Archive for category: Semua Katagori

semua katagori di bawah ini

Takengon— Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh resmi melantik Pengurus Daerah Dewan Dakwah Kabupaten Aceh Tengah periode 2024-2029 di Aula Pusat Pelayanan Haji dan Umrah Kab. Aceh Tengah, Sabtu (2/11/2024).

Prosesi pelantikan dilakukan oleh Ketua Umum Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh, Prof Dr Muhammad AR, M.Ed dan pembacaan SK oleh Wakil Ketua Dr. Abizal Yati Lc MA.

Ketua panitia H Budi Darmawan M.Pd kegiatan tersebut dihadiri oleh Pj Bupati Aceh Tengah yang diwakili oleh Asisten II Abshar SH MH beserta forkopinda lainnya.

Adapun pengurus yang dilantik diantaranya Ketua Umum dijabat oleh H. Harun Manzola SE MM, Sektetaris, Dr Ali Hasimi MA, Bendahara H. Abubakar Omah Opak dan Ketua Majelis Syura, Prof. Dr. Ridwan Nurdin, MCL. Struktur kepengurusan juga dilengkapi dengan biro-biro.

Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh, Profesor Muhammad AR dalam sambutannya mengatakan Dewan Dakwah didirikan oleh tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia seperti Mohd Natsir, Syarifuddin Prawiranegara, dkk. Sehingga kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh Dewan Dakwah erat bersinggungan dengan aktivitas politik.

“Apalagi Mohd Natsir merupakan tokoh yang memperjuangkan tegaknya kembali NKRI lewat Mosi Integral setelah Belanda merubah Indonesia menjadi negara serikat. Sehingga terkenal ucapan Pak Natsir yaitu “dulu kita berdakwah lewat politik (ketika masih ada Masyumi) sekarang berpolitik lewat dakwah (setelah mendirikan Dewan Dakwah),” kata Profesor Muhammad.

Ia menambahkan Dewan Dakwah di Aceh sudah berdiri sejak 1991 sampai sekarang dan sudah memiliki markaz sendiri. Saat ini fokus pada program kaderisasi dai melalui Akademi Dakwah Indonesia (ADI), pembinaan muallaf dan kegiatan sosial melalui Laznas.

“Ada tiga pilar dakwah yang perlu sinergi untuk keberhasilan dakwah yaitu masjid, pesantren dan kampus. Dari itu kami berharap Pengurus Dewan Dakwah Aceh Tengah dapat melakukan dakwah dengan amar makruf nahi mungkar di mana saja berada sehingga kejayaan Islam dapat wujud,” ujar Profesor Muhammad.

Pj Bupati Aceh Tengah yang diwakili oleh Asisten II Abshar SH MH dalam arahannya mengatakan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia memiliki peran startegis dalam memajukan dakwah di Indonesia terlebih lagi dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh tantangan saat ini.

Kabupaten Aceh Tengah sebagai salah satu daerah yang kaya akan nilai-nilai keislaman, sangat mengandalkan peranserta lembag dakwah untuk menjaga dan memperkokoh fondasi moral masyarakat.

“Kehadiran Dewan Dakwah ditengah-tengah kita diharapkan dapat menjadi pilar penting dalam menjaga nilai-nilai Islam sekaligus sebagai mitra pemerintah dalam membina ummat, membangun akhlak generasi muda dan memupuk semangat persatuan dalam bingkai ajaran islam yang rahmatan lil’alamin,” katanya.

Ia menambahkan pemerintah Kabupaten Aceh Tengah siap bersinergi dengan Pengurus Dewan Dakwah dalam mengembangkan dakwah yang lklontruktif dan berkesinambungan. Sinergi ini menjadi penting agar setiap langkah dan program dakwah yang dijalankan dapat lebih efektif dan tepat sasaran.

“Selain itu kami juga verharap agar Dewan Dakwah dapat memberikan kontribusi dalam upaya pemberdayaan ummat, khususnya dalam bidang pendidikan dan ekonomi syariah. Dengan demikian kita dapat bersama-sama meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadikan Aceh Tengah sebagai daerah yang maju, mandiri dan berlandaskan nilai-nilai islami,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Tengah H. Harun Manzola SE MM, mengucapkan terima kasih atas kepercayaan tersebut dan akan bersinergi dengan pemerintah daerah, ormas dan lembaga dakwah yang ada untuk memanjukan dan membina ummat di Aceh Tengah.

“Semoga harapan dan cita-cita mulia ini akan dimudahkan oleh Allah SWT,”pungkasnya.


teks foto
Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh, Prof Dr Muhammad AR, MEd melantik Pengurus Daerah Dewan Dakwah Kabupaten Aceh Tengah periode 2024-2029 di Aula Pusat Pelayanan Haji dan Umrah Kab. Aceh Tengah, Sabtu (2/11/2024).

Prof Muhammad AR

Oleh Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Jika saya menjadi Gubernur, siapa tahu dengan izin Allah, maka hal yang pertama saya lakukan adalah memperbaiki kekuranganku, apakah keilmuanku dalam bidang agama, maka setiap pekan saya undang ahl-al zikr (ulama) untuk mengajarkanku tentang ilmu agama. Sehingga selama saya menjadi gubernur, disamping menambah pengalaman dalam memerintah, bertambah pula ilmu tentang baik, buruk, halal dan haram, syubhat dan mubah.

Jika aku memiliki kekurangan dalam hal membaca dan memahami makna al-Qur’an sebagai pedoman hidupku untuk menjalankan syariat di negeri ini, maka para qari akan saya undang ke kediamanku untuk menutupi kekurangku dalam bidang itu. Jika saya mati dalam keadaan sedang belajar al-Qur’an dan ilmu agama, maka Allah pasti memberikan aku porsi kesyahidan karena dalam proses menuntut ilmu. Inilah yang saya harpakan demi mencapai husnul khatimah.

Jika saya menjadi Gubernur, maka wajib memenuhi apa yang telah saya tanda tangani—sebuah formulir yang bermaterai Rp. 10.000.- yang disodorkan oleh KIP Aceh yang intinya membuat pernyataan sanggup menjalankan syariat Islam kalaulah saya terpilih nanti. Ini sekedar menghormati Qanun No. 3 Tahun 2008. Karena kalau saya tidak melaksanakan ini (sumpah atau aqad) yang tertulis ini, maka ditakutkan Allah akan memngirimkan bala atau balasan azab atas pelanggaran sumpah tersebut. Karena saya sangat takut akan azab Allah seperti yang pernah saya lihat terjadinya Gempa dan Tsunami Aceh dua decade yang lalu. Pada saat itu tidak ada makhluk yang dapat menyelamatkan kita dan menolong kita untuk menghindari aghar gempa dan tsunami tidak bakalan terjadi.

Formulir yang kita tanda tangan itu adalah komitmen terhadap Allah untuk mengejawantahkan Syariat Allah baik secara pribadi, keluarga ataupun secara bermasyarakat dan bernegara. Mungkin dengan manusia sesekali bisa saya langar perjanjian, namun saya tidak berani melanggar ketentuan Allah, karena Dia Maha Kuasa, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Perkasa dalam segala hal.

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengundang seluruh rakyat Indonesia dan warga negara asing untuk berduyun-duyun datang ke Aceh untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa di Negeri Sultan Iskandar Muda ini telah saya ejawantahkan syariat Islam secara kaffah.

Syariat Islam yang aman, damai, dan penuh keadilan dan kejujuran para pengak hukumnya, para penguasanya, dan seluruh komponen bangsa yang ada di Ujung Pulau Sumatera ini.

Jika Syariat Islam benar-benar diterapkan secara berkeadilan, semua orang akan datang ke Aceh, mereka datang sebagai investor dengan membawa uang via membeli tiket pesawat, tiket bus, menginap di hotel, naik beca, membeli makan dan minum, membeli souvenir, membeli petroleum, mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lain sebagainya. Coba hitung berapa uang masuk untuk pemilik pesawat, pekerja di Airport, di Pelabuhan, di Terminal bus, berapa uang masuk kepada pemilik hotel, berapa uang masuk kepada pengemudi Grab, Taxi, becak dan alat transport lainnya. Berapa uang masuk ke warung-warung atau café-café, rumah makan atau restaurant, pemilik kenderaan /mobil/bus sewaan, dan berapa tenaga kerja yang terserap kalau orang datang ke Aceh. Inilah pikiran dari orang yang membidangi pendidikan Islam. Kalau benar alhamdulillah, kalau salah mohon jangan diikuti karena saya hamba yang sangat dhaif.

