آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Proses panjang sejarah perjuangan Islam (baca; dakwah) yang diemban oleh Rasulullah Saw. selama lebih kurang 23 tahun telah membawa posisi umat Islam ke puncak kejayaan. Dunia mencatat, kepemimpinan Rasulullah telah melahirkan generasi yang sanggup menaklukkan dua negara super power saat itu, yakni Persia dan Romawi. Sehingga Michael H. Hart mengurut Rasulullah Saw sebagai orang nomor wahid yang paling berpengaruh dalam bukunya Seratus Tokoh Dunia.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Selanjutnya posisi umat Islam dalam pentas dunia—setelah dihantarkan kepada puncak kemajuan oleh Nabi Saw.—sampai saat ini mengalami pasang surut dan fluktuasi yang sangat zig-zag dalam perjalanannya. Ini semua tidak bisa dilepaskan dari andil yang dimainkan oleh ummat Islam dalam pengelolaan dunia. Sejarah memang selalu berputar, tetapi dia tidak serta merta terjadi begitu saja. Dibalik keberhasilan suatu umat, ternyata di belakangnya terdapat tokoh-tokoh yang memiliki komitmen tinggi dalam upaya pemberhasilan tersebut. Tulisan ini, karena keterbatasan ruang dan waktu,آ  tentu saja tidak mungkin mengeksplorasi seluruh peristiwa sejarah ummat Islam semenjak masa Rasulullah Saw sampai hari ini. Paling tidak bahasan ini semacam Kaleidoskop Umat Islam di pentas dunia.

