Archive for month: Juli, 2016

           Hari Jum’at tanggal 29 Juli 2016 merupakan hari bersejarah bagi Dewan Dakwah Aceh karena mendapatkan penghormatan dari sejumlah dokter dan mahasiswa kedokteran dari Universitas Cyber Jaya Malaysia. Penghormatan tersebut adalah dalam bentuk kerjasama khitanan massal dan pemeriksaan kesehatan gratis untuk masyarakat di beberapa kecamatan dalam wilayah Aceh Besar, terutama masyarakat gampong Rumpet di mana markas Dewan Dakwah berdiri.

            Rombongan yang dipimpin langsung oleh Prof. Dr. Abdul Latiff Mohamed sebagai wakil rektor bidang akademik dan hubungan Internasional Fakultas Kedokteran Universitas Cyber Jaya tersebut menghadirkan enam orang dokter dan 26 mahasiswa tahun akhir. Mereka mengadakan program bakti sosial semata-mata untuk belajar membantu kepada orang-orang yang berhak di bantu di jagad raya ini atas dasar amalan shaliha. Karenanya mereka sudah siap berangkat dari Malaysia dengan perbekalan yang matang, baik dari segi pengetahuan, keuangan, dan ubat-ubatan.

            Mereka tidak meminta makan, minum dan sejenisnya dari tempat kunjungannya melainkan makan tengah hari bagi masyarakat yang berobat ditanggung mereka. Praktik bakti sosial semacam itu sudah dijalankan dalam empat Negara di Asia Tenggara seperti Laos, Camboja, Vietnam, dan Indonesia. Khusus di Indonesia mereka sudah beberapa kali mengadakan bakti sosial dalam bentuk khitanan massal dan periksa kesehatan masyarakat di Pulau Jawa dan Sumatera, salah satunya adalah di Banda Aceh.

            Para relawan tersebut mengaku sangat puas melaksanakan bakti social di Aceh karena sempat melancong ke tempat-tempat bekas tsunami dan sempat dijamu makan malam oleh Gubernur Aceh malam terakhir berada di Banda Aceh atas inisiatif pengurus Dewan Dakwah Aceh. Sementara pihak yang paling berperan melebihi peran sutradara dalam sebuah film untuk mewujudkan bakti sosial tersebut adalah Abdul Ghaffar. Beliau yang menjadi kontak person, beliau pula yang menyambut kedatangannya bersama sejumlah anggota Dewan Dakwah, dan beliau pula yang mengurus bebasnya ubat-ubatan yang ditahan imigrasi di bandara.

 

KAWASAN PILIHAN DAN KERJA SAMA

            Bakti sosial tersebut terjadi atas dasar kerjasama antara Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh dengan pihak College of Medical Sciences, Cyber Jaya University Malaysia. Pelaksanaan khitanan dan pemeriksaan kesehatan massal menjadi sasaran kerjasama yang berlangsung di dua tempat dalam wilayah kabupaten Aceh Besar, pertama berlangsung di Lhong pada hari Rabu 27 Juli 2016, dan kedua terjadi di markas Dewan Dakwah Aceh di gampong Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya kabupaten Aceh Besar.

            Bakti Sosial tersebut dibuka oleh Asisten dua mewakili Bupati kabupaten Aceh Besar Bapak Samsul Rijal. Dalam sambutannya beliau menyambut baik program bakti sosial tersebut sebagai ajang silaturrahmi dan amal shalih sesama muslim antara muslim Malaysia dengan muslim Indonesia, khususnya muslim Aceh. Jumlah anak-anak yang dikhitan di Rumpae adalah 30 orang dan masyarakat yang memeriksa kesehatan mereka berjumlah 100 orang dari beberapa kecamatan seperti kecamatan Krueng Barona Jaya, kecamatan Kutabaro, kecamatan Darussalam dan lainnya.

            Sementara yang berlaku di Lhoong adalah khusus untuk masyarakat kecamatan Lhoong sahaja sejumlah lebih kurang 120 orang masyarakat yang diperiksa kesehatannya ditambah dengan khitanan massal bagi anak-anak usia SMP. Pengobatan tersebut terjadi dengan sangat khidmat karena ada nuansa berbeda dari segi bahasa antara Indonesia dengan Malaysia, sehingga sejumlah masyarakat sengaja banyak bertanya karena ingin mendengar bahasa Malaysia yang diucapkan mereka yang jarang didengar sebelumnya. Memang ada beda-beda sedikit antara bahasa Melayu Malaysia dengan Indonesia seperti bahwa di Indonesia bahawa di Malaysia, yaitu di Indonesia iaitu di Malaysia, jahe di Indonesia halia di Malaysia, mancret di Indonesia ciret biret di Malaysia, dan sebagainya.

            Prihal menarik lain dalam bakti sosial tersebut adalah para dokter menggunakan tenaga laser ketika memotong hujung kemaluan anak-anak yang dikhitankan sehingga tidak berdarah, tidak terlalu sakit, dan cepat sembuh. Dengan demikian Nampak beberapa orang anak-anak senyum-senyum saja ketika berlaku khitan seperti tidak merasa sakit, walaupun ada juga beberapa orang anak yang menjerit dan menangis seperti sudah dipukul orang. Namun jeritan tersebut tidak berlangsung lama karena umumnya anak-anak tersebut didampingi oleh orangtuanya yang cepat memberi semangat kepada anak mereka.

 

ESENSI BAKTI SOSIAL

            Sesungguhnya yang menjadi esensi bakti sosial tersebut menurut percakapan pimpinan rombongan mereka Prof. Dr. Abdul Latiff Mohamed adalah mengajak para mahasiswa yang umumnya lahir dan besar di kota besar di Malaysia untuk merasakan bagaimana kondisi gampong dan kondisi masyarakat yang hidup di kampung. Mereka juga ingin beramal shalih dengan ilmu yang dimilikinya sehingga tercatat pahala di hadapan Allah SWT. Menurut Prof. Latiff, beliau sengaja mengajak para mahasiswa mengenal lingkungan luar dari lingkungan yang hari-hari mereka hidup di sana sehingga mereka tahu membagi rasa dan saling berkasih sayang sesama ummat manusia terutama sekali sesama muslim.

            Karena esensi bakti sosial tersebut adalah bahagian dari ibadah maka mereka datang dengan membawa perlengkapan yang memadai sehingga tidak merepotkan orang tempatan yang mereka kunjungi. Lebih jauh dari itu mereka juga menyumbangkan sehelai kain sarung kepada setiap anak yang dikhitankan sehingga nilai dan nuansa ibadah sangat nampak dalam bakti sosial tersebut. Oleh karenanya masyarakat yang berobatpun datang silih berganti sehingga sampainya waktu shalat Jum’at pada hari tersebut. Bakti sosial diakhiri menjelang masuknya waktu shalat Jum’at karena mereka wajib pergi ke masjid.

            Bakti sosial yang dilakukan tersebut sangat membantu masyarakat terutama masyarakat miskin yang tidak berdaya untuk berobat di tempat lain yang dikenakan bayaran. Alhamdulillah dengan adanya bakti sosial tersebut sejumlah masyarakat pulang dengan wajah berseri-seri karena sudah selesai berobat pada dokter luar Negara yang lebih mereka yakini ketimbang dokter dalam Negara Indonesia. Ada keyakinan bagi masyarakat kita adalah barang luar lebih baik daripada barang dalam, dokter luar lebih mahir dari dokter dalam, begitulah seterusnya.

            Walaubagaimanapun, inti dari bakti sosial yang mereka lakukan itu semata-mata karena mengharapkan pahala dari Allah bukan sekedar belajar dan mengajar sebagaimana layaknya praktik koas dokter-dokter di Negara  Indonesia. Dengan demikian tidaklah heran kita kalau mereka begitu antusias mengkhitankan anak-anak dan memeriksa orang-orang lemah dan tua. Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang artinya: apabila mati seseorang anak Adam maka putuslah semua hubungan kecuali tiga perkara yang tidak putus adalah: shadakah jariyah, ilmu yang bermanfa’at dan anak shalih/ah yang berdo’a kepada orang tuanya. Dasar hadis inilah dapat dikatakan bahwa mereka mengadakan bakti sosial tersebut karena ingin mendapatkan pahala Allah karena telah memberikan ilmu dan perobatan kepada masyarakat.

 
 

Artikel di tulis oleh: Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA, (Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry) 

Muqaddimah

            Wisuda angkatan pertama Akademi Dakwah Indonesia (ADI) yang berlangsung di markas besar Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh yang terletak di gampong Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar pada hari Khamis 28 Juli 2016 berlangsung dengan penuh khidmat dan meriah. Hadir dalam acara tersebut ketua bidang pendidikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Dr. Imam Zamrozi, MA, anggota DPD asal Aceh (Ghazali Abbas Adan), Muspika Krueng Barona Jaya, Imum Mukim Lam Ujong (Tgk. Jailani), Geuchik gampong Rumpet beserta dengan perangkat gampong, Geuchik gampong Lamgapang, para orang tua wisudawan, dan segenap pengurus Dewan Dakwah Aceh.

            Acara yang berlangsung sangat khidmat tersebut dibuka oleh protokol (Zulfikar Tijue) dan secara meraton diberikan sambutan oleh ketua panitia (Dr. Abizal Muhammad Yathi, MA), Direktur ADI (Dr. Muhammad AR, M.Ed), Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh (Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL, MA), ketua bidang pendidikan Dewan Dakwah Pusat (Dr. Imam Zamrozi, MA), dan disertai dengan orasi ilmiah yang disampaikan oleh Dr. Bustami Abu Bakar, MA dengan judul: “Dakwah bil hal dalam teropongan antropologi”. Acara yang berakhir dengan makan siang bersama tersebut disambut baik oleh pihak Muspika Krueng Barona Jaya, pihak kemukiman Lam Ujong, dan pihak gampong Rumpet di mana kampus ADI terletak, karena itu merupakan prosesi transfer ilmu dari para generasi tua terhadap generasi pelanjut.

            Terlihat juga wajah ceria dari para wisudawan yang diwisuda pada hari tersebut yang kesemuanya baru saja kembali dari kampung halaman menjalankan dakwah sebulan penuh di bulan Ramadhan. Adik-adik leting mereka sebagai mahasiswa ADI angkatan kedua sebagai panitia pelaksana nampak bekerja keras dengan serius untuk mensukseskan acara wisuda tersebut. Mereka bekerja semenjak dua hari sebelumnya mulai dari memasang tenda, mengatur kursi, merapikan kawasan dan menerima tamu. Kerja keras mereka menghadirkan suasana nyaman dan menarik bagi para tetamu yang hadir sehingga suasana meriah wujud dalam acara tersebut.

            Suasana wisuda Nampak semakin meriah dan bersemangat ketika secara beruntun para pembesar ADI dan Dewan Dakwah menyampaikan sambutannya yang dimulai oleh direktur ADI. Dalam sambutannya Dr. Muhammad AR, M.Ed mengkisahkan kehadiran ADI di Aceh sebagai satu-satunya lembaga pendidikan berbasis dakwah yang para mahasiswa menetap di asrama dalam kampus untuk dididik siang malam sehingga rata-rata mereka sudah dapat menghafal Al-Qur’an sampai lima juz, mampu berbahasa Arab dan Inggeris, dan menguasai pengetahuan yang memadai.

            Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh mengkongkritkan eksistensi Dewan Dakwah sebagai induk ADI berusaha keras untuk mencetak kader-kader dakwah untuk mengkounter upaya pendangkalan akidah dan pemurtadan di bumi Aceh. Sementara Ketua Bidang Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Muhammad Nasir yang datang dari Jakarta mengkisahkan perjalanan panjang lahir STID dan ADI di merata tempat di wilayah Indonesia sebagai upaya pengkaderan yang diamanahkan oleh pendiri Dewan Dakwah, Muhammad Natsir yang harus diteruskan oleh generasi dakwah masa kini.

 

BACKGROND ADI

Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh merupakan lembaga pendidikan tinggi yang didirikan oleh Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh pada tahun 2014 sebagai jawaban dan tuntutan bagi problema krisis kader dakwah di bumi Aceh. ADI lahir sebagai sebuah tuntutan zaman dan tuntutan dunia global yang cenderung tidak memisahkan antara haq dengan bathil dalam kehidupan muslim Aceh dan Indonesia. Karenanya pendidikan yang gratis SPP, gratis makan, dan gratis ilmu pengetahuan tersebut cepat sekali menjadi perhatian orang banyak sehingga banyak orang yang menitipkan anaknya belajar di sini.

Untuk peringkat awal ADI hanya menerima para mahasiswa pilihan dari kawasan Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, dan Pulau Simeulu. Karena mereka dididik lebih istimewa di kampus tersebut maka para pimpinan ADI merekrut calon mahasiswa dengan sangat ketat dan hati-hati. Metode rekrutmen yang dilakukan adalah para petinggi ADI datang langsung ke lapangan untuk menguji calon mahasiswa, dari hasil seleksi tersebut diterima hanya sebanyak sepuluh sampai lima belas orang sahaja.

Angkatan pertama diterima 15 orang dan bertahan sampai mendapatkan ijazah ADI hanya 10 orang saja, dari 10 orang tersebut pada bulan Ramadhan yang baru lalu seorang yang bernama Herdiansyah Padang telah meninggal dunia, sehingga mereka tinggal Sembilan orang sahaja. Kesembilan orang tersebut telah dihantar ke Jakarta untuk melanjutkan S1 pada Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Muhammad Natsir di Bekasi oleh sekretaris ADI (Dr. Abizal, Zulfikar sebagai wakil direktur bidang akademik, dan Afrizal Revo, Direktur bidang kemahasiswaan pada hari Sabtu 30 Juli 2016.

 

JALAN PANJANG MENUJU ISLAM KAFFAH

            Kehadiran ADI ini merupakan perjuangan jangka panjang untuk memurnikan aqidah, syari’ah dan akhlak anak bangsa Islam Aceh agar mereka siap menjadi para da’I di mana dan kapan saja dalam kehidupannya. Ia merupakan sebuah persiapan untuk menormalkan suasana dan memurnikan Islam menjadi kaffah. Yang dimaksudkan menuju Islam kaffah adalah sempurna dalam beramal dan beribadah tanpa kurang suatu apapun.

            Kita pahami dan sadari bahwa kehidupan manusia di akhir zaman ini cenderung mengejar kenikmatan dunia dengan membiarkan kenikmatan akhirat. Akibatnya dakwah tiada yang menggerakkan lagi karena orang-orang sudah bosan dengannya. Untuk itulah ADI dibuka dan mahasiswa dibina untuk menebus kembali eksistensi gerakan dakwah yang sudah pernah Berjaya di masa lampau namun layu di zaman kini. Gerakan dakwah yang digerakkan Dewan Dakwah Aceh tersebut lebih difokuskan pada pembinaan kader lewat ADI sebagai jalan panjang menuju Islam kaffah yang sudah pernah Berjaya dahulu kala.

            Para mahasiswa yang dididik baik di ADI maupun di STID yang dibekali dengan tahfizul Qur’an tersebut dipersiapkan minimal menjadi sarjana dan maksimal memperoleh gelar master dan doktor. Ketika mereka sudah sukses dalam pendidikan maka mereka berkewajiban untuk membantu Islam dan ummatnya lewat berbagai jalur yang dimiliki. Persiapan hari ini tentu untuk keberhasilan di hari nanti, perjuangan hari ini sudah pasti untuk kemenangan masa hadapan, benih yang kita taburkan hari ini akan berbuah dan dipetik buahnya oleh generasi Islam di hari nanti sehingga ekosistem dan prosesi pergantian generasi akan berjalan normal dan alami.

            Dengan cara demikianlah jalan panjang menuju kesuksesan akan tembus dilalui oleh para kader-kader da’I yang kita persiapkan hari ini ntuk kepentingan hari nanti. Itu semua dipersiapkan di zaman dan masa ketika banyak orang sudah melupakannya sehingga gerakan dakwah terkesan pasif, kewujudan ukhuwwah terasa hancur, dan keseriusan ibadah juga menurun drastis. Itulah latar belakang kenapa ADI harus lahir di Aceh dan STID harus wujud di Pulau Jawa. Perjalanan panjang gerakan dakwah yang diasaskan Rasulullah SAW tidak boleh berhenti, tidak boleh putus, dan tidak boleh mandek hatta sedetikpun karena itu merupakan warisan Rasulullah SAW sebagai alat utama dan jitu untuk menguasai dunia.

 
Artikel di tulis oleh: Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA, (Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry)