam tradisi Meugang adalah daging sapi, namun ada juga masyarakat yang menambah menu masakannya dengan daging kambing, ayam juga bebek.

Seperti di pasar kaget atau pasar daging musiman di Aceh. Penjual daging meugang mulai menjajakan daging dari pukul 05.00 WIB pagi. Masyarakat pun terlihat antusias membeli daging meskipun harganya beragam mulai dari 160 ribu rupiah hingga 180 ribu rupiah perkilogramnya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi meugang

Dilihat dari konteks sejarah dahulu meugang atau daging sapi dibagikan kepada fakir miskin dan dinikmati oleh seluruh rakyat Aceh. Akan tetapi kalau dilihat sekarang meugang hanya dinikmati oleh kalangan kelas menengah dan kalangan kelas atas sedangkan untuk kalangan bawah terkadang tidak pernah mereka menikmati daging sapi, kalaupun ada itupun diwaktu kurban di hari raya Idhul Adha jika ada yang berkurban dikampungnya.
Semestinya hal ini bisa kita kembalikan kepada jayanya Islam dahulu yaitu nilai kepedulian saling berbagi diantara tetangga fakir miskin dan anak yatim yang tidak meugang dikarenakan harga daging sapi yang cukup mahal di Aceh sehingga ada Masyarakat Aceh yang tidak mampu membelinya.

Selain itu Perayaan meugang ini juga menjadi momen penting untuk berkumpul seluruh keluarga. Biasanya pada hari meugang, anak dan sanak saudara yang merantau atau telah berkeluarga dan tinggal di tempat yang jauh, mereka akan pulang dan berkumpul di hari Meugang. Nilai kebersamaan inilah yang ingin ditanamkan oleh umat Islam melalui tradisi meugang.

Harapannya tradisi meugang ini tetap dipertahankan oleh masyarakat Aceh dan bisa dinikmati oleh warganya baik yang kaya maupun miskin dan pemerintah setempat bisa menangani atas semua ini dan dapat menikmati daging sapi atau kerbau di hari meugang.

Penulis adalah Dosen PAI IAIN langsa dan Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa


Oleh Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA

MUQADDIMAH

Ramadhan datang, orang-orang beriman senang, Ramadhan datang, orang-orang bertaqwa menjadi riang, Ramadhan datang hamba yang beramal shalih menjadi tenang.

Kenapa semua itu terjadi pada mereka? Karena Allah mewajibkan Ramadhan kepada orang-orang yang beriman selaras dengan firmanNya dalam surah Al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Dengan demikian maka sangatlah patut kalau hanya orang-orang yang betul beriman, bertaqwa dan beramal shalih sajalah yang merasa senamg, girang, bahagia dan senang dengan kedatangan bulan suci Ramadhan. Dan sudah dapat dimaklumi bersama kalau banyak orang-orang yang tidak beriman, tidak bertaqwa dan tidak beramal shalih yang banyak meninggalkan puasa Ramadhan.

Untuk memberikan bukti nyata tentang gambaran ini tidak perlu jauh-jauh pergi ke luar negeri melainkan cukup pergi ke Medan, ke Jakarta, ke Bandung, ke Surabaya dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Di sana kita akan melihat banyak warung yang buka di siang hari bulan Ramadhan dan banyak orang Islam yang minum makan di warung-warung tersebut.

Itulah dia orang-orang yang bukan mukminin, bukan muttaqin dan bukan shalihin.

Berlandaskan kepada latarbelakang tersebut maka dapat dipastikan banyak orang Islam yang merasa tidak ada beda antara bulan Ramadhan dengan bulan-bulan lainnya dalam hidup dan kehidupan.

Mereka sama sekali tidak berkepentingan dengan penyambutan bulan Ramadhan karena mereka tidak menganggap puasa Ramadhan sebagai sebuah kewajiban yang berisiko tinggi manakala dibiarkan dan berpahala besar ketika dilaksanakan.

Hanya muslimin wal muslimat yang beriman, bertaqwa dan beramal shalih sajalah yang sibuk memikirkan bagaimana cara menyambut kedatangan bulan Ramadhan.

Untuk itulah gambaran tersebut kami huraikan dalam artikel singkat ini.

LANGKAH-LANGKAH YANG DITEMPUH

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam rangka menyambut kedatangan bulan Ramadhan:

Pertama, seluruh ummat Islam harus memasang niat untuk dapat, sanggup dan
sempurna melaksanakan puasa Ramadhan pada tahun yang ditargetkan.

Niat itu menunjukkan kepada sesuatu amalan yang akan dilaksanakan selaras dengan hadis riwayat Bukhari-Muslim:
innamal a’malu binniyyah wa innama likullimri-immanawa (sesungguhnya perbuatan itu sesuai dengan niat dan setiap amalan itu selaras dengan niat).

Bagi setiap muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal shalih tentunya jauh-jauh hari sudah memasang niat untuk melaksanakan puasa Ramadhan sehingga terpikat bagi mereka untuk melanjutkan niatnya itu;

Kedua, berdo’a kepada Allah agar sampai hajadnya untuk ketemu dan dapat
menyelesaikan puasa Ramadhan sebulan penuh.

Poin ini selaras dengan hadis Rasulullah SAW yang lazim disebutkan ummat Islam: “Allahumma barikni fi Rajab wa Sya’ban wa ballighni fi Ramadhan” (ya Allah berkatilah saya di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah saya kepada bulan Ramadhan).

Do’a merupakan shilahul mukmin (senjata paling ampuh bagi seorang mukmin), untuk itulah seorang muslim yang mengaku dirinya beriman harus berdo’a kepada Allah
terkait sesuatu yang diinginkannya dalam kehidupan ini termasuklah berdo’a agar ketemu Ramadhan, dapat berpuasa secara penuh sebulan dan bermakna sesuai dengan ketentuan Islam;

Ketiga, berilmu sebagai modal untuk benarnya pelaksanaan puasa Ramadhan.

Seorang muslim wajib memiliki ilmu fikih Ramadhan agar ibadah puasanya sesuai dengan ketentuan syari’ah Islam.

Banyak sudah orang-orang yang menjadi korban karena berpuasa Ramadhan tanpa
ilmu pengetahuan sehingga puasanya menjadi batal, tidak mendapatkan pahala dan sia-sia.

Untuk itulah seorang muslim yang melaksanakan puasa Ramadhan wajib memiliki ilmu tentang puasa Ramadhan seperti perkara yang membatalkan puasa Ramadhan, pantang larang dalam Ramadhan, sunat-sunat yang mesti dilakukan dalam bulan Ramadhan dan segala sesuatu yang terkait dengan keabsahan ibadah puasa Ramadhann;

Keempat, menjaga kesehatan menjadi hal paling utama dan penting diperhatikan seorang muslim yang berhajad untuk berpuasa di bulan Ramadhan.

Kenapa tidak, sangat banyak ummat Islam yang begitu masuk bulan Ramadhan jatuh sakit sehingga tidak berkemampuan untuk berpuasa Ramadhan.

Untuk keperluan tersebut perlulah diperhitungkan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan datang akan pengaturan kehidupan seperti mengatur pola makan, merutinkan riyadhah (olah raga), menenangkan pikiran untuk tidak terganggu oleh perihal yang tidak perlu dipikirkan dan diperhitungkan.

Bagi orang yang punya riwayat sakit lambung sudah sedini mungkin menghindari perut lapar, menjauhkan makanan pedas, asam dan menjauhkan diri dengan perihal yang membebani pikiran dan pemikiran.

Bagi yang punya riwayat kolesterol dan asam urat perlu menghindari konsumsi kuwah beulangong yang berlebihan, menghindari makan yang lemak-lemak, demikian juga bagi yang ada gejala kencing manis semestinya mengurangi konsumsi gula.

Yang lebih penting lagi adalah bagi orang yang tidak memiliki riwayat penyakit apa-apa harus berhati-hati dan waspada dengan makanan jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Karena penyakit itu datang bukan satu hari atau dua hari setelah kita mengkonsumsikan sesuatu makanan secara berlebihan melainkan ia datang beberapa lama setelah kita mengkonsumsikannya.

