Oleh Prof. Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA
(Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Aceh merupakan satu wilayah yang luasnya 58.377 km2 yang terletak dihujung barat Pulau Sumatera. Suatu masa dahulu di zaman Sultan Iskanda Muda Meukuta Alam ia merupakan satu negara berdaulat yang berhubungan diplomatik langsung dengan Khilafah Utsmaniyah di Turki dan diperhitungkan kekuatan militer dan persenjataannya oleh negara-negara di Eropa.
Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam (KAD) zaman Iskandar Muda berkisar dalam abat ke-17 sekitaran tahun 1607 – 1636, dalam masa tersebut Iskandar Muda berjaya mengusir penjajah Portugis, berjaya memperluas wilayah sampai ke semenanjung Malaysia dan hampir seluruh Pulau Sumatera, Berjaya menjadikan Al-Qur’an, Al-Sunnah, Ijmak dan Qiyas sebagai sumber hukum negara KAD dan berhasil menjalankan Syari’ah (Hukum Islam) dalam negara sebagai hukum negara.
Wilayah tersebut kemudian diporak-porandakan oleh penjajah Belanda ketika Belanda menjajah Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan wilayah lainnnya yang kini dijadikan Republik Indonesia. Penjajahan tersebut dapat menguasai seluruh wilayah yang diklaim Indonesia hari ini tetapi tidak dengan Aceh, Aceh tidak pernah menyerah kalah terhadap Belanda sehingga ia berdiri tegak yang kemudian menjadi penyelamat Indonesia yang nyawanya sudah di kerongkongan pada bulan Desember 1948.
Sebagai mantan sebuah negara dan insya Allah akan menjadi sebuah negara kembali tentunya banyak jasanya yang diberikan kepada pihak lain, demikian juga banyak jasa pihak lain yang diterimanya. Salah satu pihak yang saling memberi dan menerima jasa Aceh adalah Republik Indonesia yang tiada dasar kenegaraannya, tiada dasar hukum negaranya dan tiada komunitas aslinya serta tiada hukum, adat dan peradabannya. Yang ada adalah milik kerajaan-kerajaan yang pernah wujud di Nusantara seperti Kerajaan Aceh, Kerajaan Deli, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mojopahit, Kerajaan Ngurah Rai, Kerajaan Kutai dan lainnya. Lalu dari mana negara Indonesia itu datang?
Indonesia merupakan sebuah wilayah bekas jajahan Belanda yang dahulu diberi nama Pemerintahan Hindia Belanda dan ketika ia mau merdeka berobah namanya menjadi Indos Nesos, dari Indos Nesos inilah kemudian berubah menjadi Indonesia yang wilayahnya ditetapkan bekas wilayah jajahan Belanda dari Sabang sampai Marouke. Dengan demikian Indonesia ini merupakan sebuah negara peukheb-peukheb (negara adonan) yang tidak memiliki akar tunggal, tidak memiliki pemilik azasi, tidak memiliki regulasi asli melainkan semuanya titipan dan formatan penjajah Belanda yang dikawal, dipelihara dan dijarah oleh kuasa besar dunia sampai hari ini.
Terkait hubungan Aceh dengan Indonesia yang saling memberi dan menukar jasa semenjak Indonesia belum ada sampai Indonesia ada, Indonesia berkuasa, dan wujud dalam peta dunia sangat romantis sekali, sekaligus sangat angker sekali.
Kenapa romantis? Karena keikhlasan Aceh habis-habisan membantu Indonesia, dan kenapa angker? Karena Indonesia habis-habisan mengkhianati, memperkosa, merampas, dan membunuh Aceh tanpa perikemanusiaan dari dahulu samapai sekarang. Untuk konkritnya informasi ini mari kita lihat secara objektif pertukaran jasa antara Aceh dengan Indonesia.