Fluktuasi Posisi Umat Islam di Pentas Dunia

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Setelah Rasulullah Saw. wafat tongkat estafet dilanjutkan oleh Abubakar As-Shiddiq. Periode ini kepemimpinan Islm lebih disibukkan oleh upaya konsolidasi kekuatan ummat. Di mana sebagian umat yang masih rentan aqidahnya terhadap goncangan, mulai melakukan manuver-manuver—seperti gerakan murtad, ingkar zakat dan nabi palsu—yang menyebabkan instabilitas di tengah-tengah masyarakat. Namun berkat kepiawaian Abubakar, intrik-intrik tersebut dapat dipadamkan dan berhasil mempertahankan kelanggengan kemajuan umat Islam sebagaimana ditinggalkan oleh Nabi Saw. Setelah berkuasa selama dua tahun, Abubakar mewasiatkan kekhalifahan kepada Umar bin Khattab.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Perkembangan umat Islam memasuki masa ekspansi ketika kepemimpinan beralih ke tangan Umar bin Khattab. Beliau mulai melakukan gerakan-gerakan dakwah ke mancanegara, sehingga banyak wilayah seperti Persia, Suriah, dan Mesir takluk dalam kekhalifahannya. Selama kepemimpinnanya, Umar bin Khattab telah melakukan berbagai terobosan, di antaranya yang paling spektakuler adalah kebijakan dalam upaya transparansi, dengan mendaftar harta kekayaan pejabat yang akan dilantik. Di Indonesia baru sekarang mulai muncul kesadaran untuk melakukan hal tersebut.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Kemajuan Islam, mulai dimasuki awan kabut ketika akhir kepemimpinan Usman bin Affan dan masa Ali bin Abi Thalib, dimana konflik internal mulai berjangkit yang berakibat pada terbunuhnya kedua khalifah tersebut. Namun demikian banyak prestasi peradaban yang dihasilkan oleh khalifah Usman bin Affan, diantaranya; penyatuan al-Quran untuk menghindari ikhtilaf (perbedaan) dan juga al-Quran disusun persurat dalam mushaf yang seragam, pembangunan angkatan laut untuk mempertahankan diri dari serangan angkatan laut Romawi, perluasan mesjid Nabawi dan mesjidil Haram dan beberapa prestasi lainnya.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Setelah berakhirnya masa Khulafa’ al-Rasyidin, dibentuklah dinasti-dinasti (sistem monarki) yang semakin memperpanjang daftar konflik internal umat Islam, sehingga sering dijadikan bahan oleh orang-orang luar Islam (baca;orientalis) untuk menyerang Islam. Sekalipun mengadopsi sistem kerajaan, banyak kemajuan yang dicapai oleh umat Islam pada masa ini. Ketika Bani Umayyah berkuasa kekuasaan Islam semakian luas, dan puncaknya ketika kekuasaan berada di tangan Umar bin Abdul Aziz. Kehidupan rakyat berada dalam kemakmuran, sehingga dikabarkan sampai-sampai tidak ada orang yang menerima zakat. Kalaupun ada, hari ini menerima zakat besok dia sudah wajib mengeluarkan zakat, disebabkan banyaknya zakat yang dia terima. Malah, sebagian sejarawan muslim memasukkan Umar bin Abdul Aziz dalam salah seorang (khalifah kelima) dari Khulafa’ al-Rasyidin.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Kejayaan Islam di pentas dunia memasuki klimaknya pada masa dinasti Abbasiyah, di masa Harun al-Rasyid dan al-Makmun. Di saat inilah Islam sudah menguasai Eropa dan menjadi pusat studi berbagai negara Barat, yang dipusatkan di Cordova (Spanyol). Namun masa kejayaan ini bertahan sampai tahun 1924 Masehi di masa Khilafah Turki Usmani.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Pada tanggal 3 Maret 1924, Mustafa Kamal Attaturk (tokoh Yahudi di Turki) membubarkan sistem khilafah (Wolrd State) dan wilayah Islam terpecah menjadi negara-negara kecil (Nation State). Akibatnya Umat Islam dengan mudah dikuasai oleh musuh lewat proses kolonialisasi dan imperialisme. Negara Aceh, sebagai bagian dari Kekhalifahan Turki Usmani pada masa kesultanan Aceh juga mengalami imbas imperialisme Portugis, Belanda dan Jepang. Sekalipun mereka tidak pernah menguasai Aceh.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Dengan berakhirnya sistem khilafah, maka posisi umat Islam di pentas dunia kembali berada pada titik paling bawah, menjadi negara-negara terjajah. Sampai hari ini negara yang mayoritas umat Islam (Indonesia salah satunya) dijuluki dengan negara ketiga atau negara berkembang, sebagai “penghalusan istilahâ€‌ oleh neo-imperials dan kolonialis untuk negara terjajah.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Penjajahan yang mereka (baca;Barat dan atau Yahudi) lakukan memang—sebagian besar, kecuali beberapa negara seperti Palestina, Chehnya, Kashmir, Moro, Aceh, dan beberapa wilayah perang lainnya—bukan dalam bentuk fisik. Tetapi ketergantungan ekonomi, politik, hukum, pertahanan keamanan yang mereka ciptakan sehingga kebijakan negara-negara mayoritas muslim tetap berada di tangan mereka. Lembaga-lembaga semisal IMF, World Bank, ADB, PBB merupakan sarana penjajahan negara-negara maju (barat dan Yahudi) terhadap negara ketiga (negara berkembang) yangآ  mayoritasnya umat Islam.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Demikianlah sejarah berulang, karena dia memang bukan masa lalu yang mati, not a dead past. Melainkan sebagia peristiwa yang tetap hidup di masa kini, still living in a present, dan merupakan ibrah bagi generasi sekarang. Allah Swt. menegaskan dalam al-Quran; “…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran dan supayaآ  Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir)…â€‌. آ (QS Ali Imran ayat 140). Semoga, dengan munculnya beberapa gerakan Islam dan mulai tegaknya kekuasaan Islam seperti di Afganistan, dan perlawanan yang dilakukan Umat Islam di seluruh dunia akan membawa kembali posisi umat Islam ke puncak kejayaan. Tentunya ini memerlukan proses dan waktu serta keseriusan umat Islam untuk mewujudkannya. Rasulullah Saw. dalam haditsnya mengingatkan: “barangsiapa yang tidak peduli (apatis, masa bodoh, acuh tak acuh) terhadap maju mundurnya umat Islam maka mereka bukan dari golongan Islamâ€‌. آ 