Jika saya menjadi Gubenrnur, seluruh Aceh saya prioritaskan untuk mengirimkan dua orang hafiz al-Qur’an untuk setiap masjid menjadi imam yang ada di Aceh dan saya berjuang terus untuk memberikan honor dan tempat yang layak bagi imam-imam tersebut. Setiap masjid dan musalla harus ada azan lima kali sehari dan para muazzin semuanya harus mendapat prioritas negara dari segi kehidupannya dan keluarganya, karena kalau para muazzzin tidak hadir ditakutkan nanti azan akan diganti dengan running text. Saya menggunakan alat negara Polisi, TNI, Satpol PP dan WH untuk membackup pelaksanaan syariat Islam di Aceh dengan kaffah. Berikan kepada mereka hak dan kewajiban dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar dan perhatikan kebutuhan mereka dan keluarga mereka agar penuh komitmen menjalankan tugas Allah dan tugas negara. Berikan hak kepada mereka untuk memantau anak-anak yang boles sekolah, memantau café dan warung yang menampung anak-anak pada waktu jam sekolah. Kalau negara kuat dan semua komponen bangsa bersinergi, maka kemakmuran dan kenyamanan serta ketentraman akan kita gapai di Serambi Makkah ini. Mauka kita merasakan bagaimana kemakmuran negeri dan keamanan sebagaimana masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah Bani Umayyah?

Jika saya menjadi Gubernur, saya akan mengangkat para petugas di setiap lembaga pendidikan untuk memantau semua sekolah dan institusi pendidikan baik pendidikan yang sifatnya boarding atau non-boarding untuk mengikis habis bullying, homoseks, lesbian dan sejenisnya serta system sebagaimana yang terjadi di Pesantren Al-Zaytun, Indramayu yang melahirkan orang-orang yang melecehkan agama dan melatih pemberontak untuk melawan pemerintah.

Makanya setiap kurikulum pendidikan perlu dipantau dan dipelajari oleh pihak-pihak yang berkompeten dan berpendidikan yang memadai agar output dari institusi pendidikan tidak melahirkan orang-orang penista agama dan berpemikiran picik serta tidak ada kompromi. Dalam kasus seperti ini pemerintah perlu berpikir extra dan menyediakan tenaga ahli baik psikolog, ahli agama, ahli ilmu masyarakat dan antropologi, serta berpengalaman menjadi pengasuh dan guru sehingga mereka memiliki segudang pengalaman dalam memantau setiap Gerakan anak-anak didik dan pendidik.

Jika saya menjadi Gubernur, maka saya membentuk sebuah tim untuk mendatangi seluruh pelosok Aceh dan melihat siapa-siapa yang masih tinggal di rumah-rumah layak huni, tidak sanggup memenuhi kebutuhan fisik dan jiwanya, anak-anak yang benar-benar tidak mampu ke sekolah baik karena kemiskinannya, kefakirannya, keterisoliran tempatnya, dan jalan yang ditempuh sangat rawan dan berjauhan. Semu aini seharusnya ada dalam otak say ajika menjadi Gubernur demikian juga Bupati dan walikota.

Jika saya menjadi Gubernur, saya memperhatikan nasib anak-anak hasil rudapaksa, bullying, diperkosa, didhalimi, disiksa, dan ditelantarkan dan semua anak ini harus ditangani oleh negara bukan oleh NGO dan Negara luar. Anak Aceh beragama Islam, yang bantu mereka NGO dan Negara Luar, yang siksa adalah kita, yang dhalimi adalah kita, yang menghancurkan kehidupan mereka adalah kita, lalu kemudian yang membela, memelihara, dan mengurus adalah negara luar dan NGO.

Apakah kita masih waras, berapa kasus anak di Aceh? Sangat menyedihkan! Kemudian betapa banyak kasus perempuan hasil perceraian yang tidak mendapat pembelaan negara dan tokoh masyarakat, bagaimana nasib anak-anak mereka setelah perceraian, juga anak-anak gadis yang tengah malam masih meuwet-wet atau meuwoh-woh bak café-café, masihkan kita hati punya nurani?

Kalau beberapa hal ini sudah dapat ditanggulangi, insya Allah semua orang akan mengunjungi Aceh seperti mengunjungi Baitullah, saya kira inilah investrasi yang terbaik, karena itu jangan benci dan menjadi momok kepada Syari’at, bahkan Saudi Arabia mendapat masukan perjam dari hasil orang menjalankan syariat ke sana.

Wallahu ‘alam.

penulis adalah Dosen Pendidikan Islam Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry
muhammad.ar@ar-raniry.ac.id

Prof Hasanuddin Yusuf Adan dalam tausiahnya mengatakan, Ada tiga persepsi masyarakat dalam memilih pemimpin. Pertama, Pemilih yang apatis dan pasif.

“Mereka beranggapan kita pilih atau tidak pemimpin, masyarakat seperti ini terus dan tidak ada perobahan.” katanya

Kedua, Memilih pemimpin yang terbaik dari yang baik, itu merupakan kewajiban ummat Islam untuk memilih pemimpinnya.

Ketiga, Pilih atau tidak pilih, pemimpin itu tetap ada, mana kala sistim Negera bekerja.

“Umat Islam haruslah cerdas memilih pemimpin. Bagaimana cara memilih pemimpin dalam kacamata Islam, Islam memandang tentang konsep memilih pemimpin sebagai sebuah kewajiban,” ujarnya

Sebelum Islam datang, Allah sudah khabarkan bahwa Allah akan mengangkat pemimpin atau Khalifah, disini terjadi dialog Allah dengan malaikat.

“Allah menjawab bahwa Aku lebih tau dari yang kamu ketahui.” ungkapnya

Nabi bersabda: Bani Israil di pimpin oleh para Nabi. Setelah Wafat satu nabi di gantikan dengan nabi yang lain
Dan Muhammad pemimpin terakhir dan setelah itu tidak ada lagi nabi kecuali kalangan para Khalifah yang banyak.

“Pasca wafat nabi, Kaum Anshar minta mereka yang akan memimpin, sementara kaum Muhajirin juga mau menjadi pemimpin untuk mengantikan nabi.” lanjutnya

Banyak Bangsa di dunia ini yang di jajah oleh bangsa Penjajah. Mereka adalah kafir yang telah mewariskan tentang konsep mereka untuk mengambil pemimpin atau memilih nya.

“Maka dari itu pemahaman masyarakat tentang pemilihan ini penting. Jangan ada pikiran kalau kita pilih pemimpin kondisi daerah dan Bangsa kita seperti ini juga tidak ada perubahan.” ujarnya

“Pilihlah pemimpin yang terbaik, kalau tidak ada yang terbaik, pilihlah yang baik, kalau tidak ada yang baik, maka pilihlah yang kurang buruk, insya Allah.” pesannya

Untuk diketahui, Pimpinan Wilayah Dewan Dakwah Aceh melakukan safari dakwah yang diawali dengan kegiatan kajian dan halaqah magrib di masjid Baitussalam Kota Sabang, yang diisi oleh Ketua Dewan Dakwah Aceh (DDA) Aceh Prof Dr H Muhammad AR MEd.

Safari ini dalam rangka pelantikan Dewan Dakwah Kota Sabang.


Oleh Prof. Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA (Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

MUQADDIMAH

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. Al-Kahfi: 110

Sebagai seorang hamba Allah, Rasulullah S.A.W. adalah manusia biasa yang tidak beda dengan ummat manusia lainnya. Beliau makan dan minum, beliau juga merasakan susah dan senang, merasa sakit dan sehat, merasakan menang dan kalah dalam sepanjang kehidupannya. Lazimnya kehidupan manusia lain di alam raya ini maka Rasulullah menjadi bahagian dari ummat manusia biasa yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan manusia lainnya sehingga beliau perlu persiapan diri menuju kematangan hidup.

Selain manuasia biasa Rasulullah S.A.W. juga menjadi manusia luar biasa manakala beliau dipersiapkan oleh Allah S.W.T. menjadi nabi dan RasulNya. Dalam konteks ini beliau yang bernama resmi Muhammad bin Abdullah menjadi istimewa di mata ummat manusia lain karena telah mendapatkan gelar Rasulullah yang sudah barang tentu memiliki kelebihan-kelebihan dan keistimewaan-keistimewaan berbanding manusia lainnya. Itu semua tidak akan wujud secara spontan tanpa persiapan kematangan baik yang dipersiapkan sendiri, yang dipersiapkan keluarganya maupun yang dipersiapkan RabNya sebagai Nabi dan Rasul.