JASA ACEH UNTUK INDONESIA
Dalam rentetan waktu antara jajahan dan kemerdekaan ketika wilayah Hindia Belanda masih dipimpin dan dikuasai oleh penjajah Belanda, Aceh sudah lebih awal menanam jasa untuk wilayah tersebut berbanding dengan wilayah-wilayah lain yang kini sama-sama menjadi bahagian Republik Indonesia.
Jasa-jasa Aceh tersebut betul-betul tidak tertandingi oleh mana-mana wilayah selain Aceh di Indonesia, di antara jasa-jasa Aceh tersebut adalah:
1. Perlawanan Aceh terhadap penjajah Belanda untuk kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Teungku Syhik Muhammad Saman di Tiro, Teuku Umar Djohan Pahlawan, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia dan Teungku Muhammad Dawud Beureu-éh;
2. Pemberian uang untuk membeli dua pesawat terbang pertama oleh Aceh kepada Indonesia yang kemudian menghasilkan pesawat terbang bernama; Seulawah I dan Seulawah II. Dua pesawat C-47 Dakota tersebut kemudian diganti nama oleh penguasa Indonesia menjadi Garuda Indonesia Airways.
Kisah heroik ini berawal dari kedatangan Soekarno sebagai presiden Indonesia ke Aceh pada 16 Juni 1948 yang meminta bangsa Aceh membantu membeli pesawat terbang untuk Indonesia. Tak tunggu esok-lusa Teungku Muhammad Dawud Beureu-éh sebagai ulama dan Gubernur Militer untuk wilayah Aceh, Langkat dan Tanah Karo segera mengumumkan niat baik tersebut kepada seluruh bangsa Aceh. Hasilnya, keesokan hari tanggal 17 Juni 1948 bangsa Aceh beramai-ramai mengumpulkan uang, emas, padi, hayawan, tanah dan lainnya yang dikordinir oleh M. Djuned Joesoef sebagai ketua Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA), dan 1 Agustus 1948 ketua GASIDA bersama beberapa orang lainnya berangkat ke Singapura untuk membeli pesawat Dakota;
3. Pewujudan Radio Rimba Raya di Krueng Simpo (hari ini masuk wilayah Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen) oleh Kolonel Husin Yusuf (Putera Kota Juang Bireuen) dalam tahun 1948 yang mulai beroperasi tanggal 20 Desember 1948. Radio inilah yang menjadi penyelamat negara Indonesia yang sudah diklaim Belanda sudah ditaklukkan oleh mereka. Dalam suasana dunia sudah terpengaruh oleh klaim Belanda, tiba-tiba Radio Rimba Raya mengudara dan menginformasikan bahwa bangsa Islam Aceh masih berperang melawan Belanda di Medan Area Sumatera Timur dan menyatakan Indonesia belum jatuh ketangan Belanda. Siaran tersebut diterima oleh radio India di New Delhi dan beberapa stadion luar negeri lainnya termasuk PBB. Inilah dasar hukum yang membuat PBB menolak klaim Belanda dan mengakui IIndonesia masih wujud. Bayangkan tanpa Radio Rimba Raya, tanpa jihat akbar bangsa Islam Aceh di Medan Area dimanakah Indoesia yang sedang merampas empat pulau dlam wilayah Aceh di Aceh SIngkil dalam tahun 2025 ini?;
4. Pertahanan bangsa Islam Aceh dalam perang Medan Area di Sumatera Timur sehingga Belanda gagal menguasai Indonesia. Pada masa ini tiada lagi Indonesia karena presiden dan wakilnya sudah ditangkap, ibukata Jakarta dikuasai Belanda, Ketika ibukaota dipindahkan ke Jogjakarta, Jogjakartapun dikuasai Belanda, yang tingggal dan tidak mampu dikuasai penjajah Belanda adalah Aceh dengan pertahanan perang di Medan Areanya;