آ 

Penutup

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Syakib Arselan dalam sebuah tulisannya menyebutkan Umat Islam mundur, terbelakang karena meninggalkan agamanya dan orang kafir maju, juga karena meninggalkan agamanya. Jadi penyebabnya pada sama-sama meninggalkan agama, tetapi orang kafir justeru mengalami kemajuan. Kondisi ini mudah dipahami, karena ajaran agama mereka bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Sejarah telah membuktikan bagaimana para ilmuan mereka dibantai karena mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan doktrin gereja. (baca kasus pembakaran Compernicus, pembunuhan Galileo dan lain-lain). Sehingga dengan meninggalkan doktrin gereja kemajuan peradaban dapat mereka capai. Sementara Islam tidak menghambat sama sekali perkembangan ilmu pengetahuan, hanya perlu dilandasi tauhid dan dikoridori oleh syariat Islam. Sehingga dengan komitmen keagamaan yang tinggi justeru akan mencapai puncak kejayaan. Sebaliknya, dengan meninggalkan ajaran agama—di mana perkembangan dan perubahan zaman dapat diakomodir di dalamnya—umat Islam menjadi umat yang “sontoloyoâ€‌.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Kenyataan umat Islam mulai meninggalkan agamanya, terlihat dari gejala mulai mengurangnya kepedulian terhadap persiapan pendidikan Islam bagi generasi yang akan datang. Orang tua—kendati tidak semuanya–tidak begitu gusar apabila anaknya tidak mengaji, tidak aktif dalam kegiatan keislaman. Tetapi justeru mereka susah kalau anaknya tidak dapat rangking pertama disekolah, tidak pergi les, dan berbagai kesibukan di luar koridor Islam lainnya. Hanya karena alasan ulangan anak tidak pergi ngaji, bagi mereka hal biasa. Sehingga tidak heran, ada anak orang Aceh yang beragama Islam, ayah ibunya Islam, endatunya Islam, tetapi ketika sudah kuliah dan berumur sekitar 19 tahun baru belajar metode iqrak. Inilah sebagian dari realitas umat Islam, khususnya di Aceh hari ini.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Bagi mereka yang tahu agama tetapi tidak memiliki pola pikir keummatan, tidak mau peduli dengan kondisi ummat yang justeru menjadi tanggungjawabnya. Anggapan kebanyakan mereka bahwa, dengan sudah shalat berjamaah lima waktu, puasa, shalat sunat, baca al-Quran, takziyah orang meninggal, membangun mesjid dan sekian rutinitas ritual keagamaan lainnya–tanpa berusaha melakukan proses islamisasi seluruh aspek hidup dan kehidupan–kiranya sudah cukup syarat menjadi muslim yang paripurna (baca;kaffah) sebagaimana perintah Allah Swt (QS al-Baqarah: 208)

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Memang, kondisi di atas wajar, karena kita sudah sekian lama mengalami invasi (serangan) pemikiran dari orang-orang kafir. Lewat program “cuci otakâ€‌ (brain washing) melalui institusi pendidikan yang dikotomi (pemisahan ilmu umum dan agama) lahirlah orang-orang sekuler, sistem ekonomi kapitalistik (dengan menyuburkan praktek riba), sistem sosial budaya yang individualistik dan jauh dari nilai-nilai Islam, juga melalui media komunikasi (baik cetak maupun elektronik) yang mengumbar syahwat dan menyusupkan nilai-nilai ideologis, sistem hukum peninggalan kolonial, sistem politik menghalalkan segala cara (melalui suap, becking). Semua ini sudah berurat-akar dalam pola pikir umat Islam, sehingga sangat sulit meneratasnya. Hanya dengan upaya keras dan tak kenal lelah dari umat Islam yang memiliki kemampuan dan komitmen tinggi,آ  posisi umat Islam, pelan namun pasti, akan dapat diangkat ke puncak kejayaan sebagaimana posisi yang pernah diantar oleh Rasulullah saw.

آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ آ  Momentum tahun baru 1431 Hijriah yang akan datang beberapa hari lagi kiranya menjadi penyumbang semangat baru guna mengembalikan kejayaan Islam dan ummatnya, terutama di Provinsi Aceh dengan cita-cita penegakan Islam secara kaffah semoga menjadi kenyataan. Insya Allah, sejarah akan berulang!

——

آ 

آ 

Tidak ada keraguan terhadap risalah Islam ini, karena telah mendapat legitimasi Allah dan Rasul. Barang siapa yang benar-benar berpegang teguh padanya secara totalitas maka dia akan mendapat kejayaan dunia dan akhirat. Apabila Islam digunakan sebagai pandangan hidup (way of life) dalam setiap disiplin ilmu dan sisi kehidupan dan tidak terkecuali dalam hal ehwal pendidikan,  manusia akan memperoleh  petunjuk  dan sudah pasti tergiring ke jalan yang lurus dan benar.  Pendidikan yang dimaksud disini adalah yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, berazaskan tauhid, adanya integritas antara iman, ilmu dan amal serta memisahkan antara konsep ilmu agama dan ilmu yang bersifat duniawi, pendidikan agama dan pendidikan umum.