Jangan sampai sebelum Ramadhan tubuh badan kita sehat tetapi dalam Ramadhan menjadi tidak sehat sehingga mengganggu ibadah puasa.

Jangan sampai terjadi pula ketika berbuka puasa makan makanan yang berlebihan sehingga membuat tidak tamat berpuasa Ramadhan;

Kelima, berpuasalah dengan penuh kesungguhan, keikhlasan dan kesabaran seraya mengharapkan kebajikan daripada Allah yang Maha menerima amalan hambaNya.

Puasa yang tidak serius akan memperoleh hasil yang tidak serius pula, puasa yang tidak sungguh-sungguh bakal mendapatkan hasil yang tidak sungguh-sungguh juga, puasa yang suka diabaikan akan memperoleh hasil yang terabaikan juga, puasa karena tidak enak dengan seseorang maka hasilnya juga tidak enak dengan Allah SWT.

Untuk itulah lima langkah tersebut perlu ditempuh untuk mengharap limpahan pahala dari Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

MEMASTIKAN HARAPAN ALLAH DAN JANJI RASULULLAH SAW.

Semua itu dilakukan semata-mata untuk memastikan harapan Allah: la’allakum tattaqun dan janji Rasulullah SAW: ghufira lahu ma taqaddama min zanbih serta thuhratal lish shaimi minal laghwi wal fawahisy.

Puasa itu kita lakukan semata-mata untuk mendapatkan gelar taqwa yang dijanjikan Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 183 dan mendapatkan ampunan dosa masa lalu serta bersih dari kotoran jiwa raga sebagaimana janjinya Rasulullah SAW.

Ketika puasa itu dilaksanakan sesuai anjuran, menjaga pantang larang, mengutamakan kelebihan-kelebihan dan menambah amalan-amalan sunat, insya Allah setiap muslim akan mendapatkan harapan Allah dan janjinya Rasulullah SAW.

Penuh harapan kita agar seluruh ummat Islam di alam raya ini berhasrat untuk menjalankan dan melaksanakan puasa Ramadhan tahun ini sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan mengikuti lima langkah tersebut agar hasil puasanya menjadi maksimal dan berkualitas tinggi.

Ketika hasil puasa tersebut sempurna maka sempurna pulalah balasan yang bakal diperoleh di hari kemudian yang telah dipersiapkan Allah untuk setiap ummat Islam yang berpuasa Ramadhan.

Selamat berpuasa Ramadhan semoga semuanya mendapat syurga Allah di hari kemudian.

Penulis adalah Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Siyasah Fak. Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

Prof. Syabuddin Gade

Oleh Al-Faqir Syabuddin Gade

Wahai orang tua yang beriman. Jagalah anak-anak mu agar senantiasa dalam keimanan dan beribadah kepada Allah. Jika orang tua dan anak keturunannya tetap dalam iman dan ibadah kepada Allah hingga ia kembali kepada Allah, maka kelak mereka akan bersama-sama “reuni” dalam syurga.

Kelak orang-orang yang beriman akan berkumpul kembali bersama anak-cucu mereka yang senantiasa mengikuti keimanan mereka di dalam surga. Hal ini telah Allah tegaskan di dalam Al-Qur’an surah Ath-Thur ayat 21:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amala (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Surat Ath-Thur: 21).

Karena itu, marilah semua kita menjaga iman dan terus beribadah kepada Allah, bukan hanya diri kita, tetapi juga keluarga dan anak keturunan, cucu, cicit kita agar tetap dalam iman dan ibadah kepada Allah.

Apalagi, dalam waktu dekat ini, akan hadir tamu agung, berupa bulan puasa, bulan yang sepanjang bulan selalu siap menumpuk-numpuk pahala dan mengikis semua dosa orang-orang beriman yang berpuasa serta melaksnakan berbagai ibadah wajib dan sunnah lainnya dengan penuh keimanan dan keikhlasan karena Allah. Rasulullah bersabda;

من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه.