Persiapan demi persiapan itulah yang kemudian menjadikan seorang anak yatim piatu bernama Muhammad bin Abdullah menjadi terkenal, popular, disegani, ditakuti yang sekalian juga dibenci oleh orang-orang tertentu.

Namun kepopulerannya itu tidaklah pernah menjadikan beliau naik bahu dalam pergaulan, kebencian orang-orang kepadaNyapun tidaklah pernah membuat beliau minder apalagi takut dalam hidup dan kehidupan. Dalam keberagaman tanggapan dan pandangan orang-orang terhadapnya, Beliau tetap saja menjadi seorang yatim piatu yang istiqamah, konsekwen, mandiri dan percaya diri bahwa hidup itu memang demikian adanya.

MEMPERSIAPKAN DIRI

Dalam perjalanan hidup Muhammad bin Abdullah senantiasa berhadapan dengan berbagai cobaan dan tantangan, mulai dari kematian ayahnya ketika masih tiga bulan berada dalam kandungan ibu, meninggal ibu ketika sudah berusia enem tahun, ketika dipapah oleh kakeknya Abdulmuthalib, kakeknyapun meninggal dalam usia Muhammad delapan tahun. Usia-usia Muhammad belum lagi banyak tau tentang hidup dan kehidupan sehingga paman setianya Abu Thalib harus turun tangan untuk memelihara, menjaga, mendidik dan mempersiapkan kematangan dirinya. Abu Thaliblah yang mendewasakan dan mempersiapkan kematangan Muhammad bin Abdullah sehingga menjadi Rasul Allah yang penghabisan. Nabi dipelihara oleh ibunya dilanjutkan oleh kakeknya dan dimatangkan oleh pamannya.

Sebagai manusia biasa yang Bernama Muhammad bin Abdullah Rasulullah S.A.W. senantiasa mempersiapkan diri dalam hidup dan kehidupannya untuk menjadi manusia luar biasa. Salah satu contohnya adalah; Ketika beliau merasa risau dengan kehidupan di kota Makkah yang penuh dengan kriminalitas berupa pembunuhan, mabuk-mabukan, perzinaan, pelecehan, pendiskriminasian dan sejenisnya, segera mencari tempat hidup yang dirasakan aman dan tentreram, tempat yang dimaksudnya kemudian terkenal dengan nama Gua Hirak di bukit Nur.

Gua tersebut jauh dari keramaian ummat manusia, jauh dari hiruk pikuknya alam raya, jauh dari kebrutalan manusia, jauh dari kriminalitas dan kriminalisasi ummat manusia. Di sinilah beliau mempersiapkan diri seraya mencari sesuatu yang beliau sendiri belum tau sesuatu yang sedang dicarinya itu. Pencarian sesuatu itulah yang dinamakan persiapan diri untuk menjadi manusia yang manusiawi bukan mausia sebagaimana yang beliau saksikan hari-hari di wilayah Makkah tatkala itu. Waktu itu hati kecil beliau seperti menjerit melihat kenyataan hidup dalam wilayah Makkah sehingga berupaya keras untuk menghindar dari kehidupan yang penuh kriminalitas tersebut.

Di antara hal yang beliau lakukan dalam bersemadi dan berkhalwat di Gua Hirak tersebut adalah: pertama, menghindari dari banyak berbicara dengan lingkungan Makkah sehingga dapat menjurus kepada banyak salah (Qillatul Qalam). Untuk kepentingan tersebut selaras dengan sabda Beliau sendiri: man kana yukminuna billahi wal yaumil akhir falyaqul khairan aw liyasmuth (barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang benar dalam hidup ini atau diam dari berkata agar tidak menjurus kepada kesalahan.

Kedua, menghindari banyak makan (Qillatuth tha’am), karena banyak makan menjadi salah satu sifat yang tidak baik dalam sebuah kehidupan, boleh jadi menjurus kepada serangan berbagai penyakit, boleh jadi akan kehilangan kehormatan seseorang, boleh jadi juga hilangnya rasa malu dengan terlalu banyak makan. Hal ini selaras pula dengan sabdanya: “makanlah kamu Ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang” Ketiga, menghindari banyaknya interaksi dengan manusia yang terkenal galak dan criminal pada waktu itu (Qillatul anam). Kalau tidak meghindari Qillatul anam dapat dipastikan akan terjadi dialog yang tidak punya ujung karena berhadapan antara manusia-manusia criminal dengan seorang yang sedang mempersiapkan diri menjadi manusia Mulya. Keempat, menghindari banyak tidur (Qillatul manam) untuk lebih banyak beribadah dan mencari kebenaran dalam berkhalwat.

Sebagai manusia biasa yang memerlukan fasilitas dan keperluan hidup harian Muhammad bin Abdullah jauh hari sebelum menjadi Rasul Allah terus saja mempersiapkan diri menjadi seorang manusia yang mandiri dan bersahaja serta bermanfa’at kepada ummat manusia lainnya. Ketika menjelang remaja beliau ikut paman dan kakeknya untuk belajar hidup mandiri mengikut tradisi dan kebiasaan bangsa pada zaman dan tempat itu. Karena kelaziman Masyarakat tatkala itu cenderung mengembala hayawan dan atau berniaga berbagai jenis perniagaan maka Muhammad kecil ikut kakek dan pamannya belajar kemandirian hidup lewat jalur tersebut. Malah manakala beliau sudah dewasa menjadi peniaga ulung dan unggul dengan modal Khadijah yang kemudian menjadi isteri pertamanya.

Bekal dari paman dan kakek itulah yang membuat Muhammad menjadi matang dalam mencari kebutuhan hidup sehingga berjaya dengan perniagaan bersama modal Khadijah. Pendidikan dan persiapan kematangan alami yang diturunkan dari paman dan kakek tersebut menghantarkan hidup dan kehidupan Muhammad menjadi seorang yatim piatu yang kekar dan kekal dalam pendirian bahwa hidup ini memang penuh tantangan. Bekal itu pulalah yang menghantar Muhammad siap menghadapi berbagai tantangan yang diperolehnya dari kafir Quraisy di Makkah manakala beliau sudah menjadi Rasulullah SAW.

Persiapan diri seorang Muhammad yang sangat beraqidah dan berakhlaq Islamiyah sangatlah bersahaja manakala beliau juga terlibat dalam Perang Fujjar walaupun hanya sekedar menjadi perantara penyuplai anak panah kepada kaum Quraisy yang berhadapan dengan suku Qais Ailan di Makkah. Perang Fujjar yang juga disebut perang Fijar terjadi selama empat tahun dalam empat periode dan delapan pasang pelaku perang, pertama, Fijar Ar-Rajul yang berhadapan antara Bani Kinanah dengan Bani Qais Ailan; kedua, Fijar Al-Qard yang berhadapan antara Bani Quraisy dengan Bani Kinanah, ketiga, Fijar Al-Mar’ah antara Bani Kinanah dan Bani Nadhar bin Mu’awiyah, dan keempat, Fijar Al-baradh antara Bani Quraisy dan bani Kinanah berhadapan dengan Bani Qais Ailan. Dalam Fijar Al-Baradh inilah Muhammad bin Abdullah banyak terlibat membantu para seniornya mempersiapkan anak panah untuk digunakan memerangi musuh.
Ternyata persiapan diri seorang Muhammad bukan hanya terkait dengan keperluan logistik dan material kehidupan kemanusiaan saja melainkan juga persiapan latihan berperang sebagai medan perjuangan penegakan kebenaran yang menjadi salah satu langkah keberhasilan dan kesuksesan hidup seorang Muhammad tatkala sudah menjadi Rasul Allah SWT.

Secara personalitas Muhammad bin Abdullah merupakan seorang anak manusia yang ringan tulangnya untuk melakukan sesuatu yang bermakna dan bermanfa’at kepada ummat manusia, dengan sifat dan sikapnya yang demikian menghantarkannya menjadi seorang pahlawan di dalam dan di luar peperangan.

DIPERSIAPKAN ALLAH

Selain persiapan keluarga dan diri sendiri untuk menjadi manusia berguna dan berfaedah untuk semua makhluk yang ada di bumi ini, Muhammad bin Abdullah juga mendapatkan persiapan Allah yang sangat Istimewa bagi dirinya. Persiapan Allah terhadapnya yang paling fundamental dan angker adalah Ketika Allah mengutuskan malaikat untuk mebersihkan hatinya dengan membelah dada beliau dalam usia baru empat tahun. Persiapan kesucian tersebut tidak pernah dirasakan semisal itu oleh hamba Allah yang lain karena Allah hanya mempersiapkan Muhammad untuk menjadi rasulNya.

Selain mempersiapkan kesucian fisik, Allah juga mempersiapkan intelektualitas kepadanya dengan turunnya wahyu pertama surah Al-‘Alaq ayat 1 sampai ayat 5 dan wahyu-wahyu selanjutnya sehingga wahyu terakhir puntungan surah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:

…..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….
Persiapan intelektualitas itu sangat beda dengan persiapan intelektualitas ummat manusia lainnya yang harus menempuh jenjang pendidikan puluhan tahun mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, S1, S2, dan S3 malah sampai kepada guru besar (professor). Muhammad bin Abdullah yang menjadi Rasul Allah tidaklah berpendidikan seperti manusia lain, tetapi intelektualitanya masih di atas intelektualitas manusia biasa lainnya walaupun tidak pernah sekolah seperti manusia lainnya. Itulah beda persiapan yang disediakan Allah dengan persiapan yang dipasok oleh manusia di mana persiapan Allah langsung jadi dan terpercaya serta terpuji sedangkan persiapan manusia semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin ambruk moralitas dan keyakinan diri sendiri.

Kedua persiapan tersebut walau tidak akan mungkin sama seratus persen dapat dilakukan ummat manusia hari ini tetapi rule model yang telah diprakarsai Rasulullah bolehlah menjadi pedoman dan pegangan buat ummat manusia hari ini, khususnya muslimin wal muslimat.

Persiapan diri sendiri kita dapat tiru dan tambah dari apa yang sudah beliau lakukan, sedangkan persiapan dari Allah kita dapat mengikutinya via Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu kurang apa lagi bagi ummat Islam hari ini sehingga tidak malu harus tunduk patuh kepada kaum Yahudi yang membantai ummat Islam di merata dunia atau kurang apa lagi bagi seorang muslim sehingga harus menerima pembodohan oleh ummat kristiani yang merusak tatanan kehidipan ummat Islam di merata negara mayoritas muslim, atau kurang apa lagi bagi ummat Islam yang mayoritas di dunia ini sehingga mau dibantai oleh kaum komunis, Hindu dan Budha sehingga muslimin lainnya hanya seperti mampu menonton Sahaja.

Padahal persiapan diri dan persiapan dari Allah SWT sudah dipahami secara menyelurh yang tidak dipahami oleh keimanan orang-orang kafir laknatillah.


Oleh Afrizal Refo, MA


Musibah sering kali datang tanpa peringatan. Di Aceh, disaat berlangsungnya PON XXX di Sumut – Aceh, kita beberapa hari ini saja mengalami angin kencang disertai hujan lebat yang mengakibatkan kerusakan gedung-gedung Arena PON, Gedung sekolah rubuh, banjir dan kesedihan di berbagai tempat.

Momen-momen seperti ini mengingatkan kita akan kekuasaan Allah dan pentingnya untuk kembali mendekat kepada-Nya. Mari kita telaah bagaimana musibah ini dapat menjadi pengingat untuk mengingat Allah dan meningkatkan keimanan kita.

Fenomena Alam yang Tidak Terduga

Musibah alam seperti angin kencang dan hujan lebat bisa datang secara tiba-tiba. Di Aceh, yang dikenal dengan keindahan alamnya, perubahan cuaca yang drastis dapat menyebabkan kerugian yang besar. Beberapa daerah mengalami banjir, pohon tumbang, dan kerusakan pada infrastruktur. Ini semua menimbulkan rasa cemas dan ketidakpastian di kalangan masyarakat.

Perubahan cuaca ini seharusnya menyadarkan kita bahwa sebagai manusia, kita tidak dapat mengendalikan alam. Kita hanya bisa berusaha untuk menghadapinya dengan bijak dan bersabar. Dalam situasi seperti ini, kita diingatkan akan kekuasaan Allah yang lebih besar daripada apapun yang kita alami.

Ketika musibah datang, sering kali hati kita bergetar dan pikiran kita berkecamuk. Di sinilah pentingnya mengingat Allah. Dalam kondisi terdesak, banyak dari kita yang berdoa, berharap akan perlindungan dan pertolongan-Nya. Ini menunjukkan bahwa meskipun kita mungkin terlena dalam kesibukan sehari-hari, ketika menghadapi kesulitan, kita kembali kepada-Nya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan apabila kamu ditimpa musibah, maka ingatlah kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 153). Ayat ini mengajarkan kita bahwa musibah adalah panggilan untuk kita memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta. Dengan berdoa dan berzikir, kita bisa menemukan ketenangan dalam hati dan kekuatan untuk menghadapi ujian.

Setiap musibah membawa pelajaran berharga. Ketika angin kencang menerpa Aceh, kita bisa belajar tentang pentingnya persiapan dan kewaspadaan. Musibah mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap tanda-tanda alam dan menjaga lingkungan sekitar.

Selain itu, musibah juga mengingatkan kita tentang pentingnya solidaritas. Dalam situasi sulit, kita melihat bagaimana masyarakat Aceh saling membantu. Banyak yang memberikan bantuan kepada korban, baik berupa makanan, pakaian, maupun dukungan moral. Ini menunjukkan bahwa kita harus selalu siap untuk membantu satu sama lain, terutama di saat-saat sulit.

Kesadaran akan Ketidakpastian Hidup

Musibah seperti ini mengingatkan kita bahwa hidup ini penuh ketidakpastian. Meskipun kita merencanakan banyak hal, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketika angin kencang datang, semua rencana bisa terganggu. Inilah saatnya bagi kita untuk merenung dan menyadari bahwa Allah lah yang mengatur segalanya.

Penting bagi kita untuk bersyukur atas nikmat yang telah kita terima dan menyadari bahwa setiap saat bisa menjadi ujian. Dalam surah Al-Anfal (8:28), Allah berfirman, “Dan ketahuilah bahwa harta dan anak-anakmu adalah ujian.” Kita harus ingat bahwa semua yang kita miliki adalah titipan Allah yang bisa diambil kapan saja.

Setiap kali musibah datang, ini adalah waktu yang tepat untuk berdoa. Doa bukan hanya sebagai permohonan, tetapi juga sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah. Kita harus berdoa untuk keselamatan, ketabahan, dan pemulihan bagi mereka yang terkena dampak.

Berdoa juga adalah cara kita untuk mengingat kembali semua nikmat yang telah diberikan. Ketika kita mengalami kesulitan, penting untuk tidak melupakan semua hal baik yang ada dalam hidup kita. Dalam keadaan sulit, ingatlah untuk selalu bersyukur.

Musibah adalah ujian yang bisa memperkuat iman kita. Ketika kita menghadapi kesulitan, kita belajar untuk bersabar dan tetap berpegang pada ajaran agama. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan ketahanan diri dan meningkatkan ibadah yang mungkin selama pelaksanaan PON ke XXX di Sumut – Aceh, banyak orang yang melalaikan shalatnya dan musibah yang terjadi saat ini adalah teguran dari Allah SWT.

Dengan menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama, kita dapat menemukan ketenangan dan kekuatan untuk menghadapi ujian.Banyak orang yang setelah mengalami musibah, menjadi lebih aktif dalam beribadah dan melakukan amal baik. Ini adalah transformasi positif yang dapat terjadi setelah kita mengalami kesulitan. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, kita akan mendapatkan ketenangan hati dan bimbingan dalam menjalani hidup.

Solidaritas dan Kemanusiaan

Dalam situasi bencana, kita sering melihat solidaritas yang luar biasa di antara masyarakat. Orang-orang bersatu untuk membantu sesama, memberikan dukungan, dan berbagi sumber daya. Ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia memiliki tanggung jawab untuk saling membantu, terutama di saat-saat sulit.

Musibah mengingatkan kita bahwa kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Kita perlu membangun rasa saling peduli dan empati terhadap orang lain. Dengan saling membantu, kita dapat menghadapi setiap ujian dengan lebih baik.

