Archive for year: 2010

Inilah yang menjadi tema pelantikan pengurus Dewan Da’wah Bireuen, kata ketua panitia.
Sementara, Safrizal—ketua umum terpilih–dalam sambutannya menyampaikan terima kasih atas kepercayaan dan amanah yang diberikan, dengan harapan semua pihak dapat membantu menyukseskan program-program dakwah yang akan dilaksanakan ke depan.
Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, selaku Ketua Umum Wilayah Dewan Da’wah Aceh dalam amanatnya mengucapkan terima kasih kepada pengurus periode sebelumnya yang telah bekerja keras guna pemajuan da’wah. Kepada pengurus yang baru dilantik, Hasanuddin mengingat kan untuk menjaga kekompakan dalam mengelola organisasi serta membangun komunikasi dengan semua organisasi Islam lainnya sehingga tercipta ukhuwah Islamiyah yang berujung pada mudahnya melakukan aktivita da’wah.
Bireuen, yang dengan segala keterbatasan—transportasi, komunikasi dan teknologi—pada masa dulu telah berhasil melahirkan kader-kader terbaik ummat yang tergabung dalam PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) melalui lembaga pendidikan Al-Muslim Peusangan dan Normal Islam Bireuen. Kalau orang tua kita dahulu mau dan mampu melakukan hal-hal besar untuk kepentingan Islam dan ummatnya kenapa kita hari ini—dengan segala kemudahan fasilitas—tidak mau dan mampu melakukannya, timpal Tgk Hasanuddin Yusuf Adan di sela-sela sambutan pelantikan. Modal dasar keberhasilan tersebut, masih menurut Hasanuddin, adalah orang tua kita dahulu bekerja, berjuang dengan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan apapun—harta, jabatan dan lain-lain—kecuali keridhaan Allah Swt.
Di sesi terakhir pelantikan, Tgk. Nurdin Abdurrahman, selaku Bupati Kabupaten Bireuen, berpesan agar da’wah itu berjalan dengan baik, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang da’i. di antaranya, perlu ada kesesuaian antara apa yang disampaikan dengan perilaku sehari-harinya (baca; da’wah bil hal), kedua, dalam berdakwah mesti ada sedikit toleransi sosial, tidak menegakkan benang basah pada hal-hal yang tidak prinsipil, sehingga ukhuwah Islamiyah yang mau diciptakan tidak runtuh dengan perkara-perkara sepele.
Kehadiran Dewan Da’wah Kabupaten Bireuen, kami sambut dan terima dengan senang hati, susun program yang benar-benar dibutuhkan oleh ummat, kita akan bantu baik moril maupun materil, demikian pernyataan Bupati diakhir arahannya.

Kondisi ini mulai semarak pada masa imam mujtahid—karena Islam telah menyebar luas, persoalan semakin komplek, otoritas kenabian tidak ada lagi–pada awal abad ke II Hijrah. Namun demikian, di tengah keragaman pendapat yang disebabkan perbedaan pemahaman dan metodologi yang mereka (baca:imam mujtahid) gunakan tidak sampai menimbulkan konflik di antara mereka. Apalagi menganggap kelompok yang berbeda faham dalam masalah furu’iyah sebagai lawan/musuh atau menuduh sesat.

 

 

Suasana di atas berubah sepeninggal para imam mujtahid, dengan munculnya para muqallid  (pengikut dan pembela imam mujtahid secara berlebihan) yang menjurus kepada fanatisme mazhab. Mereka tidak lagi melakukan ijtihad, tetapi hanya melakukan syarah (memberi penjelasan), hasyiyah (rincian-rincian), tahzib dan ikhtishar (ringkasan) terhadap hasil ijtihad imam mazhab. Proses tersebut tidak hanya mematikan tradisi intelektual (ijtihad) para ulama saat itu, bahkan sebagian mereka terkesan berlebihan dalam membela dan mempertahankan  mazhab yang dianutnya.

Dalam lingkup Aceh, adanya variasi pemahaman dan praktek ibadah telah lama eksis dalam masyarakat dan bukan suatu hal yang aneh serta sesuatu yang perlu diributkan, karena ini memang warisan sejarah khazanah keilmuan Islam. Namun kita sangat menyayangkan, dalam beberapa tahun terakhir ini warisan sejarah tersebut sudah mulai dicemari oleh perilaku sebagian ummat Islam, di mana mereka dengan keangkuhannya merasa memiliki otoritas dalam pengamalan agama sehingga dengan begitu mudah melakukan klaim sesat atas kelompok lain yang berbeda. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman tentang fiqh ikhtifaf dan fiqh lintas mazhab (fiqh muqaaran)

Menyikapi kondisi di atas, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Provinsi Aceh melakukan kajian Tinggi Syariat Islam berbagai mazhab guna mengkaji berbagai persoalan keislaman dari sumber aslinya (maraji’-nya), berupa karya para ulama klasik (turats) maupun kontemporer (mu’asshirah) dalam berbagai mazhab. Tujuan dari kajian ini yaitu untuk menghidupkan kembali tradisi keilmuan dan intelektual Islam yang pernah dicontohkan oleh para ulama terdahulu (salafusshaleh), menjalin ukhuwah, dan memberikan pemahaman serta sosialisasi syariat Islam secara kaffah. Kegiatan yang dikoordinir oleh Ustadz Muhammad Yusran Hadi Lc, MA, selaku ketua bidang da’wah dan pemberdayaan ummat di Dewan Da’wah Aceh ini, sudah berjalan selama sepuluh bulan sampai saat ini. Kajian dan diskusi ilmiah ini dilakukan pada setiap hari Sabtu Jam 16.30 sampai dengan 18.00 di Aula Sekretariat Dewan Da’wah Aceh Jl. T.Nyak Arief No.159  (Depan Mesjid Polda Aceh) Jeulingke. Pengajian ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Menariknya, kajian selama ini dihadiri oleh berbagai kalangan, baik dari akademisi, ormas Islam, LSM, imam/bilal masjid, remaja masjid, dan mahasiswa.

Adapun jadwal, topik dan pemateri serta kitab-kitab yang dikaji adalah; Sabtu Pertama, dengan topik Fiqhul Ikhtilaf, oleh : Tgk. M. Yusran Hadi, Lc, MA (Alumni Universitas Islam Madinah – Arab Saudi/Kandidat Doktor Ushul Fiqih UIA Malaysia) dengan referensi; Kitab Al-Ikhtilaf al-Fiqhi (Dr. Muhammad Syarif Musthafa) dan Kitab Atsar al-Ikhtilaf al-Ushuliyyin fi Ihktilaf al-Fuqaha (Dr. Musthafa al-Khin).

