Archive for month: Oktober, 2024

Prof Muhammad AR

Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Jika saya menjadi Gubernur, siapa tahu dengan izin Allah, maka hal yang pertama saya lakukan adalah memperbaiki kekuranganku, apakah keilmuanku dalam bidang agama, maka setiap pekan saya undang ahl-al zikr (ulama) untuk mengajarkanku tentang ilmu agama. Sehingga selama saya menjadi gubernur, disamping menambah pengalaman dalam memerintah, bertambah pula ilmu tentang baik, buruk, halal dan haram, syubhat dan mubah.

Jika aku memiliki kekurangan dalam hal membaca dan memahami makna al-Qur’an sebagai pedoman hidupku untuk menjalankan syariat di negeri ini, maka para qari akan saya undang ke kediamanku untuk menutupi kekurangku dalam bidang itu. Jika saya mati dalam keadaan sedang belajar al-Qur’an dan ilmu agama, maka Allah pasti memberikan aku porsi kesyahidan karena dalam proses menuntut ilmu. Inilah yang saya harpakan demi mencapai husnul khatimah.

Jika saya menjadi Gubernur, maka wajib memenuhi apa yang telah saya tanda tangani—sebuah formulir yang bermaterai Rp. 10.000.- yang disodorkan oleh KIP Aceh yang intinya membuat pernyataan sanggup menjalankan syariat Islam kalaulah saya terpilih nanti. Ini sekedar menghormati Qanun No. 3 Tahun 2008. Karena kalau saya tidak melaksanakan ini (sumpah atau aqad) yang tertulis ini, maka ditakutkan Allah akan memngirimkan bala atau balasan azab atas pelanggaran sumpah tersebut. Karena saya sangat takut akan azab Allah seperti yang pernah saya lihat terjadinya Gempa dan Tsunami Aceh dua decade yang lalu. Pada saat itu tidak ada makhluk yang dapat menyelamatkan kita dan menolong kita untuk menghindari aghar gempa dan tsunami tidak bakalan terjadi.

Formulir yang kita tanda tangan itu adalah komitmen terhadap Allah untuk mengejawantahkan Syariat Allah baik secara pribadi, keluarga ataupun secara bermasyarakat dan bernegara. Mungkin dengan manusia sesekali bisa saya langar perjanjian, namun saya tidak berani melanggar ketentuan Allah, karena Dia Maha Kuasa, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Perkasa dalam segala hal.

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengundang seluruh rakyat Indonesia dan warga negara asing untuk berduyun-duyun datang ke Aceh untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa di Negeri Sultan Iskandar Muda ini telah saya ejawantahkan syariat Islam secara kaffah.

Syariat Islam yang aman, damai, dan penuh keadilan dan kejujuran para pengak hukumnya, para penguasanya, dan seluruh komponen bangsa yang ada di Ujung Pulau Sumatera ini.

Jika Syariat Islam benar-benar diterapkan secara berkeadilan, semua orang akan datang ke Aceh, mereka datang sebagai investor dengan membawa uang via membeli tiket pesawat, tiket bus, menginap di hotel, naik beca, membeli makan dan minum, membeli souvenir, membeli petroleum, mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lain sebagainya. Coba hitung berapa uang masuk untuk pemilik pesawat, pekerja di Airport, di Pelabuhan, di Terminal bus, berapa uang masuk kepada pemilik hotel, berapa uang masuk kepada pengemudi Grab, Taxi, becak dan alat transport lainnya. Berapa uang masuk ke warung-warung atau café-café, rumah makan atau restaurant, pemilik kenderaan /mobil/bus sewaan, dan berapa tenaga kerja yang terserap kalau orang datang ke Aceh. Inilah pikiran dari orang yang membidangi pendidikan Islam. Kalau benar alhamdulillah, kalau salah mohon jangan diikuti karena saya hamba yang sangat dhaif.