Oleh karena itu musibah angin kencang disertai hujan yang melanda Aceh adalah panggilan untuk kita semua. Ini adalah waktu untuk merenung, kembali kepada Allah, dan memperkuat iman. Setiap ujian yang datang mengajarkan kita tentang ketidakpastian hidup dan pentingnya bersyukur. Mari kita jadikan musibah ini sebagai kesempatan untuk saling membantu, berdoa, dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan cara ini, kita dapat menghadapi setiap tantangan dengan penuh harapan dan keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita. Musibah adalah bagian dari kehidupan, dan bagaimana kita menyikapinya adalah kunci untuk menemukan kebahagiaan dan ketenangan di hati.

Penulis : Dosen PAI IAIN Langsa , Sekretaris Dewan Dakwah Kota Langsa dan Wakil Ketua PARMUSI Kota Langsa.


Oleh Afrizal Refo, MA


Pada tanggal 12 Rabiul Awal, umat Islam di seluruh dunia memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hari ini menjadi salah satu hari yang paling ditunggu-tunggu dalam kalender Islam, karena sebagian besar umat Islam bersyukur atas hadirnya seorang nabi yang memperjuangkan kebaikan, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW juga menjadi tonggak penting dalam sejarah umat manusia, karena dalam sosoknya, lahir pemimpin yang amanah, yang membawa pesan kemanusiaan dan keadilan untuk seluruh dunia.

Aceh sebagai salah satu provinsi dengan mayoritas umat muslim di Indonesia, seharusnya dapat mengambil pelajaran dari momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW untuk menjadikan dirinya sebagai daerah yang menjalankan syariat Islam, yang ramah dan toleran bagi setiap orang, serta menjadikan kepemimpinan yang amanah..

Pada awalnya Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1511 M. Aceh menjadi salah satu daerah yang menjadi pusat perdagangan, sehingga terkenal dengan kerajaan Islam yang memegang rahasia perdagangan tersendiri. Oleh karena itu, kedudukan Aceh sebagai pusat perdagangan telah menarik banyak pengaruh dari negara-negara luar, terutama dari India, Yaman, Persia, dan Timur Tengah.

Namun, sejak datangnya Belanda di Indonesia pada tahun 1607, Aceh mulai kehilangan kedaulatannya. Kota-kota dan pelabuhan ditaklukkan dan digantikan oleh Belanda sebagai pusat perdagangan di kawasan itu. Dalam era modern, Aceh terkenal karena banyaknya konflik lokal yang terjadi antara daerah-daerah di Aceh, terutama konflik horizontal yang memicu diskriminasi terhadap etnis tertentu dalam masyarakat.

Oleh karena itu, momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW dapat menjadi teladan bagi calon gubernur di Aceh untuk memimpin dengan kebaikan dan keadilan, serta menghindari terjadinya diskriminasi atau konflik antara masyarakat.

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang sangat menghargai keadilan. Oleh karena itu, calon gubernur di Aceh harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil harus melibatkan semua pihak dan dapat memberikan manfaat bagi rakyat Aceh. Kebijakan yang diambil harus dijalankan dengan transparansi dan mengacu pada prinsip-prinsip yang adil.

Dalam konteks Aceh, sebagai salah satu provinsi dengan populasi muslim terbesar di Indonesia, momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diperingati setiap tahun juga dapat menjadi pengingat bagi calon gubernur dalam membangun Aceh yang lebih baik. Semoga calon Gubernur Aceh terpilih nantinya dapat memikirkan kepentingan umat Islam yaitu menjalankan syariat Islam secara menyeluruh dan juga membangun daerah yang lebih maju, dan tentunya mindset yang lebih baik tentang diri kita sebagai seorang pemimpin, untuk membangun negeri dengan keadilan dan perdamaian.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami betapa besar pengaruh sosok Nabi Muhammad SAW dalam sejarah umat manusia. Nabi Muhammad SAW bukanlah hanya pemimpin agama, tetapi juga pemimpin sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Sikap-sikap yang dicontohkannya, termasuk amanah, bertanggung jawab, keadilan, saling menghormati, kerja sama, kejujuran, dan integritas harus bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam memperingati momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW, kita harus meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT dan makhluk-Nya, serta meningkatkan kualitas hidup kita melalui perilaku yang baik. Dalam upaya membangun Aceh yang lebih baik, keberadaan calon gubernur yang memiliki prinsip kepemimpinan yang baik dan teladan sangat diperlukan. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama mendukung calon gubernur Aceh yang memiliki komitmen tinggi dalam memimpin Aceh dengan kebaikan dan keadilan.

Pada akhirnya, menjadi pemimpin yang amanah dan berkualitas dalam mengelola Aceh adalah tugas berat dan tak mudah. Namun, jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, membangun Aceh yang maju dan sejahtera dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan sejarah, sosok Nabi Muhammad SAW adalah teladan dalam kepemimpinan yang ideal, mengajarkan umatnya tentang kerja sama, keadilan, dan amanah, serta menghindari kekerasan dan diskriminasi.

Pada akhirnya, tentu saja hal tersebut tidak dapat dicapai dalam waktu singkat dan membutuhkan dukungan dan partisipasi dari seluruh masyarakat Aceh. Tantangan terberat adalah bagaimana masyarakat Aceh juga terlibat aktif dalam menghadapi permasalahan dan melakukan perubahan-perubahan positif untuk meningkatkan kualitas hidup di Aceh dengan mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran. Dengan kerjasama, partisipasi, dan komitmen yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, Aceh bisa menjadi daerah yang maju, sejahtera, dan menjadi contoh bagi yang lainnya.

Oleh karena itu penting untuk diingatkan kembali bagi calon gubernur di Aceh ataupun bagi siapa saja yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam menentukan arah asa Aceh. Momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW harus menjadi momen refleksi bagi setiap individu dalam menjalankan kepemimpinan, guna menciptakan masyarakat Aceh yang ramah, Islami, adil dan sejahtera. Agar cita-cita Aceh sebagai daerah yang maju dan sejahtera dapat tergapai sesuai dengan prinsip yang berlandaskan Alquran dan hadits serta mendukung terhadap peradaban dunia.

Semoga kita dapat terus berjuang dan memperlihatkan kepedulian kepada masyarakat, serta memberikan kontribusi menghasilkan perubahan positif bagi Aceh yang kita cintai. Semangat!

Penulis adalah Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa


Oleh: Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Paus Fransiskus tiba di Indonesia 3 September 2024 dan 4 September langsung bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di Istana Negara. Namun bukan hanya sebatas itu, yang menarik lagi bahwa ada seseorang dalam medsos mencium tangan Paus dan ini sangat tidak senang kalau yang cium itu orang Islam. Karena ia salah cium, seharusnya kalau orang Islam perlu mencium tangan ayah dan ibunya dan gurunya. Namun, ada issu yang mencium tangan Paus itu adalah warga NU atau warga GP Ansor. Kalau ini yang terjadi ini artinya sudah menyalahi kultur K.H. Hasyim Asy’ari, dan para Kyai lainnya. Walaupun demikian setelah ditelusuri, foto yang tersebar ketika kunjungan GP Anshor bertemu dengan Pemimpin Vatikan tersebut, bukan dari NU dan Ansor.

Menurut Wakil Sekjen Pengurus Pusat GP Ansor, KH Aunullah A’la Habib (Gus Aun) bahwa yang mencium tangan Paus Fransiskus adalah A.M. Adiyarto Sumardjono, seorang beragama Katolik. “Ia adalah Kepala Biro Umum di Kantor Wantimpres. Rupanya budaya cium tangan itu bukan hanya ada di Islam saja, tetapi dalam agama Khatolik pun ada seperti yang kita lihat dalam hari-hari kedatangan Paus ke Indonesia.

Cuma yang tidak ada adalah jika umat agama lain yang mencium tangan ulama Islam, demikian pula umat Islam yang mencium tangan Paus atau mencium kepala Paus. Kalaupun ada dikalangan ummat Islam yang mencium tangan dan kepala Paus itu namanya bahagian dari Khatolik, bukan lagi Islam tapi Islam KTP.

Memang menarik sekali Ketika kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia bak seorang anak yang sudah lama berpisah dengan ayahnya, namun pada saat ayahnya pulang dia peluk dan cium dan penuh haru dan tangis. Itu wajar sekali antara anak dan ayah/bapaknya.

