Archive for category: Semua Katagori

semua katagori di bawah ini

Para pakar siyasah menyifatkan kampanye demikian sebagai kampanye yang bersifat retorik. Ada beberapa prinsip moral yang ditetapkan syari’ah berkenaan dengan kampanye retorik menurut mereka antara lain:[1]

Pertama, prinsip jujur dan benar dalam berkomunikasi dengan orang banyak, prinsip ini merujuk kepada ketentuan syari’ah yang menganjurkan semua muslim harus berlaku jujur dan benar. Ini berkaitan dengan firman Allah yang artinya: “tidak suatu ucapanpun yang diucapnya, melainkan ada di dekatnya pengawas yang selalu hadir”.(Q.S.Qaf: 18). Rasulullah saw. telah bersabda: “terdapat tiga ciri orang munafik; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji ia memungkiri, dan apabila diberi amanah ia mengkhianati”.[2]Siapa saja yang mati dalam keadaan berdusta kepada kaumnya maka ia tidak akan dapat mencium bau syurga”.[3]

Dengan demikian prinsip kejujuran menjadi faktor utama dalam setiap kampanye pemilu bagi ummat Islam. Tidak boleh berbohong untuk menarik banyak suara kepada partai kita, tidak boleh mengancam agar semua orang menusuk partai kita, tidak boleh memberi suap agar orang banyak memihak kepada kita, dan tidak boleh menghalalkan cara untuk mendapatkan satu kursi di parlemen sebagaimana yang terjadai pada zaman sebelumnya.  

Dalam kampanye setiap peserta harus bisa mendapatkan sesuatu yang baru sebagai ilmu baru dari hasil kampanye tersebut, karena kampanye merupakan satu jenis pendidikan tidak resmi buat masyarakat. Karena itu pula tidaklah seorang juru kampanye memberikan pendidikan yang tidak bermoral kepada peserta kampanye karena itu akan berakibat fatal bagi kehidupan bangsa di masa depan. Ia bukan hanya sekedar bersorak sorai ketika seorang jurkam berkampanye dengan berapi-api, tapi yang lebih penting lagi adalah apa yang disampaikan jurkam tersebut menyentuh kepentingan rakyat atau tidak, sesuai dengan ketentuan Islam atau menyimpang daripadanya.

Kedua, tidak mengotori kehormatan dan kemuliaan pihak lawan. Sabda Rasulullah saw. “Darah, harta benda dan kehormatan setiap orang Islam adalah haram diganggu”.[4] Muhammad Nasir al-Din al-Albani dan Mohammad Hashim Kamali mengupas hadis ini lebih lanjut masing-masing dalam bukunya; Riyadh al-Shalihin dan The Dignity of man The Islamic Perspectives.  Merujuk kepada dua poin di atas jelaslah bagi kita bahwa perkara-perkara polemik politik, dakwaan yang tidak berazas dan semua jenis kekerasan dalam kampanye pemilu adalah diharamkan oleh syari’ah. Untuk terlaksananya tata cara kampanye pemilu yang  serasi dengan ketentuan syari’ah, maka pihak berkuasa negara mayoritas ummat Islam harus merujuk sepenuhnya kepada ketentuan Islam dalam operasional kampanye pemilu tersebut.

PENGELUARAN DANA

Berkenaan dengan pengeluaran dana untuk kepentingan pemilu, terdapat berbagai pendapat para ulama fiqih yang agak bervariasi. Kebanyakan ulama kecuali ulama Hanbali berpendapat bahwa membelanjakan uang untuk merebut jabatan hakim atau anggota legislative dan eksekutif adalah sah kalau perbelanjaan seumpama itu diperlukan. Namun demikian ulama golongan Maliki mempunyai pendirian yang lebih tegas seperti yang tercatat dalam kutipan ini; “Membelanjakan uang untuk merebut jabatan hakim hanya sah dalam tiga keadaan: pertama; jika perbelanjaan itu perlu, karena jabatan tersebut tidak bisa diperoleh tanpa mengeluarkan uang; kedua; kalau pembelanja mengatakan akan timbul persoalan ummah apabila ia tidak memegang jabatan tersebut; ketiga; jika ia yakin bahwa hak dan tanggung jawab akan hilang kecuali ia menjadi hakim atau penguasa. Pengeluaran uang dilarang untuk tujuan yang lain. Kebenaran penggunaan uang seperti yang tersebut di atas adalah berdasarkan andaian bahwa calon yang bersaing dalam hal itu sudah mempunyai moral atau akhlaq yang mulia serta mementingkan kepentingan atau kemaslahatan ummah”.[5]

Seandainya para calon legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki komitmen Islam yang tinggi dengan akhlaq yang mulya, maka mereka akan meninggalkan budaya suap, budaya tipu dan budaya paksa dalam kampanye tahun 2009 ini. Sebaliknya mereka akan mengeluarkan dana kampanye dari sumber yang dijamin halal atas dasar keperluan kampanye saja seperti untuk biaya transportasi jurkam, untuk pamplet di jalan-jalan dan seumpamanya. Hal ini tentunya jauh dari pembelian suara dari masyarakat rendah SDM dan miskin atau massa mengambang seperti zaman-zaman silam.

ISLAM DAN KAMPANYE

Karena dalam masa kehidupan Rasulullah saw tidak pernah ada Pemilihan Umum (Pemilu) seperti hari ini maka otomatis tidak ada pula kampanye seperti sekarang. Ini bermakna kita tidak ada rujukan langsung tentang kampanye dalam Islam sebagaimana kampanye yang berlangsung hari ini. Namun Islam punya istilah lain untuk mengembangkan Islam dan ummatnya yang disebut dakwah. Antara dakwah dengan kampanye tentunya mempunyai perbedaan yang sangat signifikan, karena istilah dakwah itu konotasi positif dan dekat dengan pahala sementara kampanye bernuansa negative yang cenderung dikonotasikan akrab dengan neraka. Ini lebih disebabkan oleh kecenderungan-kecenderungan jurkam yang suka berbohong dan inkar janji selama ini.

Selain itu Islam juga tidak menggalakkan ummatnya untuk mempromosikan personalitas dirinya agar dipilih oleh rakyat pada jabatan tertentu. Karena cara seumpama itu lebih dekat kepada sikap ambisi pribadi yang mengejar jabatan yang dilarang Islam. Sabda Rasulullah saw: “Jangan sekali-kali kamu meminta untuk menjadi pemimpin, kecuali diberikan dengan cara yang wajar maka terimalah, kalau diberikan dengan cara yang salah maka tolaklah” (Bukhari dan Nasa-i).

Pernah Abu Zar al-Ghifari yang terkenal khusyu’ dan wara’ coba meminta posisi pemimpin pada Rasulullah saw. Karena Rasulullah merasa beliau tidak serasi untuk memperoleh posisi tersebut maka Baginda tidak memberikannya, alasan Beliau tidak mengabulkan permintaan Abu Zar karena beliau meminta jabatan bukan diberikan dengan wajar, dan personalitas beliau menurut Nabi tidak cocok untuk dipromosikan di sana.

Karenanya seseorang yang berkampanye kepada orang banyak serta meminta rakyat untuk memilihnya, itu berarti identik dengan meminta jabatan pada rakyat dengan perasaan ambisi. Berpijak kepada hadis Nabi dan kasus Abu Zar al-Ghifari maka langkah tersebut sudah keluar dari tradisi Nabi, keluar dari tradisi tersebut bermakna keluar dari ketentuan Islam. Namun manakala kita kembali kebelakang mengingat tidak ada peraturan baku tentang kampanye dalam Islam, sementara atribut politik hampir seluruh Negara modern hari ini menggunanakan sistem pemilu untuk menentukan kepemimpinan Negara, maka langkah tersebut masih bisa dievaluasi lebih lanjut.