“Barangsiapa yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan, akan diampuni segala dosa yang pernah dilakukannya”. (al-Hadis)

Reuni dalam syurga tentu harapan semua umat Nabi Muhammad SAW. Kita ingin bersama —kalaupun tidak bisa dekat— dalam barisan Rasulullah SAW, pemberi syafaat atas izin Allah dan baginda adalah Rasul pertama yang masuk syurga.
Kita tentu berharap tidak hanya reuni bersama keluarga, tetapi bersama para Nabi dan Rasul, para syuhada, orang-orang shalih, dan seluruh umat muslim sejak Nabi Adam hingga umat akhir zaman.

Ayo saudaraku, jangan lalai. Kita hidup di dunia hanya sementara. Kita harus berusaha menjadi orang cerdas, yakni orang yang beramal untuk persiapan setelah mati. Jangan kita termasuk orang yang lemah atau gagal, yakni orang yang dipimpin oleh hawa nafsunya lalu ia berharap kebaikan dari Allah datang secara “sim salabim abra kadrabra”. Wa Allahu A’lam…

Afrizal Refo, MA

Oleh : Afrizal Refo, MA

Tidak terasa beberapa hari lagi kita akan memasuki Bulan Ramadhan. Alangkah berbahagianya kaum muslimin dan muslimat yang masih diberi kesempatan waktu dan umur untuk bertemu kembali di bulan Ramadhan tahun ini.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mempunyai moment khusus yang disediakan Allah Swt kepada kaum muslimin. Dikatakan demikian karena bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki bulan lainnya.

Allah Swt menyediakan berbagai macam pahala yang berlipat ganda dibandingkan bulan lainnya kepada orang-orang yang memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan. Inilah rahmat dan nikmat Allah swt yang patut disyukuri yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mau memanfaatkan moment ini.

Bulan Ramadhan juga sering disebut sebagai bulan pembinaan umat. Karena di bulan ramadhan ini Allah membina dan menempa hamba-Nya dengan berbagai amalan yang khusus dilaksanakan di bulan ramadhan saja agar kita bisa meraih kualitas taqwa.

Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah: 183 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

Oleh karena itu, umat Islam akan berlomba-lomba untuk mencari cara menyambut bulan Ramadhan dengan baik sesuai ajaran Rasul SAW.

Kegembiraan menyambut Ramadhan, harus dibarengi dengan persiapan mental dan fisik dalam menyongsong kedatangannya. Para sahabat Nabi malah terbiasa mempersiapkan Ramadhan jauh-jauh hari, yaitu sekira enam bulan sebelumnya.

Mu’alla bin Al-Fadhl, salah satu ulama tabi’in berkata, “Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Dengan kedatangan bulan suci Ramadhan, umat muslim Islam dianjurkan bergembira menyambutnya.

Ini karena di dalam bulan Ramadhan banyak pahala-pahala yang telah Allah sediakan untuk para hamba-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa: “Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya tentang kedatangan bulan Ramadhan seraya beliau berkata: ‘Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya. Di bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”

Bagaimana dengan kita apakah sudah mempersiapkannya?

Jadi, jika kita benar-benar ingin memanfaatkan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya, maka kita perlu mempersiapkannya, setidaknya dari sekarang!

Berikut ini beberapa cara menyiapkan diri dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan :

Pertama, Puasa di bulan Sya’ban.

Bulan Sya’ban adalah bulan di mana diangkatnya amalan ibadah, sehingga menjadi waktu yang paling tepat untuk memulai puasa sunat atau mengqadha puasa Ramadhan yang lalu.

Kedua, perbanyak membaca Al-Qur’an.

Aisyah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Sesungguhnya orang yang membaca Al-Qur’an dengan indah, lancar dan tepat, akan berada bersama para malaikat yang mulia dan taat.

Adapun orang yang membaca dengan susah payah, terbata-bata atau tertatih-tatih dalam membaca ayat-ayatnya, maka baginya pahala dua kali lipat.” (Muslim)

Ketiga, Biasakan melaksanakan Shalat malam

Kita semua akan menghidupkan malam bulan Ramadhan dengan melaksanakan shalat tarawih dan oleh karena itu perlu adanya pembiasaan pada diri kita untuk melaksanakannya.

Keempat, Bertobat dan Berdo’a

Kita semua melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun tidak kita sadari maka kita diperintahkan untuk bertaubat dan memperbanyak do’a. Nabi bersabda: “Semua anak Adam selalu salah, tetapi yang terbaik dari mereka yang terus-menerus salah adalah mereka yang terus-menerus bertobat.” (Tirmidzi)

Kelima, perbanyak bersedekah

Rasulullah menyampaikan dalam sabdanya,“Allah selalu memberikan pertolongan buat hamba-Nya selama hambanya selalu membantu orang lain.” (Hr. Muslim)

Nabi juga mengatakan: “Bersedekahlah tanpa penundaan, karena itu menghalangi bencana.” (Al-Tirmidzi)

Keenam, Tingkatkan Akhlaq

Seyogyanya sebelum memasuki bulan Ramadhan mari kita perbaiki dan kita tingkatkan Akhlak kita menjadi lebih baik dari sebelumnya
Nabi pernah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlak dan akhlaknya.” (HR. Bukhari)

Ketujuh, Makan Sehat dan jaga kesehatan.

Dengan sedikitnya waktu makan di bulan Ramadhan, kita memang perlu memperhatikan apa yang kita makan. Sekarang adalah waktu terbaik untuk meneliti nilai gizi makanan yang kita makan.

Semoga kita semua Allah takdirkan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan yang mulia ini, semoga di Ramadhan tahun ini, kita mendapatkan binaan, tempaan, ampunan, keridhaan, barakah dan rahmat yang sebesar-besarnya serta derajat taqwa dari Allah SWT. Amiin Allahuma Aamiin. Wallahu’alam bish shawab.

Penulis adalah Dosen Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa dan Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa

Afrizal Refo, MA

Oleh Afrizal Refo, MA (Dosen PAI IAIN Langsa, Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa)

Hujan Bukan Musibah, Tapi Anugerah Terbaik dari Allah, Alhamdulillah, dalam beberapa hari ini, beberapa daerah di Indonesia mengalami hujan, khususnya di Kota Langsa, hujan turun sejak 28 Februari 2023 hingga sore ini 1 Maret 2023.

Hujan yang mengguyur Kota Langsa dan sekitarnya sering mengakibatkan banjir dan air akan menggenangi badan jalan dalam beberapa hari, meskipun demikian, aktivitas masyarakat tetap berjalan lancar.

Dalam Islam, hujan disebut sebagai berkah yang diturunkan oleh Allah. Namun, hujan juga bisa berubah menjadi bencana jika turun dengan intensitas tinggi dalam waktu cepat yang mengakibatkan banjir atau longsor.

Ketakutan akan terjadinya bencana membuat sebagian orang mengeluh, mengeluh dalam Islam adalah sesuatu yang dilarang. Islam mengajarkan bahwa air hujan adalah rahmat dan rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.

Dengan hujan, kondisi bumi yang semula tandus dan gersang menjadi subur. Dengan hujan pula, air untuk kebutuhan pertanian seperti sawah, dan kebutuhan makhluk hidup lainnya akan air dapat terpenuhi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia bersyukur jika hujan turun.

Hujan adalah Rahmat bagi Manusia

Hujan yang turun ke bumi dalam Islam disebut sebagai rahmat. Allah SWT menegaskan hal ini dalam al-Qur’an.
Artinya: “Dan dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan dialah yang maha pelindung lagi maha terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28)

Hujan tidak hanya dibutuhkan oleh manusia, tetapi seluruh makhluk. Selain menjadi minuman, juga menyuburkan tanah, dan menyehatkan ternak, seperti firman Allah SWT dalam al-Qur’an.

“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.” (QS. An-Nahl: 10).

Hujan adalah rahmat Allah SWT, tentu kita dilarang mencela hujan dan angin. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu mencaci maki angin,” (HR Tirmidzi)

Allah SWT yang mengatur waktu, cuaca dan seluruh alam semesta ini. Sehingga mencela dan memaki, berarti mencela Allah SWT yang telah mengaturnya.

Bagaimana jika hujan turun terus menerus tanpa henti? kita bisa berdoa kepada Allah yang mengatur hujan agar dialihkan dari kita, dengan doa sebagai berikut:

“Ya Allah, hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami , Ya Allah. Berilah hujan ke daratan tinggi beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan,” (HR Bukhari Muslim).

Oleh sebab itu kita diperintahkan jangan pernah mencela hujan, karena hujan merupakan karunia dari Allah dan tentunya ada hikmah ketika hujan diturunkan.

Misalkan bagi petani hujan merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, karena dengan air hujan yang cukup maka sawah dan ladang mereka akan tersirami tanpa harus disirami secara manual. Jika musim kemarau terkadang hampir berbulan-bulan merasakan kesulitan air dan mengalami kekeringan.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat Qaf disebutkan, bahwa hujan merupakan air yang diturunkan dari langit dan penuh keberkahan.

“Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen.” (QS. Qaf: 9)

Allah Ta’ala juga berfirman dalam Al Qur’an bahwa hujan yang turun ke bumi sebagai rahmat yang diperlukan untuk seluruh makhluk.

“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28).

Hujan memang bisa membawa berkah, namun ia juga bisa mendatangkan bencana. Agar terjauh dari bencana dan petaka dari hujan dan cuaca buruk serta selalu mendapat berkah darinya, ada baiknya umat Islam memanjatkan doa seperti Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apabila melihat hujan beliau berdoa: Allaahumma shayyiban naafi’aa (Ya Allah, jadikan curahan hujan ini yang membawa manfaat kebaikan.” (HR. Al-Bukhari).

Hikmah diturunkan hujan.

Beberapa hikmah hujan sebagaimana disunahkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut:

Pertama, Waktu Mustajab, waktu terbaik untuk berdoa adalah saat turun hujan. Hal ini seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadis dari Sahl bin Sa’d.

“Do’a-do’a yang tidak akan ditolak, yaitu doa ketika adzan dan doa ketika turunnya hujan.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Kedua, Berkah dari Langit, Rasulullah SAW mengambil berkah saat turunnya hujan. Hal ini dilakukan dengan menyikap baju hingga dibasahi air hujan.

Perbuatan tersebut menurut an-Nawawi dilakukan Nabi untuk mengambil berkah dari hujan yang diturunkan oleh Allah SWT. Sunah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Dawud yang artinya sebagai berikut:

“Ia berkata: Nabi ketika melihat hujan, beliau membuka bajunya. (Riwayat lain dari Imam) Abu Dawud, (Anas) berkata: Nabi menyingkap pakaiannya hingga terkena guyuran hujan.”

“Kami berkata: Ya Rasulullah, kenapa tuan berbuat seperti ini? Rasulullah menjawab: Karena hujan merupakan rahmat yang diberikan Allah” (Riwayat Imam Abu Bakr, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002, h. 170).

Ketiga, Berwudhu dengan Air Hujan, air hujan termasuk air yang suci dan bisa menyucikan. Ia bisa digunakan untuk berwudu dan membersihkan najis.

Pada suatu kesempatan saat turunnya hujan Rasulullah SAW memerintahkan pada sahabatnya untuk bersuci.

“Keluarlah kalian (para sahabat) bersama kami menuju air ini (air hujan) yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci. Kemudian kami bersuci dengan air ini dan memuji Allah atas nikmat yang diberi.” (HR. Al-Baihaqi)

Itulah tiga sunah saat turun hujan yang jarang dilakukan bahkan sama sekali ditinggalkan oleh umat Islam. Mari kita amalkan sebagai bentuk cinta dan meneladani Rasulullah Muhammad SAW.

Dari penjelasan singkat diatas menunjukan bahwa hujan anugerah terbaik Allah. Kewajiban manusia adalah memperbaiki mind set / pola pikir, dan hati agar selalu berbaik sangka pada Allah jangan sampai berburuk sangka kepada Allah, dengan turunnya hujan hal ini penting karena berkaitan dengan keimanan .

Dan kita sebagai orang muslim memanjatkan doa sebagai ungkapan syukur dan juga rasa nikmat kita kepada Yang Maha Kuasa.
Semoga Allah menurunkan hujan menjadi anugerah bukan musibah. Wallahu a’lam bishowab.