Namun ketika Paus mengunjungi Masjid Istiqlal dengan baju keimamannya datang mencium kening Paus Fransisku, entah ini sama seperti anak mencium kening bapaknya atau murid mencium gurunya. Menurut berita CNN Indonesia, Kamis 5 September 2024 Imam besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar sangat terharu dan hormat kepada Paus sehingga dalam gambar beliau mencium kening dan kepala Paus. Nampak dalam gambar di medsos Prof. Nasaruddin Umar sangat melekat dan memuliakan Paus seperti seseorang memuliakan Ulama atau orang tuanya. Atau seperti memuliakan Nabi? Padahal Paus Fransisikus, menurut BBC News Indonesia 19 Desember 2023, Paus mengatakan bahwa para pastor dibolehkan untuk memberkati kepada pasangan sesame jenis, atau LGBT yang menganut agama Katolik Roma.

Detiknews Selasa 19 Desember 2023 menambahkan bahwa Doktrin Vatikan 2021 masih melarang pemberkatan kawin sesama jenisdengan alas an pada waktu itu Tuhan tidak bisa memberkati dosa. Namun pada 18 Desember 2023 pastor boleh memberkati pasangan sesama jenis kelamin. Sejak terpilih tahun 2013 lalu, Paus berusaha membuat gereja yang beranggotakan 1.35 miliar orang itu lebuh ramah terhdap kelompok LGBT tanpa mengubah doktrin moral.

Dulu di Aceh ada seorang Ulama yang bernama Teungku Muhammad Daud Beureueh, ketika datang orang-orang atau masyarakat datang berjumpa atau menziarahinya, ada yang berjabat tangan dengannya dan ada yang menciumnya. Ketika ada orang yang mencium tangannya, beliau bertanya, “Apakah kamu mencium tangan ibumu atau ayahmu” , kalau kamu tidak mencium tangan ibumu dan ayahmu, maka tidak perlu mencium tanganku.

Ada yang bilang kalau orang Khatolik mencium tangan dan kepala Paus Fransiskus, wajar saja karena itu imam mereka dan orang yang paling suci dalam anggapan mereka. Tetapi kalau ada ummat Islam yang dengan penuh haru dan hormat mencium tangan dan kening Paus, itu namanya kurang ajar, karena meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Itu namanya tasyabbuh, atau menyerupai mereka.

Dalam kaedah Islam barang siapa yang menyerupai sesuatu kaum, makai ia adalah bahagian dari mereka (kaum tersebut). Kalau ada ummat Islam yang melakukan seperti yang terlihat dalam medsos terhadap Paus bermakna orang itu sudah salah minum obat. Apalagi yang paling kurang ajar lagi adalah yang menyuruh orang (mayoritas) ummat Islam untuk meniadakan suara azan maghrib dan menggantikan dengan running text ketika ummat Khatolik melakukan misa. Ini kebablasan benar dan mereka sangat mencintai harta dan tahta.

Persoalan yang paling parah lagi adalah jika ada orang yang menandatangani surat agar seluruh saluran TV baik milik negara ataupun swasta pada waktu misa dilakukan, maka suara azan harus diganti dengan running text. Ini artinya mereka baik yang mendengar atau yang menyuruh matikan azan adalah Iblis, karena makhluk yang paling takut mendengar suara azan adalah mereka (iblis). Namun kalau ini datangnya dari ummat Islam, perlu dilihat penyakitnya, apakah ini sakit fisik atau sakit jiwa? Jangan sampe salah minum obat, atau kadang-kadang perlu chemoteraphi akibat penyakitnya yang sudah sangat parah.

Dalam Bahasa Aceh disebut “bek peupungo-pungo droe” sebab nanti akan gila benaran. Berita dari kemenag.go.id melaporkan bahwa Kominfo Kementerian Agama telah bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait penyiaran Azan Maghrib dan Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus. Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam, Kamaruddin Amin dan Dirjen Bimas Khatolik, Suparman merupakan respons atas surat yang disampaikan oleh Panitia Kedatangan Paus Fransiskus. Dalam surat ini ke Kominfo bersifat permohonan yang mengandung dua hal: Pertama, agar Misa Bersama Paus Fransiskus pada tanggal 5 September 2024 diasiarkan secara langsung pada pukul 17.00 WIB hingga 19.00 WIB. Kedua, agar penanda waktu maghrib ditunjukkan dalam bentuk running text sehingga misa bisa diikuti secara utuh oleh umat katolik seluruh Indonesia.

Menurul akal sehat dan pikiran Islam yang sangat jernih, kedua persoalan di atas sangat erat hubungannya dengan Aqidah/tauhid, kalau gara-gara persoalan ini menyebabkan aqidah kita tergadaikan, maka silakan berhenti dari tempat kerja atau tinggalkan jabatan tersebut biar digantikan oleh orang lain yang imannya abal-abal. Bukankah kita ini milik Allah yang nantinya destinasi akhir kita adalah mati dan masuk ke dalam kuburan, dan mempertanggung jawabkan semua tindakan kita di dunia, dan juga menunggu pengadilan Allah di yaumil hisab.

Apakah kita sanggup menghentikan tugas malaikat maut untuk merampas nyawa kita, apakah kita mampu melawan Mungkar dan Nakir ketika menyodorkan beberapa pertanyaan di alam kubur dan menyiksa kita para pesalah semasa didunia, atau apakah kita mampu menghadang para penjaga neraka untuk tidak masuk kedalamnya? Oleh karena itu wahai anak manusia yang sangat dhaif dan penuh keterbatasan, Allah itu Maha Kuat, Allah itu Maha Mengetahui, Allah Maha melihat dan Allah itu pemilik dunia dan akhirat, manusia itu sangat terbatas kuasanya.

Lihat betapa hebatnya Suharto, tetapi 32 tahun jatuh dan phak luyak di tangan mahasiswa. Lihat Presiden Ferdinand Marcos dengan kekuasaannya yang sangat hebat, semua Angkatan darat, laut, udara dan Polisi semua warehnya tetapi dihancurkan oleh Benigno Aquino, seorang janda yang suaminya dibunuh Marcos, lihat Shah Iran yang begitu kejamnya dengan pasukan berenjatanya serta inteljennya Savak yang sangat biadab, tetapi akhirnya Kerajaan Shan Reza Pahlevi harus bertekukuk lutut pada Imam Khomeny, orang tua berjenggot yang tak berdaya tetapi dapat meluluh lantakkan Kerajaan Shah Iran. Demikian lah Fiaraun dan sebangasanya. Semua sirna dan mengigit jarai jika Allah menyempurnakan janji-Nya.
Demikianlah orang Indonesia, baik Katolik dan orang Islam model Katolik mengagungkan orang yang melegakan LGBT dan mencium kepala dan tangannya yang pikirannya sudah sarat dengan boleh kawin sesama jenis dan membolehkan LGBT. Padahal kalau ia orang Islam apalagi Imam Besar Masjid Istiqlal sudah salah tempat sembahyang. Sebenarnya ia harus sembahyang sebelah yaitu ke Katedral supaya sama-sama membela LGBT. Kita semua tahu LGBT dan pelaku Kaum LUTH disuruh bunuh oleh Nabi Muhammad saw. Kita malah memberkatinya, benar-benar slah masuk kendang. Itulah kekuatan ummat Islam Indonesia yang dapat ditundukkan oleh kekuatan dua saja. Mari sama-sama kita melihat tokoh-tokoh munafik nanti di Yaumil Hisab, apakah mereka mengikuti Nabi Muhammad ke sorga atau mengikuti Abdullah bin Ubay bin Salul ke Jahannam.

Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Aceh


Oleh Afrizal Refo, MA


Agama Islam adalah identitas kita sebagai seorang muslim dan menjadi pondasi moral dalam kehidupan kita. Agama Islam juga membantu kita dalam menemukan makna dalam hidup dan memperkuat hubungan kita dengan Sang Pencipta.

Di dunia yang semakin terbuka dan mudahnya akses teknologi akibat arus globalisasi, kita mudah terpengaruh oleh berbagai ajaran agama lain yang tidak sesuai dengan kepercayaan kita. Namun, penting untuk diingat bahwa kita sebagai umat beragama harus mempertahankan keyakinan kita dan tidak tergoda oleh ajaran lain.