5. Bantuan biaya Aceh kepada Dr. Sudarsono sebagai duta besar Indonesia di India, L.N. Palar sebagai duta Besar Indonesia di PBB New York, dan Haji Agussalam sebagai duta keliling Indonesia untuk memperjuangkan Indonesia Merdeka dalam masa agresi Belanda tahun 1947-1948. Semua keperluan mereka baik untuk pribadi maupun untuk keperluan Indonesia secara penuh dibiayai oleh Bangsa Islam Aceh, orang Aceh bilang: sampe luweue cuet ngon bajei salang disedekahkan oleh bangsa Aceh;
6. Aceh menampung Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia/PDRI (Syafruddin Prawiranegara) dan sejumlah pejabat negara lainnya dari kalangan polisi, TNI, kejaksaan, kehakiman dan lainnya Ketika Indonesia sudah dikuasai lagi oleh penjajah Belanda dalam agresi kedua Desember 1948, hanya Aceh yang masih bertahan pada masa tersebut manakala Jakarta jatuh ketangan Belanda. Ketika ibukota negara dipindahkan ke Jokjakarta, Jogjapun diikuasai Belanda seraya presiden dan wakil presiden ditangkap dan ditahan penjajah. Pada masa itulah Muhammad Hatta selaku wakil presiden mengirim kawat telegram kepada Syafruddin Prawiranegara yang sedang menyelamatkan diri di Bukit Tinggi Sumatera Barat untuk bertindak sebagai Presiden PDRI. Ternyata Sumatera Baratpun dijarah Belanda sehingga Syafruddin Prawiranegara berhijrah ke Aceh dan ditampung, serta diberikan segala keperluan bagi mereka oleh bangsa Islam Aceh. Pada waktu itu tiada lagi negara yang diberi nama Indonesia karena ibukotanya sudah diduduki, pemimpinnya sudah ditangkap, wilayahnya sudah dikuasai kecuali wilayah Aceh. Wilayah Aceh inilah yang menjadi pertahanan tangguh, tunggal dan menjadi modal dasar, modal utama dan modal kebangsaan dan keagamaan bagi Indonesia. Rahasia apalagi yang para penguasai mabuk Indonesia mau kalian sembunyikan?;
7. Aceh menolak memisahkan diri dari Indonesia karena sangat sayang kalau pecahnya Indonesia. Dalam masa jabatan Gubernur Militer untuk wilayah Aceh, Langkat dan Tanah Karo 1947-1949 dua surat dalam bungkusan warna kuning dilepaskan oleh pesawat utusan Tengku mansur sebagai gubernur Sumatera Timur dalam bingkai Republik Indonesia Serikat (RIS), yang satu dilepaskan di Banda Aceh dan satu lagi di Takengon. Kedua surat tersebut mengajak Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh menerima tawaran Belanda bergabung dalam negara serikat ciptaan penjajah Belanda. Gubernur militer menolaknya karena sedang berperang dengan penjajaah Belanda tidak mungkin menerima perangkapnya. Belanda berkepentingan dengan RIS agar mudah menghadu domba sesama anak bangsa Indonesia;
8. Obliigasi. Ketika Indonesia bangkrut dalam tahun 1945-1950 tiada sumber keuangan negara yang dapat dihandalkan. Pemerinntah mengajak rakyat Aceh membeli obligasi negara secara beramai-ramai, hanya bangsa Acehlah yang menutupi kemiskinan Indonesia dengan membeli obligasi beramai-ramai termasuk salah seorangnya adalah Nyak Sandang, orang Aceh menjual tanah, menjual lembu-kerbau peliharaannya menjual emas simpanannya untuk menyelamatkan keuangan negara Indonesia, hanya bangsa Aceh yang menyelamatkan kehancuran Indonesia;
9. Aceh secara Ikhlas atau terpaksa telah rela memberikan semua gas alam Aron Lhokseumawe sebagai salah satu produsen LNG terbesar di dunia kepada Indonesia sehingga habis total di tahun 2015. Tiada sepersenpun ditinggalkan untuk Aceh sampai para pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berjaya menekan Indonesia sehingga pasca perdamaian tahun 2005 baru Indonrsia membagi hasilnya dengan Aceh yang katanya 70% untuk Aceh dan 30% untuk Indonesia, itupun masih dikelola penuh oleh Indonesia dan orang Aceh tidak tau persis apakah benar diberikan 70% kepada Aceh atau tipu jakarta;