Sabtu Kedua, dengan topik Fiqhus Siyasah  (Politik Islam), oleh : Drs. Tgk. H. Ghazali Abbas Adan (Alumni Fakultas Syari’ah IAIN Jakarta dan Mantan Anggota DPR-RI), dengan referensi; Kitab Haza ad-din Baina Jahli Abna-ihi wa Kaidi A’da-ihi (Syaikh Muhammad As-Sayyid Ahmad Al-Wakil), Kitab Al-Mausu’ah al-Muyassarah fi al-Adyaan wal mazaahib wal ahzaabii al-Mu’ashirah ( Dr. Mani bin Hammad Al-Juhaini), Kitab Al-Ibadatu fil Islam (Syaikh Yusuf  Qardhawy) dan Kitab Nizham  al-Islam; al-Hukmu wa Ad-daulatuhu (Syaikh Muhamad Al-Mubarak).

Sabtu Ketiga, dengan topik Aqidah, oleh : Tgk. Muhammad Thaib, Lc (Alumni Universitas Islam Madinah/Mudir Ma’had Ar-Rabwah Indrapuri) dengan referensi; Kitab Muqarrar Aqidah at-Tauhid (Syaikh Fauzan al-Fauzan).

Sabtu Keempat, dengan topik Hadits Ahkam, oleh : Ustadz Sulaiman, Lc. MA (Alumni Universitas Al-Azhar-Kairo) dengan referensi Kitab Subulus Salam (Syaikh Ashan’any), dan Kitab Naillul Authar (Syaikh Asy-Syaukani).

Dengan adanya kajian Islam dari berbagai bidang dan mazhab tersebut diharapkan akan memberikan keluasan dalam memahami dan mengamalkan Islam, sehingga etika berbeda pendapat yang pernah ada pada masa imam mazhab dan ukhuwah yang mereka bangun senantiasa dapat kita terapkan dalam zaman sekarang. Kalau ini mampu kita persepsikan dan aplikasikan dalam kehidupan nyata, maka klaim sesat yang tidak disertai argumentasi naqli maupun aqli, apalagi penggunaan kekerasan dan pemaksaan dalam pemahaman serta pengamalan ibadah perlahan-lahan akan hilang di bumi Aceh. Sehingga perbedaan pendapat ulama dalam masalah furu’iyyah dapat mendatangkan rahmat bagi ummat Islam, bukan sebaliknya menjadi bencana dan permusuhan.

Oleh: Junaidi bin Ibrahim [1]

A. Pendahuluan

Lahirnya berbagai peralatan teknologi dalam bidang penyiraan: radio, televisi, percetakan, telekomonikasi dan yang terakhir internet, telah memberi harapan baru bagi aktivis dakwah untuk sekala global. Seiring dengan itu maka muncullah istilah televangelism, teledakwah, e-dakwah dan lain-lain. Harapan ini memang sangat menjajikan, ini dikarenakan skop dakwah melalui signel tersebut jangkauannya sangat luas dan mendunia, bagaikan kata pepatah sekali terdayung dua-tiga pulau terlewati.

Dalam konteks ini, harapan yang ditawarkan oleh teknologi media untuk kepentingan dakwah-dakwah agama perlu dicermati dengan bijak, sehingga sarana yang ada dapat diakomudir dengan tepat sasaran dan terhindari dari efek negatif yang timbul secara seporadis. Dakwah dalam media bisa hadir dalam berbagai segmen yang intinya mengulas tentang isu relegius dalam berbagai sisi, baik di media cetak maupun media elektronik. Talk show, artikel dan teleconference keagamaan adalah beberapa contoh wajah baru dakwah agama yang tampil dalam teknologi media yang dapat membentuk citra dan sekaligus memperluas jangkauan audiens dakwah, tidak hanya mereka yang seagama, namun juga kepada pemeluk agama lain.

Di sisi lain para da’i dituntut agar peka dengan setiap isu yang muncul disamping bisa menguasai manajemen dalam mengelola media yang ingin ditranfer ide dakwah. Dengan demikian, tingkat penyebaran nilai-nilai agama menjadi lebih luas dan singkat waktu, minimal dalam tataran informatif. Orang-orang dapat mengambil banyak manfaat dari maraknya program agama Islam di radio, televisi, koran dan internet, dimana sebahagiannya sibuk tidak sempat menghadiri majelis taklim. Hadirnya nilai-nilai agama dengan perantaraan teknologi media tersebut sangat membantu mereka dalam menjaga kontinuitas keberagamaannya.

Dakwah melalui media massa seperti di radio, televisi, koran memang sangat menghematkan waktu dan sasaran yang ingin dicapaipun lebih banyak, namun biaya yang dikeluarkan tidak sedikit bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Akan tetapi hadirnya dunia internet dengan akses selama 24 jam ternyata memberi solusi kepada dunia dakwah hari ini, anda tidak perlu mereguh kocek sampai jutaan, cukup lima ribuan satu jam anda dapat mentranfer bermacam dokumen, artikel, makalah, ceramah ke dunia siber baik dalam bentuk audio atau video.

Bagi peminat dunia maya, dakwah melalui siber memang sangat mengasyikkan. Ini dikarenakan fasilitas yang disediakan oleh pemilik provider dan server cukup kreatif dan inovatif. Hanya sedikit tambahan ilmu pengetahuan tentang komputer terutama copy-paste nya anda sudah dapat memiliki sebuah bloger gratis. Hanya saja kreasi design web dan updatingnya yang memerlukan keseriusan dalam mengelola manajemen dakwah melalui siber tersebut. Walau bagaimanapun kita dituntut keseriusan dan kesungguhan dalam berbagai bidang yang ingin kita geluti jika memang kesuksesan mau diraih.

B. Pembahasan

1. Pengertian E-Dakwah Dan Siber

E-dakwah, secara sederhana, dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan dakwah dengan bantuan teknologi informasi, terutama Internet. Sebagaimana halnya e-mail yang digunakan untuk mengirim surat dan e-commerce yang merupakan perdagangan dengan bantuan Internet[2]. Pada umumnya istilah ini digunakan dalam dunia computer dan internet. Sedangkan istilah siber sering digunakan untuk sebuah komonitas dalam dunia maya atau dunia fantasi. Hadirnya berbagai istilah baru ini membawa kita ke sebuah alam tanpa wujud di dunia nyata namun ia muncul dalam alam pikiran computer dalam bentuk fantasi. Alam inilah yang kemudiannya menterjemahkan ide pikiran manusia menjadi rialtime di dunia nyata.

Istilah E-Dakwah selaras dengan istilah E-Book dan E- E- lainya di dunia computer. Istilah ini muncul untuk menjawab tantangan zaman, sehingga misi dakwah tetap jalan dalam kondisi bagaimanapun.