Setiap manusia mempunyai keyakinan dan nilai-nilai yang ia anut. Dalam agama Islam, iman dan aqidah adalah elemen yang sangat penting. Iman yang kuat akan menjadikan seseorang semakin teguh dan kokoh dalam mengarungi kehidupan. Namun, di era modern ini, banyak sekali orang yang berpaling dari aqidah dan mencoba mengikuti ajaran agama lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

Memperkuat aqidah kita dengan iman adalah hal yang sangat penting. Iman yang kuat akan mempersatukan hati dan pikiran kita, sehingga kita mampu menjalani hidup dengan lebih mantap dan penuh dengan kebahagiaan. Dalam Islam, aqidah adalah landasan agama yang harus dikuatkan setiap umat Muslim. Aqidah yang benar akan membebaskan kita dari keraguan dan kebingungan, serta membuat kita semakin teguh dalam menghadapi cobaan dan godaan di dunia ini.

Namun, di tengah banyaknya ajaran agama lain yang bertebaran di masyarakat, kita harus tetap waspada dan tidak mengikuti mereka. Setiap agama memiliki aqidah dan keyakinan masing-masing. Memilih untuk mengikuti ajaran agama lain bisa membuat kita kehilangan jalan yang benar dan membuat kita tersesat dalam mencari kebenaran hidup. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk selalu memperkuat aqidah kita dengan iman dan tetap istiqamah dalam mengikuti ajaran agama yang kita anut.

Selain memperkuat aqidah kita, kita juga harus berusaha untuk memahami dengan benar ajaran agama Islam yang kita anut. Kita harus belajar dari ulama dan ahli agama yang memahami tafsir Al-Quran dan Hadits dengan baik. Dengan ilmu yang benar, kita akan semakin yakin dan kokoh dalam menghadapi rintangan dan masalah dalam hidup kita.

Saat ini, isu toleransi seringkali terdengar di telinga kita. Digagas sebagai bentuk menghargai perbedaan dalam masyarakat, toleransi menjadi pilar penting dalam menjaga harmoni sosial. Tidak bisa dipungkiri, Indonesia merupakan negara dengan masyarakat multi-etnis, multi-budaya dan multi-agama yang membutuhkan adanya toleransi untuk mencapai kehidupan yang berdampingan dalam keberagaman. Namun, sering kali toleransi disalahgunakan dengan dalih menggadaikan aqidah dan keyakinan seseorang.

Dalam prakteknya, toleransi seharusnya tidak akan merugikan diri sendiri atau orang lain, serta tidak boleh merusak prinsip atau keyakinan agama. Namun, seringkali dalam kehidupan sehari-hari, terjadi penyalahgunaan nilai toleransi dalam masyarakat. Contohnya, seorang muslim merasa takut untuk menolak tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Islam meskipun dirinya sendiri tidak merasa cocok dengan hal tersebut, semata-mata untuk menghindari kesan yang tidak sopan atau bisa disebut sebagai intoleran. Hal seperti inilah yang sebenarnya menggadaikan aqidah dan keyakinan seseorang dengan dalih toleransi.

Menggadaikan aqidah dengan toleransi jelas merugikan sendiri. Dalam dunia pendidikan, ini bisa dilihat dari cara pembelajaran agama. Di beberapa tempat, terutama di sekolah umum, pembelajaran agama seringkali sekadar menjadi penghias kurikulum tanpa memberi pengaruh yang memadai pada diri siswa. Hal ini terjadi karena kesanggupan untuk menghargai perbedaan agama, seakan akan membenarkan untuk mengajarkan “pengetahuan” pada siswa tanpa bobot sebenarnya. Akibatnya, muncul generasi yang tidak memahami aqidahnya sendiri untuk menghindari keterlibatan dalam tindakan yang dapat merusak dirinya sendiri, seperti bullying atau tawuran, meski dalam agamanya sendiri mengutuk kekerasan.

Sementara itu, penyalahgunaan toleransi bagi yang lain dengan menggadaikan aqidah juga dapat merusak keberagaman dan keharmonian dalam masyarakat. Tidak ada jaminan bahwa hukum untuk merujuk pada toleransi akan sejalan dengan kebijakan toleransi yang sesungguhnya. Jika tidak terjadi kerja sama dan tindakan tegas di antara masyarakat, terutama yang terlibat dalam pelanggaran, tindakan merugikan dan mengingkari prinsip-prinsip keyakinan suatu agama akan terus terjadi dan berkembang di masyarakat.

Dalam kesimpulan, memperkuat aqidah kita dengan iman sangatlah penting, terlebih di era modern yang kompleks seperti sekarang ini. Kita harus tetap waspada dan tidak mengikuti ajaran agama lain, serta selalu memperdalam pemahaman kita tentang aqidah dan iman dengan cara yang benar. Dengan begitu, kita akan semakin kokoh dan teguh dalam mengarungi hidup ini, serta mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulis adalah Dosen PAI IAIN Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa.


Oleh: Prof. Dr. Muhammad AR. M.Ed


Salah satu pertanyaan di alam kubur nanti apabila manusia mati adalah man imamuka? Memang jawaban ini sederhana kalau kita didunia ini selalu membaca al-Qur’an dan juga mengamalkan ajaran al-Qur’an tersebut.

Namun bagi orang yang mengabaikan al-Qur’an konon lagi para penentang al-Qur’an, maka mereka akan menjadi buala-bulan malaikat hingga ke hari kiamat. Begitu pentingnya al-Qur’an dalam kehidupan ummat Islam karena al-Qur’an ini adalah salah satu pilar utama hukum Islam. Jika seseorang tidak memahami membaca al-Qur’an, tidak memahami isi al-Qur’an dan tidak mau menjalankan isi al-Qur’an, silakan membaca petunjuk Rasulullah dalam banyak hadisnya atau silakan bertanya kepada ahl zikri atau para ulama. Maka untuk ummat Islam di Aceh, kita sangat berterima kasih kepada saudara-saudara kita yang telah merumuskan bahwa setiap orang yang ingin menjadi pemimpin di Aceh, maka wajib kepada mereka itu harus bisa membaca al-Qur’an, semoga kehidupan para pembuat qanun ini diberkati Allah semuanya.

Al-Qur’an kalam Allah, al-Qur’an Kitabullah, al-Qur’an Undang-undang Islam, al-Qur’an adalah sumber segala ilmu dan sumber hukum Islam, jika kita mengaku Islam dan dibesarkan dari keluarga Islam, dalam lingkungan Islam, dan nenek moyang kita beragama Islam, sungguh amat dhaif kalau kita tidak bisa membaca al-Qur’an. Ini bermakna kita jarang sekali menyentuh Kitab Allah itu. Khalid bin Walid, seorang jenderal Islam, ketika dia pensiun dari jihad ketika mencapai umur 70 tahun, di pulang ke Madinah dan mengambil al-Qur’an dan mengatakan kepadayany, “Wahai al-Qur’an, mohon maaf selama ini (telah lama aku) tidak menyentuhmu, jarang membacamu, karena aku telah dilalaikan oleh jihad dalam rangka memperluas territorial Islam, dalam rangka menyebarkan risalah Rasulullah. Kalau demikian perkataan Jenderal Khalid bin Walid, bagaimana dengan kit aini, siapa yang melalaikan kita sehingga kita tidak sempat menyentuh dan membaca Kita Suci itu. Camkanlah whai ummat Islam sebelum masuk kea lam kubur.

Jenderal Khalid mengatakan “dialalaikan” oleh jihad, oleh sebab itu ia tidak sempat menyentuh lembaran-lembaran al-Qur’an. Seharusnya kitalah yang lalai dengan kerja mencari fee haram, membeli pekerjaan secara haram, melakukan sogok menyogok untuk mencapai tujuan, dan membunuh lawan politik dan lawan pendapat, sehingga membenci al-Qur’an dan mentalak tiga al-Qur’an. Banyak diantara kita melakukan, shalat, melakukan puasa wajib dan puasa sunat, memberi sedekah, naik haji dan umrah, namun kita enggan mengamalkan al-Qur’an secara komprehensif.

Kita membohongi al-Qur’an, kita menyepelekan al-Qur’an, kita menjadikan al-Qur’an untuk mencapai tujuan dan setelah itu kita injak-injak isi al-Qur’an, betapa biadabnya kita, betapa hancurnya akhlak kita, betapa kering kerontangnya hati nurani kita terhadap isi al-Qur’an. Sebelum terlambat, marilah kita bertobat kepada Allah kalau dosa itu berkaitan dengan Allah, namun kalau dosa itu terkait dengan manusia, maka carilah masjid-masjid dan rapat-rapat umum untuk meminta ampun kepada mereka.

Karena itu hati-hatilah dengan janji palsu, sumpah palsu, penipuan, penggelapan, dan kebohongan. Al-Qur’an tidak pernah menghalalkan kita untuk berbohong, intimidasi, membunuh, mencerca, memfitnah, berdusta, dan bersikap munafik.
Betapa memalukan kita ketika masa-masa calon anggota legislatif dahulu, banyak saudara kita yang gugur menjadi calon anggota legislatif disebabkan karena gagal membaca al-Qur’an dengan sempurna, dan kita berterima kasih kepada para juri baca al-Qur’an yang telah menjalankan tugas dengan adil, artinya yang bisa baca al-Qur’an wajar diluluskan dan bisa melangkah ke tahap selanjutnya, namun kalau ada juri baca al-Qur’an yang mau menerima sogok atau menutup mata ketika menilai bacaan al-Qur’an, artinya meluluskan yang tidak layak, atau sebaliknya. Maka kita serahkan kepada Allah atas kebohongan ini.

Kalau mereka benar, selamatkan mereka dunia akhirat ya Rabb. Maknanya kalau juri al-Qur’an sudah berani berbohong, tidak ada lagi juri yang benar di dunia ini. Kita bisa merujuk kepada pepatah Aceh terkait dengan hakim/juri yaitu “padumna leu hakim-hakim asoe jahim uroe dudoe”, Karena itu hati-hatilah dengan al-Qur’an, jangan jadikan al-Qur’an sebagai alat untuk mencapai tujuan duniawi dengan cara yang tidak benar. Ingatlah wahai juri yang menghakimi orang yang baca al-Qur’an dan hakim-hakim lain yang mengadili urusan kaum muslimin, anda orang pertama yang akan berhadapan dengan Pengadilan Allah di yaumil mahsyar nanti.

Demikian pula wahai juri yang telah mendengar atau menjadi hakim bacaan al-Qur’an calon gubernur Aceh, berlaku jujurlah syedara sebab ini berhadapan dengan Allah di yaumil hisab. Kalau mereka tidak lulus baca al-Qur’an, silakan tulis tidak lulus supaya bisa diperpanjang waktu untuk merekrut calon yang lain.

Al-Qur’an adalah jalan keselamatan, dan ini rambu-rambu kehidupan bagi manusia yang mau mengambilnya sebagai way of life. Sebagai ummat Islam, orang Aceh, dan penduduk di bumi syariat, sungguh sangat memalukan jika kita tidak bisa membaca kalam Allah, sungguh tidak berani mengaku Muslim kalau kitab sucinya saja tidak mampu membacanya apalagi menjalankan semua isi kandungannya.

Secara rasional tidak mungkin kita menjalankan syariat Allah atau undang-undang al-Qur’an kalau kita tidak memahami al-Qur’an itu sendiri, tidak mungkin kita memuliakan al-Qur’an sedangkan roh al-Qur’an tidak pernah bercampur dalam darah daging kita, tidak mungkin. Ditakutkan bagi orang-orang yang menjadi pemimpin di Aceh akan melanggar sumpah semuanya jika tidak menjalankan syariat Islam ketika menjadi pemimpin.

Karena setiap calaon gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota telah menanda tangani formulir diatas materai Rp. 10.000.- bersedia menjalankan syariat Islam jika nanti terpilih. Kita bisa bertanya sudah berapa persenkah syaraiat Islam berlaku di Aceh selama lebih kurang 23 tahun sudah berlaku? Lalu siapa yang disalahkan, rakyat atau pemimpin?

Sekarang bisa dibayangkan siapa yang melaukan sogok menyogok? Apakah mereka pikir ini ini anjuran al-Qur’an? Dan siapa yang menerima sogok atau meminta uang sogokan dan perantara sogok. Apakah mereka ini pecinta al-Qur’an? Demikian pula ketika seseorang menerima bantuan dari non-Muslim dan toke minuman keras atau toke barang haram untuk keperluan atau biaya kampanye, apakah ini ditolerir oleh al-Qur’an? Karena itu al-Qur’an bukan hanya dibaca akan tetapi diamalkan seluruh isinya, jadi kalau tidak mampu membaca, tidak memahami maknanya, tidak pernah menyentuhnya, dan tidak menjiwai al-Quir’an itu, maka tidak mungkin mengedepankan undang-undang al-Qur’an.

Dosen Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry-Banda Aceh
Muhammad.ar@ar-raniry.ac.id


Oleh: Afrizal Refo, MA

Sebagai kepala daerah baik Gubernur maupun Bupati/ Walikota memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan tugasnya. Salah satu tugas penting yang harus dilaksanakan oleh kepala daerah adalah menyelesaikan masalah yang kompleks dengan baik.

Oleh karena itu, kepala daerah harus memiliki kualitas kepemimpinan yang bersih, jujur, dan tegas. Selain itu, kepala daerah juga harus dapat mendengarkan ketika masyarakat berbicara dan mampu memahami berbagai permasalahan yang dihadapinya.

Dalam hal ini, salah satu syarat yang harus dilalui oleh calon kepala daerah di Aceh baik gubernur, wakil gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota dan Wakil walikota wajib mengikuti tes baca Alquran. Tes baca Alquran adalah salah satu hal yang dapat membantu meningkatkan integritas kepala daerah. Alquran adalah kitab suci yang dipercaya sebagai sumber hukum, moral, dan spiritual. Dalam Alquran, terdapat banyak ayat-ayat yang dapat membantu seseorang menjadi pemimpin yang bijaksana dan terhormat.

Maka dengan melakukan tes baca Alquran, kepala daerah akan mempelajari berbagai ayat-ayat penting yang dapat membantunya mengembangkan kepemimpinannya. Tes baca Alquran juga membantu kepala daerah meningkatkan pemahaman tentang etika kepemimpinan dan menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin yang dapat diandalkan.

Tes baca Alquran juga dapat membantu kepala daerah dalam menghadapi tekanan dan polarisasi yang mungkin terjadi dalam pekerjaannya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang kepala daerah harus dapat memahami serta menjaga harmoni dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, tes baca Alquran dapat memperluas pandangan kepala daerah tentang perbedaan budaya dan pandangan yang dapat membantu menjaga koeksistensi dalam masyarakat.

Namun, tes baca Alquran bukanlah satu-satunya cara untuk meningkatkan integritas kepala daerah. Sangat penting juga bagi kepala daerah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan adil. Mereka juga harus mempunyai kualitas kepemimpinan yang baik serta mampu melayani kepentingan masyarakat dengan sepenuh hati.

Dengan demikian, tes baca Alquran bukan hanya sekadar ritual formalitas semata, tetapi dapat menjadi cara penting untuk membantu meningkatkan kualitas kepemimpinan seorang kepala daerah. Dalam konteks filosofisnya, tes baca Alquran menjadi refleksi tentang pentingnya berpegang teguh pada prinsip kesetiaan dan kejujuran, serta menjadi teladan bagi keadilan, integritas, dan moralitas puri kita. Oleh karena itu, kepala daerah harus melakukannya dengan penuh kesadaran akan kepentingannya untuk memperoleh kebaikan yang sejati bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Dalam era yang serba modern ini, terkadang nilai-nilai spiritual dan moral sering kali diabaikan dalam kehidupan bersosial yang semakin kompleks. Namun, tes baca Alquran menjadi pengingat bahwa sebagai manusia, kita juga harus selalu terhubung dengan yang Maha Kuasa. Kita harus selalu mengambil waktu untuk membaca ayat-ayat suci dalam Alquran sebagai pengingat bahwa Allah selalu ada di setiap langkah kehidupan kita.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan dalam kepemimpinannya, seorang kepala daerah dapat mengambil inspirasi dari ayat-ayat pada Alquran. Ayat-ayat tersebut dapat membantunya mengambil keputusan bijaksana dan tetap menjaga harmoni dalam masyarakat.

Sebagai kesimpulan, Tes baca Alquran menjadi penting bagi kepala daerah sebagai salah satu tanda bahwa mereka adalah pemimpin dengan integritas dan kejujuran dan juga menjadi pengingat betapa pentingnya nilai-nilai spiritual dan moral dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai masyarakat, mari kita selalu menghormati nilai-nilai keagamaan dan menjadikannya sebagai acuan dalam setiap tindakan kita. Namun, tetap dibutuhkan aksi nyata dari kepala daerah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik serta adil. Semoga artikel ini dapat memberikan pandangan yang bermanfaat bagi pembaca.

Penulis adalah Dosen PAI IAIN Langsa dan Sekretaris Umum Dewan Dakwah Kota Langsa.