10. Aceh juga tanpa daya Ikhlas atau terpaksa sudah merelakan semua hasil hutannya dikeroyok Indonesia dan dibawa ke Pulau Jawa sehingga Aceh menjadi kurus kering dan rawan panas yang disertai banjir. Maka layaklah kalau salah seorang guru besar Universitas Indonesia asal Aceh zaman Orde Baru (Orba) menyatakan: “Aceh papa dan mundur karena kekayaan alamnya semua diangkut ke Jakarta;
11. Jasa Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) yang bekerja sama dengan Dai Nippon untuk memerangi dan mengusir penjajah Belanda merupakan ide brillian bangsa Islam di Aceh yang tidak terpikirkan oleh para pemimpin Indonesia lainnya. Dengan Kerjasama tersebut membuat Belanda keluar dari Indonesia dalam sekitaran tahun 1942;
12. Pemberontakan kolaborasi bangsa Islam Aceh terhadap Belanda yang dimotori kaum ulama PUSA, ulama tradisional dan kaum Uleebalang seperti Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh, T. M. Amin, Teungku Abdul Wahab Seulimeum, Teungku Syeikh Abdul Hamid (Ayah Hamid), dan Teungku Namploh serta Teuku Nyak Arief dan Teuku Panglima Polem Muhammad Ali. Persiapan para tokoh dan ulama tersebutlah yang membuat Belanda kucar kacir di Aceh;
13. Penggabungan Tentera Pelajar menjadi Tentera Nasional Indonesia dalam wilayah Sumatera oleh Gubernur Militer untuk wilayah Aceh, Langkat dan Tanah Karo; Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh merupakan sesuatu yang Ajaib karena berkali-kali dilakukan oleh pihak lain tapi tak pernah berhasil;
14. Aceh telah memberikan format Majlis Ulama Indonesia yang berasal dari Aceh, sebelumnya Indonesia tidak ada Lembaga ulama negara resmi seperti MUI;
15. Aceh telah memberi format Badan Perancang Pembangangunan Nasional (BAPPENAS) yang cikal bakalnya berasal dari Aceh Development Board (Badan Pembangunan Aceh) yang kemudian dijadikan Lembaga nasional bernama BAPPENAS dan untuk provinsi diberi nama BAPPEDA (Badan Perancang dan Pembangunan Daerah).
HADIAH INDONESIA UNTUK ACEH
1. Presiden pertama Indonesia Soekarno ingkar janji dengan ulama dan tokoh kharismatik Aceh Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh karena tidak mau menjadi syari’at Islam sebagai hukum Indonesia yang pernah ia janjikan ketika meminta bantu Aceh mempertahankan perang Medan Area untuk memelihara kemerdekaan Indonesia tahun 1948;
2. Soekarno tidak memenuhi janjinya dengan Aceh yang dijanjikan untuk menjadikan Aceh sebagai daerah otonomi khusus dan daerah Istimewa yang berlaku syari’at Islam melalui pemimpin Aceh Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh sehingga Aceh melawan dan menuntut dengan Gerakan DI/TII Aceh 20 September 1953 dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 4 Desember 1976;
3. Soekarno mengacaukan struktur pemerintahan di Aceh dengan memindahkan Putera-putera Aceh dan digantikan dengan orang-orang dari luar Aceh yang tidak menyatu dengan adat budaya Masyarakat Aceh dalam tahun 1950-1953;
4. Menurunkan pangkat dan jabatan Kolonel Husin Yusuf sebagai putera Aceh yang berhaluan PUSA dari panglima Divisi X menjadi komandan brigade dengan pangkat Letnan Kolonel tahun 1950. Brigade ini kemudian diletakkan di bawah kekuasaan Panglima Bukit Barisan pimpinan Kawilarang, selanjutnya Husin Yusuf diberhentikan dari tugasnya, padahal Husin Yusuf adalah pendiri Radio Rimba Raya yang menjadikan Indonesia merdeka dengan siarannya;
5. Memindahkan ketua polisi Aceh Muhammad Insya dan Komisaris Muda Polisi Yusuf Effendi ke Medan dan diganti dengan orang-orang luar Aceh yang paradoks dengan budaya Aceh;
6. Memindahkan semua batalyon tentera yang dipimpin Putera Aceh keluar Aceh dan digantikan oleh orang luar Aceh yang mayoritasnya non muslim seperti pemindahan Mayor Hasballah Haji ke Tarutung Tapanuli yang digantikan oleh Letnan Kolonel Nazir yang berhaluan Komunis. Batalyon T. Manyak dipindahkan ke Jawa Barat, Batalyon Alamsyah ke Indnesia Timur, Batalyon Hasan Saleh ke Sulawesi Selatan lalu ke Maluku Selatan dan Batalyon Nyak Adam kamil juga dipindah dari Aceh. Sebagai pengganti didatangkan penggantinya dari Tapanuli seperti Batalyon Manaf Lubis, Batalyon Ulung Sitepu yang berhaluan Komunis dan Batalyon Boyke Nainggolan, yang dari namanya saja mengerikan;
7. Mencabut provinsi Aceh, menjadikan Aceh sebagai daerah Residen sebagai bahagian dari provinsi Sumatera Utara pada 14 Agustus 1950 oleh Kabinet Halim yang berkedudukan di Jogjakarta dengan Perpu nomor 5 tahun 1950 yang ditandatangani oleh pemangku jawatan presiden Indonesia Mr. Assat dan Mendagri Indonesia Mr. Soesanto Tirtoprojo;
8. Indonesia melakukan Rasia Sukiman yang juga disebut Razia Agustus 51 yang menginjak-injak kehormatan para ulama PUSA di Aceh. Awalnya Razia ini diperuntukkan untuk mencari senjata sisa-sisa Komunis tapi di Aceh dibelotkan untuk menangkap para ulama PUSA, tiga rumah Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh diobrak abrik mereka dan sejumlah ulama PUSA ditangkapnya;
9. Menarik mobil dinas yang sedang dipakai oleh gubernur Aceh Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh oleh gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim secara kasar menjadi satu penghinaan kasar bagi Aceh dan bangsanya;
10. Menolak terang-terangan pemberlakuan syari’at Islam di Aceh yang dijanjikan Ketika Indonesia sakarat oleh Soekarno, dalam pidatonya di kampus Universitas Indonesia di Salemba dan di Amuntai Kalimantan Selatan, sebagaimana ditulis Prof. Deliar Noer dalam bukunya; Partai Islam di Pentas nasional dengan bunyinya: “tidak mungkin kita memberlakukan syari’at Islam di belahan bumi Indonesia, bagaimana saudara kita yang hindu di Bali dan bagaimana pula dengan saudara kita yang Kristen di Menado. Padahal mereka hanya 10% ramai-ramai agama waktu itu, sementara muslim 90% di seluruh tanah air;
11. Membantai Masyarakat Pulot, Cot Jeumpa dan Kruengkala di Aceh Besar oleh pasukan TNI tahun 1955 yang menewaskan 99 jiwa termauk anak-anak dan Wanita. Awalnya pasukan TNI mati ditembak pasukan DI/TII lalu mereka membawa pasukan banyak menangkap Masyarakat mengumpulkan di lapangan lalu ditembak secara brutal, mirip sekali dengan kerja Yahudi di Palestina, seperti itulah balasan dan hadiah Indonnesia terhadap Aceh;
12. Menghadu domba antara kaum ulama Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) dengan kaum ulama tradisional dan kaum Uleebalang dalam tahun 1950-1951 agar Indonesia melihat orang Aceh berkelahi sesama mereka;
13. Menutup perjalanan kereta api di Aceh dalam kurun waktu tujuh puluhan, efek dari itu bangsa Aceh susah mencari rizki, banyak masyarakat Aceh kenak PHK, banyak menghadirkan fakir miskin secara mendadak di Aceh waktu itu;
14. Membubarkan Kodam Iskandar Muda di Aceh yang berlambang gajah putih pada tahun 1985, baru dihidupkan kembali pada 15 Februari 2002 untuk menjinakkan GAM agar mau berdamai. Pembubaran Kodam ini juga sarat dengan nuansa penghapusan peradaban Aceh di mana lambang Gajah Putih itu punya relasi dengan kejayaan Aceh zaman Sultan Iskandar Muda, sementara pembukaan Kodam kembali juga penuh nuansa politis karena GAM sedang bereaksi yang susah dipadamkan Indonesia;
15. Memberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM) untuk Aceh dengan membunuh bangsa Aceh secara brutal dalam tahun 1989-1998. Tercatat dalam Sejarah pelanggaran HAM lebih dari 3000 orang dibunuh, 23 kuburan massal hasil pembunuhan oleh TNI/Polri ditemukan, diperkirakan dari 5000 sampai 39000 orang telah hilang, lebih dari 128 anak dara/gadis dan Perempuan diperkosa dan 597 rumah bangsa Aceh dibakar;
16. Memberlakukan Darurat Militer di Aceh tahun 2002-2003 dengan target melumpuhkan Gerakan Masyarakat sipil dan membiarkan kesewenang-wenangan aparat keamanan bertindak karena dalam darurat militer itu yang berkuasa adalah tentara;
17. Memberlakukan Darurat Sipil di Aceh tahun 2003-2004, darurat sipil ini diberikan hak kepada pemerintah Aceh untuk melawan GAM sebagai upaya menghadu domba orang Aceh dengan orang Aceh agar banyak mati orang Aceh;
18. Membantai muslim Aceh yang tidak bersalah dengan Indonesia (Masyarakat sipil) seperti yang terjadi dalam kasus Arakundoe, kasus Simpang KKA/ Pulo Rungkom yang membunuh 31 masyarakat tidak bersalah dan lebih 100 orang cedera pada 3 Mei 1999, kasus Gedung KNPI Lhokseumawe yang mematikan empat orang dan puluhan lainnya luka-luka, kasus Bantaqiyah di Beutong Ateueh yang menelan korban 71 pada 23 Juli 1999 dan kasus-kasus lain tanpa proses pengadilan;
19. Rencana penempatan 4 batalyon TNI di Aceh dalam tahun 2025 tanpa mendapatkan persetujuan Aceh merupakan hadiah paling bermakna untuk membungkam Aceh. Padahal dalam poin 4.7 dan 4.8. MoU Helsinky ditetapkan: Jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang. Jumlah kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 9.100 orang. 4.8. Tidak akan ada pergerakan besar-besaran tentara setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Semua pergerakan lebih dari sejumlah satu peleton perlu diberitahukan sebelumnya kepada Kepala Misi Monitoring.
20. Yang paling akhir dan upto date adalah pengalihan empat pulau (Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek/kecil dan Pula Mangkir Gadang (besar) di Aceh Singkil dari wilayah Aceh kedalam wilayah Tapanuli Tengah di Sumatera Utara dengan Kepmendagri 050-145 tahun 2022 dan dikukuhkan lagi dengan Kepmendagri nomor 300.2.2-2138 tahun 2025 tentang pemberian dan pemutakhiran kode serta data wilayah administrasi pemerintahan dan pulau. Dari berbagai data yang sangat sah dan sahih empat pulau tersebut merupakan wilayah Aceh Singkil dalam provinsi Aceh, tapi oleh Menteri dalam negeri Tito Karnavian sengaja menutup mata dengan data-data yang akurat dan menyerahkan empat pulau tersebut kepada Sumatera Utara yang kini dipimpin Bobby Nasutian sebagai menantu Jokowi dan Jokowi sebagai masternya Tito Karnavian. Jadi ada udang di balik batu dalam kasus tersebut.