Islam adalah al-Deen yang diwahyukan Allah SWT melalui rasul-Nya untuk manusia di alam ini. Asas utama Islam terbentuk dari tiga aspek yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Ketiga aspek ini sangat berperan dalam kehidupan seorang muslim dalam  melaksanakan konsep al-Deen ini. Apabila akidah  sebagai keimanan hanya dijalankan kepada Allah SWT, disempurnakan melalui  syari’ah dengan pelaksanaan ibadah secara umum  dan khusus. Dengan menggabungkan kedua-duanya maka lahirlah  akhlak  Islam (Makhsin,  2003).   

Kata Islam adalah bahasa Arab bermakna penyerahan diri secara damai, penerimaan yang menyenangkan dan memperhambakan diri dengan tulus terhadap segenap perintah Allah. Dengan demikian, agama Islam merupakan penyerahan diri yang menyenangkan terhadap kehendak Allah, taat kepada perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, berpegang teguh ajaran-Nya, mengikuti petunjuk dan bimbingan-Nya berdasarkan Islam yang kita miliki.

Islam tidak didasarkan atas penyimpangan dan iman tidak akan terwujud tanpa perbuatan nyata (Al-Najjar, 1988).Islam artinya “pasrah” atau “patuh” kepada Allah. Orang Islam bermakna muslim  yang patuh kepada seluruh perintah Allah, sementara orang  yang  menolak atau tidak mematuhi Allah, maka dia dinamakan kufur  (ingkar), lihat Dr. Muhammad Imaduddin Abdul Rahim (2002). Orang Islam identik dengan orang yang patuh dan ta’at kepada  perintah  Allah dan Rasul SAW dan sesuai dengan makna  Islam itu sendiri, namun  jika  seorang muslim gagal  menjalankan kepatuhannya kepada segenap perintah  Allah dan Rasul maka  predikat “patuh, ta’at,  dan pasrah kepada  perintah Allah dan Rasul perlu ditinjau kembali sebab dia/mereka telah melakukan yang melanggar ajaran Islam.

Pendidikan merupakan suatu proses transmisi secara formal dan informal yaitu ilmu pengetahuan dan keahlian yang terjadi antara satu generasi ke generasi berikutnya (Dawi, 2002). Sedangkan (Langgulung, 1991) memberikan definisi tentang pendidikan berdasarkan tinjauan kemasyarakatan dan individu.

Dari segi kemasyarakatan pendidikan bermakna warisan kebudayaan  dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan dengan kata lain masyarakat memiliki nilai-nilai budaya atau adat-istiadat yang ingin diwariskan kepada generasi berikutnya agar tetap dilestarikan. Dari segi individu pendidikan dapat dimaknakan sebagai pengembangan potensi-potensi pada diri manusia  yang terpendam dan tersembunyi, individu itu laksana lautan yang dalam yang penuh dengan mutiara dan bermacam-macam ikan dan kehidupan air lainnya, tetapi tidak kelihatan.         

Pendidikan Islam pada intinya adalah wahana pembentukan manusia yang berbudi luhur. Dalam ajaran Islam masalah akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman, keimanan merupakan hati, akhlak adalah pantulan iman yang berupa prilaku, ucapan dan sikap. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa akhlak adalah amal shaleh, iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran karenan Allah semata (Ainurrofiq Dawam, 2003)         

Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang berusaha mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dengan segala kemampuannya. Termasuklah kedalamnya pengembangan segala segi kehidupan manusia/masyarakat misalnya sosial budaya, ekonomi dan politik; serta bersedia menyelesaikan problema masyarakat masa kini dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memilihara sejarah dan kebudayaannya (Omar al-Syaibani, 1991).

Pendidikan Islam perlu memikirkan baik secara jangka panjang maupun jangka pendek, masa aman maupun masa darurat. Sebagai contoh bagaimana menangani permasalahan pendidikan anak-anak dan orang dewasa pasca gempa bumi dan tsunami di Aceh di kamp-kamp pengungsian dan di rumah-rumah penduduk yang bertebaran di mana-mana.         