Jika saya menjadi Gubenrnur, seluruh Aceh saya prioritaskan untuk mengirimkan dua orang hafiz al-Qur’an untuk setiap masjid menjadi imam yang ada di Aceh dan saya berjuang terus untuk memberikan honor dan tempat yang layak bagi imam-imam tersebut. Setiap masjid dan musalla harus ada azan lima kali sehari dan para muazzin semuanya harus mendapat prioritas negara dari segi kehidupannya dan keluarganya, karena kalau para muazzzin tidak hadir ditakutkan nanti azan akan diganti dengan running text. Saya menggunakan alat negara Polisi, TNI, Satpol PP dan WH untuk membackup pelaksanaan syariat Islam di Aceh dengan kaffah. Berikan kepada mereka hak dan kewajiban dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar dan perhatikan kebutuhan mereka dan keluarga mereka agar penuh komitmen menjalankan tugas Allah dan tugas negara. Berikan hak kepada mereka untuk memantau anak-anak yang boles sekolah, memantau café dan warung yang menampung anak-anak pada waktu jam sekolah. Kalau negara kuat dan semua komponen bangsa bersinergi, maka kemakmuran dan kenyamanan serta ketentraman akan kita gapai di Serambi Makkah ini. Mauka kita merasakan bagaimana kemakmuran negeri dan keamanan sebagaimana masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah Bani Umayyah?

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengangkat para petugas di setiap lembaga pendidikan untuk memantau semua sekolah dan institusi pendidikan baik pendidikan yang sifatnya boarding atau non-boarding untuk mengikis habis bullying, homoseks, lesbian dan sejenisnya serta system sebagaimana yang terjadi di Pesantren Al-Zaytun, Indramayu yang melahirkan orang-orang yang melecehkan agama dan melatih pemberontak untuk melawan pemerintah.

Makanya setiap kurikulum pendidikan perlu dipantau dan dipelajari oleh pihak-pihak yang berkompeten dan berpendidikan yang memadai agar output dari institusi pendidikan tidak melahirkan orang-orang penista agama dan berpemikiran picik serta tidak ada kompromi. Dalam kasus seperti ini pemerintah perlu berpikir extra dan menyediakan tenaga ahli baik psikolog, ahli agama, ahli ilmu masyarakat dan antropologi, serta berpengalaman menjadi pengasuh dan guru sehingga mereka memiliki segudang pengalaman dalam memantau setiap Gerakan anak-anak didik dan pendidik.

Jika saya menjadi Gubernur, maka saya membentuk sebuah tim untuk mendatangi seluruh pelosok Aceh dan melihat siapa-siapa yang masih tinggal di rumah-rumah layak huni, tidak sanggup memenuhi kebutuhan fisik dan jiwanya, anak-anak yang benar-benar tidak mampu ke sekolah baik karena kemiskinannya, kefakirannya, keterisoliran tempatnya, dan jalan yang ditempuh sangat rawan dan berjauhan. Semu aini seharusnya ada dalam otak say ajika menjadi Gubernur demikian juga Bupati dan walikota.

Jika saya menjadi Gubernur, saya memperhatikan nasib anak-anak hasil rudapaksa, bullying, diperkosa, didhalimi, disiksa, dan ditelantarkan dan semua anak ini harus ditangani oleh negara bukan oleh NGO dan Negara luar. Anak Aceh beragama Islam, yang bantu mereka NGO dan Negara Luar, yang siksa adalah kita, yang dhalimi adalah kita, yang menghancurkan kehidupan mereka adalah kita, lalu kemudian yang membela, memelihara, dan mengurus adalah negara luar dan NGO.

Apakah kita masih waras, berapa kasus anak di Aceh? Sangat menyedihkan! Kemudian betapa banyak kasus perempuan hasil perceraian yang tidak mendapat pembelaan negara dan tokoh masyarakat, bagaimana nasib anak-anak mereka setelah perceraian, juga anak-anak gadis yang tengah malam masih meuwet-wet atau meuwoh-woh bak café-café, masihkan kita hati punya nurani?

