Archive for category: Semua Katagori

semua katagori di bawah ini

Senator Ahli Dewan Negara Parlemen Malaysia Dr Muhammad Nur bin Manuty mengunjungi Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar Rabu (26/10).

Kedatangannya bersama Pembantu Rektor Universiti Selangor (Unisel) Prof Shaharuddin bin Baharuddin, Ph.D, Setiausaha Biro Pemahaman Pemantapan Agama Partai Keadilan Rakyat Mohd. Zawawi Mughni dan mantan ahli parlemen Kuala Kedah Dato’ Ahmad Kassim itu disambut langsung oleh Ketua Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA dan Direktur Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh Dr Muhammad AR M.Ed beserta pengurus lainnya.

Tujuan utama kunjungan senator Malaysia beserta rombongan tersebut adalah untuk menjajaki kerjasama dengan Dewan Dakwah Aceh. Begitu pun kunjungan ini layaknya ajang reunian antara Dr Muhammad Nur bin Manuty yang pernah mengajar di Universiti Islam Antarbangsa Malaysia dengan pengurus Dewan Dakwah Aceh yang pernah belajar disana. Tercatat diantaranya Ketua Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA, DR Muhamamad AR M.Ed, Syukrinur M.Lis pernah memakai almamater dari salah satu Universitas terkenal di Malaysia tersebut.

Selain itu ia juga berkesempatan bertatap muka dan memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh dan UIN AR-Raniry Banda Aceh. Dalam kuliah umum tersebut, anggota Parlemen dari Partai Keadilan Rakyat ini menguraikan tentang manajemen berdakwah dan fungsinya serta memberi motivasi serta kiat sukses dalam belajar. Ia berharap para mahasiswa harus dapat menguasai sains dan teknologi dan mampu memberi solusi atas segala permasalahan yang ada.

“Fungsi dakwah adalah untuk menegakkan syariat Allah, menegakkan ilmu dan menegakkan akhlak yang mulia. Dakwah harus mengikuti selera zaman. Dari itu kita mesti mampu untuk menyampaikan dakwah dalam berbagai bahasa dan mempersiapkan diri untuk menguasai berbagai ilmu baik ilmu dasar maupun ilmu kontemporer serta ilmu teknologi. Dengan demikinan kita akan berjaya dalam kehidupan ini,”ujarnya.

Sementara itu Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA menyambut baik dan mengapresiasi atas kehadiran rombongan dari Malaysia tersebut. Ia juga berterima kasih kepada Dr Muhammad Nur bin Manuty yang telah memberikan kuliah umum kepada mahasiswa ADI binaan Dewan Dakwah Aceh tersebut. Dengan harapan ilmu tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

“kita berharap kedepannya Dewan Dakwah Aceh dan Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh ini dapat bekerjasama dalam segala bidang untuk kemaslahatan ummat,” harap Tgk Hasanuddin. []

Dalam rangka kunjungan memenuhi permintaan dari Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Aceh untuk menjadi pembicara tentang Buku yang ditulisnya, Dr. Ahmad Azzam bin Abdul Rahman, Presiden Persatuan Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) juga menyempatkan diri untuk bersilaturrahmi dengan Pengurus Dewan Da’wah Aceh dan mengisi kuliah umum (public talk) untuk Mahasiswa Akademi Da’wah Indonesia (ADI) Aceh, Rabu (19/10) di Markaz Dewan Da’wah Aceh Gampong Rumpet Krueng Barona Jaya Aceh Besar.

Cek Ahmad Azzam menyatakan bahwa Angkatan Belia Islam Malaysia, di mana dia pernah menjadi presdiennya, memiliki hubungan emosional yang erat dengan Dewan Da’wah, makanya ketika rakan-rakan KWPSI Aceh menjemput saya untuk menjadi pembicara di Aceh, saya minta diberitahukan kepada pengurus Dewan Da’wah Aceh, demikian ungkap Cek Azzam yang datang bersama isterinya.

Dalam pertemuan dengan Mahasiswa ADI, dia banyak memotivasi mahasiswa ADI agar bersemangat dalam menuntut Ilmu dan meyakini bahwa pertolongan Allah suatu saat akan datang kalau kita betul-betul ikhlas memperjuangkan agama Allah.

Jangan lemah semangat dengan fasilitas yang ada seperti ini, dulu pun semasa habis tsunami, di mana saya minggu kedua sudah ada di Aceh, belum ada lagi mesjid Dewan Da’wah Aceh dan komplek seperti ini. Tetapi  karena optimisme, kerja keras dan keikhlasan pengurus bekerja, akhirnya melalui para donatur dan muhsinin Allah Swt bantu sehingga sudah memiliki fasilitas seperti sekarang. Makanya, tugas kita da’i adalah memperjuangkan agama Allah, berkaitan dengan hasil bukan urusan kita. Boleh jadi dapat kita nikmati atau akan dinikmati oleh anak cucu kita, papar tokoh NGO Malaysia yang menulis buku Erdogan Bukan Pejuang Islam?

Diakhir pertemuan Cek Ahmad Azzam menghadiahkan buku karanganya kepada Dewan Da’wah Aceh sebagai bahan kajian bagi mahasiswa ADI, sembari berpesan ke depan mesti ada alumni ADI yang belajar ke Turki agar semangat Erdogan dan hubungan sejarah antara Aceh dengan Turki di masa silam dapat di update kembali, insya Allah.

Muslimat Dewan Dakwah Aceh mengadakan pembinaan dan pendampingan agama dalam rangka peningkatan pemahaman dan pengamalan keagamaan bagi warga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan di Aula Rutan Lhoknga, Aceh Besar,Rabu (21/9). Kegiatan yang bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh ini dibuka secara resmi oleh Kepala BP3A Dahlia, M.Ag yang diwakili oleh Bendahara Khairil Amri.

Ketua Muslimah Dewan Dakwah Aceh Roslaila Usman Latief dalam laporannya berharap agar warga Lapas dapat mengikuti program ini dengan baik dan sempurna. Pembinaan keagamaan yang diikuti oleh 25 warga Lapas tersebut dilakukan selama lima kali pertemuan dengan bahasan seputar ibadah praktis dan motivasi hidup. Pematerinya dihadirkan dari Muslimah Dewan Dakwah Aceh.

Kepala Cabang Rutan Lhoknga, Ridha Ansari, SH, M.Si menyambut baik program pembinaan dan pendampingan ini. Dan berharap ke depan juga diadakan pelatihan ketrampilan (life skill) sebagai bekal bagi warga Lapas setelah mereka bebas nantinya.

“Kami juga mengharapkan adanya program konsultasi psikologi, karena sebagian dari mareka juga memiliki masalah yang memerlukan penanganan dari para psikolog atau psikiater,”harap Ridha Ansari.

Sementara itu Kepala BP3A Dahlia, M.Ag yang diwakili oleh Bendahara Khairil Amri dalam sambutannya ketika membuka acara menyampaikan bahwa program ini sudah dilaksanakan selama beberapa periode dan program tersebut akan terus berlanjut. Menyahuti permintaan Kepala Cabang Rutan Lhoknga, BP3A akan menghadirkan psikolog untuk konsultasi psikologis warga Lapas.

“Selain psikolog, kedepannya kami juga akan berusaha membekali warga Lapas dengan pelatihan ketrampilan (life skill) untuk kebutuhan mareka ketika kembali ke masyarakat,” demikian Khairil Amri.

Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Aceh (Dewan Dakwah Aceh) menyalurkan daging kurban untuk masyarakat miskin yang berasal dari Banda Aceh dan Aceh Besar. Tahun ini Dewan Dakwah Aceh mengumpulkan hewan kurban yang terdiri dari 4 ekor sapi dan 2 ekor kambing serta 20 kantong kupon daging tumpok.

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum Dewan Dakwah Aceh Said Azhar, S.Ag di saat pembagian daging kurban kepada masyarakat miskin di Komplek Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kec. Krueng Barona Jaya, Kab. Aceh Besar, Kamis(15/9). Sedangkan pembagian daging kurban secara simbolis dilakukan oleh Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, M.CL MA yang turut disaksikan oleh pengurus lainnya dan undangan yang hadir.

“Alhamdulillah, Idul Adha 1437 H ini Dewan Dakwah Aceh masih bisa menyalurkan hewan kurban kepada keluarga miskin. Semoga di tahun mendatang akan banyak lagi hewan kurban yang bisa kita kumpulkan, sehingga akan banyak pula keluarga miskin yang akan menerima bantuan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para donatur yang telah mempercayai Dewan Dakwah Aceh untuk menyalurkan hewan kurban ini,” kata Said Azhar.

Ia merincikan dari sejumlah hewan kurban yang terkumpul tersebut, 2 ekor diantaranya diserahkan kepada masyarakat Gampong Rumpet Kec. Krueng Barona Jaya dan 1 ekor kepada Pesantren Hidayatullah di Gampong Nusa Kec. Lhok Nga Kab. Aceh Besar. Sisanya 1 ekor sapi dan 2 ekor kambing dibagikan di Markas Dewan Dakwah Aceh.

“Semua daging kurban ini telah dibagikan kepada keluarga miskin dan mareka yang membutuhkannya. Semoga dengan pelaksanaan kurban ini dapat kita ambil hikmah dan pembelajaran dalam kehidupan kita atas pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As beserta keluarganya. Juga dengan bantuan ini akan terus mempererat tali persaudaraan serta memperkuat ukhuwah islamiyah antara Pengurus Dewan Dakwah Aceh dengan semua lapisan masyarakat,” ujar Said Azhar.

Sementara itu Ketua Panitia kurban Dewan Dakwah Aceh Zulfikar Tijue, SE yang didampingi Sekretaris Panitia Suwardi Isiem, SKM menjelaskan hewan kurban tersebut berasal dari Pengurus Dewan Dakwah Aceh dan para donatur lainnya.

“4 ekor sapi tersebut, berasal dari Pengurus Dewan Dakwah Aceh 2 ekor dan 2 ekor lagi dari Baitul Mal Hidayatullah (BMH) Semarang. Kemudian 2 ekor kambing dari Pengurus Dewan Dakwah Aceh dan AMCF serta 20 kantong kupon daging tumpok dari Lembaga Tahfiz Sulaimaniyah Turki,” sebut Zulfikar.

Ia menambahkan setelah selasai pembagian daging kurban di Markas Dewan Dakwah Aceh itu, diakhiri dengan makan siang bersama dengan menu khas masak kuwah beulangong, yang turut dihadiri oleh civitas akademika dari Fakultas Sains & Teknologi serta Fakultas Syari’ah dan Hukum Islam UIN Ar-Raniry.[]

 

Sekretaris Umum Dewan Dakwah Aceh

Said Azhar, S.Ag

(Hp. 08116889701)

  1. Organisasi, Kepengurusan dan Kesekretariatan

Dewan Da’wah Aceh pertama sekali dibentuk pada bulan Mei 1991 di rumah Abdur Rani Rasyidi (Kuta Alam) yang menetapkan Tgk. H. Ali Sabi, SH sebagai ketua perdana dan Drs.Tgk. H. Muhammad Yus sebagai Sekretarisnya. Penetapan pengurus Dewan Dakwah Aceh itu dihadiri dan diprakarsai oleh Husein Umar sebagai utusan Jakarta.

Terhitung dari kelahiran pertamanya Dewan Da’wah Aceh berturut-turut dipimpin Tgk. Ali Sabi, SH dalam masa dua periode sehingga beralih tangan kepada Tgk. Muhammad Yus selama dua periode berikutnya. Estafet kepengurusan Dewan Da’wah Aceh berikutnya dikendalikan oleh Tgk Muhmmad AR pada periode 2003-2006. Selanjutnya periode 2007-2011 kepemimpinan Dewan Da’wah Aceh berada di tangan Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan.  Ada Informasi Pernah diberikan mandat pembentukan Dewan Da’wah Aceh kepada Alm Bapak Prof. Baihaqi AK, pada tahun 1970-an.. tetapi kami tidak mendapatkan data tertulis (mungkin ada data di Pengurus Pusat)..

Dalam Musyawarah Wilayah yang Ke-3, Juli 2011, rekan-rekan dari Pengurus Kabupaten/ Kota mempercayakan kepemimpinan Dewan Da’wah Provinsi Aceh dipegang Oleh Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, sehingga secara aklamasi semua sepakat memilih yang bersangkutan untuk kembali menjadi Ketua Umum Dewan Da’wah Aceh Periode 2011-2015. Periode ini akan berakhir dan Muswil insya Allah akan dilaksanakan pada minggu terakhir November 2015.

Jumlah Pengurus Wilayah, selain Majlis Syura,  sekitar 50 orang dengan tingkat keaktifan 60 %. Kepengurusan daerah dari 23 kabupaten/kota, satu kabupaten yang belum ada pengurus, sementara yang lain ada pengurus dengan berbagai keadaan (secara rinci terlampir).

Sekretariat milik sendiri, berupa 2 unit rumah Aceh, 1 mesjid di atas tanah seluas ± 4000 M, beralamat di Gampong  Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Telepon 0651-8011087 email ddiinad@yahoo.com, website dewandakwahaceh@yahoo.com HP. Ketua 085260185571 sekretaris 085360799496

 

  1. Program Kegiatan
  1. Pembinaan Muallaf

Kegiatan ini sudah menjadi program rutin  di Kabupaten/Kota perbatasan; Kota Subulussalam, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang dan Simeulu dengan jumlah muallaf 30 orang/Kab. Program ini kerjasama dengan Baitul Mal Aceh.

  1. Beasiswa Pendidikan Untuk Anak Muallaf

Ada beberapa anak muallaf yang disekolahkan oleh Dewan Da’wah Aceh dengan mencari donatur sebagai penyandang dana beasiswa. (jumlah dan lokasi  pendidikan terlampir).

  1. Mendirikan Akademi Da’wah Indonesia (ADI)

ADI Aceh sudah memasuki tahun kedua, dengan mahasiswa angkatan I sebanyak 13 orang, saat ini tinggal 10 orang. 2 orang mengundurkan diri dan 1 orang dikeluarkan. Angkatan II berjumlah 18 orang, masih bertahan sampai saat ini.

  1. Membuka program tahfidh untuk Mahasiswa ADI dan mahasiswa diluar ADI

Program  ini kerjasama dengan Asian Muslim Charity Foundation (AMCF) Jakarta, dengan mensubsidi mukafaah seorang guru tahfidh dan alakadar biaya listrik dan air.

  1. Program Sosial

Kegiatan ini berupa ifthar Jama’i secara rutin setiap tahun kerjasama dengan beberapa yayasan; Qatar Charity, Yayasan Syeikh Eid, dan simpatisan lainnya. Selian itu qurban dengan penggalangan dana dari pengurus/simpatisan Dewan Da’wah dan dukungan dari Yayasan Turki, Muhsinin Aceh di luar negeri, Fatimah Zahra Travel Semarang.

Program sosial lain pembagian paket sembako untuk masyarakat sekitar komplek Dewan Da’wah kerjasama dengan OKI, Yayasan Al-Wahhah Arab Saudi, Saudi Charity Campaign (SCC), dan menggalang bantuan untuk pengungsi Rohingya.

  1. Program Muslimat

Melakukan pendampingan agama warga lapas perempuan di rutan Lhok Nga Aceh Besar dan pendampingan agama dan motivasi untuk pasien di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh. Selain itu melakukan seminar-seminar tentang pendidikan parenting dan keluarga sakinah.

  1. Program Lintas Lembaga

Berupa kerjasama dengan ormas-ormas Islam untuk mengadvokasi percepatan penegakan syariat Islam, penyelesaian konflik internal umat Islam dan konflik eksternal dengan non muslim. Membangun hubungan dengan pemerintah daerah melalui audiensi dan tawaran program untuk kerjasama. Tetapi dalam 3 tahun terakhir tidak ada pembiayaan dari pemda, dengan alasan Permendagri yang melarang hibah dan bansos.

  1. Program Da’i

Saat ini hanya ada 2 da’i dewan da’wah yang dibiayai oleh Dewan Da’wah Pusat dan saat ini belum ada dai yang dibiayai oleh Dewan Da’wah Provinsi. Kami sudah usul penambahan da’i kepada pengurus pusat khususnya untuk daerah perbatasan tetapi belum disahuti sampai sekarang.. (usulan terlampir)

REKOMENDASI/USULAN

  1. Untuk Penguatan daerah agar pengurus pusat perlu membagi cluster/zona (Indonesia Timur, Barat dan tengah) untuk wilayah binaan  dengan menunjuk koordinator sehingga memudahkan untuk koordinasi.
  2. Perlu penambahan da’i pusat untuk provinsi Aceh (sesuai dengan permintaan Ketua MPR RI)
  3. Perlu pewarisan nilai dan ideologi kepada kader muda dewan da’wah untuk proses kaderisasi dan menghindari konflik internal baik di pusat maupun di daerah.
  4. Khusus untuk ADI, kebutuhan sangat mendesak adalah, buku-buku wajib untuk bacaan mahasiswa, beberapa unit komputer dan satu unit motor operasional untuk pengelola.
  5. Ada pembagian jatah haji/umrah undangan dan atau gratis untuk pengurus-pengurus daerah yang aktif sebagai reward dari pengurus pusat.
  6. Untuk mensupport pendanaan perlu menjajaki peluang usaha di daerah dengan mengupayakan pembiayaan dengan sistim bagi hasil.
  7. Sebagai upaya keras lagi serius Dewan Dakwah, perlu diadakan pengkaderan khas seperti pakar ghazwul fikri/sepilis, pakar aqidah, pakar syari’ah dan lainnya setiap wilayah/provinsi minimal sekali setiap tahun.

 

Banda Aceh, 14 Muharram 1437 H

27 Oktober 2015 M

Pengurus,

Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MA

ketua

Setelah pelaksanaan Musda beberapa waktu yang lalu, pada hari Sabtu, 3 September 2016 Pengurus Daerah Dewan Da'wah Kota Subulussalam periode 2016-2019 dilantik oleh Ketua Umum Dwan Da’wah Aceh, Dr. Hasanuddin Yusuf Adan,MCL., MA.  Pelantikan yang berlangsung di Aula Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Subulussalam dihadiri oleh Asisten I Kota Subulussalam, mewakili Walikota yang sedang menunaikan ibadah haji, Ketua MPU, Pimpinan Ormas Islam dan Ketua Partai Politik serta tokoh-tokoh masyarakat.

Dalam sambutannya Ketua Umum Dewan Da'wah Aceh Dr. Hasanuddin Yusuf Adan. MCL, MA. mengharapkan kepada pengurus yang baru dilantik agar terus bekerja mengembangkan gerakan da’wah terutama dalam menjaga aqidah ummat dari proses pemurtadan. Di samping itu juga meneruskan program pembinaan muallaf dan pengkaderan. Jalin kerjasama dengan semua pihak, ormas-ormas Islam yang ada di Subulussalam dan juga Pemerintah Kota Subulussalam, demikianTgk Hasanuddin mengakhiri sambutannya.

Sementara Ketua terpilih Ustdaz Sabaruddin,S.PdI, menyatakan ke depan Dewan Da’wah Kota Subulussalam merencanakan untuk mendirikan Balai Diklat di atas tanah wakaf seluas 3000 M,yang mana saat inisudah ada bangunan masjid yang dibantu oleh Muhsinin dari Kuwait melalui Dewan Da’wah Pusat. Diharapkan kepada pemerintah Kota Subulussalam agar dapat membantu program kami dan apabila ada kegiatan-kegiatan Pemko Subulussalam yang dapat dikerjasamakan kami siap untuk membantu, demikian harapan Ketua Dewan Da’wah Subulussalam, seraya meminta kepada Asisten I Pemko agar berkenan memberi arahan dan sambutan dalam prosesi pelantikan tersebut.

Setelah proses pelantikan, Asisten I Pemko Subulussalam dalam arahan dan sambutannya mengucapkan selamat bekerja kepada pengurus yang baru dilantik, dan kerjasama yang sudah terjalin selama ini agar dapat diteruskan. Kami dari Pemerintah Kota akan membantu program-program yang dijalankan dalam membangun masyarakat, sejauh sumber daya yang dimiliki olem Pemko. Kami juga menitip salam dan permohonan maaf Bapak Walikota yang tidak dapat hadir karena sedang menunaikan ibadah haji.

Kegiatan pelantikan dirangkai dengan sarasehan bertema "Pemberdayan Ekonomi Kreatif Para Da'i" yang dibahani oleh Enzus Tinianus, SH.,MH (Ketua Bidang Pemberdayaan Daerah Dewan Da'wah Aceh, dan juga pengusaha Enzus Coffee) dan khitanan massal untuk anak-anak fakir miskin serta muallaf, kerjasama dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Subulussalam…

Adapun pengurus yang terpilih Ketua Sabaruddin S.Pd.I, Wakil Ketua Khairu Nawar, S.Ag Sekretaris Endang Suhendra, SH, Wakil Sekretaris Rudi Kudus MS dan Bendahara Darmin Tinambunan. Kepengurusan juga dilengkapi dengan sejumlah biro-biro.

A.   Pengertian Harta

 

Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki. Ia termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa harta atau secara khusus adalah makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu Allah SWT.menyuruh manusia memperolehnya, memilikinya dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia dan Allah SWT.melarang berbuat sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu. Ia dapat berwujud dalam bentuk bukan materi seperti hak-hak dan dapat pula berwujud materi. Yang berwujud materi ini ada yang bergerak dan ada pula yang tidak bergerak.[1]

 

Menurut Hanafiyah bahwa harta mesti dapat disimpan, maka sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak dapat disebut harta, maka manfaat menurut Hanafiyah tidak termasuk harta, tetapi manfaat termasuk milik, Hanafiyah membedakan harta dengan milik, yaitu:

Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.

Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut Hanafiyah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).[2]

 

B.   Unsur-unsur Harta

 

Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, unsur ‘aniyab dan unsur ‘urf: Yang dimaksud dengan unsur ‘aniyab ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (‘ayan), maka manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tapi termasuk milik atau hak.

Unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali manfaatnya, baik manfaat madiyab maupun manfaat ma’nawiyab.[3]

 

 

C.   Memperoleh Harta

 

1.     Harta itu merupakan salah satu sendi dalam kehidupan manusia, maka Allah memerintahkan manusia untuk memperolehnya secara halal.

2.     Seseorang berusaha mencari karunia Allah dengan sekuat tenaganya, maka Allah meminta kepada orang tersebut unuk memohon kepada Allah kiranya Allah melimpahkan karunianya itu dalam bentuk rezeki.

3.     Jika telah berusaha memperoleh rezeki Allah dan telah meminta pula perkenaan dari Allah, maka Allah akan memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.[4]

 

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh manusia bagi menunjang kehidupannya secara garis besar ada dua bentuk:

Pertama: memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapa pun. Bentuk yang jelas dari mendapatkan harta yang baru sebelum menjadi milik oleh siapapun adalah menghidupkan (menggarap) tanah mati yang belum dimiliki atau yang disebut ihya al-mawat.

Kedua: memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui suatu transaksi.

 

Kedua cara memperoleh harta ini harus selalu dilakukan dengan prinsip halal dan baik agar pemilikan kekayaan tersebut diridhai Allah SWT.

 

D.   Pemanfaatan Harta

 

Bila harta dicari dan diperoleh sesuai dengan panduan yang ditetapkan Allah yang tersimpul dalam prinsip halal dan thaib, maka harta yang telah diperoleh itu pun harus digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan panduan Allah.

 

Hal ini banyak dinyatakan Allah dalam al-Quran di antaranya pada surat Ali-Imran ayat 109:

 

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ  وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ

 

Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan kepada-Nya dikembalikan segala urusan.

 

Dalam surat al-Maidah ayat 17:

 

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 

Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang adadi bumi dan apa ang ada di antara keduanya. Ia menciptakan apa yang Ia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

 

“kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051).

 

Oleh karena itu, banyak berdoa lah pada Allah agar selalu diberi kecukupan. Doa yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa:

 

اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

 

Ya allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketaqwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina. (HR. Muslim no. 2721).

 

Tujuan pertama dari harta itu diciptakan Allah adalah untuk menunjang kehidupan manusia. Oleh karena itu, harta itu harus digunakan untuk maksud tersebut. Tentang penggunaan harta yang telah diperoleh itu ada beberapa petunjuk dari Allah sebagai berikut:[5]

 

1.     Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup sendiri.

 

Dalam firman-Nya dalam al-Quran pada surat: al-Mursalat ayat 43:

 

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

 

Makan dan minumlah kamu dengan enak dengan apa yang telah kamu kerjakan.

 

Walaupun yang disebutkan dalam ayat ini hanyalah makan dan minum, namun tentunya yang dimaksud di sini adalah semua kebutuhan hidup seperti pakaian dan perumahan dan lainnya. Hal ini bearti Allah menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup di dunia. Namun dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap muslim:

a.     Israf yaitu berlebih- lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk kepentingan hidup sendiri. Yang dimaksud dengan israf atau berlebih-lebihan itu ialah menggunakannya melebihi ukuran yang patut, seperti makan lebih dari tiga kali sehari; mempunyai mobil lebih dari yang diperlukan dan mempunyai rumah melebihi kebutuhan. Larangan hidup berlebih-lebihan itu dinyatakan Allah dalam surat al-A’araf ayat 31:

 

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

 

Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.

 

b.     Tabzir atau boros dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan dan menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaa. Bedanya dengan israf sebagaimana disebutkan diatas ialah bahwa israf itu untuk kepentingan kehidupan sendiri, sedangkan boros itu untuk kepentingan lain, seperti membeli mobil balap yang mahal harganya sedangkan dia bukan seorang pembalap mobil. Allah melarang pemborosan yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat 26-27 :

 

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27

 

 

Dan janganlah kamu mengahmbur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang yang pemboros itu adalah teman syaitan sedangkan syaitan itu kafir terhadap tuhannya.

 

2.     Digunakan untuk memenuhi kewajibannya terhadap Allah. Kewajiban kepada Allah itu ada dua macam:

  1.      Kewajiban materi yang berkenaan dengan kewajiban agama seperti keperluan membayar zakat, nazar atau lainnya.
  2.      Kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga yaitu istri, anak dan kerabat.

 

 

3.     Dimanfaatkan bagi kepentingan sosial.

 

Hal ini dilakukan karena meskipun semua orang dituntut untuk berusaha mencari rezeki namun yang diberikan Allah tidaklah sama untuk setiap orang. Ada yang mendapat banyak sehingga melebihi keperluan hidupnya sekeluarga; dan ada pula yang mendapat sedikit dan kurang dari keperluannya.

Kenyataan berbedanya perolehan rezeki ini dinyatakan Allah dalam Firman-Nya pada surat al-Nahl ayat 71:

 

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

 

…dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian dalam hal rezeki.

 

Orang yang medapatkan kelebihan rezeki itu dituntut untuk menafkahkan sebagian dari perolehannya itu, sebagaimana disebutkan Allah dalam banyak tempat, diantaranya dalam surat al-Munafiqun ayat 10:

 

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ

 

…dan infaqkanlah sebagian apa yang Allah telah memberi rezeki kepadamu sebelum maut mendatangimu.

 

Disamping Allah memberi pedoman pemanfaatan harta yang telah diberikan kepada seseorang dalam bentuk rezeki maka Allah melarang umat Islam menggunakan hartanya itu kedalam hal yang tujuannya negatif yang dapat menyulitkan atau menyusahkan kehidupan orang lain, menyakiti orang dan menjauhkan orang dari melaksanakan perintah agama.

Dalam hal larangan tersebut Allah berfirman dalam surat al-Anfal ayat 36:

 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

 

…sesungguhnya orang-orang kafir itu menggunakan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.

 

Secara lebih khususnya lagi Nabi Muhammad SAW melarang menggunakan harta yang diperolehnya dengan cara sebagai berikut:

 

a.     Ihtikar yang bearti penimbunan barang.

b.     Iddikhar yaitu menumpukkan barang untuk kepentingan diri sendiri.[6]

 

 

E.   Sebab-sebab kepemilikan

 

Menurut para ulama ada emapat cara pemilikan harta yang disyaratkan Islam, yaitu:

  1.      Harta yang mubah.
  2.      Melalui transaksi yang dilakukan  melalui lembaga badan hukum
  3.      Melalui peninggalan seseorang (harta warisan) atau (ahli waris).
  4.      Hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang.[7]

 

Sedangkan menurut Pasal 18 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, benda dapat diperoleh dengan cara:

  1.      Pertukaran
  2.      Pewarisan
  3.       Hibah
  4.      Jual beli
  5.       Luqathah (barang temuan)
  6.        Wakaf
  7.      Dan cara ain yang dibenarkan menurut syariah.[8]

 

 

 

Teuku Zakiyun Fuadi

(Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah prodi Ekonomi Syari’ah)

 


[1] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta Timur, Fajar Interpratama, 2003, Hlm 117.

[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Raja Grafindo, 2002, Hlm 9.

[3] Ibid, hlm. 10.

[4] Ibid, hlm. 181.

[5] Ibid, hlm., 2002, Hlm 184.

[6] Amir Syarifuddin, Op.Cit, Hlm 189.

[7] Nasrun Haroen, Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta, Kencana, 2012, Hlm 67.

[8] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta, Kencana, 2012, hlm 67.

  1.        Pengertian  Musyarakah (partnership, project financing participation)

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana (amal/axpertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[i]

Dalam hal kerugian, para ulama sepakat bahwa kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi penyertaan modal masing-masing.[ii]

Musyarakah juga merupakan satu skim fiqih yang fleksibel penggunaannya, seperti di Iran misalnya, skim ini digunakan untuk pembiayaan sektor produksi, jasa, dan belakangan untuk kepemilikan rumah. Dalam khazanah ilmu fiqh, musyarakah melingkupi jenis-jenis transaksi yang sangat luas.[iii]

  1.        Landasan Musyarakah

Islam menyukai kerja sama dalam berbagai bentuk usaha kebajikan dan sebaliknya menolak usaha-usaha yang bisa mendatangkan kemudharatan untuk diri sendiri dan orang banyak oleh karenanya kegiatan musyarakah dibolehkan oleh syariat Islam seperti Firman Allah SWT dalam beberapa surat, “….Tetapi jika saudara seibu itu lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…” (QS. An-Nisa: (12), dan dalam surat lainnya “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman & mengerjakan amal saleh.” (QS Shad [38]: 24).

Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa musyarakah (persekutuan) tersebut dibenarkan oleh syariat dan musyarakah yang benar adalah musyarakah yang didasari pada keimanan dan dikerjakan secara ikhlas (amal saleh).

Dari  Abu Huraira RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman,“Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat (berkongsi) selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya apabila ia mengkhianatinya, maka aku keluar dari serikat (perkongsian) itu”. (HR. Abu Dawud dan Hakim). Berdasarkan hadits Rasulullah SAW di atas jelas Islam telah menghalalkan dan memberkahi perkongsian (musyarakah) selama di dalamnya tidak terdapat unsur tipu-menipu (saling mengkhianati).

Sedangkan menurut ijma’, umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.[iv]

  1.        Rukun dan Syarat Musyarakah

Menurut jumhur ulama rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah pelaku akad (mitra usaha), objek akad (modal, kerja, dan keuntungan), dan shighah (ijab dan qabul)[v].

Sedangkan syarat-syarat syirkah menurut Hanafiyah terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

  1.    Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah baik harta, maupun lainnya. Pertama, benda yang diakadkan harus berupa benda yang dapat diterima sebagai perwakilan. Kedua, berkaitan dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak.
  2.    Syarat yang terkait dengan harta (mal). Pertama, modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran yang sah (nuqud). Kedua, adanya pokok harta (modal) ketika akad berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.
  3.    Syarat yang terkait dengan syirkah mufawadhah yaitu, modal pokok harus sama, orang yang bersyirkah yaitu ahli kafalah, dan objek akad yang disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual-beli atau perdagangan.
  4.    Syarat yang berkaitan dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.

Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad syirkah disyaratkan merdeka, baligh, dan pintar.[vi]

  1.        Pembagian Syirkah
  1.    Syirkah Ibahah, yaitu suatu bentuk perkongsian yang membolehkan kaum muslimin untuk mengambil manfaat secara bersama-sama terhadap suatu objek yang halal ain-nya dan diketahui bahwa objek tersebut sangat diperlukan manfa’atnya untuk memenuhi hajat hidup. Para ulama sepakat yang termasuk dalam syirkah ini adalah memiliki bersama ke atas air, udara dan api, seperti Sabda Rasulullah SAW: “Dari Abi Kharasy dari sahabat Rasulullah SAW bahwa kaum muslimin itu berkongsi pada tiga    hal yaitu: udara, air dan api”. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
  2.    Syirkah Milki ialah perkongsian yang terjadi antara dua orang atau lebih atas sesuatu sebab dari sebab-sebab pemilikan seperti pembelian, penerimaan sesuatu pemberian (hibah), penerimaan wasiat, warisan atau percampuran harta mereka dalam bentuk yang tidak dapat dipisahkan.
  3.    Syirkah ‘Uqud adalah perkongsian yang di bentuk berdasarkan aqad antara dua orang atau lebih terhadap mudah dan keuntungan dengan syarat-syarat yang disepakati bersama.[vii]

Dari ketiga jenis syirkah di atas, hanya ada satu syirkah yang sangat populer dan berlaku secara aktif dalam dunia usaha yaitu syirkah ‘uqud.

  1.        Jenis Musyarakah Akad (Syirkah ‘Uqud)

Musyarakah akad tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad dibagi menjadi:

  1.    Syirkah ‘Inan (شركة العنان)

       Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dan berpartisipasi dalam kerja. Porsi dana dan bobot partisipasi dalam kerja tidak harus sama, bahkan memungkinkan hanya salah satu pihak yang aktif mengelola yang ditunjuk oleh partner lainnya. Keuntungan atau kerugian dibagi menurut kesepakatan bersama.[viii] Para ulama sepakat membolehkan bentuk syirkah ini.[ix]

  1.    Syirkah Mufawadhah (شركة المفاوضة)

       Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Untung dan rugi harus dibagi secara sama pula.[x] Mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan syirkah yang seperti ini, sementara mazhab Syafi’i dan Hambali melarangnya karena secara realita sangat sukar terjadi persamaan pada semua unsurnya.[xi]

  1.    Syirkah A’mal (  شركة الأعمال)

     Kerja sama antara dua pihak atau lebih yang memiliki profesi dan keahlian tertentu, untuk menerima serta melaksanakan suatu pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari hasil yang diperoleh.[xii] Jumhur ulama, yaitu mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkan, sementara mazhab Syafi’i melarangnya karena mazhab ini hanya membolehkan syirkah modal dan tidak boleh syirkah kerja.[xiii]

  1.    Syirkah Wujuh (شركة الوجوه)

                   Kerja sama tanpa setoran modal uang. Modal yang digunakan hanyalah nama baik yang dimiliki, terutama karena kepribadian dan  kejujuran masing-masing dalam berniaga (perkongsian atas dasar kepercayaan).[xiv] Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali membolehkan syirkah seperti ini, sedangkan mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i melarangnya.[xv]

Dari ke empat jenis syirkah ‘uqud di atas hanya syirkah ‘inan saja yang relevan dengan produk bank-bank Islam serta di setujui oleh empat mazhab besar Islam.

  1. Bentuk-Bentuk Musyarakah

Dalam prakteknya ada dua bentuk fundamental musyarakah berdasarkan perubahan porsi dana para mitra, yaitu:

  1. Musyarakah permanen, yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra bersifat tetap hingga akhir masa akad.
  2. Musyarakah menurun (musyarakah Mutanaqisah), yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan bertahap kepada mitra lainnya, sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha itu.[xvi]
  1.       Berakhirnya Akad Musyarakah

Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua hal sebagai berikut:

  1.    Pembatalan syirkah secara umum, yaitu pembatalan dari salah seorang yang bersekutu, meninggalnya salah seorang syarik, salah seorang syarik murtad dan gila.
  2.    Pembatalan syirkah secara khusus
  1.     Harta syirkah rusak sebelum dibelanjakan. Hal ini terjadi pada syirkah amwal karena yang menjadi barang transaksi adalah harta.
  2.     Tidak ada kesamaan modal dalam syirkah mufawadhah pada awal transaksi, perkongsian batal sebab hal itu merupakan bagian dari syarat transaksi mufawadhah.[xvii]
  1.        Aplikasi Musyarakah Di Sektor Perbankan Sebagai Solusi Islam untuk Menghapus Praktik Ribawi di Bank

Bunga uang merupakan bagian dari teori riba. Bunga bank termasuk ke dalam riba nasi’ah (riba karena perpanjangan waktu).[xviii] MUI secara tegas telah menyatakan bahwa praktik pembungaan itu “hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Koperasi, Pasar Modal, Pegadaian dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu”.[xix]

Allah SWT berfirman, “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk  riba agar harta manusia bertambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (Qs. Ar-Ruum: (39). Ayat ini jelas menyampaikan pesan moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil.