Artinya para calon barangkali dibolehkan berkampanye asalkan harus menggunakan rambu-rambu agama Islam baik yang berkenaan dengan ‘aqidah, maupun akhlaq. Siapa saja bisa mengemukakan program kerja untuk kemuslihatan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi dan keluarga, ketika ia terpilih maka program kerja tersebut harus benar-benar dilaksanakan, kalaupun tidak sanggup atau gagal maka ia harus minta ma’af pada rakyat yang memilihnya. Berpolitik dalam Islam dengan cara yang benar merupakan bahagian dari ‘ibadah sementara berpolitik jahat ala Machiavelli yang menghalalkan segala cara menjadi bahagian dari jinayah atau kriminal. Kalau poin terakhir yang kita lakukan maka tempat akhir nanti adalah neraka.

            Untuk itu, berkampanyelah wahai calon-calon anggota DPR, DPRA/DPRK, dan DPD dengan sikap rendah hati, jujur dan ikhlas. Artinya manakala anda terpilih dalam pemilu nanti anggaplah itu sebuah pemberian Allah semata-mata, manakala anda gagal dan tidak terpilih itu berarti sebuah kewajaran yang harus diterima, mungkin anda belum layak menempati posisi tersebut dalam kaca mata bangsa kita. Janganlah mempersoalkan lagi sejumlah uang dan material lainnya yang telah dihabiskan dalam kampanye, apalagi kalau berniat ingin menggantinya dengan cara-cara tidak halal, itu semua merupakan sebuah resiko perjuangan atau resiko seorang ambisius. Untuk itu berpikir lebih matang sebelum harta dan uangnya melayang jauh lebih muslihat daripada menyesal dan menatap masa depan yang suram.

 


 

[1] Lihat Dr. Lukman Thaib, Politik Menurut Perspektif Islam, Malaysia: Synergymate Sdn. Bhd., 1998, hal. 135 – 136.

[2] Muhammad Mukhsin Khan, Shahih Bukhari, Madinah: Dar Ahya Us-Sunnah al-Nabawiya, t.t., vol. 1, Kitab Iman, hadis nomor 32, hal 31.

[3] Ahmad bin Yahya al-Baladhuri, Futuh al-Buldan, Beirut: Dar al-Nashr li al-Malayin, 1957, hal., 635.

[4] Muhyi al-Din Al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, edisi kedua, oleh Muhammad Nasir al-Din al-Albani, Beirut: Dar al-Maktab al-Islami, 1404/1984, hadith 1535. Lihat juga Mohammad Hashim Kamali, The Dignity of man The Islamic Perspectives, Malaysia:Ilmiah Publishers & U.K.: The Islamic Foundation, 1999, hal. 81.

[5] Ibib., hal. 137.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (Assh-Shaffaat; 102)

            Perintah berqurban yang tertera dalam surah alkautsar di atas menjadi pegangan kuat bagi seluruh muslim untuk melaksanakan ibadah peninggalan nabi Allah Ibrahim AS. Bukan hanya satu ayat itu saja yang tertera dalam Al-Qur’an melainkan ada ayat lain yang langsung menggambarkan bagaimana cara berqurban. Sebagaimana yang telah Allah gambarkan kepada amalan nabi Ibrahim AS terhadap anaknya Ismail AS. Kisah menarik tersebut sepenuhnya tergambar dalam Al-Qur’an surah Ash-Shaffaat ayat 102.

            Beberapa hadits yang penulis kutip dari kitab Shahih Bukhari berkenaan dengan amalan qurban yang diamalkan Rasulullah SAW menjadi tolok ukur dan barometer kepada kita. Diriwayatkan Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang menyembelih qurban sebelum shalat ‘aidil adhha, ia hanya menyembeli untuk dirinya saja. Dan siapa saja yang berqurban setelah shalat ‘aidil adhha berarti ia telah berqurban pada waktu yang tepat dan ia telah mengikuti tradisi muslim” (Shahih Bukhari).

            Makna hadits di atas telah memberikan kita waktu menyembelih qurban, ia sama sekali bukan qurban apabila disembelih sebelum shalat ‘aidil adhha, sebaliknya baru dianggap qurban kalau disembelih pasca shalat ‘aidil adhha. Lalu dimana pelaksanaan qurban itu afdhal dilakukan? Rasulullah SAW bersabda:” Ibnu Umar berkata: Rasulullah SAW menggunakan pekarangan mushalla/meunasah/masjid untuk memotong hayawan qurban di hari raya. (Shahih Bukhari)

            Dalam pelaksanaan pemotongan hayawan qurban, lebih afdhal pemilik qurban sendiri yang menyembelihnya. Hal ini selaras dengan hadis nabi yang artinya: “Telah diriwayatkan Anas bahwa Rasulullah SAW menyembelih dua ekor kambing hitam dan putih dengan tangannya sendiri serta menyebutkan nama Allah dengan lafadh takbir (Allahu akbar) dan meletakkan kakinya di sisinya”. (Shahih Bukhari). Hadits ini menerangkan kita tiga perkara, yaitu; orang yang melaksanakan qurban sebaiknya menyembelih sendiri hayawan qurbannya. Kedua, Rasul Allah mengucapkan takbir ketika menyembelih hayawan qurban sekaligus menjadi sunnah bagi kita. Dan ketiga meletakkan kakinya disisi hayawan. (Shahih Bukhari).

            Setelah penyembelihan hayawan qurban selesai Rasulullah SAW memesan kepada ummat-Nya untuk memakan daging tersebut selama tiga hari saja dan tidak dianjurkan untuk disimpan lebih lama dari itu. “Rasulullah SAW bersabda: “makanlah daging qurban di hari raya haji selama tiga hari saja”. (Shahih Bukhari). Ini bermakna berqurban itu bukan untuk menyimpan daging lama-lama, tetapi untuk menyedekahkan daging qurban tersebut kepada fakir-miskin sebagai hakikat yang sebenarnya. Lalu siapa saja yang memakan daging qurban melebihi tiga hari maka berlawananlah dengan hadits Nabi.

            Hakikat penyembelihan hayawan qurban pada hari raya haji adalah untuk memberikan sedekah daging kepada fakir miskin yang jarang-jarang sempat memakan daging. Oleh karenanya semua orang yang melaksanakan qurban harus melaksanakannya untuk fakir dan miskin. Ia bukan berlomba-lomba berqurban untuk tujuan show dan riya dan untuk disorot oleh televisi dan sebagainya. Untuk itu kurang tepatlah kalau pada suatu tempat banyak hayawan qurbannya sehingga orang kampung tersebut tidak habis tiga hari makan.

            Kalau begitu rumusannya maka pelaksanaan qurban di kota Banda Aceh hari ini perlu diberikan wejangan dan dievaluasi agar mereka tidak menyembelih qurban di Banda Aceh meululu. Kirimlah ke gampong-gampong yang jauh dari kuta dan jauh dari kemajuan dan belum ada transport rutin harian yang datang kesana. Agar mereka merasa senang, bahagia dan dapat memperbaiki keburukan gizi yang dialaminya bertahun-tahun lamanya.

            Pengalaman membuktikan bahwa setiap tahun musim qurban rata-rata gampong di Banda Aceh melaksanakan ibadah qurban yang melimpah ruah. Umpamanya apa yang terjadi di Kompleks Lembah Hijau Cot Masjid, kompleks yang penghuninya terdiri dari para pendatang dang tergolong makmur dalam kehidupan itu setiap tahunnya menyembelih qurban antara tujuh sampai sembilan ekor lembu plus sejumlah kambing. Kalau semua itu dibagikan keada penghuni Lembah Hijau yang penduduknya sekitar 150 kepala keluarga, maka satu bulan penuh mereka belum sempat menghabiskan daging qurban tersebut. Kalaupun mereka punya alasan lain untuk mendistribusikan kepada fakir miskin di sekeliling kampungnya, maka perlu kita tahu bahwa di kota Banda Aceh dan sekitarnya rata-rata melaksanakan qurban sendiri, walhasil daging qurban itu bertindih lapis dan berkisar dari situ kesitu saja. Sementara muslim dan muslimah di kawasan-kawasan terpencil dipedalaman Aceh belum tentu dapat menikmati daging qurban setahun sekali. Untuk itu semua kenapa tidak lembu yang sudah terkumpul itu didistribusikan kepada muslim-muslimah di pedalam Aceh biar terkafer sunnah Nabi dalam kehidupan ini dan semua kita mendapat nikmatnya seraya memperbanyak pahala serta memperbaiki gizi.

            Itu belum lagi kita melihat ke kampung lain seperti Uleikareng, Beurawe, Blower, Seutui, Gampong Keuramat, Gampong Mulya, Gampong Laksana, Darussalam dan di mana-mana yang rata-rata melaksanakan penyembelihan qurban melebihi lima ekor lembu dan kambing setiap tahun. Kalau semua itu didistribusikan di Banda Aceh dan sekitarnya maka nikmat qurban hanya dirasakan orang-orang di sini saja. Padahal salah satu tujuan berquran yang disyari’atkan Rasulullah SAW adalah untuk memberikan daging kepada fakir miskin yang mereka banyak terdapat di pedalam Aceh untuk ukuran Aceh.

            Yang perlu disayangkan adalah orang-orang Arab, orang-orang Malaysia, Singapura dan lainnya mengumpulkan dana tujuh orang satu lembu untuk dikirim ke Aceh sebagai kepedulian muslim terhadap muslim lainnya di kawasan-kawasan yang lebih patut. Namun di Aceh sendiri masih tinggi pemikiran riya dan takabbur dalam beribadah sehingga mereka berlomba-lomba berqurban banyak-banyak, minta disorot oleh TV dan dilansir oleh media cetak hanya sekedar ingin namanya tenar dan populer lewat qurban yang banyak, mereka menceritakannya kepada orang lain berbulan-bulan lamanya. Padahal qurban tersebut belum selaras dengan anjuran nabi yang mulya.

            Untuk mengantisipasi keadaan semisal itu perlu pemahaman komprehensif bagi muslim dan muslimah Aceh yang ikhlas berqurban. Silahkan mengirim hayawan atau uang ke pedalaman Aceh yang lebih layak dilaksanakan qurban dan ekspose di di berbagai media bahwa kita sudah melaksanakan qurban selaras dengan sunnah nabi. Insya Allah kita akan lebih berkualitas dalam ibadah dan kokoh dalam ukhuwwah. Kesenjangan hiduap antara orang kota dengan orang gampong akan terselesaikan insya Allah.

            Kalau tidak demikian maka terjadilah apa yang seharusnya tidak perlu terjadi, orang gampong sakit sakitan selalu karena tidak cukup lemak dan gizi sementara kerjanya di sawah, laut dan ladang meleihi kapasitas suplai makanan kedalam tubuhnya. Dan orang kota selalu diserang kolesterol, asam urat, strok dan sebagainya karena kelebihan gizi, lemak dan kekenyangan daging setiap tahun, bulan dan setiap hari sementara kerjanya tidur-tidur saja. Allah dan Rasul-Nya sudah memberi solusi tetapi kitalah yang tidak mau menjalankan semua amanah nabi… wallahu a’lam…-

 

Kondisi ini diperparah sikap pimpinan di Aceh yang tidak begitu proaktif dalam percepatan pelaksanaan syariat Islam, apalagi setelah tidak mau ditanda-tanganinya qanun jinayat dan qanun acara jinayah oleh Gubernur.

 Pada tataran sistem juga ada kelambanan tersendiri, dimana dasar hukum untuk operasional syariat Islam adalah qanun yang setingkat dengan perda, untuk menjadi aturan organik dari  UU Nomor 44 Tahun 1999 dan UU No 11 Tahun 2006, yang sering mentah ketika dikonsultasikan ke Mendagri, dengan alasan bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Kecuali itu, produk legislasi pun-dari sisi kuantitas, terlebih kualitas, masih sangat kurang untuk menjawab kebutuhan penegakan hukum syariat Islam di Aceh.

Menyahuti kondisi di atas, Dewan Da’wah Aceh berinisiatif mengagas aliansi beberapa ormas Islam dan Lembaga dakwah untuk memikirkan jalan keluar apa yang dapat diberikan kepada pihak-pihak yang patut agar proses percepatan Syariat Islam di Aceh menjadi lebih cepat. Aliansi ini sebenarnya sudah pernah jalan pada tahun sebelumnya, hanya karena kesibukan masing- masing menyebabkan lembaga maka kembali vakum, jadi ini hanya meangktifkan kembali apa yang sudah pernah ada sebelumnya, demikian jelas Hasanuddin Yusuf Adan (Ketua Umum Dewan Da’wah Aceh) ketika memandu pertemuan perdana aliansi yang dihadiri oleh beberapa Ormas dan lembaga dakwah Islam (seperti DMI, HTI, GPI, Hidayatullah dan beberapa lembaga lain berhalangan hadir) pada Rabu, 6 Januari 2009 di Sekretariat Dewan Da’wah Aceh. Ke depan keberadaan aliansi ini menjadi strategis untuk kerja-kerja advokasi dan juga edukasi.

Ada beberapa kesepakatan yang disepakati dalam diskusi malam tersebut, di antaranya mengaktifkan kembali pertemuan rutin bulanan, segera menyusun konsep untuk masukan bagi Majelis Pendidikan Aceh agar mendesak Dinas Pendidikan menerapkan Qanun Pendidikan, dimana pendidikan di Aceh harus berdasarkan Islam, sehingga dalam waktu jangka panjang akan lahir generasi yang memahami dan mau mengamalkan Islam. Selain itu juga akan menawarkan kepada Pemerintah Aceh agar kendali Syariat Islam dipegang langsung oleh Gubernur atau Wagub sebagai koordinator sehingga ada kewenangan perintah kepada dinas/lembaga/badan lain  untuk proaktif menyukseskan syariat Islam.

 Beberapa konsep ini akan dimatangkan kembali dalam pertemuan kedua bulan depan yang rencanakan akan difasilitasi oleh Pengurus Wilayah Hidayatullah.

Khusus untuk kawasan Aceh bagian Timur, dua hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 4 Juli 2010, sudah dilantik Pengurus Daerah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Kabupaten Aceh Timur. Beberapa hari ke depan, direncanakan pada tanggal 13 dan 14 Juli akan dilakukan pelantikan Pengurus Daerah Dewan Da’wah Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa.

Pengurus Daerah Dewan Da’wah Kabupaten Aceh Timur yang baru dilantik tersebut diketuai oleh Drs. M. Natsir, SH. MH, Sekretaris Hasan Basri, S.Ag dan Bendahara Ismuha, S.Ag serta dilengkapi dengan sejumlah biro-biro.

Dalam sambutannya, M. Natsir, selaku ketua terpilih menyebutkan bahwa kepengurusan yang disusun untuk daerah Aceh Timur sudah mewakili berbagai stakeholder yang ada, baik latar belakang pendidikan, organisasi maupun daerah tempat tinggal yang mewakili semua kecamatan yang ada di Aceh Timur. Penyatuan semua potensi ini menurutnya merupakan langkah awal untuk memajukan organisasi Dewan Da’wah Aceh Timur. Tentu saja, di samping potensi yang sudah ada, perlu tindakan nyata guna lancarnya roda organisasi, dan untuk itu akan segera dicarikan sekretariat di posisi yang strategis, terjangkau bagi semua pengurus. Langkah berikutnya adalah melakukan rapat kerja (raker) guna merumuskan program dan pembagian tugas bagi masing-masing pengurus, demikian Natsir mengakhiri sambutan dengan mengharapkan dukungan dan kerjasama serta keikhlasan bekerja dari semua jajaran pengurus agar semua program berjalan sesuai rencana.

Pihak Pengurus Wilayah Dewan Da’wah Aceh, dalam amanat yang disampaikan oleh ketua umum Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, mengucapkan terima  kasih yang setinggi-tingginya atas keberhasilan penerima mandat menyusun Pengurus Daerah Dewan Da’wah Aceh Timur sekaligus melaksanakan seremonial pelantikan yang dikemas dengan acara workshop singkat tentang bahaya ghazwul fikri. Kecuali itu, Ketua umum wilayah Dewan Da’wah Aceh juga menguraikan bagaimana sejarah perjuangan dari para pendiri Dewan Da’wah bekerja keras dan penuh keikhlasan mengorbankan waktu, tenaga, fikiran dan harta benda guna memajukan da’wah agar Islam tegak di muka bumi. Begitu juga pengorbanan yang telah dilakukan oleh ulama-ulama Aceh masa dulu, dengan berbagai keterbatasan—sarana komunikasi, transportasi, tehnologi—mereka sanggup mengislamkan Aceh, kenapa kita hari ini dengan berbagai kemudahan yang ada belum mampu bekerja sebagaimana mereka, demikian Hasanuddin Yusuf Adan menggugah semua pengurus Dewan Da’wah untuk mencontoh etos kerja tokoh-tokoh Islam sebelumnya.

Sebelum pelantikan yang dilakukan sore  hari, pada pagi dan siang harinya diisi dengan workshop singkat tentang bahaya ghazwul fikri yang membedah tentang problematika ummat Islam, Pluralisme Agama dan Liberalisasi Islam di Indonesia. Ketiga sesi materi tersebut difasilitasi oleh Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, Abizal Lc, MA dan Sayid Azhar,S.Ag. Kepada peserta juga disediakan buku-buku bacaan yang berkaitan dengan tema workshop.

Diharapkan dengan workshop tersebut peserta mendapat pemahaman yang utuh tentang problematika ummat Islam hari ini, serta memahami program liberalisasi Islam serta upaya dari kaum pluralis untuk mengancurkan Islam. Sehingga workshop ini setidaknya diharapkan mampu membentengi peserta untuk tidak terpengaruh dan terjebak dengan pola pikir tersebut, alih-alih mampu mengcounter dan menunjukkan kelemahan dan kekeliruan dari argumentasi kaum liberal. Semoga!

Banda Aceh, 6 Juli 2010

Sayid Azhar

Sekjen DDII Aceh

 

Kondisi ini diperparah oleh pernyataan Gubernur sendiri sebagai representasi 4 juta lebih rakyat Aceh yang dengan tegas menyatakan tidak setuju dengan persyaratan dalam Rancangan Qanun tersebut. (Serambi 12 Juni 2008). Benar, seperti salah satu alasan Bapak Gubernur, bahwa kemampuan membaca Al-Qur-an bukan indikator seseorang mampu menjalankan syariat Islam. Tapi harus diketahui bahwa membaca al-Qur-an merupakan kewajiban setiap individu muslim (fardhu ‘ain),

karena tidak mungkin melakukan kewajiban lain tanpa kemampuan membaca al-Qur-an, seperti melaksanakan shalat sebagai kewajiban fardhu ‘ain bagi setiap muslim. Jadi kemampuan membaca al-Qur-an menjadi salah satu prasyarat melakukan kewajiban-kewajiban syari’at Islam lainya bagi setiap muslim. Konon lagi bagi calon anggota legislatif yang merupakan wakil-wakil rakyat Aceh yang menginginkan kembalinya Marwah Bansa Aceh Ban Sigom Donya dengan tegakknya syari’at Islam tegak secara kaffah sebagaimana berlaku pada masa endatu. 

Berkaitan dengan alasan yuridis beberapa anggota Fraksi yang tidak setuju dengan sasal 13 dan 36 Rancangan Qanun Parlok, memang sekilas benar adanya. Karena kaedah hukum memang berkata demikian. Akan tetapi, kaeah-kaedah hukum juga mengenal pengecualian-pengecualian. Di mana aturan-aturan yang mengatur sesuatu yang khusus dibolehkan (baca;dimenangkan) untuk menambah sesuatu yang khusus pula apabila tidak diatur dalam aturan yang lebih tinggi. Jadi yang Pasal 13 dan 36 Rancangan Qanun Parlok bukan melawan Undang-Undang Pemilu, hanya menambah sesuata yang khusus yang belum dan atau tidak diatur di sana, dan penambahan-penambahan seperti ini sudah pernah dilakukan (Qanun Pilkadasung) dan tidak mendapat resistensi dari pihak pusat. Karena mereka paham betul bahwa masalah ini merupakan salah satu kekhususan bagi Nanggroe Aceh Darussalam yang juga diakui oleh undang-Undang. Jadi janganlah kita meminta diberlakukan khusus dari provinsi lain hanya dalam hal pembagian fasilitas finansial saja, tapi sesuatu yang jauh bermakna untuk dunia dan akhirat, kebolehan melaksanakan hukum Allah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk syarat baca Al-Quran bagi caleg dan calon pemimpin publik lainnya, kita abaikan bahkan kita tentang. Sementara kekhawatiran rekan Parlok yang hanya disinyalir oleh Ketua Internal Partai Sira dan Sekjen PRA,  tidak dan atau bukan semua pimpinan parlok di Aceh (Serambi Indonesia, Jum’at 13 Juni 2008) bahwa kalau Pasal 13 dan 36 Rancangan Qanun Parlok disahkan maka akan membuat rumit teknis pelaksanaannya, sudah dijawab oleh salah seorang anggota DPRA dengan mengambil pengalaman seleksi mahasiswa IAIN Ar-Raniry yang hanya butuh waktu 2 hari. Sementara keraguan parlok terancam tidak bisa ikut pemilu Tahun 2009, sepertinya pemerintah pusat tidak mau mengambil resiko terlalu berat untuk menggagalkan parlok ikut pemilu Tahun 2009. Karena keterlibatan parlok dalam pemilu 2009 di Aceh adalah konsekwensi dari langgengnya perdamaian di Aceh. Semoga!  Banda Aceh, 13 Juni 2008 PW. Dewan Da’wah NAD  

Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan

Ketua Umum

 

آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Terhitung dari kelahiran pertamanya Dewan Dakwah Aceh berturut-turut dipimpin Tgk. Ali Sabi dalam masa dua periode sehingga beralih tangan kepada Tgk. Muhammad Yus selama dua periode berikutnya. Estafet kepengurusan Dewan Da’wah NAD berikutnya dikendalikan oleh Tgk Muhmmad AR pada periode 2003-2006. Saat ini (periode 2007-2011) kepemimpinan Dewan Da’wah NAD berada di tangan Tgk. HasanuddinYusuf Adan.

Karena sebagai perpanjangan kepengurusan dari pusat, maka berkaitan dengan visi dan misi yang dikembangkan oleh Dewan Da’wah NAD tidak berbeda dengan yang ditetapkan pusat. Hanya saja, ada penekanan dalam visi misi Dewan Da’wah NAD berupa percepatan pelaksanaan Islam secara kaffah dengan membangun jaringan kemitraan bersama Dinas Syari’at Islam dan lembaga terkait lainnya.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Adapun prioritas program pada periode ini adalah konsolidasi internal, berupa pembentukan, pelantikan dan pengaktifan pengurus di seluruh kabupaten/kota, dan penyediaan tanah dan atau Markaz Dewan Da’wah yang permanen. Berikut beberapa aktivitas yang pernah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

آ

BIDANG KEORGANISASIAN

  1. Up Grading Pengurus dan Rapat Kerja
  2. Penyusunan Program Kerja Pengurus Periode 2007 – 2011
  3. Memfasilitasi Pembentukan Pengurus Daerah di:

آ

No Kabupaten/Kota Kepengurusan Keterangan
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Banda Aceh

Sabang

Aceh Besar

Pidie

Bireuen

Aceh Utara

Aceh Timur

Langsa

Aceh Tamiang

Aceh Tenggara

Aceh Singkil

Aceh Tengah

Aceh Selatan

Abdya

Aceh Singkil

Simeulue

Aceh Barat

Pidie Jaya

Subulussalam

Gayo Lues

Ada

Ada

Sudah Ada

Sudah ada

Sudah ada

Sudah diSK-kan

Ada

Ada

Ada

Ada

Sudah ada

Sudah ada/periode habis

Sudah ada

Ada

Ada

Sudah Ada

Dalam proses (sudah ada mandat)

Sudah ada SK

Ada

Ada

Belum dilantik

Tidak aktif

Aktif

Aktif

Aktif

belum dilantik

آ Aktif

Belum Dilantik

Aktif

Aktif

Aktif

Tidak Aktif

Belum dilantik

Aktif

Aktif

Aktif

آ

Belum dilantik

Aktif

Aktif

4.آ  Pertemuan rutin setiap sore hari sabtu; mengevaluasi program kerja, kajian keislaman dan pengumpulan infaq.

آ

BIDANG KESEKRETARIATAN

1.آ آ  design sekretariat; ruang kantor, ruang rapat dan pengaturan mobileir kantor lainnya

2.آ  merapikan file-file surat di sekretariat

3.آ  mencari orang yang tinggal dan bertugas full time di sekretariat

آ

BIDANG DA’WAH DAN PEMBERDAYAAN UMMAT

1.آ آ  Usulan pengangkatan da’i sebanyak 1 orang setiap kabupaten/kota untuk Dewan Da’wah pusat

2.آ  ToT Duat Tentang Bahaya Ghazwul Fikri dan SIPILIS

3.آ  melaksanakan Kajian Islam dan isu-isu strategis setiap sabtu sore di sekretariat Dewan Da’wah-NAD

4.آ  Training Pembinaan mu’allaf di daerah perbatasan

5.آ  pelatihan da’i dan khatib setiap bulan ramadhan

6.آ  pengiriman mubaligh ke mesjid-mesjid setiap bulan ramadhan

7.آ  pengiriman khatib jumat.

آ

BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

1.آ آ آ آ آ  Melaksanakan daurah da’iyah

2.آ آ آ آ  membentuk pengurus Forum Da’iyah Dewan Da’wah-NAD

3.آ آ آ آ  melaksanakan pembekalan syariat Islam bagi akhwat setiap bulan di sekretariat Dewan Da’wah-NAD

4.آ آ آ آ  Pengajian Ibu dan remaja Putri di Daerah terpencil

آ

BIDANG PENDIDIKAN dan PELATIHAN

1.آ آ آ آ  Melaksanakan pelatihan guru-guru/pengelola pendidikan pra sekolah

2.آ آ آ  Pembekalan syariat Islam bagi guru-guru SMP dan SMA

3.آ آ آ  Training Keislaman bagi pemuda, mahasiswa secara regular (kaderisasi)

4.آ آ آ  Training Da’i dan Khatib se-NAD

5.آ آ آ  merekrut calon mahasiswa untuk dikirim ke sejumlah sekolah/pesantren dan PT di luar Aceh; UNIM, STIBA, LIPIA dll

6.آ آ آ  mengeluarkan rekomendasi untuk calon mahasiswa/pelajar yang akan melanjutkan pendidikan ke luar Aceh ; IIUM Malyasia, LIPIA, STIBA, Al-Azhar Kairo, Jami’ah Islamiyah Madinah Munawwarah, Jami’ah Muhammad Ibn Su’ud di Saudi Arabia dll.

آ

BIDANG HUMAS DAN PUBLIKASI

1.آ آ آ آ  mengirim press release ke media-media cetak untuk menanggapi issu aktual

2.آ آ آ  mengirim tulisan-tulisan ilmiah dan opini ke media-media cetak dalam rangka Dakwah bil qalam

3.آ آ آ  menyebar brosur-brosur/spanduk-spanduk berisi imbauan untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar

4.آ آ آ  Mengelola email (ddiinad@yahoo.com) dan website Dewan Da’wah (ddii.acehprov.go.id)

5. mengeluarkan Buletin SUWA DA”WAH

آ

BIDANG HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA

1.آ آ آ آ  kerjasama dengan lembaga-lembaga Islam lainnya, berupa pengiriman peserta daurah, seminar, work shop (WAMY, Hidayatullah, PII, HMI, Muhammadiyah, BKPRMI, Markaz Ad-Dakwah, Dinas Syariat Islam, MPU)

2.آ آ آ  kerjasama dengan ormas dan lembaga publik lainnya (KOMNAS HAM, LPA, PERTISA)

3.آ آ آ  Kerjasma dengan organisasi penyiaran dalam rangka Dakwah, melalui ceramah, talk show di Radio Prima FM, Radio Baiturrahman.

4.آ آ آ  Menjadi anggota tetap Badan Rukyat dan Hisab Provinsi NAD

5.آ آ آ  Menggagas aliansi Ormas dan Lembaga Dakwah Islam

آ

BIDANG PENGUATAN STAFF DAN KELEMBAGAAN

1.آ آ آ آ آ  Mengirim peserta Seminar Da’wah di Padang

2.آ آ آ آ  Mengirim peserta Dialog Da’wah Serantau dan Silaturrahmi Dewan Da’wah Se- Sumatera di Medan

3.آ آ آ آ  Mengirim peserta untuk seminar dan workshop dalam rangka pelaksanaan syari’at Islam di NAD

4.آ آ آ آ  Mengirim peserta untuk pelatihanآ  manajemen lembaga keagamaan di NAD

5.آ آ آ آ  Mengirim peserta untuk training dan seminar lain di NAD

6.آ آ آ آ  Mengirim peserta workshop Ma’had â€کAly (Takhasus) di Jakarta

7.آ آ آ آ  Mengirim petugas haji pada tahun 2003 dan 2005

8.آ آ آ آ  Turba setiap bulan ke pengurus-pengurus daerah untuk supervisi dan motivasi

آ

BIDANG HUKUM DAN HAM

1.آ آ آ آ آ  mengikuti workshop Hukum dan HAM untuk para Ulama

2.آ آ آ آ  melaksanakan penyuluhan hukum dan syari’at Islam bagi warga NAD

3.آ آ آ آ  mengikuti training HAM Dan Conflict Transformation di Banda Aceh

4.آ آ آ آ  Mengirim wakil untuk Tim Investigasi Pemurtadan BRR NAD-Nias

5.آ آ آ آ  Melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap hukum rajam

آ

BIDANG PENDANAAN DAN SARANA

1.آ آ  Membuat proposal untuk mencari dana ke Dewan Da’wahآ  Pusat, Pemda NAD dan Donatur lainnya baik atas nama lembaga maupun personal.

2.آ  menghimpun dana dari kalangan sendiri, berupa infaq setiap bulan.

3.آ  fasilitasi pencarian tanah wakaf dan pembangunan mesjid

4.آ  mencari tanah untuk pembangunan sekretariat

آ

BIDANG DIKLAT

1.آ آ  penelitian tentang peran ulama dalam pelaksanaan syari’at Islam di NAD kerja sama dengan Adnin Foundation (program MPU NAD)

2.آ  mengajukan proposal penelitian kemampuan baca al-Quran bagi remaja di NAD untuk Dinas Pendidikan NAD

3.آ  mengajukan proposal riset tentang ulama perempuan

4.آ  mengajukan proposal penelitian ke bidang Penamas Kanwil Depag Aceh, tentang kemampuan imam shalat berjamaah di aceh.

آ

BIDANG KERJASAMA LUAR NEGERI

1.آ آ آ آ  melaksanakan studi banding dakwah ke beberapa Negara Asean

2.آ آ آ  melakukan komunikasi dengan lembaga-lembaga dakwah di luar negeri (YADIM di Malaysia, Media Ummah di Jepang, Indonesian Muslim Los Angeles, UKIM Islamic Mission di Inggris, Muslime Helfen di German dll)

3.آ آ آ  Kerjasama Pemberdayaan ekonomi dan pemahaman keagamaan masyarakat dhuafa (dengan Global Peace Malaysia)

آ

BIDANG PEMBINAAN DAERAH/PULAU TERPENCIL

1.آ آ آ آ  Pembinaan masyarakat di Pulo Nasi (Kabupaten Aceh Besar)

2.آ آ آ  Pembinaan masyarakat di Pulau Siumat (Kabupaten Simeulu)

آ

آ

RESUME AKTIVITAS DEWAN DA’WAH-NAD PASCA TSUNAMI

(dikoordinir oleh KOMPAK DEWAN DA’WAH NAD)

آ

1.آ آ  Membuka posko penanggulangan korban bencana gempa dan tsunami tanggal 31 Desember 2004

2.آ  mengidentifikasi korban dari keluarga besar Dewan Da’wah-NAD

3.آ  menghubungi pengurus Dewan Da’wah Pusat

4.آ  menyusun program penanggulangan korban gempa dan tsunami:

a.آ آ  memfokuskan diri pada beberapa titik pengungsi di Banda Aceh/Aceh Besar, dan di daerah yang sudah ada pembantu perwakilan (Kabupaten Pidie, Bireuen, Singkil dan Aceh Barat, Selatan serta Simeulu), mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki (dana, personil dan fasilitas kerja lainnya)

b.آ  Membagi tahapan program menjadi tiga tahap:

ï‚§آ  tahap emergency dengan membagi pangan, sandang dan obat-obatan di wilayah yang telah dipilih tadi (bulan pertama sampai bulan ketiga).

ï‚§آ  Tahap rehabilitasi; menempatkan dai di kamp pengungsi, membersihkan fasilitas ibadah, bantuan perlengkapan mushalla (tikar, sound system dll), pembagian seragam sekolah, membantu pembangunan rumah-rumah darurat, distribusi alquran dan buku iqrak (bulan keempat sampai bulan ke enam.

ï‚§آ  Tahap recovery dan rekonstruksi; pembiayaan kafalah yatim, pembangunan rumah contoh, pembangunan mesjid, daurah du’at, pengangkatan dai permanen sebanyak 10 orang selama setahun, pemberdayaan ekonomi 21 Janda di desa Durung Kecamatan Mesjid Raya Aceh Besar; usaha peternakan di Limpok Darussalam, dagang di Darussalam, pertukangan di Desa Lambhuk, menjahit di Desa Mibo, dan berbagai home industri lainnya di beberapa daerah binaan. Pembangunan asrama yatim di Kompleks Mesjid Jamik Agung Bireuen (sedang dalam proses).

5.آ  pelatihan guru sekolah islam (TK-SMU) dalam menghadapi murid trauma di Dayah Tgk Syik Muhammad Dawud Beureu-eh (kerjasama dengan Adnin Foundation dan LP3T Jakarta)

6.آ  Daurah Syar’iyah bagi Da’iyah (kerjasama dengan As-Sofwah)

7.آ  Training Da’i se Nanggroe Aceh Darussalam di Aceh Singkil dan Daurah Du’at diآ  Aceh Tengah, Aceh Besar, Pidie kerjasama dengan Satker P2K3 BRR NAD-Nias

8.آ  Mengirim peserta magang BMT ke PATI, yang akan difollow up dengan pendirian BMT di Aceh.

9.آ  Pembangunan rumah yatim di Indrapuri kerjasama dengan yayasan KINDERHUT DUBAI (akhirnya menarik diri kerana tidak ada kesamaan persepsi)

10.آ  Pemberian beasiswa untuk 210 anak yatim selama 2 tahun, 200 ribu/anak/bulan, dana berasal dari United Kingdom Islamic Mission (UKIM) Inggris.

11.آ آ  terlibat dalam Forum Silaturrahmi Lembaga-lembaga Islam, dalam kegiatan kampanye anti pemurtadan, mengkritisi blue print rekonstruksi aceh dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya

12.آ  Program penggemukan sapi dengan tehnologi ramah lingkungan di Desa Lamreung

13.آ  Mengirim da’i-da’i ke barak-barak pengungsian di sekitar Banda Aceh dan Aceh Besar.

آ

آ

آ

آ

آ  DEWAN DA’WAH ACEH

Jl. T. Nyak Arief No. 159 Lamgugob-Jeulingke Banda Aceh

Telp/Fax 0651-7551010 email;ddiinad@yahoo.com

www.ddii.acehprov.go.id

آ

آ

آ آ Rutinitas kegiatan keagamaan seperti pengajian, khutbah jumat dan ceramah agama hanya diisi oleh tokoh setempat. Sangat jarang ada tenaga professional dari kota yang datang ke sana. Tenaga formal (pegawai pemerintah) pun kadangkala hanya bertahan satu dua hari dalam seminggu, kemudian mereka kembali ke daratan (kota).

آ Menyimak kondisi di atas, Dewan Da’wah Aceh yang selama ini sudah concern dengan pembinaan di Pulo Nasi, pad tahun 2010 kembali mengirim tim dakwah ke sana setiap bulan minimal dua orang guna melakukan pembinaan. Langkah ini dilakukan sambil mempersiapkan da’i permanen yang akan ditempat dan menetap di sana.

آ 

TUJUAN KEGIATAN

Tujuan dari kegaitan pembinaan ini adalah

1.آ آ آ آ  Tersebarnya pemahaman dan pengamalan Islam yang benar di tengah-tengah masyarakat.

2.آ آ آ  Membekali generasi muda dengan pemahaman agama dan akhlak karimah sehingga masjid-masjid dan Meunasah-meunasah menjadi makmur dengan pelaksanakan ibadah.

3.آ آ آ  Memotivasi masyarakat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan ukhuwwah Islamiyah bagi sesama muslim sehingga Kecamatan Pulo Aceh akan bebas dari manusia-manusia bodoh dan jahil yang dapat menghancurkan ummat bukan hanya dari segi ukhuwwah saja namun juga dapat menghancurkan tauhid serta aqidah ummat di sana.

آ 

آ BENTUK KEGIATAN

Kegiatan Pembinaan dilaksanakan dalam bentuk khutbah jum’at, ceramah agama, pengajian untuk orang tua dan remaja.

آ JADWAL KEGIATAN

Kegiatan dimulai dengan ceramah setelah shalat magrib dan subuh, pengajian orang dewasa Kamis Malam, khutbah Jum’at, pengajian ibu-ibu pada sore hari jum’at, pengajian remaja pada jum’at malam, dan hari sabtu pagi kembali ke tempat. Kegiatan ini dilaksanakan pada mingu kedua atau keempat setiap bulan

آ PEMATERI

Setiap bulan akan dikirim minimal dua orang pemateri ke Pulo Nasi, baik dari internal Dewan da’wah atau dari pihak lain yang dikoordinir oleh ketua bidang pembinaan daerah/pulo terpencil

آ 

آ 

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak ia dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah tanda komunikasi (Widjaja, A.W.. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta).