Alhasil akhirnya dengan pengambil alihan kasusu tersebut oleh presiden Prabowo, Tito dan Bobby tertunduk patuh dan menyerah untuk tidak lagi merampas empat pulau tersebut.
Berdasarkan prilaku Indonesia seperti di atas terhadap Aceh, maka timbullah satu pertanyaan; persoalan apa lagi yang Indonesia tidak mau menipu dan memperolok-olok Aceh? Sebagai orang Aceh kita terus menunggu babak demi babak dan adegan demi adegan yang dirancang dan dicanangkan para sutradara Indonesia untuk Aceh. Kita sangat yakin selagi Indonesia menjadi negara nasional yang dalam praktiknya sekular masih sangat banyak adegan Indonesia yang akan dimainkan di Aceh pada masa mendatang, kecuali bangsa Aceh memilih jalan sendiri.
Perhatikanlah wahai bangsaku mana lebih banyak antara jasa Aceh untuk Indonesia berbanding dengan hadiah Indonesia untuk Aceh. Perhatikan juga yang mana bermanfa’at dan yang mana mudharat antara jasa Aceh untuk Indonesia berbanding dengan hadiah Indonesia untuk Aceh. Lalu buatlah kalkulasi:
MASIH LAYAKKAH ACEH MENJADI BAHAGIAN DARIPADA INDONESIA?
Jawabannya tetap ada pada diri masing-masing kita. Kalau jawabannya MASIH maka bertahan dan nikmatilah pemerkosaan demi pemerkosaan tersebut agar tidak terasa sakit dari kejahatan yang bejat. Sekiranya jawabannya; TIDAK maka bergegaslah untuk mencari jalan keluarnya.
Artikel ini sengaja aku tulis untuk mengingatkan kita akan romantisme hidup bersama Indonesia yang mayoritas bangsa Islam Aceh tidak mengetahuinya. Untuk itulah mohon artikel ini dibagikan kepada seluruh anak bangsa Islam Aceh untuk dua kegunaan: pertama agar para pembaca dapat mengoreksi kesilapan dan kesalahan yang ada di dalamnya, dan kedua agar anak bangsa Islam Aceh tahu jati diri, punya identitas ke-Aceh-an dan tidak menjadi generasi warong kuupi yang tidak peduli dengan syari’ah agama dan tidak tahu menahu dengan tanoh pusaka dari endatu.
Atas segala kesalahan, kekhilafan, kelemahan dan kekurangan dari paparan ini mohon dibetulkan, karena tujuan penulisan ini semata-mata untuk mengingatkan anak bangsa dari mudah ditipu musuh-musuhnya yang bukan hanya tidak tahu membalas jasa melainkan sangat pandai berkhianat terhadap kita selaras dengan rentetan yang terhuraikan dalam pemaparan di atas tadi. Hanya Allahlah yang menjadi hakim yang Maha ‘Adil, hanya Allahlah yang Maha berkuasa, hanya Allahlah yang maha ‘Arif lagi Bijaksana.
Para penguasa Indonesia dari masa ke masa hanya berupa patung-patung ciptaan Allah yang tidak berdaya di hadapanNya. Hanya orang-orang yang bertaqwalah yang Mulya di hadapan Allah Ta’ala, hanya orang-orang yang bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya sajalah yang bakal mendapatkan syurga, dan sudah pasti hanya orang-orang yang bermakshiyat kepada Allah dan RasulNyalah yang bakal mengisi neraka (Q.An-Nisak;13-14). Untuk itu kepada segenap bangsa Islam di Aceh;
pertahankanlah harta milik sendiri keuneubah endatu sampai nyawa berpisah dengan tubuh badan dan jangan pernah merampas harta orang sebagaimana mereka merampas harta milik kita. Yakinkanlah bahwa Allah akan selalu bersama kita manakala kita selalu tunduk patuh dan ta’at kepada seluruh perintahnya.