Oleh: Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed
Salah satu pertanyaan di alam kubur nanti apabila manusia mati adalah man imamuka? Memang jawaban ini sederhana kalau kita didunia ini selalu membaca al-Qur’an dan juga mengamalkan ajaran al-Qur’an tersebut.
Namun bagi orang yang mengabaikan al-Qur’an konon lagi para penentang al-Qur’an, maka mereka akan menjadi buala-bulan malaikat hingga ke hari kiamat. Begitu pentingnya al-Qur’an dalam kehidupan ummat Islam karena al-Qur’an ini adalah salah satu pilar utama hukum Islam. Jika seseorang tidak memahami membaca al-Qur’an, tidak memahami isi al-Qur’an dan tidak mau menjalankan isi al-Qur’an, silakan membaca petunjuk Rasulullah dalam banyak hadisnya atau silakan bertanya kepada ahl zikri atau para ulama. Maka untuk ummat Islam di Aceh, kita sangat berterima kasih kepada saudara-saudara kita yang telah merumuskan bahwa setiap orang yang ingin menjadi pemimpin di Aceh, maka wajib kepada mereka itu harus bisa membaca al-Qur’an, semoga kehidupan para pembuat qanun ini diberkati Allah semuanya.
Al-Qur’an kalam Allah, al-Qur’an Kitabullah, al-Qur’an Undang-undang Islam, al-Qur’an adalah sumber segala ilmu dan sumber hukum Islam, jika kita mengaku Islam dan dibesarkan dari keluarga Islam, dalam lingkungan Islam, dan nenek moyang kita beragama Islam, sungguh amat dhaif kalau kita tidak bisa membaca al-Qur’an. Ini bermakna kita jarang sekali menyentuh Kitab Allah itu. Khalid bin Walid, seorang jenderal Islam, ketika dia pensiun dari jihad ketika mencapai umur 70 tahun, di pulang ke Madinah dan mengambil al-Qur’an dan mengatakan kepadayany, “Wahai al-Qur’an, mohon maaf selama ini (telah lama aku) tidak menyentuhmu, jarang membacamu, karena aku telah dilalaikan oleh jihad dalam rangka memperluas territorial Islam, dalam rangka menyebarkan risalah Rasulullah. Kalau demikian perkataan Jenderal Khalid bin Walid, bagaimana dengan kit aini, siapa yang melalaikan kita sehingga kita tidak sempat menyentuh dan membaca Kita Suci itu. Camkanlah whai ummat Islam sebelum masuk kea lam kubur.
Jenderal Khalid mengatakan “dialalaikan” oleh jihad, oleh sebab itu ia tidak sempat menyentuh lembaran-lembaran al-Qur’an. Seharusnya kitalah yang lalai dengan kerja mencari fee haram, membeli pekerjaan secara haram, melakukan sogok menyogok untuk mencapai tujuan, dan membunuh lawan politik dan lawan pendapat, sehingga membenci al-Qur’an dan mentalak tiga al-Qur’an. Banyak diantara kita melakukan, shalat, melakukan puasa wajib dan puasa sunat, memberi sedekah, naik haji dan umrah, namun kita enggan mengamalkan al-Qur’an secara komprehensif.
Kita membohongi al-Qur’an, kita menyepelekan al-Qur’an, kita menjadikan al-Qur’an untuk mencapai tujuan dan setelah itu kita injak-injak isi al-Qur’an, betapa biadabnya kita, betapa hancurnya akhlak kita, betapa kering kerontangnya hati nurani kita terhadap isi al-Qur’an. Sebelum terlambat, marilah kita bertobat kepada Allah kalau dosa itu berkaitan dengan Allah, namun kalau dosa itu terkait dengan manusia, maka carilah masjid-masjid dan rapat-rapat umum untuk meminta ampun kepada mereka.
Karena itu hati-hatilah dengan janji palsu, sumpah palsu, penipuan, penggelapan, dan kebohongan. Al-Qur’an tidak pernah menghalalkan kita untuk berbohong, intimidasi, membunuh, mencerca, memfitnah, berdusta, dan bersikap munafik.