Pendidikan Islam lebih banyak dihadapkan kepada akhlak dan sopan santun serta penghayatan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari (Mohd Kamal Hasan, 2003). Pendidikan Islam sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi keruntuhan moral, penangkalan aqidah, budaya korup dan sejenisnya. Karena itu pendidikan Islam secara sempurna menggunakan kurikulum yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah contoh bagaimana Allah mendidik Rasul dan para ambiya-Nya, bagaimana Nabi Muhammad SAW mendidik para sahabat-Nya  dan umat Islam secara umum sewaktu baginda berkuasa. Jadilah contoh teladan yang harus diikuti dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dalam rangka mendapat kejayaan dalam pelaksanaan pendidikan Islam perlu adanya keterlibatan keluarga/orang tua dan masyarakat sebagai penanggung jawab secara formal maupun informal.         

Islam memiliki cara  tersendiri bagaimana  mendidik  dan  mengajarkan  anak-anak dan generasi muda dan juga  mempunyai  bahan pelajran yang sesuai  dengan peringkat umur dan  peredaran masa dan  ini  bisa  dipelajari dan  kembali  kepada  pendidikan Rasulullah SAW dan  para sahabatnya. Baginda telah berhasil mendidik   para sahabat dan anak-anak orang Islam,  serta  para  muallaf yang baru memeluk agama Islam.

Model pendidikan Islam ala Rasulullah SAW  perlu dijadikan modal dan  uswatun hasanah dalam mendidik generasi  muda dalam setiap zaman.Muhammad SAW  sebagai pemerintah, orang tua, pendidik dan sekaligus sebagai wakil Allah di bumi ini yang  telah terbukti keberhasilannya  dalam mendidik dan  menggembleng  para sahabatnya dan  ummat Islam secara umum ketika  beliau masih hidup. Ini sebagai pertanda  bahwa  untuk berhasilnya pendidikan  haruslah  adanya komitmen sejumlah orang dan institusi  yang saling bahu membahu  memantau  dan memberi  perhatian  terlaksananya proses belajar dan mengajar. Kepedulian semua pihak  menunjukkan  adanya  perasaan  bersama  dalam  membangun bangsa  dan negara  di masa yang akan datang.     

Dukungan dan Tanggungjawab Keluarga          

Ini adalah tanggungjawab yang menyeluruh yang diletakkan oleh Islam di leher setiap muslim, yang tak ada seorangpun bebas darinya. Sehingga kedua orang tua bertanggungjawab untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang cermat (Ash-Shafti, 2003). Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan dalam menentukan kemana arah pendidikan anak-anak. Peranan orang tua sangatlah menentukan dalam mendidik, membimbing, dan memberi semangat belajar kepada anak-anak.   Kita harus tahu bahwa seorang anak selalu siap untuk menyerap segala bentuk pendidikan dan pengajaran. Jika bapak, ibu atau walinya berkehendak, maka mereka dapat merubah seorang anak menjadi manusia teladan (Sultani, 2004).         

Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua supaya mereka dididik dengan baik, diberi nama dengan baik, diberi pendidikan dengan secukupnya, diajarkan dasar-dasar pendidikan Islam dan halal-haram, baik dan buruk serta akhlak yang mulia. Dalam Al-quran Allah berfirman yang artinya “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu…….” (Q. S ; at-Tahrim: 6)          

Di samping memenuhi dukungan materil dan spirituil kepada anak-anak untuk belajar, orang tua atau pihak keluarga perlu mengirim anak-anak mereka untuk mencari ilmunya agar dapat mengenal Allah dengan asma-Nya, sifat-Nya, mengetahui perkara-perkara yang dibenci-Nya dan mengetahui jalan untuk mencapai kecintaan-Nya serta menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Apabila seseorang merasa mencapai ilmu itu, maka ia akan lebih takut kepada Allah sesuai dengan firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama”.         

Perlu disadari bahwa keluarga merupakan unit pertama bagi masyarakat pada tahap institusi. Ini merupakan jembatan yang dilalui untuk generasi muda/anak-anak di masa yang akan datang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan sangat tersendiri untuk pendidikan awal. Keluarga merupakan lingkungan yang mula-mula sekali dihayati oleh seorang bayi setelah lahir. Dalam keluargalah ia berinteraksi dan mengambil dasar-dasar bahasa, nilai-nilai, standar prilaku, kebiasaan, kecendrungan jiwa dan sosial dan pembentukan nilai-nilai kepribadian. Keluarga juga merupakan sebuah institusi awal yang memenuhi kerja sama antara lelaki dengan perempuan serta sebagai pusat pembentukan kpribadian seorang anak (Al-Syaibani, 1991)         

Tanggung  jawab  kesatuan dan kebersamaan  keluarga terletak pada setiap  individu di dalam keluarga. Dalam keluargalah mulai dibina  rasa sayang  terhadap yang kecil dan menghormati  yang besar dan  juga  menghormati kedua orang tua  (Hasan Manshur,2002). Dan ini  sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang bermakna : “Bukan termasuk  golongan kami, seorang yang tidak menghormati yang besar dan tidak menyayangi yang kecil”.Hadits ini  menggambarkan betapa pentingnya menebarkan rasa kasih sayang dan saling menghormati antara yang besar dengan yang kecil dan pembinaan ini  dimulai dari rumah atas  bimbingan seorang   ayah dan ibu/keluarga.

Islam  sangat  konsen terhadap  kasih sayang dan  penghormatan karena  perkara ini akan mengundang  keharmonisan  baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Ini merupakan dambaan semua  manusia  yang normal yang  perlu dikasihi dan disayangi serta begitu pula sebaliknya tidak suka  dibenci dan dimusuhi.          

Keluargalah yang membuka mata seorang anak dan dari sinilah  dimulainya  pengenalan tentang  baik dan buruk serta  halal dan haram  yang  selalu kita dengar dari mulut  ayah dan ibu. Peranan mereka sangatlah  besar baik dalam mendidik  maupun dalam  memberikan  pendidikan awal bagi setiap anak, oleh karena itu  ilmu dan kewibawaan  ayah dan ibu  benar-benar diperlukan untuk menentukan masa depan anak dan  kelangsungan hidup mereka dalam bermasyarakat.  

IIIDukungan dan Tanggungjawab Masyarakat          

Masyarakat Islam dan pendidikan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan di antara keduanya (Muhammad AR, 2003). Banyak perintah melalui hadits Rasulullah SAW yang menyuruh kita untuk belajar atau menuntut ilmu. Tugas ini pertama lebih dipundakkan kepada individu dan peran orang tua dalam keluarga, kemudian masyarakatpun tidak boleh lepas tangan dan menghindari tanggungjawab mereka dalam memantau pendidikan generasi muda.         

Terjadinya dekadensi moral generasi muda dalam masyarakat bukan tidak mungkin karena kurang pedulinya masyarakat. Masyarakat yang di dalamnya ada pemerintah yang terdiri dari pejabat sipil dan militer perlu menjaga dan memelihara merebaknya penyakit masyarakat apabila mereka sungguh merespon dan membuka mata terhadap gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini pendidikan anak-anak dan generasi muda diperlukan banyak kependulian masyarakat apalagi masyarakat Aceh yang menjadi korban gempa bumi dan tsunami setelah tanggal 26 Desember 2005.         

Pendidikan begitu penting bagi individu dan masyarakat. Kepentingan pendidikan tidak hanya terbatas kepada suatu umat/kaum, masyarakat tertentu atau khusus untuk suatu zaman/masa saja, tetapi meliputi seluruh umat dan segala zaman dan termasuklah umat Islam pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu wajib bagi masyarakat Islam, pemimpin dan para ulama serta intelektual memberikan perhatian penuh terhadap kelangsungan pendidikan anak bangsa (Langgulung, 1991).   

IV Tugas Pengajaran  Pendidikan Islam 

Pasca gempa bumi dan tsunami banyak gedung sekolah hancur, banyak murid dan guru meninggal dunia. Kebanyakan orang serta anak-anak tinggal di kamp-kamp dan barak-barak pengungsian, aktivitas belajar mengajarpun sangat bervariasi tempatnya, begitu pula pendidikan agama yang belum terorganisir dengan rapi/permanen.

Banyak bantuan datang dari berbagai pihak tanpa mengira bangsa atau agama mereka, namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan situasi ini dengan dalih memberi bantuan disertai dengan misi tertentu yang harus dilaksanakan menurut pesan sponsor. Bagaimana sikap masyarakat, orang tua, dan unsur-unsur lainnya menangani pendidikan Islam dalam situasi kritis ini?  Ini sebuah tugas mulia dan kepada setiap muslim dipundakkan kewajiban tersebut,  mahu tidak mahu,  harus dilaksanakan walau dalam situasi apapun.

Dalam pendidikan Islam, seorang guru bertanggung jawab mendidik murid, mendewasakannya, menjadikannya jujur dan berbudi pekerti luhur, membuat mareka terampil demi mempersiapkan masa depan mareka …….( Muhammad AR, 2003) Menurut perfektif Islam guru adalah sebuah profesi yang ditugaskan untuk membentuk manusia yang kamil sehingga anak didik mampu memahami dan menghayati apa tugas mareka terhadap diri sendiri, masyarakat, alam sekeliling dan terhadap Allah SWT sebagai Khalik.

Guru sama dengan pemimpin negara dalam mendidik masyarakat karena merupakan ibadah. Dalam pendidikan Islam, kita di suruh mencari ilmu agar kita dapat memahami yang hak atau yang benar dan membedakan yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan merusak. Begitulah tingginya kedudukan manusia yang berilmu dan pengajar ilmu kepada orang lain (guru) menurut pandangan Islam (Sufean  Hussin, 1996)

Dalam rangka menjalankan tugas pengajaran dan penyebaran pendidikan Islam maka tugas guru adalah sangat berat demi mendidik anak bangsa. Menurut Atan Long (1988) seorang guru perlu kiranya introspeksi apakah dia, paling tidak, memiliki tiga sifat penting yaitu

(1) Kepribadian, (2) Latar belakang Pengetahuan, (3) Metode atau cara penyampaian.Dalam masyarakat Islam, seorang guru yang bergelut dalam dunia pendidikan Islam perlu memiliki persediaan awal untuk dapat memastikan apakah kejayaan di capai dalam mengajar. Akhlak guru, ilmu yang dimiliki guru, sikap guru, kesabaran, keikhlasan, metodologi penyampaian.

Pengajaran kepada murid merupakan hal-hal yang perlu dimiliki untuk mentransfer ilmu  pengetahuan.Keberhasilan dan keberkesanan pendidikan Islam ada kaitannya dengan kesadaran para guru terhadap tanggung jawab, kesempurnaan ilmunya dan keluhuran budi pekertinya. Ini merupakan kriteria pribadi pendidik yang perlu dimiliki dalam menyampaikan pendidikan. Dalam Islam, ilmuwan, para intelektual, gur, ulama tidak dibenarkan membisu di tengah umat yang sedang sakarat. Sebagai pewaris nabi, mereka sebagai tempat terhimpunnya khazanah ilmu Allah dari sudut fakta dan tafsiran.

Guru sebagai cermin dalam kehidupan dan panutan bagi murid dan masyarakat (lihat Ahmad bin Mohd Salleh, 1995).Dalam  proses belajar mengajar sudah pasti melibatkan dua pihak yaitu  pengajar dan yang diajar atau antara guru dan murid, antara  pelatih dan yang  dilatih. Target pelatihan atau pengajaran  memang pasti ada dan  metode penyampaian pun  sangat berbeda-beda dalam mencapai  target tersebut.  Dalam hal ini guru/pelatih/instruktur  perlu menggunakan media pendidikan untuk mencapai  tujuan pendidikan. Arief S. Sadiman dkk (2003) mengatakan bahwa  media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima atau dari tutor kepada peserta sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat murid/peserta/partisipan  sehingga  terjadilah proses  belajar mengajar  dengan lancar.   

Hasan Manshur (2002) menambahkan bahwa  seorang guru  yang bertugas menyampaikan pendidikan Islam kepada siswa harus memiliki beberapa kriteria: 1) guru harus ikhlas karena Allah, 2) guru hjarus menjadi tauladan bagi murid/siswa, 3) gurus  harus membalas penghormatan murid dan menanamkan rasa kasih sayang dengan mereka, 4) guru harus berlaku adil dalam setiap aktivitasnya di sekolah, 5) gurus  harus menguasai ilmu yang  diajarkan dan harus  banyak  membaca  sebagai rujukan, 6) guru harus menyampaikan pengalaman hidupnya  dan keberhasilannya kepada murid, dan  7) guru harus menanamkan semangat untuk  berijtihad dan  mengandalkan diri sendiri dalam berpendapat kepada para muridnya, khususnya  para pelajar remaja.            

Bibliographi 

Abdul Rahim, Muhammad ‘Imaduddin. (2003). Islam Sistem Nilai Terpadu. Jakarta;  Gema Insani Press. Ahmad bin Mohd Salleh. (1995).  Pendidikan Islam (Dinamika Guru). Shah Alam, Malaysia: Fajar Bakti SDN. BHD. Ainurrofiq Dawam  dalam  Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru:  Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Al-Najjar, Zaghlul R.  (1988). Source and  Purpose of Knowledge. The  International Institute of Islamic Thought. Islamization of  Knowledge Series No. 5 Al- Syaibani, Omar dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru:  Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Al-Syaibani, Omar. (1991). Falsafah Pendidikan Islam. Shah alam, Malaysia: Hizbi. Arief S. Sadiman, R. Rahardjo,  Anung Haryono dan Rahardjito. (2003) cetakan ketujuh. Media  Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja  Grafindo Persada. Ash-Dshafti, Ali Muhammad Khalil.  (2003). Iltizam Membangun Komitmen Seorang Muslim.  Jakarta: Gema Insani Press.  Azizah Othman dalam  Mardzelah Makhsin. (2003). Pendidikan Islam 1: Buku Rujukan bagi Konsep-Konsep Asas Pengajian Islam seperti Fekah, Akhlak dan Sirah. Pahang , Malaysia:  PTS Publications  & Distributors SDN. BHD. Dawi, Amir Hasan. (2002). Penteorian Sosiologi dan Pendidikan. Edisi kedua. Tanjong Malim, Malaysia: Quantum Books. Hasan Manshur, Syaikh Hasan. (2002). Metode Islam Dalam Mendidik  Remaja. Jakarta:  Penerbit Buku Islami Mustaqim. Hussin, Sufean. (1996). Pendidikan di Malaysia: Sejarah, Sistem dan Falsafah. Kuala Lumpur:  Dewan Bahasa dan Pustaka. Langgulung, Hasan. (1991). Asas-Asas Pendidikan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Long, Atan. (1988).  Psikologi Pendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru:  Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Mohd Kamal Hasan dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru:  Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie.  Makhsin, Mardzelah. Ed. (2003). Pendidikan Islam 1: Buku Rujukan bagi Konsep-Konsep Asas Pengajian Islam seperti Fekah, Akhlak dan Sirah. Pahang , Malaysia:  PTS Publications  & Distributors SDN. BHD. Sultani, Gulam Reza. (2004).  Hati Yang Bersih Kunci Ketenangan  Jiwa. Jakarta:  Pustaka Zahra.      

 


[1] Makalah ini Disampaikan Pada Acara Pelatihan Guru Dayah Se Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di Dayah Tgk Syi’ di Beureu-eh, Beureunuen  dari Tgl 18 s/d 20 Maret 2005.

 

Mulai dari kurangnya koordinasi dengan berbagai stakeholder sampai pelanggaran “ingkar janji” pimpinan BRR berupa pemecatan terhadap staf BRR yang melakukan korupsi, dan berbagai kebohongan publik lainnya.
Perilaku negative yang terakhir dilakukan oleh petinggi BRR, Kuntoro Mangkusubroto dan Teuku Kamaruzzaman, adalah mengeluarkan pernyataan sebagaimana dimuat dalam The Jakarta Post Tanggal 21 September 2007, bahwa syari’at Islam menjadi penghalang proses pembangunan Aceh. Lebih khusus, Kamaruzzaman mengatakan bahwa kami (GAM) tidak mendukung ide pelaksanaan syari’at Islam karena tidak didukung oleh seluruh rakyat Aceh.
Pernyataan kedua petinggi BRR ini kembali melukai orang Aceh yang notabene umat Islam, dan bahkan ummat Islam di seluruh dunia. Karena menjadikan alasan syari’at Islam sebagai penghambat proses pembangunan Aceh. Kita mengharapkan kepada kedua petinggi BRR agar tidak menjadikan syari’at Islam sebagai kambing hitam dari “kegagalan” mereka mengelola proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh. Untuk itu diharapkan tanggung jawab mereka terhadap pernyataan yang sudah dipublikasi oleh sebuah media yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik local maupun internasional. Bentuk tanggung jawab tersebut menarik kembali pernyataannya dan memohon maaf kepada rakyat Aceh khususnya dan ummat Islam pada umumnya yang dimuat di media local, nasional maupun internasional. Apabila ini tidak dilakukan maka kita mengharapkan kepada pihak-pihak yang berkompeten, Pemerintah Aceh, MPU, Dinas Syari’at Islam, dan lembaga-lembaga lain untuk memproses pernyataan mereka. Kalau pernyataan ini sudah masuk dalam kategori pelecehan syari’at Islam, maka perlu dilakukan proses hokum sebagai pertanggungjawaban atas pernyataan kedua petinggi BRR tersebut.
Banda Aceh, 11 Ramadhan 1428 H
23 September 2006
Pengurus,
Hasanuddin Yusuf Adan Sayed Azhar, S. Ag
Ketua Umum Sekretaris Umum