2. Dialektika Teknologi

Sebuah teknologi tentu datang dengan dialektikanya sendiri. Ada sisi baik dan ada sisi buruk. Sikap skeptis yang menolak sebuah teknologi apalagi mengharamkannya lantaran tidak dipahaminya bukanlah sebuah tindakan yang bijak. Namun juga tidak lantas menerima mentah-mentah semua teknologi yang ada tanpa ada filterisasi yang standar.

Disadari atau tidak, teknologi informasi kini telah berkembang begitu pesat dan telah merambah ke hampir setiap sisi kehidupan. Perkembangan ini memaksa manusia terutama kaum muslimin, menjadi lebih kreatif. Memang teknologi informasi ini, sebagaimana teknologi yang lain juga datang dengan dua sisi yang berbeda, yang dari sudut pandang akidah Islam, sangat diametral. Dimana seakan-akan dunia dakwah Islam pada satu sisi dan dunia anti dakwah Islam pada sisi yang lain, keduanya saling produktif.

Dialektika inilah yang harus dipahami oleh para da’i dalam mengelola website nya di internet. Pemanfaat teknologi ini sangat penting di era globalisasi sekarang, jika tidak praksi kejahatan dengan segala fasilitas dan kepakaran yang mereka miliki siap menyuguhkan informasi yang menggiurkan, yang pada akhirnya praksi kebenaran kalah bersaing di pentas dunia maya[3].

Pada dasarnya masalah dialektika teknologi ini dalam penyebaran nilai-nilai agama juga dihadapi oleh komunitas agama lain, seperti kekhawatiran seorang cendekiawan Kristen berikut: “Tetapi teknologi baru, dan komunikasi yang dimungkinkannya, bersifat ambigu (dua-arti): teknologi tersebut sama-sama dapat meneruskan atau merusak impuls-impuls profetik“[4]. Namun disamping kekhawatiran dan masalah yang muncul, di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata bahwa teknologi memberikan banyak manfaat positif bagi manusia. Hanya saja sejauh mana manusia tersebut dapat beradaptasi dengan dunia maya tersebut.

3. Perlukah berdakwah melalui internet?

Untuk menjawab pertanyaan diatas ada baiknya kita mengetahui sekilas tentang internet dan luas jangkauannya. Sebab tanpa diketahui apa itu internet maka akan sulit dipahami apa itu dunia maya atau siber. Oleh karena itu pengetahuan dasar tentang internet sangat penting agar dakwah tidak salah jalur bahkan tersesat dalam terang.

Sebagaimana diketahui internet merupakan sebuah saluran informasi melalui jaringan telepon baik seluler atau non seluler. Artinya dimana sinyal telepon dapat diakses maka disitu pula sekarang jaringan internet dapat diaktifkan. Jaringan ini lebih luas dari gelombang televisi dan radio, terutama di negara maju dimana rata-rata penduduknya memiliki jaringan internet. Oleh karena jangkauannya yang sedemikian luas maka tidak heran jika dalam satu waktu yang bersamaan internet dapat di akses oleh ratusan juta manusia.

Pada tahun 2004 pengguna Internet di seluruh dunia telah mencapai lebih dari setengah milyar dan diperkirakan akan mencapai satu milyar. Angka ini meningkat tajam pada tahun 2005 menjadi satu milyar dan pada tahun 2007 mencapat 1.4 milyar[5]. Inilah sebenarnya dakpak positif yang luar biasa yang dibawa internet dalam dunia informasi. Itu belum lagi kecanggihan internet yang melebihi teknologi TV dan radio dari berbagai sudut.

Jumlah pengguna Internet di Indonesia akan akan terus bertambah sejalan dengan waktu mengingat penetrasi Internet di Indonesia yang masih di bawah 2% tahun 2004. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi meramalkan bahwa pengguna potensial Internet di Indonesia mencapai 61 juta yang terdiri dari pengguna rumahan, pengguna kantoran, pengguna di warung Internet, universitas, sekolah, dan pondok pesantren. Dalam konteks e-dakwah di Indonesia, statistik ini menunjukkan peluang e-dakwah. Belum lagi jika kita berpikir untuk membidik sasaran di luar Indonesia dengan bahasa utama Inggris[6].

Informasi di dunia internet muncul dengan sangat cepat dan dahsyat, maka lahirlah website-website yang nyeleneh dan kekirian yang membawa ribuan misi pribadi dan kelompoknya masing-masing, sehingga muncullah istilah peperangan siber. Istilah ini muncul setelah dua misi yang berbeda berlaga di alam maya, yang satu menarik ke kanan dan yang lainnya menarik ke kiri, begitu juga antara kejahatan dan kebenaran juga saling adu otak menarik kliennya.

Munculnya website seperti http://groups.yahoo.com/group/Anti-Islamicsite, http://groups.yahoo.com/group/anti-islamicapologists. dan berbagai website lainnya telah membuat ajang diskusi menjadi sangat keras dan ekstrim. Disinilah sebenarnya dunia dakwah mengambil andil meluruskan persepsi keislaman yang salah dan dangkal. Maka lahirlah website-website Islamic seperti http://theholyquran.com/, http://islamport.com dan banyak lagi. Semuanya mencoba merespon tantangan dunia maya yang bebas tak terkendali.

Jika kita tidak mau melirik perkembangan dunia internet saat ini sebagai usaha dalam rangka membendung arus penistaan moral yang kini mengarah pada titik nol, maka sebuah bom yang disinyalir sebagai sebuah bencana kemanusian di abad melenium kian tak terbendung, yang pada akhirnya generasi manusia akan bertukar menjadi generasi hewan berwajah manusia. Dari sisi inilah pentingnya dakwah hadir dalam dunia siber sebagai respon penyelamatan manusia menuju kehidupan yang bermartabat layaknya sebagai manusia bukan hewan.

4. Manajemen Dakwah Melalui Siber

Dalam komonitas dunia siber dakwah bisa berjalan dengan sebebas-bebas tanpa hambatan, sebenarnya bukan hanya dakwah, media yang lain yang anti dakwah juga menikmati kebebasan yang sama. Disinilah diperlukan sebuah manejemen yang matang untuk mengelola informasi dakwah bagi audiens nya. Jika tidak dakwah yang disiarkan bukan hanya ditinggalkan oleh pemeluk agama lain bahkan kaum muslimin sendiri akan meninggalkan website yang tidak propesional tersebut.

Pengelolaan website dakwah hampir sama dengan pengelolaan website lainnya yang tidak berbasis dakwah, jika sebuah website memerlukan manajemen yang matang maka website dakwahpun memerlukan hal yang sama demi memenuhi konfigurasi website itu sendiri. Yang membedakan website dakwah dengan website lainnya adalah hanya pada konfigurasi dan fitur-fitur Islami serta memenuhi standar dakwah secara propesional.

Manajemen dakwah melalui siber selayaknya dilihat sebagai upaya untuk memoptimalkan peran dakwah dalam skala global. Maka sudah semestinya organisasi dakwah di menej dengan berbagai sub kerja yang propesional sehingga website dapat di akses dengan updating nya secara berkala dan terus menerus. Prosedural ini sudah selayaknya diperhatikan dan ditinjau ulang dari waktu ke waktu agar kebutuhan masyarakat tentang dakwah terpenuhi.

Manajemen dakwah melalui siber ini tidak semestinya di tunjangi dengan dana yang besar, yang lebih penting adalah kepakaran web developer sebagai administrator atau sebagai admin bersedia membangun website yang menarik. Berdakwah melalui siber bukanlah hal yang sulit, yang dituntut adalah kesungguhan dan kerja keras dalam menghidangkan berbagai artikel, dokumen dan software yang memenuhi selera para web browser. Pasar dunia web tidak selalu meminta artikel, dokumen dan software pemilik web tersebut, namun apa yang mereka hidangkan memenuhi keperluan pasar dalam dunia siber.

5. Manajemen Web Dakwah

Sudah seyogianya web dakwah dikemas dan diramu dengan manajemen yang handal agar bisa bersaing website lain yang senada dengannya, berikut ini beberapa trik dalam mengolah website berbasis dakwah agar menarik minat para pengunjung dalam melayari web yang kita tampilkan:

< Design web yang menarik dan tidak terlalu fulgar, oleh itu pilih warna dasar, background color serta picture Islami yang sesuai, dan yang lebih penting penempatan fitur tepat pada posisinya sehingga menghasilkan sebuah design web yang menarik.

< Dalam penampilan web sebaiknya para web developer menghindari animasi dan picture yang berlebihan, oleh karena itu biasakan menggunakan animasi atau picture dalam format *.gif untuk mengecilkan bite yang besar, sehingga para pelayat web dapat mengakses web degan mudah.

< Web yang baik adalah web yang selalu menampilkan data dan informasi baru dalam dunia Islam, oleh karena itu usahakan agar web selalu di update minimal satu kali seminggu.

< Dalam melengkapi kesempurnaan penampilan web sebaiknya disertakan juga hal-hal kecil tapi manarik seperti menyediakan kolom poling pendapat, chat antar member, link web Islami yang sejenis dan berbagai hal lainya yang dianggap perlu.

< Kemeriahan web biasanya dengan banyak pelayat, salah satu trik agar web mendapat banyak palayatnya adalah dengan menghadirkan forum diskusi, mailing list yang dapat di akses oleh members.

< Web yang mendunia adalah web yang dapat di akses dengan cepat di urutan pertama oleh engine search seperti yahoo, google, altavista dan lain-lain. Maka diperlukan trik apa yang dinamakan add URL pada yahoo atau google, dan jangan lupa menentukan keyword Islami sehingga web anda berada di urutan pertama pada engine search[7].

< Pastikan web dakwah berisi berbagai artikel, dokumen, wallpaper, ceramah agama dan software yang Islami, kalua bisa siapkan database untuk menampung uploading anda tersebut.

< Usahakan proses download yang dilakukan para palayat secepat mungkin, oleh karena itu pilihlah provider yang menyediakan server dengan speed (berkecepatan) tinggi sehingga bisa menghemat dana dan waktu para pelayat web tersebut.

< Pagari web dakwah dengan security yang memadai, sehingga tidak memberi peluang bagi para hecker mengganyang serta merusak data dan fasilitas web, walaupun tidak ada web yang tidak bisa ditembus oleh para hecker setidaknya anda telah melakukan backup data sebagai antispasi kehilngan data sewaktu-waktu.

< Promosikan web dakwah tersebut keberbagai web lainnya baik melalui chat, forum diskusi, mailing list atau sarana lainnya yang disediakan oleh web lain, agar palayat tau web dakwah tersebut telah hadir untuk memenuhi kebutuhan mereka.

< Menejlah web dakwah dengan sehemat mungkin, baik dalam penggunaan dana, waktu dan tempat. Oleh karena itu diperlukan minimal seorang web developer (pembuat web) namun tidak perlu yang punya izajah web, yang penting orang tersebut dapat mengelola web dengan baik. Ini untuk menghemat dana, kecuali web dakwah tersebut berasal dari sebuah instansi yang memerlukan hal seprti itu.

6. Misi E-Dakwah

E-Dakwah merupakan sebuah metode baru dalam menyampaikan misi keislman dalam kontek yang lebih besar dan lebih luas. Pada dasarnya misi dakwah melalui internet sama dengan misi dakwah yang dilakukan melalui internet, namun E-Dakwah tidak berdiri sendiri dan lepas satu sama lain, melainkan saling berhubung. Oleh sebab demikian E-Dakwah pada dasarnya hanya memperkuat dakwah dalam dunia nyata dan dakwah yang sesungguhnya. E-Dakwah bisa di gunaka sebagai sarana untuk membantu dakwah dalam beberapa hal sebagai mana berikut:

a). Memperluas Jangkauan Dakwah

Ada ungkapan dalam manajemen pemasaran bahwa “sebetulnya konsumen ada di mana-mana, namun masalahnya pemasar tidak bisa berada di semua tempat itu”. Hal yang sama juga terjadi dalam medan dakwah dimana mad’u yang menginginkan siraman informasi dan nilai-nilai Islam, bisa berada di mana-mana, namun program dakwah tidak bisa menjangkau semuanya. Maka melalui model E-Dakwah cakupan dakwah dapat diperluas hampir tak terhingga, sehingga dapat merentas berbagai dimensi batas ruang dan waktu. Konsep ini sebenarnya telah lama dikembangkan dengan tujuan bisnis secara online via website dengan istilah e-commerce.

b). Menampilkan wajah Islam yang sesungguhnya

Menampilkan wajah Islam yang sesungguhnya sangatlah penting. Hal yang penting ini sekarang dapat diwujudkan dengan mudah jika kita mau. E-dakwah dengan jangkauannya yang hampir tak terbatas menyampaikan kita pada satu titik mau atau tidak berdakwah melalu internet?. Apalagi, sampai saat ini, sebagian pengguna Internet adalah mereka yang belum mengikuti jalan Islam dalam arti beragama Islam[8].

c). Membangun citra Islam

Citra Islam yang rusak akibat segelintir orang, setidaknya dapat diperbaiki dengan hadirnya jawaban yang berimbang antara Barat dan Islam. Keadaan ini dapat memperbaiki citra Islam di mata dunia, walaupun sebagian besar kalangan Barat sangat benci dengan Islam sebaik apapun citranya sebagaimana di sinyalir oleh Allah dalam Al-Qur’an. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk “.Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (Surat Al-Baqarah Ayat 120).

C. Penutup

Dengan hadirnya digital islamic library dengan mendokumentasikan naskah-naskah pemikiran Islam dalam bentuk digital pada tahun 2003 oleh International Institute for Islamic Thoughts (IIIT) dan banyak lagi website yang serupa, hendaknya menyadarkan kita untuk segera memanfaatkan barang gratisan tersebut. Oleh karena demikian E-Dakwah dapat disimpulkan sebagai berikut:

E-Dakwah adalah sebuah keniscayaan zaman yang merupakan respon terhadap kemajuan teknologi informasi. Umat Islam sebagai komunitas yang tidak bisa terpisahkan dari komunitas dunia, tidak bisa menutup mata dan pasrah terhadap perkembangan yang ada. Pemanfaatan teknologi dalam proses dakwah merupakan sebuah respon aktif-kreatif yang wajib dilakukan oleh umat Islam.

E-Dakwah sudah seharusnya dikelola serius sejalan dengan dakwah konvensional. Sudah banyak pihak yang mengelola dengan serius E-Dakwah di Indonesia. Namun tidak salah jika pengelolaan dan pengembangan E-Dakwah juga dilakukan oleh pihak yang peduli dengan dakwah Islam (seperti organisasi-organisasi sosial keberagamaan Islam. Sebagai konsekuensi dari peningkatan keseriusan pengelolaan e-dakwah harusnya ada departemen atau badan atau majelis teknologi informasi pada setiap organisasi Islam. Namun sayang banyak universitas Islam tidak memiliki website dalam mengelola informasi universitas tersebut. Muda-mudahan dengan tulisan singkat ini menggugah para pembaca untuk memberikan kontribusinya pada medan dakwah.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an, terjemahan Depag, 2000

Internet Users Will Top 1 Billion in 2008, Wireless Internet Users Will Reach 48% in 2008, http://www.c-i-a.com/pr032102.htm, diakses 02 Agustus 2008.

Fathul Wahid, e-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, Yogyakarta: Gava media, 2004.

http://www.drury.edu/ess/church/church.html, diakses pada tanggal 20 September 2002.

Budiayono, Homepage gratis, cet Gramedia, Jakarta: 2006.

Fathuddin. Dakwah Era Digital, cet media dakwah, Jakarta: 2007.

[1]Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Konsentrasi Dirasah Islamiyah. Makalah disampaikan pada diskusi Mata Kuliah Manajemen Dakwah, dengan dosen pembimbing Prof. Drs. Yusni Sabi, Phd dan Dr. Abdul Rani, Msi.

[2] Fathul Wahid, e-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, Yogyakarta: Gava media, 2004. hal 8.

[3] Fathul Wahid, e-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, Yogyakarta: Gava media, 2004. hal 30.

[4] http://www.drury.edu/ess/church/church.html, diakses pada tanggal 20 September 2002.

[5] Internet Users Will Top 1 Billion in 2008, Wireless Internet Users Will Reach 48% in 2008, http://www.c-i-a.com/pr032102.htm, diakses 02 Agustus 2008.

[6] Fathul Wahid, e-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, Yogyakarta: Gava media, 2004, hal 10.

[7] Budiayono, Homepage gratis, cet Gramedia, Jakarta, 2006, hal 54.

[8] Fathul Wahid, e-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, Yogyakarta: Gava media, 2004, hal 10.

Beberapa catatan dimaksud adalah:

1.   Referensi kitab tafsir hanya mengutip tafsir-tafsir kaum “modernis dan liberal” seperti; Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, Wahbah Zuhaili, Ath-Thaba-thaba’i, Ath-Thabarsyi, Quraish Shihab (baca Catatan Pustaka), jadi lebih tepat diberi judul “poligami perspektif beberapa mufassir modern” .

2.  Sejak awal sudah apriori dengan poligami, sehingga pembaca digiring, dengan sejumlah justifikasi, untuk menolak poligami. Pembaca ditakut-takuti tentang sisi buruk poligami, tanpa sedikitpun mengupas sisi maslahah dari kebolehan poligami dengan realitas kehidupan masyarakat hari ini yang lebih melegalkan lokalisasi perzinaan, free sex, budaya permisivisme. Jadi terkesan unfair dalam mengulas topik poligami.

3.  Analisa masalah, yang oleh penulis menolak hukum Islam (baca;poligami) karena praktek poligami selama ini tidak mengikuti aturan. Akan lebih produkti kalau sekiranya yang di-lakukan adalah menga-jarkan bagai-mana berpoligami yang sesuai dengan syari’at. Bukan malah sebaliknya, ketika umat Islam keliru dengan konsep poligami dalam aplikasi, konsep itu sendiri yang kita minta untuk ditinggal-kan. Perbaiki ummat, karena konsep Islam tidak mungkin salah, yang salah adalah umat Islam yang merealisasi konsep tersebut.

4.  Menjadikan realitas wanita Islam hari ini, yang memiliki kecenderungan tidak mau dimadu (baca hal. 50), sebagai alasan menolak poligami merupakan sebuah sikap yang naif. Karena realitas tidak bisa dijadikan alat pembenar untuk membatal-kan ajaran (baca;nilai ideal). Analoginya; kalau realitas orang berat untuk melaksanakan puasa, zakat, meninggalkan riba, dan seterusnya. Apakah semua aturan tersebut mesti ditolak?

5.  Pertanyaan lain yang patut ditanyakan, kendati terkesan menggugat, adalah untuk apa Allah Swt. menurunkan sebuah syari’at kalau memang dari awal sudah dipastikan tidak mampu dilaksanakan?

6.  Secara fitrah, yang sesuai dengan sunatullah, adanya konsep poligami justeru menjadi solusi yang aman agar suami tidak terjebak dalam perseling-kuhan (baca;zina). Karena perempuan mengalami masa-masa–haidh dan nifas–yang menyebabkan suami tidak dapat menggaulinya.

7.  Realitas hari ini jumlah perempuan di dunia lebih banyak dari laki-laki. Dengan demikian, kalau poligami tidak dibolehkan,  terhadap perempuan yang tidak mendapat jatah suami hanya ada tiga pilihan; tidak kawin seumur hidup, menjadi pelacur (wanita simpanan atau sebagai lain-lain yang negatif) atau menjadi isteri kedua, ketiga atau keempat yang sah. Tidak ada alternatif keempat.  Dari ketiga alternatif ini, sekiranya ditanyakan kepada orang yang sedikit saja dapat berfikir jernih (semoga penulis juga termasuk dalam orang yang berfikiran jernih) akan menjawab menjadi isteri kedua, ketiga, keempat yang sah jauh lebih terhormat. Sekiranya pun ketiga alternatif tersebut merusak (baca;melahirkan mafsadah) bagi kehidupan perempuan,  maka yang lebih sedikit mafsadahnya adalah menjadi isteri yang sah, apakah isteri kedua, ketiga atau keempat.  

8.  Sekali lagi ditegaskan, hukum tidak bisa dihapuskan disebabkan ada seba-gian orang yang melanggarnya.

 

 

ª Penulis Buku Pandangan Islam Tentang Poligami, diterbitkan atas kerjasama Lembaga Kajian Agama dan Jender, Solidaritas Perempuan dan The Asia Foundation, Jakarta, 1999.

“Orang Aceh dulu bekerja untuk Islam dan bangsa. Itu tidak mungkin terwujud tanpa bekerja dan beramal,” kata Hasanuddin. Pada kesempatan yang sama, DDII Kabupaten Pidie Jaya juga menggelar pelatihan dai dan Daurah Syariat Islam yang diikuti sejumlah kader dai Kabupaten Pidie Jaya.
Acara pelantikan ini selain dihadiri oleh masyarakat, tokoh masyarakat, kepala dinas terkait, pak camat juga dihadiri oleh bapak bupti Pidie Jaya Drs Gade Salam. beliau berpesan agar pengurus DDII Pidie Jaya mampu membantu pemerintah dalam hal keagamaan khususnya. Beliau juga mengingatkan bahwa dirinya termasuk pengurus DDII Aceh maka sudah sewajarnya beliau membantu DDII Pidie Jaya di kemudian hari.
Sementara Pengurus Daerah DDII Sabang yang dilantik, yaitu tgk H Junaidi Ibrahi,Lc, (Ketua Umum), Akmal Zaini. S.Pdi (Wakil Ketua), Syahrul M. Yusuf. S.Pdi (Wakil Ketua), Tgk Zainuddin Adam (Wakil Ketua), Husaini S.Pdi (Wakil Ketua), Mustafa, S.Pdi (Sekeretaris Umum),T Amzar (Ketua Bedahara). dan banyak lagi semunya berjumlah melebih 80 orang anggota.

Paket sembako yang berisikan beras 10 Kg, gula 5 Kg, Tepung Terigu 2 Kg, Minyak Bimoli 2 Kg, Susu 2 Kaleng, Sirup 2 botol, indomie 10 bungkus dan 1 botol kecap dibagikan kepada kaum dhuafa yang ada di Gampong Rumpet.

Keusyik Gampong Rumpet, mewakili warganya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pengurus Dewan Da’wah Aceh atas dipilihnya gampong Rumpet sebagai lokasi penyaluran bantuan sembako yang berasal dari Yayasan Ash-Shilah tersebut. Apalagi, Dewan Da’wah Aceh telah memutuskan untuk membangun markaz barunya dan masjid di gampong kami, semoga ukhuwah ini dapat terus dipererat untuk selama-lamanya, demikian Keusyik Rumpet menyudahi sambutannya.


Ketua Umum Dewan Da’wah Aceh, Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, dalam amanatnya menyebutkan bahwa selain pembagian paket sembako, kegiatan lain yang dilaksanakan oleh Dewan Da’wah Aceh dalam bulan Ramadhan kali ini adalah Daurah Syariat Islam untuk aparat Gampong dan Remaja Se-Kecamatan Titeue Kabupaten Pidie pada tanggal 12-16 Agustus 2010, Ceramah “Hikmah Berbuka” di Radio Baiturrahman Banda Aceh tanggal 1-30 Ramadhan, Iftar Jama’i (buka puasa bersama) di Pulo Nasi pada 24 Agustus 2010 dan di Banda Aceh (secretariat DDII Aceh), 23 Agustus 2010, ceramah ramadhan di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar sekitarnya, 1-30 Ramadhan.

Semua kegiatan yang sudah diprogramkan tersebut berjalan sesuai dengan rencana. Ini semua berkat pertolongan Allah Swt, dan atas bantuan kerjasama dari Yayasan Syeikh Eid Qatar, Pemerintah Kecamatan Titeu, Pidie, Yayasan Ash-Shilah, Qatar Charity, Bank Muamalat, Radio Baiturrahman dan Dewan Da’wah Pidie dan Yayasan Al-Ikhlas Masjid Titeue. Untuk itu, atas nama pribadi dan mewakili Keluarga Besar Dewan Da’wah Aceh bersyukur kepada Allah Swt, dan mengucapkan terima kasih kepada semua sponsor atas kerjasamanya. Semoga apa yang sudah dan akan terus dilakukan ini memberi kontribusi positif bagi masyarakat di Aceh dan bagi percepatan tegaknya Islam di provinsi serambi mekkah ini, serta dicatat sebagai amal shalih di sisi Allah Swt, demikian Tgk. Hasanuddin berharap di akhir amanatnya. Semoga!

Banda Aceh, 22 Agustus 2010

Sayid Azhar
Sekjen DDII Aceh

dan dilanjutkan oleh para sahabat, sampai dengan sekarang dan Insya Allah sampai masa akan datang. Orang-orang yang masuk Islam dengan proses ini sering disebut dengan mu’allaf, walaupun para ahli berbeda dalam memahami makna mu’allaf, khususnya ketika membahas hak penerimaan zakat bagi mereka. Apakah pada saat Islam sudah kuat masih ada istilah mu’allaf yang perlu diberikan zakat agar mereka tertarik dan atau tidak berpotensi mengganggu da’wah Islam? Namun persoalan yang ingin ditangani sekarang bukan pada hal tersebut, tetapi lebih pada proses follow up setelah seseorang menjadi mu’allaf.

Persoalan yang muncul sekarang adalah pasca seseorang memeluk Islam (setelah proses pensyahadatan) berbeda dengan yang terjadi pada masa Rasulullah saw. dan para sahabat. Di mana mereka langsung mendapat bimbingan dan pengajaran tentang ajaran Islam secara bertahap. Saat ini para mu’allaf tidak menjalani proses yang cukup untuk pemahaman Islam, dan yang menyedihkan sering mereka dibekali satu lembar surat dari pihak berwenang yang menerangkan mereka sebagai mu’allaf dan selanjutnya mereka menjadi “pengemis”. Situasi ini diperparah lagi oleh realita bahwa mayoritas mu’allaf di Aceh adalah kelompok masyarakat pinggiran, baik dari segi status sosial, latar belakang pendidikan dan keluarga.

 Kendati sudah beberapa tahun berlakunya syari’at Islam di Provinsi Aceh, sampai sekarang belum ada sebuah gerakan, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, yang secara permanen dan profesional menangani pembinaan mu’allaf. Kegiatan yang dilakukan sering insidental dan temporer, tanpa proses keberlanjutan.

 Menyikapi Kondisi ini Dewan Da’wah Aceh bekerjasama dengan Baitul Mal Provinsi Aceh melaksanakan pembinaan mu’allaf secara berkesinambungan, yang untuk tahap awal berupa pembinaan pemahaman Islam, khususnya Aqidah dan ibadah praktis sehari-hari. Selanjutnya akan dilakukan proses pemberdayaan menyangkut kesejahteraan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Kegiatan pembekalan ini difasilitasi langsung oleh Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, Dr. Muhammad AR, M.Ed, Sayed Azhar dan Saifullah, Lc dari Dewan Da’wah Aceh.

 Lokasi yang dibina adalah di Kabupaten Aceh Singkil, tepatnya di Kecamatan Desa Napagaluh Kecamatan Danau Paris pada tanggal 13 Juni 2010, yang diikuti 31 orang mullaf. Kegiatan ini merupakan serangkaian dari acara pelantikan pengurus daerah Dewan Da’wah Aceh singkil dan Daurah Duat tentang Ghazwul Fikri.

Selain itu, pembekalan syaraiat Islam untuk muallaf juga dilakukan di Kota Subulussalam, pada tanggal 14 Juni 2010, yang dikuti oleh 25 muallaf. Kepala Dinas Syariat Islam yang hadir dan membuka acara ini menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh Dewan Da’wah Aceh ini, dan berharap ke depan terus melakukan hal serupa dan pihaknya juga siap bekerja sama melalui program yang diusulkan ke dinas syariat Islam Subulussalam.

Pihak Baitul Mal Provinsi Aceh selaku mitra kerjasama dalam pembinaan muallaf, yang menyediakan dana untuk pengadaan buku-buku bacaan, juga mempercayakan Dewan Da’wah Aceh memfasilitasi rekruitmen anak-anak muallaf untuk diberikan beasiswa yang langsung dikirim ke rekening mereka masing-masing selama setahun, dengan jumlah 100 ribu rupiah perbulan.

 Beasiswa ini diberikan kepada anak muallaf yang masih sekolah, dari keluarga kurang mampu dan orang tuanya menjadi muallaf belum lebih dari dua tahun, demikian kriteria yang ditetapkan oleh Badan Baitul Mal Provinsi Aceh.

 Dengan kegiatan pembekalan dan beasiswa ini diharapkan dapat memberi pemahaman yang komprehensif tentang Dienul Islam bagi para mu’allaf, khususnya berkaitan dengan aqidah dan ibadah, menghilangkan citra negatif yang selama ini ada, seolah-olah tidak ada beda antara sebelum mereka menjadi muslim dengan sesudah masuk Islam, dan menjawab kebutuhan para mu’allaf sendiri sebagai langkah awal belajar Islam dan proses pemberdayaan kesejahteraan keluarganya.

Guna tercapainya tujuan yang diharapkan, Kegiatan ini akan ditindak-lanjuti dengan pembinaan rutin para muallaf oleh pengurus daerah Dewan Da’wah, baik di Aceh Singkil Maupun di Subulussalam. Kecuali itu, pihak pengurus wilayah Dewan Da’wah Aceh juga akan melakukan koordinasi yang efektif dengan semua pihak, serta evaluasi dan monitoring yang ketat untuk terlaksananya program ini.

Selain itu  hadir juga Pimpinan Yayasan Sheikd Eid bin Mohammad Al-Thani Qatar Cabang Indonesia yang berkantor di Banda Aceh, Syeikh Muhammad Naseer, selaku donator yang membantu keseluruhan pembangunan masjid Dewan Da’wah Aceh, sementara dari pemerintah Aceh hadir mewakili Kepala Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Aceh, juga diramaikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Gampong Reumpet, Muspika Krueng Barona Jaya dan beberapa pejabat dari Kabupaten Aceh Besar serta keluarga besar Dewan Da’wah Aceh

Dewan Da’wah Aceh, dalam sambutan yang disampaikan oleh Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, selaku ketua umum, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses acara peletakan batu pertama pada hari ini (jumat, 26/3), wabil khusus kepada Geusyik dan aparat desa Reumpet selaku penguasa wilayah serta pihak Yayasan Sheikd Eid bin Mohammad Al-Thani Qatar Cabang Indonesia yang telah membantu pembangunan masjid. Hanya saja, Ketua Dewan Da’wah mengingatkan bahwa proses pembangunan masjid ini masih terkendala dengan status tanah, yang sampai saat ini masih terhutang. Untuk itu, melalui acara ini kami menghimbau kepada para dermawan, khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Besar agar dapat membantu mengatasi permasalahan ini, demikian Hasanuddin mengharap. Di samping masjid, di tanah seluas 1800 meter, akan dibebaskan lagi sekitar 700 meter, juga nantinya akan dibangun sarana pendidikan dan sekaligus menjadi markas besar Dewan Da’wah Provinsi Aceh.

Kegiatan peletakan batu pertama dilakukan oleh Bupati dan pimpinan yayasan Syeikh Eid. Setelah prosesi peletakan batu pertama, Bupati Aceh Besar dalam sambutannya menyatakan, atas nama Pemerintah mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Syeikh EId bin Mohammad Al-Thani Qatar yang telah mempercayakan bantuan Masjid seluas 15 x 15 meter kepada Dewan Da’wah Aceh, semoga bantuan ini dapat dikelola dengan baik sehingga dapat berfungsi sebagai pusat pembinaan masyarakat Islam, khususnya Gampong Reumpet. Kepada masyarakat setempat (Gampong Reumpet) Tgk. Bukhari Daud, sebagai sosok bupati yang kerapkali menjadi khatib, menghimbau untuk bekerjasama dengan Dewan Da’wah dengan sama-sama menjaga fasilitas yang akan dibangun agar dapat bermanfaat maksimal, khususnya untuk pendidikan anak-anak sebagai generasi penerus.