Dalam memperlancar roda perekonomian, perangkat bunga jelas memiliki peran penting, oleh karena itu Islam memberikan solusi pemecahan untuk mengembangkan peranan bank tetapi bebas dari sifat-sifat kotor dan negatifnya, salah satunya dengan cara musyarakah/syirkah (persekutuan), dalam musyarakah pihak bank dan pihak penguasa sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan, mereka mengelola usaha patungan dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian Profit and Loss Sharing.[xx] Dan pasti bebas bunga.

Seperti yang sudah diketahui bahwa bank konvensional membiayai sebuah proyek melalui pinjaman berbunga. Hubungan bank dengan risiko proyek dapat dipastikan tidak ada, artinya para peminjam tetap berkewajiban membayarkan pokok pinjaman dan bunganya kepada pihak bank tanpa melihat apakah proyek yang dibiayai itu rugi atau untung, sedangkan di dalam akad musyarakah semua tanggungjawab, keuntungan dan kerugian dibagi secara proporsional kepada masing-masing pihak yang ber-musyarakah. Pada bank konvensional nasabahlah yang memperoleh semua keuntungan dan menanggung semua kerugian proyek.[xxi] Terlihat jelas bahwa sistem perbankan konvensional ini sangat eksploitatif dan tidak dapat diterima oleh syariah.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka bisa dikatakan pembiayaan dengan menggunakan akad musyarakah pada bank Islam adalah pembiayaan bank Islam yang bersifat riil dan menyentuh kehidupan ekonomi secara langsung. Di samping menanamkan sahamnya pada proyek-proyek, bank Islam juga melakukan praktik bisnis yang Insya Allah bebas dari prinsip kotor dan di berkahi Allah SWT.

  1.           Musyarakah: Salah Satu Langkah Mencapai Falah

Di dalam Islam manusia tidak hanya dituntut untuk menghasilkan harta (berorientasi pada profit semata), tetapi juga pada falah yaitu kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (dunia dan akhirat). Modal utama seorang manusia adalah ‘Islam’ sehingga segala aktivitas (termasuk bermuamalah seperti ber-musyarakah) yang dilakukan dengan berdasarkan ketentuan syari’ah pastilah di hitung sebagai bentuk ibadah dan menambah berkah pahala di sisi-Nya.

Islam mensyari’atkan syirkah sesuai dengan maqashid asy-syari’ah itu sendiri, yaitu salah satunya adalah memelihara harta dengan terjamin kehalalan dan pengembangan harta itu sendiri serta juga memenuhi nilai-nilai kebersamaan antar ummat. Islam mengatur cara untuk menghasilkan dan membelanjakan  harta. Seorang manusia wajib untuk mencari rezeki untuk menutupi keperluan hidupnya beserta tanggungannya dan bermuamalah (termasuk di dalamnya musyarakah) merupakan salah satu cara ke arah tersebut. Dengan musyarakah, manusia tidak hanya bisa menghasilkan dan menambah harta kekayaan, tetapi juga menambah berkah pahala  karena hidup dengan cara yang halal dan baik.

Allah SWT berfirman, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (Qs. Al-Baqarah (2): (195).

 

Oleh: Nurul Azmi

(Mahasiswi Fakultas Ekonomi & Bisnis Unsyiah jurusan Ekonomi Islam)

 


[i]  Veithzal Rivai. H, Andria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta : PT Raja Grafindo, hal. 121.

[ii]  Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank Syariah. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hal. 51

[iii] Adiwarman Karim Aswar. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Cetakan Pertama, Jakarta : Gema Insani, hal. 81.

[iv] Syafe’i Rachmat. Fiqih Muamalah. 2001. Bandung : Pustaka Setia, hal. 186.

[v] Ascarya. Opcit, hal. 52.

[vi] Rahman Ghazaly, Abdul, Ghufron Ihsan, Sapiudin Sidiq. 2010. Fiqh Muamalat. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana, hal. 129-130.

[vii] Baihaqi A. Shamad, 2007. Konsepsi Syirkah dalam Islam Perbandingan Antar Mazhab. Cetakan Pertama. Banda Aceh : Yayasan Pena, hal. 62-63.

[viii] Veithzal rivai. H, Andria Permata veithzal. Opcit, hal. 121.

[ix] Ascarya. Opcit, hal. 50.

[x] Veithzal rivai. H, Andria Permata veithzal. Opcit, hal. 121.

[xi] Ascarya. Opcit, hal. 50.

[xii] Veithzal rivai. H, Andria Permata veithzal. Opcit, hal. 121.

[xiii] Ascarya. Opcit, hal. 50.

[xiv] Veithzal rivai. H, Andria Permata veithzal. Opcit, hal. 121.

[xv] Ascarya. Opcit, hal. 50.

[xvi] Yaya, Rizal, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemprer. 2014. Cetakan Kedua. Jakarta : Salemba Empat, hal. 135.

[xvii] Syafe’i Rachmat. Opcit, hal. 201.

[xviii] Adiwarman Karim Aswar. Opcit, hal. 73-74.

[xix] Zamir iqbal dan Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan Islam. Jakarta : Kencana, hal. 85.

[xx] Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Cetakan Pertama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 284-285.

[xxi] Mth, Asmuni. Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Islam (Study Fiqh Terhadap Produk Perbankan Islam). Journal Of Islamic Law, Al-Mawarid Edisi XI Tahun 2004, hal. 30.

           Hari Jum’at tanggal 29 Juli 2016 merupakan hari bersejarah bagi Dewan Dakwah Aceh karena mendapatkan penghormatan dari sejumlah dokter dan mahasiswa kedokteran dari Universitas Cyber Jaya Malaysia. Penghormatan tersebut adalah dalam bentuk kerjasama khitanan massal dan pemeriksaan kesehatan gratis untuk masyarakat di beberapa kecamatan dalam wilayah Aceh Besar, terutama masyarakat gampong Rumpet di mana markas Dewan Dakwah berdiri.

            Rombongan yang dipimpin langsung oleh Prof. Dr. Abdul Latiff Mohamed sebagai wakil rektor bidang akademik dan hubungan Internasional Fakultas Kedokteran Universitas Cyber Jaya tersebut menghadirkan enam orang dokter dan 26 mahasiswa tahun akhir. Mereka mengadakan program bakti sosial semata-mata untuk belajar membantu kepada orang-orang yang berhak di bantu di jagad raya ini atas dasar amalan shaliha. Karenanya mereka sudah siap berangkat dari Malaysia dengan perbekalan yang matang, baik dari segi pengetahuan, keuangan, dan ubat-ubatan.

            Mereka tidak meminta makan, minum dan sejenisnya dari tempat kunjungannya melainkan makan tengah hari bagi masyarakat yang berobat ditanggung mereka. Praktik bakti sosial semacam itu sudah dijalankan dalam empat Negara di Asia Tenggara seperti Laos, Camboja, Vietnam, dan Indonesia. Khusus di Indonesia mereka sudah beberapa kali mengadakan bakti sosial dalam bentuk khitanan massal dan periksa kesehatan masyarakat di Pulau Jawa dan Sumatera, salah satunya adalah di Banda Aceh.