Kalau beberapa hal ini sudah dapat ditanggulangi, insya Allah semua orang akan mengunjungi Aceh seperti mengunjungi Baitullah, saya kira inilah investrasi yang terbaik, karena itu jangan benci dan menjadi momok kepada Syari’at, bahkan Saudi Arabia mendapat masukan perjam dari hasil orang menjalankan syariat ke sana.

Wallahu ‘alam.

penulis adalah Dosen Pendidikan Islam Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry
muhammad.ar@ar-raniry.ac.id

Prof Hasanuddin Yusuf Adan dalam tausiahnya mengatakan, Ada tiga persepsi masyarakat dalam memilih pemimpin. Pertama, Pemilih yang apatis dan pasif.

“Mereka beranggapan kita pilih atau tidak pemimpin, masyarakat seperti ini terus dan tidak ada perobahan.” katanya

Kedua, Memilih pemimpin yang terbaik dari yang baik, itu merupakan kewajiban ummat Islam untuk memilih pemimpinnya.

Ketiga, Pilih atau tidak pilih, pemimpin itu tetap ada, mana kala sistim Negera bekerja.

“Umat Islam haruslah cerdas memilih pemimpin. Bagaimana cara memilih pemimpin dalam kacamata Islam, Islam memandang tentang konsep memilih pemimpin sebagai sebuah kewajiban,” ujarnya

Sebelum Islam datang, Allah sudah khabarkan bahwa Allah akan mengangkat pemimpin atau Khalifah, disini terjadi dialog Allah dengan malaikat.

“Allah menjawab bahwa Aku lebih tau dari yang kamu ketahui.” ungkapnya

Nabi bersabda: Bani Israil di pimpin oleh para Nabi. Setelah Wafat satu nabi di gantikan dengan nabi yang lain
Dan Muhammad pemimpin terakhir dan setelah itu tidak ada lagi nabi kecuali kalangan para Khalifah yang banyak.

“Pasca wafat nabi, Kaum Anshar minta mereka yang akan memimpin, sementara kaum Muhajirin juga mau menjadi pemimpin untuk mengantikan nabi.” lanjutnya

Banyak Bangsa di dunia ini yang di jajah oleh bangsa Penjajah. Mereka adalah kafir yang telah mewariskan tentang konsep mereka untuk mengambil pemimpin atau memilih nya.

“Maka dari itu pemahaman masyarakat tentang pemilihan ini penting. Jangan ada pikiran kalau kita pilih pemimpin kondisi daerah dan Bangsa kita seperti ini juga tidak ada perubahan.” ujarnya

“Pilihlah pemimpin yang terbaik, kalau tidak ada yang terbaik, pilihlah yang baik, kalau tidak ada yang baik, maka pilihlah yang kurang buruk, insya Allah.” pesannya

Untuk diketahui, Pimpinan Wilayah Dewan Dakwah Aceh melakukan safari dakwah yang diawali dengan kegiatan kajian dan halaqah magrib di masjid Baitussalam Kota Sabang, yang diisi oleh Ketua Dewan Dakwah Aceh (DDA) Aceh Prof Dr H Muhammad AR MEd.

Safari ini dalam rangka pelantikan Dewan Dakwah Kota Sabang.


Oleh Prof. Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA (Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

MUQADDIMAH

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. Al-Kahfi: 110

Sebagai seorang hamba Allah, Rasulullah S.A.W. adalah manusia biasa yang tidak beda dengan ummat manusia lainnya. Beliau makan dan minum, beliau juga merasakan susah dan senang, merasa sakit dan sehat, merasakan menang dan kalah dalam sepanjang kehidupannya. Lazimnya kehidupan manusia lain di alam raya ini maka Rasulullah menjadi bahagian dari ummat manusia biasa yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan manusia lainnya sehingga beliau perlu persiapan diri menuju kematangan hidup.