Kepada Dewan Da’wah, Bapak Bupati, juga sekaligus sebagai anggota majelis syura Dewan Da’wah Aceh mengucapkan terima kasih yang telah memilih wilayahnya (Gampong Reumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya) sebagai tempat membangun masjid dan menjadi markas untuk pembinaan ummat ke depan. Di samping itu, saya juga ingin berpesan kepada Dewan Da’wah agar dapat meningkatkan kapasitas internal, khususnya berkaitan dengan kemampuan Bahasa Arab bagi para pengurus. Pengurus Dewan Da’wah, sepertinya, wajib mampu berbahasa Arab, tegas Bupati. Wejangan lain untuk Dewan Da’wah adalah perlu upaya membangun institusi pendidikan sehingga melahirkan kader yang seirama dalam mengemban misi da’wah. Hindari radikalisme, pahami masyarakat dalam batas-batas syar’iyah agar da’wah berhasil. Demikian bupati mengakhiri sambutannya.

Menyahuti permasalahanyang dikeluhkan oleh Dewan Da’wah, tentang pembebasan tanah, diakhir prosesi acara peletakan batu pertama, sebelum makan siang bersama, bupati memimpin pelelangan wakaf tanah tempat pembangunan masjid. Dirinya atas nama pribadi mewakaf 10 meter, diikuti sopirnya 1 meter, ajudannya 2 meter. Kemudian diikuti oleh beberapa pejabat—tetapi sumbangan atas nama pribadi bukan jabatan– di Kabupaten Aceh Besar dan juga dari majlis syura Dewan Da’wah Aceh. Sehingga total terkumpul wakaf sejumlah 35 meter,  yang kalau diuangkan sebesar Rp. 10,5 juta.

Atas semua upaya ini Dewan Da’wah Aceh, khususnya panitia pembangunan masjid, mengucapkan Alhamdulillah dan terima kasih, semoga wakaf tersebut menjadi sedekah jariyah yang balasannya tidak pernah putus. Amien.

 

Banda Aceh, 26 Maret 2010

Sayed Azhar

Sekjen Dewan Da’wah Aceh

 

Proses ini sudah mulai digagas pada awal tahun 2008, dengan mencoba mencari tanah wakaf, tetapi upaya tersebut tidak berhasil. Oleh sebab itu, pengurus bekerja keras menggalang dana dari berbagai sumber sehingga dapat menyediakan sepetak tanah, kendati belum lunas (masih terhutang) dengan pihak lain,  untuk pembangunan masjid dan sekaligus sebagai markas dan sarana pendidikan untuk masa mendatang.

Masjid yang berlokasi di Desa Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar mulai pengerjaan pada awal Maret 2010 dengan diawali pengukuran arah kiblat. Proses pengukuran arah kiblat pada tanggal 9 Maret 2010 dilakukan langsung oleh Badan Hisab dan Rukyah Provinsi Aceh yang terdiri dari pihak Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh. Selanjutnya penyiapan pembangunan masjid yang dikelola langsung oleh pihak Yayasan Syeikh Eid Qatar diperkirakan akan rampung dalam waktu 4 bulan.

Pihak Dewan Da’wah Aceh mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yayasan Syeikh Eid atas bantuannya, juga kepada pimpinan masyarakat di Gampong Rumpet atas kerjasamanya sehingga masjid sudah dapat mulai dibangun dengan harapan tidak ada kendala. Ucapan terima kasih juga kepada para donator, para dermawan yang sudah menyumbangkan dana dalam bentuk wakaf untuk pembebasan tanah tempat pembangunan masjid tersebut.

Mengingat masih terhutangnya harga tanah, maka sekali lagi kami sangat mengharapkan kepada semua pihak yang memiliki kemudahan rezeki agar dapat menyumbangkan dana dalam bentuk wakaf tunai guna pelunasan harga tanah, dengan harga Rp. 300.000,-/meter. Sumbangan tersebut dapat diantar langsung ke sekretariat Dewan Da’wah Aceh Jl. T. Nyak Arief No. 159 Lamgugop-Jeulingke Banda Aceh, Telp. 0651-7406436, atau ditransfer ke Bank Muamalat Cabang Banda Aceh nomor Rekening 918.1604699 atas nama Hasanuddin Yusuf Adan QQ DDII-NAD. Atas semua bantuannya kami ucapkan al-hamdulillah.

 

Daurah yang dilaksanakan pada hari Senin 1 Maret 2010 diawali dengan daurah du’at. Daurah dengan peserta 30 orang utusan dari seluruh Kecamatan yang ada di Aceh Singkil tersebut dibahani oleh Pengurus Wilayah (PW) DDII Aceh. Di antara materi yang disuguhkan dalam daurah tersebut adalah; Mengenal Syari’at Islam di Aceh oleh Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, Problematika Dakwah di Aceh oleh Dr. Muhammad AR, dan Metodologi Khuthbah bagi sang khathib oleh Tgk. Jamaluddin, MA. Setelah selesainya daurah sehari penuh, acara dilanjutkan dengan musyawarah Daerah untuk memilih Pengurus Daerah DDII Aceh Singkil periode 2010-2013 yang juga bertempat di aula Kantor Camat Gunung Meriah di Rimo. Hasil musyawarah Daerah telah mengangkat ustaz Ihsan sebagai Ketua Umum menggantikan posisi Abdul Muhri sebagai Ketua Umum periode lalu. Ihsan ditemani oleh ustaz Samla sebagai Sekretaris Umum dan sejumlah pengurus lengkap lainnya.

Usai daurah dan Musda, yakni Selasa 2 Maret 2010 para petinggi DDII Aceh tersebut mengunjungi beberapa Kecamatan dalam wilayah Aceh Singkil seperti Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Suro, dan Kecamatan Danau Paris untuk melihat kondisi dan suasana muslim di sana sebagai langkah awal mewujudkan gambaran Peta Dakwah di Aceh Singkil. Ternyata di sana masih banyak muslim yang hidup berdampingan dengan non muslim dan dikuasai oleh mereka karena muslim minoritas dan lemah. Ada juga masjid yang diurus oleh seorang imam dan khadam yang tamatan Sekolah Dasar di Kecamatan Danau Paris, dari segi ilmu Islam sama sekali belum layak untuk itu, namun apa hendak dikata keadaan memang demikian adanya.

Follow up dari hasil kunjungan tersebut, dalam waktu dekat Dewan da’wah Aceh akan mengajukan proposal kerjasama kepada Baitul Mal  Aceh dan juga Pengurus Pusat Dewan Da’wah di Jakarta untuk menangani permasalahan ummat Islam di Aceh Singkil, khususnya pembinaan mu’allaf secara berkesinambungan. Pembinaan dimaksud baik berkaitan dengan pemahaman dan pengamalan Islam, juga pembinaan kesejahteraan agar dapat hidup layak. Untuk itu kami dari Dewan Da’wah Aceh sangat mengharapkan bantuan dari semua pihak agar program ini Berjaya, Insya Allah.