 Dari pengertian di atas, secara singkat dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah adalah kegiatan untuk mengkomunikasikan kebenaran ilahiah (agama Islam) yang diyakininya kepada pihak lain. Komunikasi ajaran itu dilakukan sebagai upaya mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah-laku Islami.

 Sementara itu, komunikasi adalah aktivitas pengiriman dan penerimaan pesan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, dan berlangsung dalam sebuah konteks, dan mengharapkan adanya efek. Komunikasi juga merupakan suatu transaksi, proses simbolik yang memungkinkan setiap individu berhubungan satu sama lain dan saling mengatur lingkungannya. Ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan dengan komunikasi, seperti memantapkan hubungan kemanusiaan, memperteguh sikap dan perilaku orang lain, maupun mengubah sikap dan perilaku orang lain.

            Dengan demikian jelas bahwa ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi ada hubungan dan kaitan. Dimana jika dilihat dari segi proses, dakwah tiada lain adalah komunikasi ajaran Islam, di mana da’i menyampaikan pesan ajaran Islam melalui lambang-lambang kepada mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan kemudian meresponnya. Dalam prosesnya terjadi transmisi pesan oleh da’i dan interpretasi pesan oleh mad’u (objek dakwah). Proses transmisi dan interpretasi tersebut tentunya mengharapkan terjadinya effects berupa perubahan kepercayaan, sikap dan tingkah-laku mad’u ke arah yang lebih baik, lebih Islami.

Dalam agama Islam Kepemimpinan merupakan suatu perkara  yang amat prinsipil sehingga dapat menjadi issue penting dan menarik untuk diperbincangkan. Pemimpin yang dimaksudkan dalam Islam adalah pemimpin dari kalangan mukmin sendiri sesuai dengan firman Allah SWT.

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu). (Ali Imran; 28). Dalam ayat lain Allah berfirman:

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Maidah; 51).

Berdasarkan dua ayat tersebut di atas dapat kita pastikan bahwa pemimpin yang kita maksudkan untuk kaum muslimin adalah pemimpin yang berasal dari orang-orang yang beriman dan ta’at kepada Allah serta Rasul-Nya. Hal ini selaras dengan ayat pertama yang khatib bacakan di awal khuthbah tadi yaitu anjuran ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasulullah SAW dan pemimpin-pemimpin yang menta’ati Allah dan Rasul-Nya.

Ukuran ta’at kepada pemimpin digambarkan dalam sebuah hadis berikut:

???? ?????????? ?????? ??????? ???? ?????? ???????? ??????????? ???? ?????? ?????? ??????????? ?????? ??????????? ?????? ?????? ??????????? ?????? ?????????…..

Artinya: Barangsiapa yang menta’atiku berarti ia menta’ati Allah dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka ia mendurhaka kepada Allah, dan barangsiapa yang menta’ati pemimpin, maka berarti ia menta’atiku, dan barangsiapa yang mendurhakai pemimpin maka ia mendurhakaiku…..

            Rasulullah SAW dalam beberapa hadis menetapkan bagaimana caranya kita menta’ati dan menghormati pemimpin dan sejauh mana kita dapat melawannya. Dalam satu hadis riwayat muslim beliau bersabda:

???????????????????? ?????????? ??????????????? ????????????????? ????????????? ?????????? ????????????? ??????????? ????????? ????????????? ?????????? ???????????????? ?????????????????? ?????????????????? ??????????????????. ????? ???????: ??????????? ?????? ????????????????????? ?????: ???? ????????????? ???????? ??????????.

Artinya: pemimpin-pemimpinmu yang paling baik adalah orang yang engkau sayangi atau kasihi dan ia menyayangimu (mengasihimu) dan yang engkau do’akan dengan keselamatan dan merekapun mendo’akanmu dengan keselamatan. Dan pemimpin-pemimpinmu yang paling jahat (buruk) ialah orang yang engkau benci dan ia membencimu dan yang engkau laknati serta mereka melaknatimu. Lalu kami (para sahabat) bertaya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah! Apakah tidak kami pecat saja mereka? Rasulullah menjawab: jangan ! selagi mereka masih mendirikan salat bersama kamu sekalian.

            Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah SAW bersabda:

???? ?????? ???? ?????????? ??????? ???????????? ????????? ???? ?????? ???? ???????????? ??????? ????? ???????? ????????????

Artinya: Siapa saja yang membenci atau tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa (pemimpin) maka hendaklah ia bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (belot) dari kepemimpinan (jama’ah) walaupun hanya sejengkal maka matinya tergolong dalam mati orang jahiliyah.

            Dua hadis di atas menunjukkan bahwa pemipin itu harus orang yang baik dan menyayangi rakyat serta rakyat menyayanginya. Kalau ada prihal yang tidak disukai oleh rakyat pada pemimpinnya maka rakyat tidak diizinkan untuk memecatnya selagi sang pemimpin masih melaksanakan salat bersama rakyatnya. Makna yang terkandung di sini adalah kalau pemimpin itu tidak lagi atau tidak pernah salat maka ia mengandung makna boleh rakyat memecatnya.

            Walaubagaimanapun, ketegasan itu ada dalam hadis Rasulullah SAW berkenaan dengan pemimpin bagaimana yang harus kita ta’ati. Beliau bersabda: ??????????????????? ?????? (tiada kepatuhan terhadap pemimpin yang dhalim). Dalam hadis lain berbunyi:   ????????? ???????????? ??? ?????????? ??????????  artinya: tidak ada keta’atan bagi makhluk untuk bermaksiyat kepada khalik (Allah).

            Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat kita pahami bahwa Islam menetapkan seorang pemimpin dengan penuh perhitungan sehingga tidak semudah membalik telapak tangan dapat dipecat atau diturunkan dari kursi kepemimpinannya. Islam juga sangat ketat terhadap kemungkinan terjadinya dualisme kepemimpinan dalam sesebuah kawasan yang dihuni ummat Islam. Pemimpin yang dipilih, diangkat dan dibai’at oleh ummat Islam harus orang yang baik ‘aqidahnya, baik ibadahnya dan baik pula akhlaknya yang disertai oleh ilmu pengetahuan yang memadai dan punya ke’arifan sendiri.

            Ketika model pemimpin Islam seperti ini wujud maka tidak ada alasan bagi rakyat untuk tidak ta’at kepada pemimpinnya. Menta’ati kepada pemimpin dalam Islam merupakan bahagian daripada ibadah apabila pemimpin itu baik, adil dan bijaksana sehingga rakyat puas dengan kepemimpinannya. Akan tetapi apabila pemimpin itu sudah melakukan perbuatan maksiyat maka rakyat tidak boleh lagi ta’at pada kemaksiyatan yang dilakukannya. Kalaupun pemimpin itu sulit untuk diperbaiki kearah yang benar maka rakyat tidaklah terikut-ikutan dengan kemaksiyatannya.

            Keta’atan kepada pemimpin mengikut ayat Al-Qur’an dan Hadis nabi di atas merupakan suatu keharusan, asalkan pemimpin itu masih berada pada jalan yang benar, adil dan bijaksana. Kalau pemimpin sudah berada di jalan sesat khususnya berkenaan dengan persoalan ‘aqidah, syari’ah dan akhlak, maka ketaatan dari rakyat untuknya tidak dapat dipertahankan walaupun sulit bagi rakyat untuk memecatnya. Hadis Rasulullah SAW di atas melarang kita untuk memecat pemimpin yang kita benci selagi sipemimpin itu masih melaksanakan salat bersama kita. Kalau pemimpin sudah dhalim terhadap rakyat dan negaranya, maka ia harus diganti dengan pemimpin yang baik.

            Di hadis yang lain pula Rasul Allah menegaskan: “Tidak ada kepatuhan bagi pemimpin yang dhalim” atau tidak ada keta’atan dari makhluk kepada pemimpin yang bermaksiyat kepada Khaliq (Allah SWT). Oleh karena yang demikian keta’atan kepada pemimpin merupakan suatu kewajiban dari ummah manakala sang pemimpin masih tetap ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila sipemimpin sudah jauh menyimpang dari rambu-rambu Islam maka tidak seharusnya ummah mengikutinya. Hal ini selaras dengan ayat Al-Qur’an dan sunnah Nabi di atas tadi.

            Sebagai khulashah, hadits Rasulullah SAW di atas menyuruh kita untuk ta’at kepada pemimpin karena dalam konsep kepemimpinan Islam tidak ada pengangkatan pemimpin dhalim. Karena itu ketika Rasulullah menyuruh kita ta’at kepada pemimpin bukan bermakna ta’at kepada pemimpin mana saja. Tetapi pemimpin yang kita pilih dari orang-orang pilihan, bukan sembarang orang. Dengan demikian sang pemimpin sudah dapat dijamin bagus, ta’at dan adil. Hal ini tercermin dalam masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin yang semuanya orang-baik-baik. Begitulah kita harus memilih pemimpin yang kemudian kita ta’ati.

            Kalau dari awal kita sudah memaksa rakyat agar memilih orang jahat dan tidak shalat menjadi pemimpin. Maka kesalahannya bukan pada tidak ta’at rakyat terhadap pemimpinnya, tetapi kesalahan sudah mulai ditanam ketika memaksa rakyat memilih pemimpin jahat. Akibatnya timbullah kesalahan berikutnya yang dapat mengancam ketentraman rakyat karena sebagian rakyat ta’at kepada pemimpin dhalim dan sebagian lainnya tidak ta’at padanya. Wallahu a’lam.

 

Namun demikian, di tengah keragaman pendapat yang disebabkan perbedaan pemahaman dan metodologi yang mereka (baca:imam mujtahid) gunakan tidak menyebabkan mereka dan pengikutnya melakukan kekerasan dan menganggap kelompok yang berbeda faham sebagai lawan/musuh atau menuduh sesat.آ 

Suasana di atas berubah sepeninggal para imamآ mujtahid, dengan munculnya para muqallid (pengikut dan pembela) imam mujtahid secara berlebihan dan menjurus kepada fanatisme mazhab. Mereka tidak lagi melakukan ijtihad, tetapi hanya mensyarah (memberi penjelasan) dan melakukan hasyiyah (rincian-rincian) terhadap hasil ijtihad imam empat, yang dalam proses tersebut tidak jarang mereka sering berlebihan dalam membela dan mempertahankanآ  (mazhab) yang dianutnya.آ 

Hal yang sama berlaku juga di Aceh, dimanaآ  adanya perbedaan pola pemahaman dan praktek ibadah di Aceh telah melahirkan ’keangkuhanâ€‌ sektoral dan merasa memiliki otoritas dalam pengamalan agama, sehingga yang berbeda dengan mereka dicap sesat.آ آ 

Menyimak banyak hal yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di Aceh berkenaan dengan pemahaman keislaman dan pelaksanaan ibadah seperti yang terjadi di masjid Baitul A’la lilmujahidin Beureunuen 1998, di sana telah terjadi pemukulan, pembakaran dan penghinaan oleh sejumlah massa terhadap jama’ah shalat Jum’at dan anggota pengajian Ustadz Faisal Hasan Sufi. Kemudian berlanjut dengan pembakaran dan perampasan aset Baitul Qiradh milik Yayasan Ra’yatis Sunnah (milik Ustadz Faisal) di Pasar Beureunuen dan pemukulan serta pembakaran sepeda motor pengurus yayasan tersebut di depan Baitul Qiradh. Aksi anarkis tersebut berakhir setelah membakar Dayah Ra’yatis Sunnah di Gampong Musa Kecamatan Lueng Putu Kabupaten Pidie (sekarang Pidie Jaya). Kejadian ini dipicu oleh adanya tuduhan sesat, dan malah ustadz Faisalآ  diklaim sebagai misionaris Kristen oleh kelompok masyarakat yang berbeda pemahaman dengannya dalamآ  beberapa persoalan ibadah. Berikutnya tuduhan â€‌aliran sesatâ€‌ terhadap jamaah pengajian di Simpang Ulim Aceh Timur. Hal hampir sama juga terjadi di Lamno, 28 Maret 2008 menyangkut kasus penggerebekan, pemukulan dan pengrusakan panti asuhan al-Abbasi di Dusun Meulha, Desa Gle Putoh, Kecamatan Jaya dan pengasuhnya oleh segerombolan massa dengan alasan pengasuh panti sesat.آ آ 

Menyimak sederetan kasus kekerasan dan kesewenang-wenangan dari kelompok masyarakat lantaran berbeda pemahaman dan tata cara pelaksanaan beberapa praktek ibadah serta ada indikasi akan terulang lagi kasus-kasus serupa serta klaim sesat yang tidak pada tempatnya, karena dari 10 kriteria aliran sesat yang ditetapkan oleh Litbang MUI Pusat–Mengingkari rukun iman dan rukun Islam, Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah), Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran, Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran, Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir, Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul, Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir, Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i—tidak satupun terpenuhi, maka Untuk maksud itu Pengurus Wilayah Dewan Da’wah Islamiah Indonesia (DDII) Provinsi NAD menggelar satu dialog tetang membedah Kriteria Aliran Sesat dan Ikhtilafiyahآ 

Tujuan Dialog

1.آ آ آ آ آ آ  Memberi penjelasan tentang mana yang menjadi aliran sesat dan mana persoalan perbedaan pendapat (ikhtilafiyah).

2.آ آ آ آ آ آ  Membedah kriteria aliran sesat, baik dari MUI maupun dari MPU NAD.

3.آ آ آ آ آ آ  Menyamakan sikap dalam menghadapi aliran sesat.آ 

Hasil yang diharapkan

Dengan dialog ini diharapkan akan diketahui mana pemahaman dan praktek ibadah yang masuk aliran sesat dan manaآ  yang sekedar perbedaan pendapat sehingga pada saatnya nanti akan hilang sikap sembarangan dalam â€‌menuduhâ€‌ seseorang atau satu kelompok sesat hanya didasarkan pada perbedaan-perbedaan pemahaman dan praktek ibadah yang berbeda dengan diri atau kelompoknya.

Peserta

Dialog ini akan diikuti oleh sekitar 50 peserta terdiri dari unsur:

1.آ آ آ آ آ آ  Internal Dewan Da’wah

2.آ آ آ آ آ آ  Ormas-Ormas Islam di NAD

3.آ آ آ آ آ آ  lembaga-Lembaga Da’wah

4.آ آ آ آ آ آ  Organisasi Kemahasiswaanآ 

Waktu dan Tempat

Jum’at, 1 Agustus 2008 jam 14.00 (selesai shalat jum’at)) hingga selesai di Mushalla Asrama Haji Banda Acehآ 

Pelaksana

Dialog ini diorganisir dan dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah Dewan Da’wah NADآ Banda Aceh, آ آ آ  28 Rajab 1429 Hآ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ 

31 juli 2008آ  Mآ آ آ آ آ 

Pelaksana,آ 

Said Azharآ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ 

koordinatorآ آ 

آ 

Pengurus Wilayah Dewan Da’wah Islamiah Indonesiaآ  Provinsi NADآ 

آ 

آ