Selain manuasia biasa Rasulullah S.A.W. juga menjadi manusia luar biasa manakala beliau dipersiapkan oleh Allah S.W.T. menjadi nabi dan RasulNya. Dalam konteks ini beliau yang bernama resmi Muhammad bin Abdullah menjadi istimewa di mata ummat manusia lain karena telah mendapatkan gelar Rasulullah yang sudah barang tentu memiliki kelebihan-kelebihan dan keistimewaan-keistimewaan berbanding manusia lainnya. Itu semua tidak akan wujud secara spontan tanpa persiapan kematangan baik yang dipersiapkan sendiri, yang dipersiapkan keluarganya maupun yang dipersiapkan RabNya sebagai Nabi dan Rasul.

Persiapan demi persiapan itulah yang kemudian menjadikan seorang anak yatim piatu bernama Muhammad bin Abdullah menjadi terkenal, popular, disegani, ditakuti yang sekalian juga dibenci oleh orang-orang tertentu.

Namun kepopulerannya itu tidaklah pernah menjadikan beliau naik bahu dalam pergaulan, kebencian orang-orang kepadaNyapun tidaklah pernah membuat beliau minder apalagi takut dalam hidup dan kehidupan. Dalam keberagaman tanggapan dan pandangan orang-orang terhadapnya, Beliau tetap saja menjadi seorang yatim piatu yang istiqamah, konsekwen, mandiri dan percaya diri bahwa hidup itu memang demikian adanya.

MEMPERSIAPKAN DIRI

Dalam perjalanan hidup Muhammad bin Abdullah senantiasa berhadapan dengan berbagai cobaan dan tantangan, mulai dari kematian ayahnya ketika masih tiga bulan berada dalam kandungan ibu, meninggal ibu ketika sudah berusia enem tahun, ketika dipapah oleh kakeknya Abdulmuthalib, kakeknyapun meninggal dalam usia Muhammad delapan tahun. Usia-usia Muhammad belum lagi banyak tau tentang hidup dan kehidupan sehingga paman setianya Abu Thalib harus turun tangan untuk memelihara, menjaga, mendidik dan mempersiapkan kematangan dirinya. Abu Thaliblah yang mendewasakan dan mempersiapkan kematangan Muhammad bin Abdullah sehingga menjadi Rasul Allah yang penghabisan. Nabi dipelihara oleh ibunya dilanjutkan oleh kakeknya dan dimatangkan oleh pamannya.

Sebagai manusia biasa yang Bernama Muhammad bin Abdullah Rasulullah S.A.W. senantiasa mempersiapkan diri dalam hidup dan kehidupannya untuk menjadi manusia luar biasa. Salah satu contohnya adalah; Ketika beliau merasa risau dengan kehidupan di kota Makkah yang penuh dengan kriminalitas berupa pembunuhan, mabuk-mabukan, perzinaan, pelecehan, pendiskriminasian dan sejenisnya, segera mencari tempat hidup yang dirasakan aman dan tentreram, tempat yang dimaksudnya kemudian terkenal dengan nama Gua Hirak di bukit Nur.

Gua tersebut jauh dari keramaian ummat manusia, jauh dari hiruk pikuknya alam raya, jauh dari kebrutalan manusia, jauh dari kriminalitas dan kriminalisasi ummat manusia. Di sinilah beliau mempersiapkan diri seraya mencari sesuatu yang beliau sendiri belum tau sesuatu yang sedang dicarinya itu. Pencarian sesuatu itulah yang dinamakan persiapan diri untuk menjadi manusia yang manusiawi bukan mausia sebagaimana yang beliau saksikan hari-hari di wilayah Makkah tatkala itu. Waktu itu hati kecil beliau seperti menjerit melihat kenyataan hidup dalam wilayah Makkah sehingga berupaya keras untuk menghindar dari kehidupan yang penuh kriminalitas tersebut.

Di antara hal yang beliau lakukan dalam bersemadi dan berkhalwat di Gua Hirak tersebut adalah: pertama, menghindari dari banyak berbicara dengan lingkungan Makkah sehingga dapat menjurus kepada banyak salah (Qillatul Qalam). Untuk kepentingan tersebut selaras dengan sabda Beliau sendiri: man kana yukminuna billahi wal yaumil akhir falyaqul khairan aw liyasmuth (barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang benar dalam hidup ini atau diam dari berkata agar tidak menjurus kepada kesalahan.

Kedua, menghindari banyak makan (Qillatuth tha’am), karena banyak makan menjadi salah satu sifat yang tidak baik dalam sebuah kehidupan, boleh jadi menjurus kepada serangan berbagai penyakit, boleh jadi akan kehilangan kehormatan seseorang, boleh jadi juga hilangnya rasa malu dengan terlalu banyak makan. Hal ini selaras pula dengan sabdanya: “makanlah kamu Ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang” Ketiga, menghindari banyaknya interaksi dengan manusia yang terkenal galak dan criminal pada waktu itu (Qillatul anam). Kalau tidak meghindari Qillatul anam dapat dipastikan akan terjadi dialog yang tidak punya ujung karena berhadapan antara manusia-manusia criminal dengan seorang yang sedang mempersiapkan diri menjadi manusia Mulya. Keempat, menghindari banyak tidur (Qillatul manam) untuk lebih banyak beribadah dan mencari kebenaran dalam berkhalwat.

Sebagai manusia biasa yang memerlukan fasilitas dan keperluan hidup harian Muhammad bin Abdullah jauh hari sebelum menjadi Rasul Allah terus saja mempersiapkan diri menjadi seorang manusia yang mandiri dan bersahaja serta bermanfa’at kepada ummat manusia lainnya. Ketika menjelang remaja beliau ikut paman dan kakeknya untuk belajar hidup mandiri mengikut tradisi dan kebiasaan bangsa pada zaman dan tempat itu. Karena kelaziman Masyarakat tatkala itu cenderung mengembala hayawan dan atau berniaga berbagai jenis perniagaan maka Muhammad kecil ikut kakek dan pamannya belajar kemandirian hidup lewat jalur tersebut. Malah manakala beliau sudah dewasa menjadi peniaga ulung dan unggul dengan modal Khadijah yang kemudian menjadi isteri pertamanya.

Bekal dari paman dan kakek itulah yang membuat Muhammad menjadi matang dalam mencari kebutuhan hidup sehingga berjaya dengan perniagaan bersama modal Khadijah. Pendidikan dan persiapan kematangan alami yang diturunkan dari paman dan kakek tersebut menghantarkan hidup dan kehidupan Muhammad menjadi seorang yatim piatu yang kekar dan kekal dalam pendirian bahwa hidup ini memang penuh tantangan. Bekal itu pulalah yang menghantar Muhammad siap menghadapi berbagai tantangan yang diperolehnya dari kafir Quraisy di Makkah manakala beliau sudah menjadi Rasulullah SAW.

Persiapan diri seorang Muhammad yang sangat beraqidah dan berakhlaq Islamiyah sangatlah bersahaja manakala beliau juga terlibat dalam Perang Fujjar walaupun hanya sekedar menjadi perantara penyuplai anak panah kepada kaum Quraisy yang berhadapan dengan suku Qais Ailan di Makkah. Perang Fujjar yang juga disebut perang Fijar terjadi selama empat tahun dalam empat periode dan delapan pasang pelaku perang, pertama, Fijar Ar-Rajul yang berhadapan antara Bani Kinanah dengan Bani Qais Ailan; kedua, Fijar Al-Qard yang berhadapan antara Bani Quraisy dengan Bani Kinanah, ketiga, Fijar Al-Mar’ah antara Bani Kinanah dan Bani Nadhar bin Mu’awiyah, dan keempat, Fijar Al-baradh antara Bani Quraisy dan bani Kinanah berhadapan dengan Bani Qais Ailan. Dalam Fijar Al-Baradh inilah Muhammad bin Abdullah banyak terlibat membantu para seniornya mempersiapkan anak panah untuk digunakan memerangi musuh.
Ternyata persiapan diri seorang Muhammad bukan hanya terkait dengan keperluan logistik dan material kehidupan kemanusiaan saja melainkan juga persiapan latihan berperang sebagai medan perjuangan penegakan kebenaran yang menjadi salah satu langkah keberhasilan dan kesuksesan hidup seorang Muhammad tatkala sudah menjadi Rasul Allah SWT.

Secara personalitas Muhammad bin Abdullah merupakan seorang anak manusia yang ringan tulangnya untuk melakukan sesuatu yang bermakna dan bermanfa’at kepada ummat manusia, dengan sifat dan sikapnya yang demikian menghantarkannya menjadi seorang pahlawan di dalam dan di luar peperangan.

DIPERSIAPKAN ALLAH

Selain persiapan keluarga dan diri sendiri untuk menjadi manusia berguna dan berfaedah untuk semua makhluk yang ada di bumi ini, Muhammad bin Abdullah juga mendapatkan persiapan Allah yang sangat Istimewa bagi dirinya. Persiapan Allah terhadapnya yang paling fundamental dan angker adalah Ketika Allah mengutuskan malaikat untuk mebersihkan hatinya dengan membelah dada beliau dalam usia baru empat tahun. Persiapan kesucian tersebut tidak pernah dirasakan semisal itu oleh hamba Allah yang lain karena Allah hanya mempersiapkan Muhammad untuk menjadi rasulNya.

Selain mempersiapkan kesucian fisik, Allah juga mempersiapkan intelektualitas kepadanya dengan turunnya wahyu pertama surah Al-‘Alaq ayat 1 sampai ayat 5 dan wahyu-wahyu selanjutnya sehingga wahyu terakhir puntungan surah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:

…..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….
Persiapan intelektualitas itu sangat beda dengan persiapan intelektualitas ummat manusia lainnya yang harus menempuh jenjang pendidikan puluhan tahun mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, S1, S2, dan S3 malah sampai kepada guru besar (professor). Muhammad bin Abdullah yang menjadi Rasul Allah tidaklah berpendidikan seperti manusia lain, tetapi intelektualitanya masih di atas intelektualitas manusia biasa lainnya walaupun tidak pernah sekolah seperti manusia lainnya. Itulah beda persiapan yang disediakan Allah dengan persiapan yang dipasok oleh manusia di mana persiapan Allah langsung jadi dan terpercaya serta terpuji sedangkan persiapan manusia semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin ambruk moralitas dan keyakinan diri sendiri.

Kedua persiapan tersebut walau tidak akan mungkin sama seratus persen dapat dilakukan ummat manusia hari ini tetapi rule model yang telah diprakarsai Rasulullah bolehlah menjadi pedoman dan pegangan buat ummat manusia hari ini, khususnya muslimin wal muslimat.

Persiapan diri sendiri kita dapat tiru dan tambah dari apa yang sudah beliau lakukan, sedangkan persiapan dari Allah kita dapat mengikutinya via Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu kurang apa lagi bagi ummat Islam hari ini sehingga tidak malu harus tunduk patuh kepada kaum Yahudi yang membantai ummat Islam di merata dunia atau kurang apa lagi bagi seorang muslim sehingga harus menerima pembodohan oleh ummat kristiani yang merusak tatanan kehidipan ummat Islam di merata negara mayoritas muslim, atau kurang apa lagi bagi ummat Islam yang mayoritas di dunia ini sehingga mau dibantai oleh kaum komunis, Hindu dan Budha sehingga muslimin lainnya hanya seperti mampu menonton Sahaja.

Padahal persiapan diri dan persiapan dari Allah SWT sudah dipahami secara menyelurh yang tidak dipahami oleh keimanan orang-orang kafir laknatillah.