Archive for year: 2022

Afrizal Refo, MA
Oleh : Afrizal Refo, MA

Tak lama lagi umat muslim sedunia akan segera menghadapi hari raya besar kedua, yakni hari raya Idul Adha. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan adalah menyembelih hewan Kurban.

Menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha, tanggal 10 Dzulhijjah dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11,12,dan 13 Dzulhijjah) merupakan ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap umat islam di seluruh dunia, karena di bulan ini umat islam menyerahkan hewan qurban untuk dibagikan kepada fakir miskin. Bulan ini juga menjadi momentum ibadah yang meneladani Nabi Ibrahim a.s yang bermuara kepada pemerataan sosial dan keadilan sosial.

Kata qurban sendiri berasal dari bahasa arab yaitu “quroba-yaqrobu-qurban, waqurbanan” yang artinya dekat, maksudnya ialah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Adapun pengertian secara istilah, qurban adalah penyembelihan hewan dalam rangka ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt yang dilakukan pada waktu tertentu. Ibadah qurban disyariatkan pada tahun ketiga hijriah, sama halnya dengan zakat dan shalat hari raya (Terjemahan Fiqih Islam Wadillatuhu, 2011)

Ibadah qurban yang dilakukan umat Islam yakni dengan penyembelihan hewan kurban pada setiap 10 Dzulhijjah. Hewan yang boleh dijadikan untuk kurban adalah unta, sapi, dan kambing atau domba.

Tapi apakah ibadah qurban ini menjadikan agama Islam tidak berbeda dengan agama-agama lainnya. Bahwa umat Muslim menjadikan hewan-hewan tersebut sebagai persembahan kepada Allah SWT.

Ibadah qurban sama halnya dengan ibadah haji, bersifat simbolik. Qurban bukanlah sebuah ritual menumpahkan darah untuk mendapatkan pertolongan Allah melalui kematian makhluk lain. Qurban bagi umat Islam adalah ungkapan terima kasih kepada Allah atas limpahan rezeki dengan cara berbagi makanan berharga kepada mereka yang tidak mampu.

Penyembelihan hewan qurban sebenarnya sudah ada sejak pra-Islam. Bahkan dipraktekkan oleh orang-orang Arab kafir dan juga Yahudi sebagai bentuk persembahan, untuk memperoleh kekayaan dan perlindungan Allah dengan pengorbanan darah.

Islam datang untuk mengubah tradisi tersebut. Penyembelihan qurban bukan untuk mendamaikan Tuhan yang sedang marah atau untuk menebus dosa-dosa sebagaimana yang diyakini umat kristen. Penyembelihan qurban menurut Islam adalah untuk memadamkan ego dan keinginan pribadi kepada Allah.

Seperti diceritakan kisah Nabi Ismail dalam Alquran surat Ash-Shaffat ayat 102-107.

“Maka ketika (anak laki-laki) mencapai (usia) sanggup bekerja dengannya, (Ibrahim) berkata: “Wahai anakku! Sesungguhnya saya bermimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai Ayahku! Lakukan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu: Insya Allah, Engkau akan menemukanku, termasuk orang yang sabar. Maka ketika keduanya telah berserah diri (kepada Allah), dan dia (Ibrahim) membaringkannya anaknya atas pelisnya (untuk pengorbanan). Lalu kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah memenuhi mimpi itu! ” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat benar. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

Ketulusan dan kesabaran nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail untuk melaksanakan perintah Allah Swt tidak diragukan lagi. Iblis berusaha untuk menggodanya, namun nabi Ibrahim tetap kuat dan kokoh untuk melaksanakan perintah Allah walaupun hanya lewat mimpi (ru’yah shadiqah). Dengan ketabahan, ketulusan, dan tawakal kepada Allah Swt, ia melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keyakinan, kepasrahan dan keikhlasan.

Ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim a.s adalah ujian penyembelihan nabi Ismail a.s yang peristiwa ini diabadikan dalam ibadah qurban yang dilakukan oleh segenap kaum muslimin di seluruh dunia. Makna dan pesan dari qurban itu sendiri yang dititahkan (disyariatkan) Allah Swt tentulah memiliki pesan sosial, tak terkecuali ibadah qurban. Selain memiliki makna ritual, ibadah qurban juga mengandung makna sosial. Oleh karena itu, umat islam yang merayakan ibadah qurban diharapkan tidak hanya sebatas ritual yang miskin makna, akan tetapi ada nilai-nilai luhur dan moral yang dapat diimplementasikan. Diantara makna moral yang terkandung di dalam ritual qurban adalah :

Pertama, ketundukan Ibrahim a.s kepada Rabbnya membawa pesan moral kepada kita semua untuk senantiasa taat dan patuh terhadap aturan Undang-undang yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.

Kedua, dibebankannya ibadah haji ini bagi umat islam yang mampu dan mendistribusikan daging qurbannya sebagai bentuk kepedulian kepada kaum lemah menyiratkan pesan substansial kepada kita agar selalu bersemangat membantu meringankan penderitaan orang lain. Bantuan tidak hanya sebatas materi, melainkan ide tenaga atau pikiran yang akan dapat meringankan dan penyelesaian problematika hidupnya. Secara substansial belum dapat disebut “berkurban” manakala di dalam dirinya belum tumbuh semangat berkurban dan membantu penderitaan orang lain.

Ketiga, menyembelih hewan berarti menyembelih sifat-sifat kebinatangan seperti egois, serakah, rakus, menindas, tidak mengenal aturan, norma atau etika dan bertengkar bahkan membunuh hanya demi keuntungan sesaat, memperkaya diri sendiri, menindas yang lemah dan arogan. Hal ini menunjukan bahwa qurban yang dilakukan berdampak mampu memberikan kontribusi dan penyadaran untuk memperbaiki diri dan menata tatanan sosial yang baik.

Keempat, disunahkan menggemakan takbir mulai hari pertama malam 10 Dzulhijjah sampai waktu ashar di akhir hari tasyrik (tanggal 13 Dzulhijjah) memperlihatkan kepada kita bahwa hanya Allah-lah yang memiliki kekuasaan Agung dan Absolut. Oleh karenanya, tidak patut bagi kita bertindak semena-mena terhadap orang lain serta berjalan di muka bumi dengan congkak karena hanya Allah yang maha kuasa atas segalanya dan kita selaku hamba Allah tunduk dan patuh terhadap perintah Allah SWT.

Dengan momentum qurban ini dapat kita mengambil pelajaran bahwa dalam Alquran Allah menegaskan, Allah tidak pernah menyuruh Ibrahim membunuh (mengorbankan) putranya. Hal ini berbeda dengan apa yang disebut dalam Alkitab, bahwa Abraham (Ibrahim as) diperintahkan berqurban dengan membunuh putranya.

Dengan kata lain, implikasi yang mendasari umat Islam dalam berqurban bukanlah pertaubatan darah atau mencari pertolongan dari Allah melalui kematian orang lain, melainkan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas rezeki seseorang dan pengorbanan pribadi untuk berbagi harta benda dan makanan berharga mereka dengan sesama manusia.

Sebagaimana Firman Allah SWT, “Dan bagi setiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang diberikan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada mereka yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj ayat 34)

Dari Ayat Alquran diatas maka dapat disimpulkan, bahwa Allah SWT tidak membutuhkan daging atau darah karenanya berqurban adalah simbol rasa syukur dengan cara berbagi daging qurban kepada sesama manusia. Justru yang terpenting dalam berqurban adalah, penyembelihan dilakukan dengan menyebut nama Allah.

Dengan demikian, berqurban selain untuk mengagungkan sebagian syiar Allah, juga agar mendapatkan keutamaan qurban. Ada banyak keutamaan qurban, di antaranya adalah dicatat sebagai amalan terbaik di hari Idul Adha yang paling dicintai Allah, mendapat kebaikan sebanyak bulu hewan kurban dan mendapatkan ampunan dosa.

Semoga pelaksanaan qurban kita semua menjadi ibadah yang hakiki dalam konteks ritual maupun sosial.

Penulis adalah Sekjen Dewan Da’wah Kota Langsa

Oleh Afrizal Refo, MA

Dzulhijjah merupakan salah satu bulan yang mulia dalam Islam. Dzulhijjah sendiri berasal dari kata ‘Dzul’ yang artinya pemilik dan ‘Al-Hajjah’ yang artinya haji.

Karena merupakan bulan yang mulia, sangat dianjurkan bagi umat Muslim untuk memperbanyak ibadah. Mulai dari berpuasa, berzikir, berkurban, hingga melaksanakan shalat Idul Adha.

Beberapa hari lagi umat Islam akan menyambut bulan Dzulhijjah. Dzulhijjah merupakan bulan ke-12 atau terakhir dalam kalender tahun Hijriah. Dzulhijjah menjadi salah satu bulan suci (syahr al haram) dalam Islam selain Dzulqaidah, Muharram, dan Rajab. Di Indonesia, bulan Dzulhijjah juga sering disebut sebagai bulan haji.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada 12 bulan, di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, yakni Dzulqa’adah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dzulhijjah disebut sebagai salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT. Di dalamnya terdapat kewajiban haji bagi yang mampu menunaikannya. Sementara orang yang tidak mampu dianjurkan memperbanyak amalan sunah lainnya seperti sedekah, shalat, dan puasa.

Karenanya, kesempatan beribadah tidak hanya diberikan kepada jama’ah haji. Siapapun mendapat kesempatan beramal meskipun dalam bentuk yang berbeda-beda.

Saat datangnya bulan Dzulhijjah, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh. Hal itu seperti yang dijelaskan dalam sejumlah hadis Rasulullah SAW, salah satunya hadis riwayat Ibnu ‘Abbas yang ada di dalam Sunan At-Tirmidzi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر
Artinya,

“Rasulullah SAW berkata: Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk beribadah seperti sepuluh hari ini,” (HR At-Tirmidzi).

Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:

والفجر وليال عشر

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Qs. Al Fajr: 1-2)

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan 10 malam yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut. Penafsiran para ulama ahli tafsir mengerucut kepada 3 pendapat:

Yang pertama: 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Yang kedua: 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Yang ketiga: 10 hari pertama bulan Al Muharram.

Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:
Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma
إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 hari di bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Bulan Dzulhijjah juga penuh dengan sejarah bagi umat Islam. Di antaranya yaitu ibadah haji dan menunaikan kurban. Dua ibadah tersebut memiliki nilai pahala yang sangat besar di mata Allah SWT.

Alasan lain dijadikannya Dzulhijjah sebagai salah satu bulan yang mulia karena ada banyak peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam. Apa saja peristiwa penting di bulan Dzulhijjah?

1. Nabi Ibrahim Menyembelih Ismail

Allah SWT menguji Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya menyembelih putranya, Nabi Ismail. Perintah tersebut disampaikan melalui mimpi sebanyak tiga kali. Ibrahim pun mengatakan hal ini kepada Ismail.
Ismail menerima hal tersebut karena merupakan perintah Allah. Keesokan harinya, Ibrahim menyembelih Ismail di sekitar Mina, Mekah. Karena keikhlasan Nabi Ibrahim dan Ismail, Allah menggantikannya dengan seekor domba. Peristiwa ini terjadi pada 9 Dzulhijjah.

2. Pembangunan Ka’bah
Peristiwa lainnya yang terjadi pada bulan Dzulhijjah adalah pembangunan Ka’bah. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah yang juga dibantu Ismail.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 127 yang artinya: “Dan ingatlah ketika Nabi Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdo’a : Ya Tuhan kami terimalah daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah : 127)

3. Perintah Wajib Berhaji
Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyerukan ibadah haji. Peristiwa ini diyakini terjadi pada bulan Dzulhijjah. Diriwayatkan, Nabi Muhammad menunaikan ibadah haji sekali seumur hidup pada bulan Dzulhijjah.
Allah SWT berfirman: “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Al-‘Imran : 97)

4. Peristiwa Nabi Yunus
Nabi Yunus pernah mengalami kejadian ditelan paus raksasa setelah dilempar ke laut. Saat itu, Allah memberi mukjizat kepadanya agar mampu bertahan di dalam perut paus. Peristiwa ini diyakini terjadi pada 2 Dzulhijjah. Itu mengapa umat Muslim disunnah untuk berpuasa pada tanggal tersebut.

5. Diampuninya Dosa Nabi Adam
Adam dan Hawa dilempar Allah dari surga oleh Allah SWT ke Bumi karena memakan buah khuldi yang terlarang akibat godaan iblis. Karena kejadian tersebut, Nabi Adam terus berdoa kepada Allah agar diampuni dosanya. Pada 1 Dzulhijjah, Allah pun mengampuni dosa Nabi Adam dan pada tanggal ini pula umat Muslim dianjurkan berpuasa.

Penulis adalah Sekjen Dewan Da’wah Kota Langsa.

Dalam rangka membentuk pribadi muslim yang tangguh pada siswa SMP/SMA Se- Kota Langsa dan Aceh Tamiang Dewan Da’wah Kota Langsa mengadakan kegiatan Islamic Student Camp (ISC) pada Senin s/d Rabu (27-29Juni 2022).

Kegiatan Islamic Student Camp (ISC) dipusatkan di Dayah Nurul Hikam Alwaliyah (NUHA) gampong Sukarejo Kecamatan Langsa Timur. Agenda ISC yang bertema kan “The Youth of Today are The Leaders of Tomorrow” ini dibuka secara langsung oleh Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa Afrizal Refo, MA.

Acara yang digagas Dewan Da’wah Kota Langsa bertujuan agar pemuda Islam dapat memanfaatkan liburan sekolah dengan kegiatan yang bermanfaat dan hiburan positif untuk memperdalam pengetahuan agama, kemandirian dan memperkuat silaturahmi diantara pelajar se-Kota Langsa dan Aceh Tamiang.

Yang terpenting adalah bahwa acara Islamic Student Camp (ISC) mampu mengelorakan semangat muda pelajar agar menghindari perilaku-perilaku yang merusak di era kids zaman now. Seperti permasalahan remaja yang marak kekinian diantaranya adalah perkelahian pelajar, narkoba, pergaulan bebas, game Online dan LGBT.

Ketua Panitia Muhammad Ihsan M.Ag menyampaikan bahwa Acara Islamic Student Camp (ISC) adalah acara yang bermanfaat bagi pelajar di Kota Langsa maupun Kabupaten Aceh Tamiang. Di sini mereka dibekali dengan berbagai materi seperti Tadabbur Al-Qur’an, Power of Mindset, Manajemen Diri, Caracter Building, Leadership, Disiplin dan kekompakan dalam berorganisasi serta Manajemen waktu.

Hal ini mempunyai tujuan untuk mempersiapkan generasi muda yang berkarakter dengan mental yang kuat. Sehingga akan tercipta pemimpin-pemimpin yang unggul yang nantinya akan menerima tongkat estafet kepemimpinan berikutnya, Pungkas Ihsan.

Sementara itu sekretaris Panitia Muhammad Fauzi, M.Pd juga menyampaikan bahwa acara Islamic Student Camp (ISC) ini memakai konsep kajian keIslaman yang dikemas dengan camp. Acara tersebut berada di Kompleks Dayah Nurul Hikam Alwaliyah (NUHA), Langsa dengan suasana yang sejuk disertai udara yang segar.

“Ini adalah konsep yang menarik bagi pelajar. Selain di Dayah Nurul Hikam Alwaliyah Mereka juga diajak bertafakur alam ke Laut dan dibekali ilmu Leadership diatas Kapal Perahu menuju gampong Pusong Langsa . Selain itu juga diisi dengan outbound yang menarik,” ujarnya.

Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa Afrizal Refo, MA Dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan Islamic Student Camp (ISC) merupakan salah satu cara untuk mewujudkan pribadi seorang muslim yang kuat yang tangguh bukan hanya secara keilmuan namun juga mental spiritual.

Dalam amanatnya Afrizal Refo menyampaikan pesan bahwa kegiatan Islamic Student Camp yang merupakan binaan Dewan Da’wah Kota Langsa ini dapat terus dilaksanakan pada setiap tahunnya, sehingga dapat menjadi wadah penempaan mental siswa, karena didalamnya bukan hanya diadakan kegiatan kerohanian, tidak hanya belajar memperdalam ilmu agama dan membaca Al Quran, tetapi Islamic Student Camp juga dapat membentuk jasmani dan rohani yang kuat sebagai pribadi seorang muslim.

Kedepan diharapkan, Islamic Student Camp menjadi contoh kegiatan positif untuk pemuda, terkhusus pelajar yang ada di kota Langsa, selain itu kegiatan ini juga diharapkan dapat melahirkan prestasi-prestasi dibidang keagamaan baik ditingkat daerah maupun secara Nasional, ujarnya.

Pimpinan Dayah Nurul Hikam Alwaliyah (NUHA), Dr. Sulaiman Ismail, MA memberikan apresiasi acara Islamic Student Camp yang mampu menjaring dan melibatkan pelajar di Kota Langsa dan Aceh Tamiang. Menurutnya, acara ini merupakan kegiatan positif yang harus terus dilanjutkan tiap tahun. Apalagi saat ini, katanya, tantangan dan problematika remaja semakin meningkat dan variatif. Karenanya dibutuhkan sebuah kegiatan yang mampu membimbing hati pelajar menuju pengetahuan dan aktivitas yang positif.

“Kami sebagai orang tua mendukung acara yang bernilai positif dan mendidik. Apalagi liburan sekolah ini merupakan momentum yang baik untuk mengisi kegiatan pelajar dan mahasiswa. Intinya kami mendukung 100 persen,” tutur Abi Sulis.

Sementara itu Ketua Dewan Da’wah Kota Langsa Dr. Iskandar Budiman, MCL, mengaku, senang dengan antusias pelajar yang menjadi peserta Islamic Camp. Ia berharap acara tersebut akan mempu menyerap nilai-nilai positif bagi peserta agar bisa berakhlak mulia, berpengetahuan luas dan mampu menjadi agen perubahan bangsa dan Islam.

“Acara ini, jelasnya, nanti akan terus digagas tiap tahun dan nantinya akan terus melibatkan para pemuda yang menggarap konsep dan ide Islamic Student Camp. Kegiatan Islamic Student Camp selain memakai konsep camping, outbound, wisata ke Laut dan juga materi keIslaman, Pungkas Iskandar.”

Dewan Dakwah Kota Langsa menggelar pengobatan medis dengan Terapi Totok Punggung (Topung) untuk masyarakat Kota Langsa, di Komplek Dayah Nurul Hikam Alwaliyyah (NUHA) di Gampong Sukarejo, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa, Minggu (19/6/2022).

Kegiatan pengobatan medis dengan Terapi topung ini diikuti oleh 20 orang yang sebagian besarnya berasal dari Kota Langsa dan juga masyarakat umum yang berdomisili Aceh Tamiang.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut pengurus Dewan Dakwah Kota Langsa dan Majelis Syura Dewan Da’wah Kota Langsa, Dosen IAIN Langsa, Pegawai Pemko Langsa dan masyarakat lainnya.

Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa, Afrizal Refo, MA mengatakan kegiatan tersebut juga bekerjasama dengan Dayah Nurul Hikam Alwaliyyah (NUHA) yang merupakan wujud kepedulian dan kontribusi Dewan Da’wah Kota Langsa dalam menangani berbagai permasalahan umat termasuk bidang kesehatan.

Diketahui, Topung akhir-akhir ini sering dibicarakan sebagai pengobatan alternatif, yang diyakini dapat menyembuhkan segala penyakit.

“Metode Topung ini bisa menjadi sarana dakwah, menolong orang, hingga banyak manfaat lainnya,” terang Afrizal Refo

Warga yang menerima pengobatan medis terapi topung itu untuk mengobati berbagai penyakit medis antara lain asam lambung, jantung, saraf kejepit, diabetes melitus, stroke, sesak nafas, hipertensi, asam urat, sakit pinggang, prostat dll.

“Kami berharap warga yang berobat itu dapat menjaga kesehatan, mengatur pola makan dan tetap berperilaku hidup sehat,” Harap Afrizal Refo.

Sementara itu, pemateri yang berasal dari Kota Lhokseumawe yang juga Trainer Nasional Topung Wilayah Aceh, Ustad Faisal mengatakan, terapi Topung sudah mulai dikembangkan di seluruh Aceh termasuk kota Langsa. Dengan pelatihan ini diharapkan setiap orang bisa menjalankan pengobatan dengan metode Topung.

“Minimal Topung bisa diterapkan di lingkungan keluarga sendiri. Kita juga bisa membantu pengobatan teman, tetangga, maupun lingkungan sekitar. Topung juga sudah mulai diakui oleh kalangan medis,” ujarnya.

Ustad Faisal menegaskan, bahwa setiap penyakit sudah pasti ada obatnya. Begitupun Topung bisa menjadi obat dari segala penyakit, tentunya atas izin Allah SWT.

Sementara itu Zulfadhli yang berumur 44 tahun sebagai pasien yang pernah di rawat di beberapa rumah sakit karena penyakitnya yang sudah 10 tahun belum kunjung sembuh menyampaikan sangat berterima kasih sekali kepada Dewan Da’wah Kota Langsa yang sudah memberikan pelayanan kesehatan dan pengobatan alternatif medis dengan terapi topung kepada masyarakat.

“Alhamdulillah setelah mengikuti terapi topung ini badan saya terasa ringan dan nafas saya semakin mudah serta jalan saya tidak cepat lelah, mudah-mudahan bisa sehat kembali insya Allah, tegas Zulfadhli

“Semoga kegiatan ini terus rutin diadakan tiap bulannya sehingga kami merasa terbantu terutama dalam segi kesehatan,” pungkasnya.

Muhammad Mukhlis juga salah satu warga kota Langsa yang mengikuti pengobatan medis ini sangat antusias dengan kegiatan terapi topung dan berharap selepas Hari Raya Idul Adha tahun 2022 ini agar dibuat pelatihan topung dan baksos pengobatan Topung ini oleh Dewan Da’wah Kota Langsa, insya Allah, pungkasnya.

Sementara itu Ketua Majelis Syura Dewan Da’wah Kota Langsa, juga pimpinan Dayah Nurul Hikam Alwaliyyah Dr. Sulaiman Ismail, MA menambahkan kegiatan pengobatan medis terapi topung tersebut merupakan salah satu program dari Dewan Dakwah Kota Langsa dan mengapresiasi atas terlaksananya kegiatan ini dengan sukses di Dayah Nurul Hikam Alwaliyyah.

“Dewan Dakwah Kota Langsa saat ini telah melakukan berbagai program keummatan untuk masyarakat. Dan seperti itulah seharusnya yang dilakukan oleh semua ormas. Sehingga dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan memupuk ukhuwah dan terbinanya silaturrahmi dengan sesama sehingga kebersamaan yang terus terjaga,” kata Dr. Sulaiman Ismail, MA.(*)

Oleh: Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA
(Ketua Majlis Syura Dewan Dakwah Aceh & Dosen Fakultas Syari’ah & Hukum UIN Ar-Raniry)
=diadanna@yahoo.com=

MUQADDIMAH

Semenjak dua orang terakhir Walikota Banda Aceh memimpin kota ini masing-masing memberikan nama khusus terhadap ibukota Aceh tersebut. Ketika Illiza Sa’aduddin Jamal menjadi Walikota ia menamakan Banda Aceh sebagai Kota Madani, lain lagi dengan Walikota Aminullah Usman sekarang yang menyebut-nyebut istilah Banda Aceh dengan gelar Kota Gemilang. Terkesan saling memberi nama khusus tersebut sebagai salah satu upaya untuk menjadikan ibukota provinsi Aceh tersebut lebih maju, lebih bergairah, lebih bersahabat dan lebih populer.

Namun ketika kita padukan antara dua nama tersebut dengan perkembangan kota nampak sangat belum selaras sama sekali karena namanya terlalu muluk tetapi kerja Walikotanya belum mumpuni. Apalagi kalau kita selidiki lebih jauh terkait dengan kinerja Walikotanya sendiri yang menurut informasi dari beberapa media masih belum menuntaskan pembayaran insentif para imam, guru pengajian, para geusyik dan lainnya, maka gelar tersebut masih jauh panggang dari api. Akhirnya gelar demi gelar yang ditabalkan tersebut hanya menjadi lipstip yang bersifat fatamorgana saja yang nampak didengar tetapi tidak nampak diraba.

 

CIRI KHAS KOTA GEMILANG

Kalau kita mau pasang filter lebih awal sebelum meramu ciri khas Kota Gemilang terkait dengan istilah gemilangnya, maka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan gemilang adalah cahaya, bercahaya, bagus sekali dan maju jaya. Kalau demikian makna gemilang maka ciri-ciri khas Kota Gemilang mestilah melingkupi dan memiliki kapasitas berikut:

  1. Kotanya bersih dari sampah dan limbah dalam ukuran 24 jam, artinya sampah dan limbah dari bekas pemanfa’atan masyarakat tidak berserakan di pinggir-pinggir jalan sampai jam sepuluh siang, ianya harus bersih paling telat pukul 07.30 pagi;
  2. Harus bersih pula dari sampah masyarakat yang sangat mengganggu warga kota dengan berbagai ulah dan prilaku mereka setiap hari dan malam harinya, seperti para pengamen, peminta sedekah di simpang jalan untuk tujuan kaya bukan karena tidak berpunya. Bersih pula dari berkeliarannya para orang gila yang sangat menakutkan warga kota terutama para anak-anak yang sedang berkembang dan memerlukan ketentraman;
  3. Ia pula harus bebas dari penjaja kaki lima dan penjaja simpang jalan serta para peniaga tepi jalan yang membuat kotornya pandangan mata dan berserakannya sampah-sampah bekas digunakan mereka;
  4. Kota gemilang itu harus mampu mengatur warga kota untuk hidup sehat baik pengaturan pemanfa’atan makanan dan pemakaian maupun penggunaan waktu yang dibagi dua antara waktu tidur/istirahat dengan waktu kerja. Dengan demikian warga kota gemilang akan nampak berseri, ceria, ramah dan bersahaja, tidak memasang muka jeruk perut ketika bersuwa dengaan tetamu dari luar kota;
  5. Ia juga merupakan kota yang bebas macet, bebas lobang dan bebas debu serta bebas lumpur di jalan-jalan sehingga orang tau membedakan antara kota berantakan dengan kota gemilang;
  6. Warga kota gemilang mestilah saling membantu, saling sayang menyayangi, saling kasih mengasihi, saling ingat mengingati dan saling nasehat menasehati sehingga tidak pernah terjadi perkelahian, pencurian, penipuan dan sejenisnya dalam kehidupan. Ketika azan berkumandang lima kali sehari semalam, warga Kota Gemilang bersama para pimpinannya berlomba-lomba ke masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah, bukannya berlomba-lomba menutuk kedai/rumah lalu tidur di dalamnya, atau bergegas menutup kantor kemudian shalat sendiri di dalamnya apalagi pada hari Jum’at yang mewajibkan kaum lelaki shalat jama’ah Jum’at. Yang paling penting lagi adalah warga Kota Gemilang yang sedang berlaku syari’at Islam harus menutup aurat, harus sopan santun dan hormat terhadap tetamu dan harus berlemah lembut dalam kehidupan. Dalam kota tersebut tidak ada kedai kopi yang dijadikan arena dansa-dansi, tidak ada penjualan miras, bersih dari prostitusi, buntut dan judi;
  7. Wujudnya sarana dan prasarana umum seperti jalan yang luas, got dan parit yang representatif, taman kota yang memadai, transpor rakyat yang mencukupi, galon minyak yang siap isi, MCK yang harus ada di tempat-tempat keramaian seperti di pasar, di terminal, di rest area dan semisalnya;

Minimal terkafer tujuh poin tersebut secara rapi dan kontinue barulah layak disebut sebuah kota itu sebagai Kota Gemiliang merujuk kepada makna gemilang yang tertera dalam KBBI. Kalau yang itu belum wujud maka bagaimana berani kita menamakan dirinya dengan Kota Gemilang padahal syarat dan kriteria gemilangnya belum pernah ada. Jangan-jangan pimpinan memberikan gelar tersebut kepada kota yang dipimpinnya karena pemimpin sebelumnya yang menjadi saingannya dalam Pilkada sudah memberi nama Madani terlebih dahulu. Jadi untuk menghilangkan jejak kerja rivalnya maka nama tabalan terhadap kota juga diganti dengan nama yang cukup indah dalam bacaan tetapi sangat muram dalam pelaksanaan.

 

KENYATAAN KOTA WARUNG KOPI

Kalau demikian kenyataannya maka kota tersebut yang sudah jelas dan pasti mendapat gelar sebagai Kota Warung kopi mengingat di kota tersebutlah terletak ratusan warung kopi yang berjejeran. Kalau diberi nama Banda Aceh sebagai Kota Warung Kopi maka Walikota dan segenap ASN/PNS serta pejabat kota mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya baik kepada Allah maupun kepada warga kota karena mereka telah berjaya mewujudkan Banda Aceh sebagai Kota Warung Kopi di mana di sana terdapat ratusan warung kopi dalam bentuk dan model yang berbeda.

Dari beberapa sumber yang penulis dapati, Banda Aceh memiliki warung kopi besar kecil plus warung nasi beasar kecil tidak kurang dari 500 buah. Dalam informasi lainnya bahwa warung kopi di Banda Aceh tidak kurang dari 300 buah, ada pula yang menghitung jumlahnya melebihi dari 300 warung kopi dan warung nasi besar kecil di Banda Aceh, baik yang sifatnya dalam bentuk toko, dalam bentuk restoran, maupun warung tempelan dan warung jejeran di pinggir jalan. Dengan demikian maka wajar dan objektiflah kalau disebut Banda Aceh sebagai Kota Warung Kopi. Apalagi setiap warung kopi tersebut senantiasa penuh siang dan malam diisi oleh para kaum putra dan kaum putri.

Yang membuat warga kota harus berhati-hati lagi ketika ada warung kopi yang diberi nama dengan: Toko Kopi Kiri di kawasan Lamteh yang pengunjungnya tidak pernah sepi siang dan malam. Yang lebih mencurigakan lagi selain namanya adalah para pengunjung hampir semuanya kaum muda dan kaum mudi yang sangat serius di dalam warung kopi. Agar kita tidak su’uzzan, namun perlu berhati-hati; nama kiri itu identik dengan kaum anti Islam, di Indonesia malah istilah kiri itu sering dijuluki kepada kaum yang berideologi Komunis. Apalagi ketika toko kopi kiri tersebut dipenuhi oleh kawula muda maka lebih cenderung lagi kepada setting dan format gerakan kaum atheis untuk mengkaderkan generasi pelanjut. Wallahu a’lam.

 

KHATIMAH

Ketika seorang Walikota telah berani menabalkan nama indah dan baik terhadap kota yang dipimpinnya maka dia harus berusaha keras untuk membuktikan bahwa nama yang disandang kepada kota yang dipimpinnya selaras dalam kenyataan. Kalau tidak demikian maka biarkan saja warga kota yang memberi gelar sendiri agar mereka tidak ngoceh kepada pak wali. Kalau tidak berlebihan barangkali kepemimpinan gubernur Anis di ibukota Jakarta menjadi ukuran dan ikutan bagi para pemimpin lain di negara ini. Beliau tidak memberikan nama apapun terhadap wilayah yang dipimpinnya, tetapi dalam kenyataannya lebih gemilang wilayah yang dipimpinnya berbanding dengan Kota Gemilang di Banda Aceh.

Memang budaya warga kota kita yang lebih 50 % sebagai educated community masyarakat terdidik tidaklah merepet, mengejek, apalagi memaki-maki Walikota. Tetapi dalam benak dan pikiran mereka tersimpan satu kesimpulan terhadap kepemimpinana kita seorang Walikota. Untuk situasi dan kondisi semacam itu seorang leader mestilah menajamkan atau mengasah lebih tajam ilmu jiwanya sebagai alat peresap terhadap selera rakyat yang kita pimpin, kalau tidak demikian maka kita termasuklah dalam kategori orang-orang yang memiliki sifat ria atau minimal sifat suka mempermainkan istilah bahasa.

‘ala kulli hal, kenyataan hari ini Kota Banda Aceh yang diberi nama Kota Gemilang oleh seorang pak wali belumlah sekufu dengan realita dan kenyataan. Tetapi kalau mau jujur dengan realita dan kenyataan yang ada maka Kota Banda Aceh resmilah dan sahlah menjadi Kota Warung Kopi karena didukung oleh bukti fisik, didukung oleh penggemar warung kopi, didukung oleh pembiaran regulasi serta didukung pula oleh situasi dan kondisi sehingga sahlah dinobatkan Kota Banda Aceh sebagai Kota Warung Kopi, bukan kota Gemilang dan bukan pula Kota Madani. Wallahu a’lam bishshawab wa ilaihi marji’u bil ma-ab.

Banda Aceh, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Provinsi Aceh, Dr. Muhammad, M.Ed mendapatkan pangkat guru besar atau gelar Profesor.

Hal itu berdasarkan surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 020903/B.II/3/2022 Tentang Kenaikan Jabatan Akademik/Fungsional Dosen.

Dalam surat keputusan tersebut disebutkan, terhitung mulai 1 April 2022, Dr. Muhammad, M.Ed dinaikkan jabatannya menjadi profesor / guru besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Islam.

Untuk diketahui, Dr. Muhammad, M.Ed merupakan akademisi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, dengan Pangkat, Golongan Ruang dan TMT Pembina Utama Muda / IV/c/1 April 2016, dan jabatan Lektor Kepala.

Lhokseumawe — Pengurus Dewan Da’wah Kota Langsa melakukan kunjungan silaturahmi dengan Dewan Da’wah Kota Lhokseumawe, pertemuan tersebut berlangsung di Jln. Darussalam, Banda Sakti, Lhokseumawe, Jum’at (27/5/2022).

Kunjungan dan silaturrahmi yang dihadiri oleh Sekretaris Umum Dewan Da’wah Kota Langsa, Afrizal Refo, MA didampingi Bidang IT Muhammad Fauzi, M.Pd, ini disambut langsung oleh Ketua Dewan Da’wah Kota Lhokseumawe, Lailan Fajri Saidina, dan Ustadz Faisal selaku Sekretaris Dewan Da’wah Kota Lhokseumawe.

Silaturrahmi dan diskusi ini berlangsung dengan penuh kekeluargaan, kehangatan dan menghasilkan kesepakatan bersama dalam membangun dakwah di kedua kota tersebut.

Dalam kesempatan itu Afrizal Refo, MA mengatakan bahwa kunjungan ini dilakukan dalam rangka silaturahmi serta berdiskusi tentang persoalan-persoalan kegiatan pendidikan, da’wah dan Persoalan umat pasca Covid-19 di kedua Kota.

“Dewan Da’wah Kota Langsa sangat berkomitmen untuk terus membangun Dakwah dengan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan religius serta mengajak semua pihak yang peduli terhadap keselamatan umat untuk selalu bersinergi dan bahu-membahu dalam mengatasi persoalan umat Islam yang sedang dihadapi saat ini,” ujar Refo

Lailan Fajri Saidina dalam kesempatan tersebut menyampaikan harapannya agar Kedangkalan pemahaman beragama harus menjadi perhatian para pemimpin.

“Kita berharap agar pelaksanaan ajaran agama tidak hanya formalitas, akan tetapi juga menyentuh aspek kehidupan sehari-hari,” kata lailan

Adapun hasil pertemuan tersebut dirumuskan bahwa yaitu pertama pentingnya memahami peta da’wah di Kota Langsa maupun Kota Lhokseumawe sebagai bahan kebijakan Pemerintah Kota sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Berikutnya, Merespon tantangan kehidupan merupakan akibat dari pengaruh perubahan keadaan global seperti pandemi Covid-19, perubahaan iklim dan juga kemajuan teknologi.

Kedua, pentingnya pelaksanaan ajaran agama tidak hanya menjadi formalitas.

Ketiga, adanya seminar parenting bagi keluarga Islam dalam membimbing keluarganya sehingga syariat Islam dapat dipahami oleh seluruh anggota keluarga.

Keempat, diadakannya pengobatan Topung bagi masyarakat dalam mengobati berbagai penyakit sebagai upaya untuk menangani mistis dilingkungan masyarakat dalam pengobatan.

Di akhir pertemuan, Sekretaris umum Kota Lhokseumawe Ustaz Faisal menambahkan kunjungan ini merupakan bahan evaluasi kerja ke depan bagi kedua pengurus daerah untuk dapat memaksimalkan peran Dewan Dakwah di setiap kabupaten/kota agar mampu memanfaatkan potensi yang ada guna meningkatkan pemahaman ajaran agama bagi umat Islam.

“Kami berterimakasih atas silaturrahmi dan kunjungan dari Dewan Da’wah Kota Langsa, semoga kita bisa bergandengan tangan dalam membangun masyarakat dengan semangat Islam Rahmatan Lil Alamin,” pungkas Faisal.

Idi Rayeuk — Wakil Ketua Pemuda Dewan Da’wah Kota Langsa, Muhammad Ihsan M.Ag resmi melangsungkan akad nikah dengan Nuzul Rahmani, SE di Masjid Agung Darusshalihin, Jalan Medan-Banda Aceh, Gampong Jawa, Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, Jum’at (20/5/2022) sekitar pukul 10.00 WIB.

Pernikahan Muhammad Ihsan yang merupakan anak ke-2 dari Dr. Sulaiman Ismail, MA atau lebih akrab dipanggil Abi Sulis dihadiri oleh puluhan kerabat yang berasal dari berbagai Ormas dan OKP Islam dan juga alumni MUQ Bustanul Ulum Langsa diantaranya Dr. Indis Ferizal, MH Ketua PDD Langsa, Asrul, MA Ketua PDD Atim, Habib Fahmi Assegaf Majelis Anwarul Habib, Bang Jaswin, Afrizal Refo, MA Sekretaris Dewan Da’wah Kota Langsa dan pengurus Dewan Da’wah lainnya.

Sekretaris Dewan Dakwah Kota Langsa, Afrizal Refo, MA menasehati para pemuda Dewan Da’wah Kota Langsa yang belum menikah agar mempersiapkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebaik mungkin.

“Seseorang hendaknya terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya, baik ibadah fardhu maupun sunnah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Insya Allah, dengan peningkatan ibadah ini Allah Swt akan memberikan kekuatan dan mempermudah segala urusan hambanya yang ingin segera menikah,” ujarnya.

Kemudian beliau melanjutkan persiapan selanjutnya yang harus dipersiapkan oleh seseorang yang ingin menikah adalah istiqomah dalam doa dan tawakal dalam berusaha.

“Rizki, takdir, maut, dan juga jodoh, itu semua berada dalam genggaman Allah swt, tidak akan ada yang mampu merubahnya kecuali Dia. Sebagai manusia yang diwajibkan hanyalah berusaha dan berdoa dengan sebaik-baiknya. Kemudian bertakwakallah kepada-Nya, serahkan dan percayakan segala keputusan finalnya hanya kepada-Nya. Janganlah pesimis dan berburuk sangka kepada Allah, karena Allah akan mengikuti persangkaan hamba-Nya,” katanya lagi.

Kemudian poin penting bagi kita yang ingin menikah adalah dengan mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Sebaik-baik pernikahan adalah pernikahan yang dilandasi dengan nilai-nilai iman dan takwa. Persiapkan diri dan teruslah bekali diri dengan ilmu dan agama, terutama ilmu agama yang berkaitan dengan masalah kerumah tanggaan.

Selain itu, baik seorang calon pengantin laki-laki dan perempuan juga harus membekali dirinya dengan keterampilan berumah tangga dengan Baik.

“Baik calon suami maupun istri adalah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang suami yang shaleh dan isteri shalihah yang taat beragama dan senantiasa menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah,” demikian ungkap Refo.

Pernikahan merupakan perwujudan dari arti cinta yang sesungguhnya antara dua insan yang saling mencintai (lelaki & wanita). Ikatan suci ini adalah impian dan kebahagiaan sepasang insan yang merindukan cinta dan kasih sayang dari seseorang yang diharapkan akan menjadi pendamping hidupnya dimasa depan.

Setiap insan berhak dan lumrah untuk merasakan kerinduan semacam itu. Meskipun tak terungkap secara lisan, penantian dan impian untuk menggapai sebuah mahligai pernikahan adalah puncak sebuah kebahagiaan dan kerinduan dari sepasang insan yang saling mencintai.

Tujuan menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi Allah SWT dan Nabi-Nya. Selain menciptakan generasi yang shaleh/shalehah, Allah menyampaikan berbagai berkah di balik pernikahan. Meski aktivitas bersama pasangan halal itu dianggap sederhana, namun bernilai pahala dan sedekah.

Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan menikah dalam Islam yang seharusnya dipahami orang muslim.

Sebuah kebahagiaan akan diperoleh oleh dua insan, baik di dunia maupun di akhirat. Ikatan suci pernikahan menjamin keharmonisan, kebahagiaan dan ketentraman, selama memegang teguh Islam bersama. Apalagi ditambah dengan mengikuti suri tauladan Nabi Muhammad SAW bersama istrinya

 

 

Tebar Kurban Bersama Dewan Dakwah Aceh

Banda Aceh — Rombongan Pengurus Wilayah (PW) Dewan Dakwah Sumatera Utara (Sumut) mengunjungi Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Selasa (11/5).

Rombongan yang berjumlah lima orang itu dipimpin langsung oleh Ketua Umum Dewan Dakwah Sumut, H Chairul Azhar, M.Si, Ketua Muslimat, Prof Dr dr Arlinda Sari dan tiga pengurus lainnya.

Kehadiran rombongan tersebut disambut langsung oleh Sekretaris Majelis Syura, Said Azhar SAg, Sekretaris Umum Dewan Dakwah Aceh, Zulfikar SE, M.Si, Wakil Ketua Umum, Rahmadon Tosari, PhD dan Dr. Ridwan Nurdin, M.Si. Ikut mendampingi juga Direktur Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh, Dr Abizal M Yati Lc, MA, perwakilan Muslimat Dewan Dawah Aceh dan Ketua Forum Dakwah Perbatasan (FDP), dr Nurkhalis Sp.JP, FIHA.

“Pertemuan dua PW Dewan Dakwah yang bertetanggaan provinsi tersebut bertujuan memperkuat silaturrahmi kedua organisasi Islam ini dan juga untuk membangun dan bersinergi dakwah kolaboratif. Selain itu saling memaparkan dan memperkenalkan program-program yang telah, sedang dan akan dilaksanakan,” kata Zulfikar.

Ia menjelaskan dalam pertemuan tersebut kedua pihak sepakat untuk melakukan dakwah kolaboratif dalam beberapa isu, di antara menjaga wilayah perbatasan dari upaya pendangkalan akidah, kerjasama rekruitmen mahasiswa ADI dan kolaborasi penempatan dai. Selain itu akan menggelar jambore alumni ADI dan kegiatan bersama safari dakwah perbatasan atau bulan bakti Dewan Dakwah.

Ketua Umum Dewan Dakwah Sumut, H Chairul Azhar, M.Si menambahkan pertemuan itu juga membahas isu-isu aktual tentang problematika dakwah di kedua provinsi tersebut, diantaranya proses pengkaderan dai secara formal melalui ADI dan STID (Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah) Mohammad Natsir yang memakan waktu yang lama, yaitu lima tahun lebih.

“Sementara kebutuhan dai di lapangan sangatlah mendesak. Bahkan ada beberapa desa di pedalaman Sumatera Utara yang tidak jadi shalat jum’atnya, apabila dai tidak bisa hadir di desa tersebut,” kata Chairul Azhar.

Adapun Ketua FDP, dr Nurkhalis mengungkapkan kendala lainnya adalah militansi seorang dai sendiri juga bermasalah. FDP yang membuka lowongan dai untuk dakwah di perbatasan dengan mukafaah yang cukup, fasilitas transportasi (disediakan sepeda motor) tapi tidak banyak yang siap bertugas di daerah-daerah terpencil.

Terakhir Sekretaris Majelis Syura Dewan Dakwah Aceh, Said Azhar SAg menjelaskan untuk mengatasi semua persoalan tersebut maka Dewan Dakwah, melalui Pengurus Pusat akan melakukan program peningkatan kapasitas dai secara non formal selama 30-40 hari.
Menurutnya program tersebut seperti pola short course atau semacam program lemhanas. Untuk mengikuti program tersebut diharapkan para peserta sudah punya kemampuan dasar dai, sehingga yang perlu diperkuat hanya beberapa hal saja seperti aqidah dan idiologi, pemikliran Islam, wawasan geopolitik dan perkembangan dakwah dunia (keragaman harakah dakwah).

“Juga manajemen dan leadership islam serta kemampuan dakwah berbasis IT dan medsos serta komitmen/militansi dai untuk berdakwah,” kata Said Azhar.

Pertemuan diakhiri dengan makan siang bersama dan penyerahan cenderamata serta kesepakatan kunjungan silaturrahim balasan dari Dewan Dakwah Aceh ke Sumatera Utara pada akhir bulan Mei tahun ini.