            Para relawan tersebut mengaku sangat puas melaksanakan bakti social di Aceh karena sempat melancong ke tempat-tempat bekas tsunami dan sempat dijamu makan malam oleh Gubernur Aceh malam terakhir berada di Banda Aceh atas inisiatif pengurus Dewan Dakwah Aceh. Sementara pihak yang paling berperan melebihi peran sutradara dalam sebuah film untuk mewujudkan bakti sosial tersebut adalah Abdul Ghaffar. Beliau yang menjadi kontak person, beliau pula yang menyambut kedatangannya bersama sejumlah anggota Dewan Dakwah, dan beliau pula yang mengurus bebasnya ubat-ubatan yang ditahan imigrasi di bandara.

 

KAWASAN PILIHAN DAN KERJA SAMA

            Bakti sosial tersebut terjadi atas dasar kerjasama antara Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh dengan pihak College of Medical Sciences, Cyber Jaya University Malaysia. Pelaksanaan khitanan dan pemeriksaan kesehatan massal menjadi sasaran kerjasama yang berlangsung di dua tempat dalam wilayah kabupaten Aceh Besar, pertama berlangsung di Lhong pada hari Rabu 27 Juli 2016, dan kedua terjadi di markas Dewan Dakwah Aceh di gampong Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya kabupaten Aceh Besar.

            Bakti Sosial tersebut dibuka oleh Asisten dua mewakili Bupati kabupaten Aceh Besar Bapak Samsul Rijal. Dalam sambutannya beliau menyambut baik program bakti sosial tersebut sebagai ajang silaturrahmi dan amal shalih sesama muslim antara muslim Malaysia dengan muslim Indonesia, khususnya muslim Aceh. Jumlah anak-anak yang dikhitan di Rumpae adalah 30 orang dan masyarakat yang memeriksa kesehatan mereka berjumlah 100 orang dari beberapa kecamatan seperti kecamatan Krueng Barona Jaya, kecamatan Kutabaro, kecamatan Darussalam dan lainnya.

            Sementara yang berlaku di Lhoong adalah khusus untuk masyarakat kecamatan Lhoong sahaja sejumlah lebih kurang 120 orang masyarakat yang diperiksa kesehatannya ditambah dengan khitanan massal bagi anak-anak usia SMP. Pengobatan tersebut terjadi dengan sangat khidmat karena ada nuansa berbeda dari segi bahasa antara Indonesia dengan Malaysia, sehingga sejumlah masyarakat sengaja banyak bertanya karena ingin mendengar bahasa Malaysia yang diucapkan mereka yang jarang didengar sebelumnya. Memang ada beda-beda sedikit antara bahasa Melayu Malaysia dengan Indonesia seperti bahwa di Indonesia bahawa di Malaysia, yaitu di Indonesia iaitu di Malaysia, jahe di Indonesia halia di Malaysia, mancret di Indonesia ciret biret di Malaysia, dan sebagainya.

            Prihal menarik lain dalam bakti sosial tersebut adalah para dokter menggunakan tenaga laser ketika memotong hujung kemaluan anak-anak yang dikhitankan sehingga tidak berdarah, tidak terlalu sakit, dan cepat sembuh. Dengan demikian Nampak beberapa orang anak-anak senyum-senyum saja ketika berlaku khitan seperti tidak merasa sakit, walaupun ada juga beberapa orang anak yang menjerit dan menangis seperti sudah dipukul orang. Namun jeritan tersebut tidak berlangsung lama karena umumnya anak-anak tersebut didampingi oleh orangtuanya yang cepat memberi semangat kepada anak mereka.

 

ESENSI BAKTI SOSIAL

            Sesungguhnya yang menjadi esensi bakti sosial tersebut menurut percakapan pimpinan rombongan mereka Prof. Dr. Abdul Latiff Mohamed adalah mengajak para mahasiswa yang umumnya lahir dan besar di kota besar di Malaysia untuk merasakan bagaimana kondisi gampong dan kondisi masyarakat yang hidup di kampung. Mereka juga ingin beramal shalih dengan ilmu yang dimilikinya sehingga tercatat pahala di hadapan Allah SWT. Menurut Prof. Latiff, beliau sengaja mengajak para mahasiswa mengenal lingkungan luar dari lingkungan yang hari-hari mereka hidup di sana sehingga mereka tahu membagi rasa dan saling berkasih sayang sesama ummat manusia terutama sekali sesama muslim.

            Karena esensi bakti sosial tersebut adalah bahagian dari ibadah maka mereka datang dengan membawa perlengkapan yang memadai sehingga tidak merepotkan orang tempatan yang mereka kunjungi. Lebih jauh dari itu mereka juga menyumbangkan sehelai kain sarung kepada setiap anak yang dikhitankan sehingga nilai dan nuansa ibadah sangat nampak dalam bakti sosial tersebut. Oleh karenanya masyarakat yang berobatpun datang silih berganti sehingga sampainya waktu shalat Jum’at pada hari tersebut. Bakti sosial diakhiri menjelang masuknya waktu shalat Jum’at karena mereka wajib pergi ke masjid.

            Bakti sosial yang dilakukan tersebut sangat membantu masyarakat terutama masyarakat miskin yang tidak berdaya untuk berobat di tempat lain yang dikenakan bayaran. Alhamdulillah dengan adanya bakti sosial tersebut sejumlah masyarakat pulang dengan wajah berseri-seri karena sudah selesai berobat pada dokter luar Negara yang lebih mereka yakini ketimbang dokter dalam Negara Indonesia. Ada keyakinan bagi masyarakat kita adalah barang luar lebih baik daripada barang dalam, dokter luar lebih mahir dari dokter dalam, begitulah seterusnya.

            Walaubagaimanapun, inti dari bakti sosial yang mereka lakukan itu semata-mata karena mengharapkan pahala dari Allah bukan sekedar belajar dan mengajar sebagaimana layaknya praktik koas dokter-dokter di Negara  Indonesia. Dengan demikian tidaklah heran kita kalau mereka begitu antusias mengkhitankan anak-anak dan memeriksa orang-orang lemah dan tua. Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang artinya: apabila mati seseorang anak Adam maka putuslah semua hubungan kecuali tiga perkara yang tidak putus adalah: shadakah jariyah, ilmu yang bermanfa’at dan anak shalih/ah yang berdo’a kepada orang tuanya. Dasar hadis inilah dapat dikatakan bahwa mereka mengadakan bakti sosial tersebut karena ingin mendapatkan pahala Allah karena telah memberikan ilmu dan perobatan kepada masyarakat.

 
 

Artikel di tulis oleh: Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA, (Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry) 

Muqaddimah

            Wisuda angkatan pertama Akademi Dakwah Indonesia (ADI) yang berlangsung di markas besar Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh yang terletak di gampong Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar pada hari Khamis 28 Juli 2016 berlangsung dengan penuh khidmat dan meriah. Hadir dalam acara tersebut ketua bidang pendidikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Dr. Imam Zamrozi, MA, anggota DPD asal Aceh (Ghazali Abbas Adan), Muspika Krueng Barona Jaya, Imum Mukim Lam Ujong (Tgk. Jailani), Geuchik gampong Rumpet beserta dengan perangkat gampong, Geuchik gampong Lamgapang, para orang tua wisudawan, dan segenap pengurus Dewan Dakwah Aceh.