Betapa memalukan kita ketika masa-masa calon anggota legislatif dahulu, banyak saudara kita yang gugur menjadi calon anggota legislatif disebabkan karena gagal membaca al-Qur’an dengan sempurna, dan kita berterima kasih kepada para juri baca al-Qur’an yang telah menjalankan tugas dengan adil, artinya yang bisa baca al-Qur’an wajar diluluskan dan bisa melangkah ke tahap selanjutnya, namun kalau ada juri baca al-Qur’an yang mau menerima sogok atau menutup mata ketika menilai bacaan al-Qur’an, artinya meluluskan yang tidak layak, atau sebaliknya. Maka kita serahkan kepada Allah atas kebohongan ini.
Kalau mereka benar, selamatkan mereka dunia akhirat ya Rabb. Maknanya kalau juri al-Qur’an sudah berani berbohong, tidak ada lagi juri yang benar di dunia ini. Kita bisa merujuk kepada pepatah Aceh terkait dengan hakim/juri yaitu “padumna leu hakim-hakim asoe jahim uroe dudoe”, Karena itu hati-hatilah dengan al-Qur’an, jangan jadikan al-Qur’an sebagai alat untuk mencapai tujuan duniawi dengan cara yang tidak benar. Ingatlah wahai juri yang menghakimi orang yang baca al-Qur’an dan hakim-hakim lain yang mengadili urusan kaum muslimin, anda orang pertama yang akan berhadapan dengan Pengadilan Allah di yaumil mahsyar nanti.
Demikian pula wahai juri yang telah mendengar atau menjadi hakim bacaan al-Qur’an calon gubernur Aceh, berlaku jujurlah syedara sebab ini berhadapan dengan Allah di yaumil hisab. Kalau mereka tidak lulus baca al-Qur’an, silakan tulis tidak lulus supaya bisa diperpanjang waktu untuk merekrut calon yang lain.
Al-Qur’an adalah jalan keselamatan, dan ini rambu-rambu kehidupan bagi manusia yang mau mengambilnya sebagai way of life. Sebagai ummat Islam, orang Aceh, dan penduduk di bumi syariat, sungguh sangat memalukan jika kita tidak bisa membaca kalam Allah, sungguh tidak berani mengaku Muslim kalau kitab sucinya saja tidak mampu membacanya apalagi menjalankan semua isi kandungannya.
Secara rasional tidak mungkin kita menjalankan syariat Allah atau undang-undang al-Qur’an kalau kita tidak memahami al-Qur’an itu sendiri, tidak mungkin kita memuliakan al-Qur’an sedangkan roh al-Qur’an tidak pernah bercampur dalam darah daging kita, tidak mungkin. Ditakutkan bagi orang-orang yang menjadi pemimpin di Aceh akan melanggar sumpah semuanya jika tidak menjalankan syariat Islam ketika menjadi pemimpin.
Karena setiap calaon gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota telah menanda tangani formulir diatas materai Rp. 10.000.- bersedia menjalankan syariat Islam jika nanti terpilih. Kita bisa bertanya sudah berapa persenkah syaraiat Islam berlaku di Aceh selama lebih kurang 23 tahun sudah berlaku? Lalu siapa yang disalahkan, rakyat atau pemimpin?
Sekarang bisa dibayangkan siapa yang melaukan sogok menyogok? Apakah mereka pikir ini ini anjuran al-Qur’an? Dan siapa yang menerima sogok atau meminta uang sogokan dan perantara sogok. Apakah mereka ini pecinta al-Qur’an? Demikian pula ketika seseorang menerima bantuan dari non-Muslim dan toke minuman keras atau toke barang haram untuk keperluan atau biaya kampanye, apakah ini ditolerir oleh al-Qur’an? Karena itu al-Qur’an bukan hanya dibaca akan tetapi diamalkan seluruh isinya, jadi kalau tidak mampu membaca, tidak memahami maknanya, tidak pernah menyentuhnya, dan tidak menjiwai al-Quir’an itu, maka tidak mungkin mengedepankan undang-undang al-Qur’an.
Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry-Banda Aceh
Muhammad.ar@ar-raniry.ac.id