            Acara yang berlangsung sangat khidmat tersebut dibuka oleh protokol (Zulfikar Tijue) dan secara meraton diberikan sambutan oleh ketua panitia (Dr. Abizal Muhammad Yathi, MA), Direktur ADI (Dr. Muhammad AR, M.Ed), Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh (Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL, MA), ketua bidang pendidikan Dewan Dakwah Pusat (Dr. Imam Zamrozi, MA), dan disertai dengan orasi ilmiah yang disampaikan oleh Dr. Bustami Abu Bakar, MA dengan judul: “Dakwah bil hal dalam teropongan antropologi”. Acara yang berakhir dengan makan siang bersama tersebut disambut baik oleh pihak Muspika Krueng Barona Jaya, pihak kemukiman Lam Ujong, dan pihak gampong Rumpet di mana kampus ADI terletak, karena itu merupakan prosesi transfer ilmu dari para generasi tua terhadap generasi pelanjut.

            Terlihat juga wajah ceria dari para wisudawan yang diwisuda pada hari tersebut yang kesemuanya baru saja kembali dari kampung halaman menjalankan dakwah sebulan penuh di bulan Ramadhan. Adik-adik leting mereka sebagai mahasiswa ADI angkatan kedua sebagai panitia pelaksana nampak bekerja keras dengan serius untuk mensukseskan acara wisuda tersebut. Mereka bekerja semenjak dua hari sebelumnya mulai dari memasang tenda, mengatur kursi, merapikan kawasan dan menerima tamu. Kerja keras mereka menghadirkan suasana nyaman dan menarik bagi para tetamu yang hadir sehingga suasana meriah wujud dalam acara tersebut.

            Suasana wisuda Nampak semakin meriah dan bersemangat ketika secara beruntun para pembesar ADI dan Dewan Dakwah menyampaikan sambutannya yang dimulai oleh direktur ADI. Dalam sambutannya Dr. Muhammad AR, M.Ed mengkisahkan kehadiran ADI di Aceh sebagai satu-satunya lembaga pendidikan berbasis dakwah yang para mahasiswa menetap di asrama dalam kampus untuk dididik siang malam sehingga rata-rata mereka sudah dapat menghafal Al-Qur’an sampai lima juz, mampu berbahasa Arab dan Inggeris, dan menguasai pengetahuan yang memadai.

            Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh mengkongkritkan eksistensi Dewan Dakwah sebagai induk ADI berusaha keras untuk mencetak kader-kader dakwah untuk mengkounter upaya pendangkalan akidah dan pemurtadan di bumi Aceh. Sementara Ketua Bidang Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Muhammad Nasir yang datang dari Jakarta mengkisahkan perjalanan panjang lahir STID dan ADI di merata tempat di wilayah Indonesia sebagai upaya pengkaderan yang diamanahkan oleh pendiri Dewan Dakwah, Muhammad Natsir yang harus diteruskan oleh generasi dakwah masa kini.

 

BACKGROND ADI

Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh merupakan lembaga pendidikan tinggi yang didirikan oleh Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh pada tahun 2014 sebagai jawaban dan tuntutan bagi problema krisis kader dakwah di bumi Aceh. ADI lahir sebagai sebuah tuntutan zaman dan tuntutan dunia global yang cenderung tidak memisahkan antara haq dengan bathil dalam kehidupan muslim Aceh dan Indonesia. Karenanya pendidikan yang gratis SPP, gratis makan, dan gratis ilmu pengetahuan tersebut cepat sekali menjadi perhatian orang banyak sehingga banyak orang yang menitipkan anaknya belajar di sini.

Untuk peringkat awal ADI hanya menerima para mahasiswa pilihan dari kawasan Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, dan Pulau Simeulu. Karena mereka dididik lebih istimewa di kampus tersebut maka para pimpinan ADI merekrut calon mahasiswa dengan sangat ketat dan hati-hati. Metode rekrutmen yang dilakukan adalah para petinggi ADI datang langsung ke lapangan untuk menguji calon mahasiswa, dari hasil seleksi tersebut diterima hanya sebanyak sepuluh sampai lima belas orang sahaja.

Angkatan pertama diterima 15 orang dan bertahan sampai mendapatkan ijazah ADI hanya 10 orang saja, dari 10 orang tersebut pada bulan Ramadhan yang baru lalu seorang yang bernama Herdiansyah Padang telah meninggal dunia, sehingga mereka tinggal Sembilan orang sahaja. Kesembilan orang tersebut telah dihantar ke Jakarta untuk melanjutkan S1 pada Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Muhammad Natsir di Bekasi oleh sekretaris ADI (Dr. Abizal, Zulfikar sebagai wakil direktur bidang akademik, dan Afrizal Revo, Direktur bidang kemahasiswaan pada hari Sabtu 30 Juli 2016.

 

JALAN PANJANG MENUJU ISLAM KAFFAH

            Kehadiran ADI ini merupakan perjuangan jangka panjang untuk memurnikan aqidah, syari’ah dan akhlak anak bangsa Islam Aceh agar mereka siap menjadi para da’I di mana dan kapan saja dalam kehidupannya. Ia merupakan sebuah persiapan untuk menormalkan suasana dan memurnikan Islam menjadi kaffah. Yang dimaksudkan menuju Islam kaffah adalah sempurna dalam beramal dan beribadah tanpa kurang suatu apapun.

            Kita pahami dan sadari bahwa kehidupan manusia di akhir zaman ini cenderung mengejar kenikmatan dunia dengan membiarkan kenikmatan akhirat. Akibatnya dakwah tiada yang menggerakkan lagi karena orang-orang sudah bosan dengannya. Untuk itulah ADI dibuka dan mahasiswa dibina untuk menebus kembali eksistensi gerakan dakwah yang sudah pernah Berjaya di masa lampau namun layu di zaman kini. Gerakan dakwah yang digerakkan Dewan Dakwah Aceh tersebut lebih difokuskan pada pembinaan kader lewat ADI sebagai jalan panjang menuju Islam kaffah yang sudah pernah Berjaya dahulu kala.

            Para mahasiswa yang dididik baik di ADI maupun di STID yang dibekali dengan tahfizul Qur’an tersebut dipersiapkan minimal menjadi sarjana dan maksimal memperoleh gelar master dan doktor. Ketika mereka sudah sukses dalam pendidikan maka mereka berkewajiban untuk membantu Islam dan ummatnya lewat berbagai jalur yang dimiliki. Persiapan hari ini tentu untuk keberhasilan di hari nanti, perjuangan hari ini sudah pasti untuk kemenangan masa hadapan, benih yang kita taburkan hari ini akan berbuah dan dipetik buahnya oleh generasi Islam di hari nanti sehingga ekosistem dan prosesi pergantian generasi akan berjalan normal dan alami.

            Dengan cara demikianlah jalan panjang menuju kesuksesan akan tembus dilalui oleh para kader-kader da’I yang kita persiapkan hari ini ntuk kepentingan hari nanti. Itu semua dipersiapkan di zaman dan masa ketika banyak orang sudah melupakannya sehingga gerakan dakwah terkesan pasif, kewujudan ukhuwwah terasa hancur, dan keseriusan ibadah juga menurun drastis. Itulah latar belakang kenapa ADI harus lahir di Aceh dan STID harus wujud di Pulau Jawa. Perjalanan panjang gerakan dakwah yang diasaskan Rasulullah SAW tidak boleh berhenti, tidak boleh putus, dan tidak boleh mandek hatta sedetikpun karena itu merupakan warisan Rasulullah SAW sebagai alat utama dan jitu untuk menguasai dunia.

 
Artikel di tulis oleh: Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA, (Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry)