Tag Archive for: Dakwah

Pos

Selain menyalurkan bantuan sembako, dropping air, Dewan Dakwah juga melaksanakan kegiatan trauma healing dengan mengajak anak-anak bermain, bercerita, mengadakan lomba dengan berbagai hadiah. kegiatan ini dihandle oleh relawan Dewan Dakwah dan Pelajar Islam Indonesia (PII),

Anak-anak di posko pengungsian saat antusias mengikuti kegiatan ini, dan mereka sejenak melupakan musibah yang baru beberapa hari kemarin terjadi.

Dalam waktu dekat Dewan Dakwah bekerja sama dengan Global Peace Malaysia (GPM) juga akan mengadakan kegiatan pengobatan keliling (mobile) dengan ambulans. Tim obat-obatan dan ambulans Dewan Dakwah diperkirakan hari Rabu (14/12) sampai di Pijay setelah menempuh perjalanan darat dari Jakarta selama 3 hari.

Tim ini akan dibantu oleh 4 orang dokter dari GPM Malaysia, dan diharapkan akan membantu korban gempa dan masyarakat pada umumnya yang memerlukan penanganan masalah kesehatan.. 

Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA

oleh Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan,MCL., MA

            Negara Indonesia merupakan sebuah negara adonan dari sejumlah negara dan sejumlah bangsa di kepulauan Hindia yang dalam masa penjajahan Belanda disebut dengan Pemerintahan Hindia Belanda. Dari istilah Hindia Belanda ini kemudian ditarik nama baru oleh sejumlah ilmuan baik dalam maupun luar Indonesia dengan nama Indus (India) dan Nesus (pulau-pulau) dari bahasa Latin. Dari dua istilah itulah kemudian muncul nama Indonesia yang wilayahnya mencakupi jazirah dari Sabang sampai Marauke. Sesungguhnya Indonesia tidak mempunyai akar tunggal sebagai sebuah negara berdaulat sebelum dijajah oleh Belanda, yang ada hanya kerajaan-kerajaan di kepulauan nusantara seperti kerajan Aceh Darussalam, kerajaan Mojopahit, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Ngurah Rai, kerajaan Kutai dan sebagainya.

            Kini Indonesia yang tidak berakar tunggal sudah berdiri selama 71 tahun lebih semenjak diumumkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam rentang waktu 71 tahun tersebut negara yang hari ini makruf dengan sebutan NKRI ini telah mengalami banyak pengalaman, baik yang terasa manis, asin, masam, pedas dan sebagainya. Pemberontakan DI/TII tahun 1949, pemberontakan PKI 1948 di Madiun dan PKI 1965 di Jakarta, dan gerakan massa dalam kasuus reformasi 1998 yang melengserkan Soeharto dari kursi presiden NKRI merupakan sebahagian pengalaman pedas, asin, dan masam untuk negeri ini.

            Selain itu masih banyak pengalaman lain baik dalam skala besar maupun kecil seperti kasus pembajakan pesawat oleh Imran, kasus pembantaian Amir Biki di Tanjung Priuk, kasus peristiwa Malari, kasus serbuan terhadap Ahmadiyah Qadiani, syi’ah LDII, dan yang terakhir adalah kasus penodaan agama Islam oleh Basuki Tjahya Purnama (Ahok) sebagai gubernur DKI. Kasus terakhir ini membangunkan MUI untuk mengeluarkan fatwa yang disebutnya rekomendasi bahwa itu termasuk dalam kategori penistaan agama yang dalam Undang-undang No. 1 PNPS Tahun 1945 diancam maksimal lima tahun penjara. Efek dari penistaan agama Islam oleh seorang ummat Kristiani tersebut memeriahkan ibukota Jakarta dengan demo santun 4 November 2016 yang dislogani dengan 411 dan demo super damai 2 Desember 2012 yang dipopulerkan dengan sebutan 212. Yang menjadi sebuah keanehan di sini adalah ketika para ulama, para intelektual, para cucu pendiri negeri ini datang beramai-ramai dengan muslihat dan santun ingin menasehati presiden di istana negara, ternyata presiden mengelak, keluar dari istana dengan alasan yang diada-adakan dan tidak mau berjumpa dalam kasus 411. Sebaliknya ia bersama wakil presiden dan sejumlah menterinya datang bergabung, mendengar Habib Riziq berkhuthbah dan shalat jum’at bersama di Monas dalam kasus 212.

 

KASUS ALMAIDAH 51 DAN DEMO MASSA

            Hari Jum’at 4 November 2016 lebih kurang 2 juta representatif muslim se Indonesia berkumpul di masjid Istiqlal dengan rencana selepas Jum’at berdemo santun untuk memberi nasehat kepada presiden Joko Widodo di istana negara Jakarta. Inti nasehat yang mau disampaikan oleh representatif muslim tersebut adalah agar presiden menghormati dan  menjalankan fatwa MUI tentang penodaan agama oleh gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama (Ahok). Ucapan penodaan tersebut terkait dengan pelecehan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 51, bunyinya lebih kurang sebagai berikut: “jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak itu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surah Al-Maidah 51 macem macem ini. Itu hak bapak ibu. Jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibohongi gitu ya”.

            Efek dari ucapan Ahok tersebut membuat MUI sebagai lembaga yang berhak memberikan dan menetapkan fatwa di Indonesia berijmak dan menetapkan fatwa bahwa Ahok sudah bersalah dan berhak mendapatkan hukuman. Namun demikian oleh penegak hukum di Indonesia tidak merespon dan tidak menjalankan fatwa MUI tersebut, itulah yang menyebabkan representatif muslim seluruh Indonesia berdemo dengan tujuan mau memberikan nasehat kepada presiden Joko Widodo. Demo yang menghadirkan lebih kurang dua juta ummat Islam dari berbagai kalangan dan berbagai wilayah di seluruh Indonesia itu menjadi sesuatu yang luar biasa karena berjalan santun, muslihat, aman, dan damai, belum pernah terjadi sebelumnya di negeri ini. Lebih hebat lagi ketika demo super damai yang menghadirkan tidak kurang dari tiga juta muslim se Indonesia dalam kasus 212.

            Fatwa MUI bertanggal 11 Oktober 2016 tersebut ditandatangani langsung oleh DR. KH. MA’RUF AMIN sebagai Ketua Umum dan DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg, sebagai Sekretaris Jenderal.  Lima poin fatwa yang dalam ketetapan MUI disebut rekomendasi itu adalah:                                

1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.

3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan professional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.

5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.

 

MENOLAK NASEHAT RAKYATNYA

            Seorang presiden yang dipilih oleh rakyat semacam Joko Widodo adalah sepenuhnya menjadi presiden rakyat, terlepas banyak rakyat yang tidak memilih dia karena memilih rifalnya Prabowo Subianto dalam pemilu dahulu. Tetapi ketika ia menjadi presiden RI bermakna dia menjadi presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan lagi calon presiden yang didukung oleh rakyat ini dan rakyat itu, demikianlah rumus dan fungsi kedudukan seorang presiden dalam sesuatu negara. Akan halnya dengan Joko Widodo, ketika dua juta rakyatnya terutama sekali dari kalangan ulama dan intelektual mau berjumpa dengannya untuk memberi nasehat kepadanya malah ia keluar dari istana presiden, tidak mau berjumpa, dan berdalih memeriksa proyek di Air port Soekarno Hatta Cengkareng. Itu merupakan sebuah kesalahan besar yang sudah dilakukan seorang presiden semacam Joko Widodo. Sebaliknya, dalam kasus 212 malah ia ikut bergabung tanpa tujuan yang jelas dengan para demonstran super damai di Monas.

            Dalam Islam dan untuk masyarakat Islam, Rasulullah SAW telah bersabda: “Agama adalah nasehat”, para shahabat bertanya: “untuk siapa?” Beliau bersabda: “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, untuk pemimpin kaum muslimin, dan rakyatnya”. (riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam kaitannya dengan hadis tersebut, Rasulullah SAW dengan mudah menerima nasehat Abubakar Ash-Shiddiq ketika tiba di gua Tsur, tatkala itu Abubakar berucap: Ya Rasulullah, bersabarlah, biar saya dahulu yang memasuki gua Tsur, nanti belakangan baru Nabi masuk. Nabi tidak membantah nasehat Abubakart tersebut. Dalam kasus lain ketika Abbas pamannya Nabi tau nabi mau berjumpa dengan sejumlah orang Yatsrib di bukit ‘Aqabah untuk menerima bai’at mereka, lalu Abbas menasehati Nabi agar jangan pergi sendiri karena takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan, maka nabi mendengarnya. Akhirnya Abbas menemani Nabi pada tengah malam tersebut.

            Dalam kesempatan lain ketika terjadi perang Ahzab dan posisi muslimin sangat terjepit, shahabat Nabi Salman Al-Farisi menasehati beliau untuk menggali parit sebagai tempat berlindung dari serbuan musush yang lengkap dengan persenjataannya, lalu Nabi menerimanya dengan senang hati yang kemudian perang yang juga disebut perang Khandaq tersebut dimenangi pasukan muslimin. Masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang berkaitan dengan Nabi menerima nasehat rakyatnya dalam sejarah Islam, demikian juga dengan para Khulafaurrasyidin sebagai generasi pertama penerus risalah Nabi.

            Kalau nabi begitu mudah menerima nasehat daripada rakyatnya untuk kemenangan Islam dan kesejahteraan ummat Islam, maka apalah arti seorang Joko Widodo yang jauh sekali bandingannya dengan Nabi berani menolak nasehat para ulama di negeri yang dimerdekakan oleh ummat Islam ini. Sungguh merupakan suatu pelanggaran besar terhadap hakikat kemerdekaan Indonesia yang dilakukan seorang Joko Widodo. Tidakkah ia ketahui kalau tidak ada perjuangan para ulama muslim dan ummat Islam dalam berjihad melawan penjajah Belanda dahulu seorang Joko Widodo tidak akan mendapatkan kursi presiden di Indonesia hari ini? Tidakkah ia ketahui bahwa membela orang kafir dalam kehidupan beragama Islam merupakan perbuatan memasukkah gol ke gawang sendiri yang dilarang dan dibenci Allah? Atau model pemerintahan Hindia Belanda mau diwujudkan kembaili oleh seorang Jokowi di Indonesia hari ini, yakni sebagaimana digambarkan Aqib Suminto dalam bukunya: Politik Islam Hindia Belanda halaman 4 berikut ini: “dalam rangka menghadapi Islam di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda bekerjasama dengan para kepala adat dan menggunakan lembaga adat untuk membendung pengaruh Islam di kepulauan nusantara. Kalau pemerintahan pimpinan Jokowi hari ini sudah memasang strategi yang pernah dilakukan pemerintah Hindia Belanda maka perlu diingat bahwa Indonesia merupakan negara tanpa akar tunggal, ia akan mudah rebah ketika dihembus angin dan akan memungkinkan tercabut dari tanah ketika dibantai puting beliung. Berhati-hatilah wahai pencinta NKRI.

(Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Politik Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh) diadanna@yahoo.com/085260185571

Senator Ahli Dewan Negara Parlemen Malaysia Dr Muhammad Nur bin Manuty mengunjungi Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar Rabu (26/10).

Kedatangannya bersama Pembantu Rektor Universiti Selangor (Unisel) Prof Shaharuddin bin Baharuddin, Ph.D, Setiausaha Biro Pemahaman Pemantapan Agama Partai Keadilan Rakyat Mohd. Zawawi Mughni dan mantan ahli parlemen Kuala Kedah Dato’ Ahmad Kassim itu disambut langsung oleh Ketua Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA dan Direktur Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh Dr Muhammad AR M.Ed beserta pengurus lainnya.

Tujuan utama kunjungan senator Malaysia beserta rombongan tersebut adalah untuk menjajaki kerjasama dengan Dewan Dakwah Aceh. Begitu pun kunjungan ini layaknya ajang reunian antara Dr Muhammad Nur bin Manuty yang pernah mengajar di Universiti Islam Antarbangsa Malaysia dengan pengurus Dewan Dakwah Aceh yang pernah belajar disana. Tercatat diantaranya Ketua Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA, DR Muhamamad AR M.Ed, Syukrinur M.Lis pernah memakai almamater dari salah satu Universitas terkenal di Malaysia tersebut.

Selain itu ia juga berkesempatan bertatap muka dan memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh dan UIN AR-Raniry Banda Aceh. Dalam kuliah umum tersebut, anggota Parlemen dari Partai Keadilan Rakyat ini menguraikan tentang manajemen berdakwah dan fungsinya serta memberi motivasi serta kiat sukses dalam belajar. Ia berharap para mahasiswa harus dapat menguasai sains dan teknologi dan mampu memberi solusi atas segala permasalahan yang ada.

“Fungsi dakwah adalah untuk menegakkan syariat Allah, menegakkan ilmu dan menegakkan akhlak yang mulia. Dakwah harus mengikuti selera zaman. Dari itu kita mesti mampu untuk menyampaikan dakwah dalam berbagai bahasa dan mempersiapkan diri untuk menguasai berbagai ilmu baik ilmu dasar maupun ilmu kontemporer serta ilmu teknologi. Dengan demikinan kita akan berjaya dalam kehidupan ini,”ujarnya.

Sementara itu Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA menyambut baik dan mengapresiasi atas kehadiran rombongan dari Malaysia tersebut. Ia juga berterima kasih kepada Dr Muhammad Nur bin Manuty yang telah memberikan kuliah umum kepada mahasiswa ADI binaan Dewan Dakwah Aceh tersebut. Dengan harapan ilmu tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

“kita berharap kedepannya Dewan Dakwah Aceh dan Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh ini dapat bekerjasama dalam segala bidang untuk kemaslahatan ummat,” harap Tgk Hasanuddin. []

Dalam rangka kunjungan memenuhi permintaan dari Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Aceh untuk menjadi pembicara tentang Buku yang ditulisnya, Dr. Ahmad Azzam bin Abdul Rahman, Presiden Persatuan Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) juga menyempatkan diri untuk bersilaturrahmi dengan Pengurus Dewan Da’wah Aceh dan mengisi kuliah umum (public talk) untuk Mahasiswa Akademi Da’wah Indonesia (ADI) Aceh, Rabu (19/10) di Markaz Dewan Da’wah Aceh Gampong Rumpet Krueng Barona Jaya Aceh Besar.

Cek Ahmad Azzam menyatakan bahwa Angkatan Belia Islam Malaysia, di mana dia pernah menjadi presdiennya, memiliki hubungan emosional yang erat dengan Dewan Da’wah, makanya ketika rakan-rakan KWPSI Aceh menjemput saya untuk menjadi pembicara di Aceh, saya minta diberitahukan kepada pengurus Dewan Da’wah Aceh, demikian ungkap Cek Azzam yang datang bersama isterinya.

Dalam pertemuan dengan Mahasiswa ADI, dia banyak memotivasi mahasiswa ADI agar bersemangat dalam menuntut Ilmu dan meyakini bahwa pertolongan Allah suatu saat akan datang kalau kita betul-betul ikhlas memperjuangkan agama Allah.

Jangan lemah semangat dengan fasilitas yang ada seperti ini, dulu pun semasa habis tsunami, di mana saya minggu kedua sudah ada di Aceh, belum ada lagi mesjid Dewan Da’wah Aceh dan komplek seperti ini. Tetapi  karena optimisme, kerja keras dan keikhlasan pengurus bekerja, akhirnya melalui para donatur dan muhsinin Allah Swt bantu sehingga sudah memiliki fasilitas seperti sekarang. Makanya, tugas kita da’i adalah memperjuangkan agama Allah, berkaitan dengan hasil bukan urusan kita. Boleh jadi dapat kita nikmati atau akan dinikmati oleh anak cucu kita, papar tokoh NGO Malaysia yang menulis buku Erdogan Bukan Pejuang Islam?

Diakhir pertemuan Cek Ahmad Azzam menghadiahkan buku karanganya kepada Dewan Da’wah Aceh sebagai bahan kajian bagi mahasiswa ADI, sembari berpesan ke depan mesti ada alumni ADI yang belajar ke Turki agar semangat Erdogan dan hubungan sejarah antara Aceh dengan Turki di masa silam dapat di update kembali, insya Allah.

Muslimat Dewan Dakwah Aceh mengadakan pembinaan dan pendampingan agama dalam rangka peningkatan pemahaman dan pengamalan keagamaan bagi warga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan di Aula Rutan Lhoknga, Aceh Besar,Rabu (21/9). Kegiatan yang bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh ini dibuka secara resmi oleh Kepala BP3A Dahlia, M.Ag yang diwakili oleh Bendahara Khairil Amri.

Ketua Muslimah Dewan Dakwah Aceh Roslaila Usman Latief dalam laporannya berharap agar warga Lapas dapat mengikuti program ini dengan baik dan sempurna. Pembinaan keagamaan yang diikuti oleh 25 warga Lapas tersebut dilakukan selama lima kali pertemuan dengan bahasan seputar ibadah praktis dan motivasi hidup. Pematerinya dihadirkan dari Muslimah Dewan Dakwah Aceh.

Kepala Cabang Rutan Lhoknga, Ridha Ansari, SH, M.Si menyambut baik program pembinaan dan pendampingan ini. Dan berharap ke depan juga diadakan pelatihan ketrampilan (life skill) sebagai bekal bagi warga Lapas setelah mereka bebas nantinya.

“Kami juga mengharapkan adanya program konsultasi psikologi, karena sebagian dari mareka juga memiliki masalah yang memerlukan penanganan dari para psikolog atau psikiater,”harap Ridha Ansari.

Sementara itu Kepala BP3A Dahlia, M.Ag yang diwakili oleh Bendahara Khairil Amri dalam sambutannya ketika membuka acara menyampaikan bahwa program ini sudah dilaksanakan selama beberapa periode dan program tersebut akan terus berlanjut. Menyahuti permintaan Kepala Cabang Rutan Lhoknga, BP3A akan menghadirkan psikolog untuk konsultasi psikologis warga Lapas.

“Selain psikolog, kedepannya kami juga akan berusaha membekali warga Lapas dengan pelatihan ketrampilan (life skill) untuk kebutuhan mareka ketika kembali ke masyarakat,” demikian Khairil Amri.

Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Aceh (Dewan Dakwah Aceh) menyalurkan daging kurban untuk masyarakat miskin yang berasal dari Banda Aceh dan Aceh Besar. Tahun ini Dewan Dakwah Aceh mengumpulkan hewan kurban yang terdiri dari 4 ekor sapi dan 2 ekor kambing serta 20 kantong kupon daging tumpok.

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum Dewan Dakwah Aceh Said Azhar, S.Ag di saat pembagian daging kurban kepada masyarakat miskin di Komplek Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kec. Krueng Barona Jaya, Kab. Aceh Besar, Kamis(15/9). Sedangkan pembagian daging kurban secara simbolis dilakukan oleh Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, M.CL MA yang turut disaksikan oleh pengurus lainnya dan undangan yang hadir.

“Alhamdulillah, Idul Adha 1437 H ini Dewan Dakwah Aceh masih bisa menyalurkan hewan kurban kepada keluarga miskin. Semoga di tahun mendatang akan banyak lagi hewan kurban yang bisa kita kumpulkan, sehingga akan banyak pula keluarga miskin yang akan menerima bantuan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para donatur yang telah mempercayai Dewan Dakwah Aceh untuk menyalurkan hewan kurban ini,” kata Said Azhar.

Ia merincikan dari sejumlah hewan kurban yang terkumpul tersebut, 2 ekor diantaranya diserahkan kepada masyarakat Gampong Rumpet Kec. Krueng Barona Jaya dan 1 ekor kepada Pesantren Hidayatullah di Gampong Nusa Kec. Lhok Nga Kab. Aceh Besar. Sisanya 1 ekor sapi dan 2 ekor kambing dibagikan di Markas Dewan Dakwah Aceh.

“Semua daging kurban ini telah dibagikan kepada keluarga miskin dan mareka yang membutuhkannya. Semoga dengan pelaksanaan kurban ini dapat kita ambil hikmah dan pembelajaran dalam kehidupan kita atas pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As beserta keluarganya. Juga dengan bantuan ini akan terus mempererat tali persaudaraan serta memperkuat ukhuwah islamiyah antara Pengurus Dewan Dakwah Aceh dengan semua lapisan masyarakat,” ujar Said Azhar.

Sementara itu Ketua Panitia kurban Dewan Dakwah Aceh Zulfikar Tijue, SE yang didampingi Sekretaris Panitia Suwardi Isiem, SKM menjelaskan hewan kurban tersebut berasal dari Pengurus Dewan Dakwah Aceh dan para donatur lainnya.

“4 ekor sapi tersebut, berasal dari Pengurus Dewan Dakwah Aceh 2 ekor dan 2 ekor lagi dari Baitul Mal Hidayatullah (BMH) Semarang. Kemudian 2 ekor kambing dari Pengurus Dewan Dakwah Aceh dan AMCF serta 20 kantong kupon daging tumpok dari Lembaga Tahfiz Sulaimaniyah Turki,” sebut Zulfikar.

Ia menambahkan setelah selasai pembagian daging kurban di Markas Dewan Dakwah Aceh itu, diakhiri dengan makan siang bersama dengan menu khas masak kuwah beulangong, yang turut dihadiri oleh civitas akademika dari Fakultas Sains & Teknologi serta Fakultas Syari’ah dan Hukum Islam UIN Ar-Raniry.[]

 

Sekretaris Umum Dewan Dakwah Aceh

Said Azhar, S.Ag

(Hp. 08116889701)

  1. Organisasi, Kepengurusan dan Kesekretariatan

Dewan Da’wah Aceh pertama sekali dibentuk pada bulan Mei 1991 di rumah Abdur Rani Rasyidi (Kuta Alam) yang menetapkan Tgk. H. Ali Sabi, SH sebagai ketua perdana dan Drs.Tgk. H. Muhammad Yus sebagai Sekretarisnya. Penetapan pengurus Dewan Dakwah Aceh itu dihadiri dan diprakarsai oleh Husein Umar sebagai utusan Jakarta.

Terhitung dari kelahiran pertamanya Dewan Da’wah Aceh berturut-turut dipimpin Tgk. Ali Sabi, SH dalam masa dua periode sehingga beralih tangan kepada Tgk. Muhammad Yus selama dua periode berikutnya. Estafet kepengurusan Dewan Da’wah Aceh berikutnya dikendalikan oleh Tgk Muhmmad AR pada periode 2003-2006. Selanjutnya periode 2007-2011 kepemimpinan Dewan Da’wah Aceh berada di tangan Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan.  Ada Informasi Pernah diberikan mandat pembentukan Dewan Da’wah Aceh kepada Alm Bapak Prof. Baihaqi AK, pada tahun 1970-an.. tetapi kami tidak mendapatkan data tertulis (mungkin ada data di Pengurus Pusat)..

Dalam Musyawarah Wilayah yang Ke-3, Juli 2011, rekan-rekan dari Pengurus Kabupaten/ Kota mempercayakan kepemimpinan Dewan Da’wah Provinsi Aceh dipegang Oleh Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, sehingga secara aklamasi semua sepakat memilih yang bersangkutan untuk kembali menjadi Ketua Umum Dewan Da’wah Aceh Periode 2011-2015. Periode ini akan berakhir dan Muswil insya Allah akan dilaksanakan pada minggu terakhir November 2015.

Jumlah Pengurus Wilayah, selain Majlis Syura,  sekitar 50 orang dengan tingkat keaktifan 60 %. Kepengurusan daerah dari 23 kabupaten/kota, satu kabupaten yang belum ada pengurus, sementara yang lain ada pengurus dengan berbagai keadaan (secara rinci terlampir).

Sekretariat milik sendiri, berupa 2 unit rumah Aceh, 1 mesjid di atas tanah seluas ± 4000 M, beralamat di Gampong  Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Telepon 0651-8011087 email ddiinad@yahoo.com, website dewandakwahaceh@yahoo.com HP. Ketua 085260185571 sekretaris 085360799496

 

  1. Program Kegiatan
  1. Pembinaan Muallaf

Kegiatan ini sudah menjadi program rutin  di Kabupaten/Kota perbatasan; Kota Subulussalam, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang dan Simeulu dengan jumlah muallaf 30 orang/Kab. Program ini kerjasama dengan Baitul Mal Aceh.

  1. Beasiswa Pendidikan Untuk Anak Muallaf

Ada beberapa anak muallaf yang disekolahkan oleh Dewan Da’wah Aceh dengan mencari donatur sebagai penyandang dana beasiswa. (jumlah dan lokasi  pendidikan terlampir).

  1. Mendirikan Akademi Da’wah Indonesia (ADI)

ADI Aceh sudah memasuki tahun kedua, dengan mahasiswa angkatan I sebanyak 13 orang, saat ini tinggal 10 orang. 2 orang mengundurkan diri dan 1 orang dikeluarkan. Angkatan II berjumlah 18 orang, masih bertahan sampai saat ini.

  1. Membuka program tahfidh untuk Mahasiswa ADI dan mahasiswa diluar ADI

Program  ini kerjasama dengan Asian Muslim Charity Foundation (AMCF) Jakarta, dengan mensubsidi mukafaah seorang guru tahfidh dan alakadar biaya listrik dan air.

  1. Program Sosial

Kegiatan ini berupa ifthar Jama’i secara rutin setiap tahun kerjasama dengan beberapa yayasan; Qatar Charity, Yayasan Syeikh Eid, dan simpatisan lainnya. Selian itu qurban dengan penggalangan dana dari pengurus/simpatisan Dewan Da’wah dan dukungan dari Yayasan Turki, Muhsinin Aceh di luar negeri, Fatimah Zahra Travel Semarang.

Program sosial lain pembagian paket sembako untuk masyarakat sekitar komplek Dewan Da’wah kerjasama dengan OKI, Yayasan Al-Wahhah Arab Saudi, Saudi Charity Campaign (SCC), dan menggalang bantuan untuk pengungsi Rohingya.

  1. Program Muslimat

Melakukan pendampingan agama warga lapas perempuan di rutan Lhok Nga Aceh Besar dan pendampingan agama dan motivasi untuk pasien di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh. Selain itu melakukan seminar-seminar tentang pendidikan parenting dan keluarga sakinah.

  1. Program Lintas Lembaga

Berupa kerjasama dengan ormas-ormas Islam untuk mengadvokasi percepatan penegakan syariat Islam, penyelesaian konflik internal umat Islam dan konflik eksternal dengan non muslim. Membangun hubungan dengan pemerintah daerah melalui audiensi dan tawaran program untuk kerjasama. Tetapi dalam 3 tahun terakhir tidak ada pembiayaan dari pemda, dengan alasan Permendagri yang melarang hibah dan bansos.

  1. Program Da’i

Saat ini hanya ada 2 da’i dewan da’wah yang dibiayai oleh Dewan Da’wah Pusat dan saat ini belum ada dai yang dibiayai oleh Dewan Da’wah Provinsi. Kami sudah usul penambahan da’i kepada pengurus pusat khususnya untuk daerah perbatasan tetapi belum disahuti sampai sekarang.. (usulan terlampir)

REKOMENDASI/USULAN

  1. Untuk Penguatan daerah agar pengurus pusat perlu membagi cluster/zona (Indonesia Timur, Barat dan tengah) untuk wilayah binaan  dengan menunjuk koordinator sehingga memudahkan untuk koordinasi.
  2. Perlu penambahan da’i pusat untuk provinsi Aceh (sesuai dengan permintaan Ketua MPR RI)
  3. Perlu pewarisan nilai dan ideologi kepada kader muda dewan da’wah untuk proses kaderisasi dan menghindari konflik internal baik di pusat maupun di daerah.
  4. Khusus untuk ADI, kebutuhan sangat mendesak adalah, buku-buku wajib untuk bacaan mahasiswa, beberapa unit komputer dan satu unit motor operasional untuk pengelola.
  5. Ada pembagian jatah haji/umrah undangan dan atau gratis untuk pengurus-pengurus daerah yang aktif sebagai reward dari pengurus pusat.
  6. Untuk mensupport pendanaan perlu menjajaki peluang usaha di daerah dengan mengupayakan pembiayaan dengan sistim bagi hasil.
  7. Sebagai upaya keras lagi serius Dewan Dakwah, perlu diadakan pengkaderan khas seperti pakar ghazwul fikri/sepilis, pakar aqidah, pakar syari’ah dan lainnya setiap wilayah/provinsi minimal sekali setiap tahun.

 

Banda Aceh, 14 Muharram 1437 H

27 Oktober 2015 M

Pengurus,

Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MA

ketua

A.   Pengertian Harta

 

Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki. Ia termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa harta atau secara khusus adalah makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu Allah SWT.menyuruh manusia memperolehnya, memilikinya dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia dan Allah SWT.melarang berbuat sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu. Ia dapat berwujud dalam bentuk bukan materi seperti hak-hak dan dapat pula berwujud materi. Yang berwujud materi ini ada yang bergerak dan ada pula yang tidak bergerak.[1]

 

Menurut Hanafiyah bahwa harta mesti dapat disimpan, maka sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak dapat disebut harta, maka manfaat menurut Hanafiyah tidak termasuk harta, tetapi manfaat termasuk milik, Hanafiyah membedakan harta dengan milik, yaitu:

Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.

Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut Hanafiyah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).[2]

 

B.   Unsur-unsur Harta

 

Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, unsur ‘aniyab dan unsur ‘urf: Yang dimaksud dengan unsur ‘aniyab ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (‘ayan), maka manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tapi termasuk milik atau hak.

Unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali manfaatnya, baik manfaat madiyab maupun manfaat ma’nawiyab.[3]

 

 

C.   Memperoleh Harta

 

1.     Harta itu merupakan salah satu sendi dalam kehidupan manusia, maka Allah memerintahkan manusia untuk memperolehnya secara halal.

2.     Seseorang berusaha mencari karunia Allah dengan sekuat tenaganya, maka Allah meminta kepada orang tersebut unuk memohon kepada Allah kiranya Allah melimpahkan karunianya itu dalam bentuk rezeki.

3.     Jika telah berusaha memperoleh rezeki Allah dan telah meminta pula perkenaan dari Allah, maka Allah akan memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.[4]

 

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh manusia bagi menunjang kehidupannya secara garis besar ada dua bentuk:

Pertama: memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapa pun. Bentuk yang jelas dari mendapatkan harta yang baru sebelum menjadi milik oleh siapapun adalah menghidupkan (menggarap) tanah mati yang belum dimiliki atau yang disebut ihya al-mawat.

Kedua: memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui suatu transaksi.

 

Kedua cara memperoleh harta ini harus selalu dilakukan dengan prinsip halal dan baik agar pemilikan kekayaan tersebut diridhai Allah SWT.

 

D.   Pemanfaatan Harta

 

Bila harta dicari dan diperoleh sesuai dengan panduan yang ditetapkan Allah yang tersimpul dalam prinsip halal dan thaib, maka harta yang telah diperoleh itu pun harus digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan panduan Allah.

 

Hal ini banyak dinyatakan Allah dalam al-Quran di antaranya pada surat Ali-Imran ayat 109:

 

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ  وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ

 

Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan kepada-Nya dikembalikan segala urusan.

 

Dalam surat al-Maidah ayat 17:

 

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 

Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang adadi bumi dan apa ang ada di antara keduanya. Ia menciptakan apa yang Ia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

 

“kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051).

 

Oleh karena itu, banyak berdoa lah pada Allah agar selalu diberi kecukupan. Doa yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa:

 

اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

 

Ya allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketaqwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina. (HR. Muslim no. 2721).

 

Tujuan pertama dari harta itu diciptakan Allah adalah untuk menunjang kehidupan manusia. Oleh karena itu, harta itu harus digunakan untuk maksud tersebut. Tentang penggunaan harta yang telah diperoleh itu ada beberapa petunjuk dari Allah sebagai berikut:[5]

 

1.     Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup sendiri.

 

Dalam firman-Nya dalam al-Quran pada surat: al-Mursalat ayat 43:

 

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

 

Makan dan minumlah kamu dengan enak dengan apa yang telah kamu kerjakan.

 

Walaupun yang disebutkan dalam ayat ini hanyalah makan dan minum, namun tentunya yang dimaksud di sini adalah semua kebutuhan hidup seperti pakaian dan perumahan dan lainnya. Hal ini bearti Allah menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup di dunia. Namun dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap muslim:

a.     Israf yaitu berlebih- lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk kepentingan hidup sendiri. Yang dimaksud dengan israf atau berlebih-lebihan itu ialah menggunakannya melebihi ukuran yang patut, seperti makan lebih dari tiga kali sehari; mempunyai mobil lebih dari yang diperlukan dan mempunyai rumah melebihi kebutuhan. Larangan hidup berlebih-lebihan itu dinyatakan Allah dalam surat al-A’araf ayat 31:

 

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

 

Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.

 

b.     Tabzir atau boros dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan dan menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaa. Bedanya dengan israf sebagaimana disebutkan diatas ialah bahwa israf itu untuk kepentingan kehidupan sendiri, sedangkan boros itu untuk kepentingan lain, seperti membeli mobil balap yang mahal harganya sedangkan dia bukan seorang pembalap mobil. Allah melarang pemborosan yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat 26-27 :

 

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27

 

 

Dan janganlah kamu mengahmbur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang yang pemboros itu adalah teman syaitan sedangkan syaitan itu kafir terhadap tuhannya.

 

2.     Digunakan untuk memenuhi kewajibannya terhadap Allah. Kewajiban kepada Allah itu ada dua macam:

  1.      Kewajiban materi yang berkenaan dengan kewajiban agama seperti keperluan membayar zakat, nazar atau lainnya.
  2.      Kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga yaitu istri, anak dan kerabat.

 

 

3.     Dimanfaatkan bagi kepentingan sosial.

 

Hal ini dilakukan karena meskipun semua orang dituntut untuk berusaha mencari rezeki namun yang diberikan Allah tidaklah sama untuk setiap orang. Ada yang mendapat banyak sehingga melebihi keperluan hidupnya sekeluarga; dan ada pula yang mendapat sedikit dan kurang dari keperluannya.

Kenyataan berbedanya perolehan rezeki ini dinyatakan Allah dalam Firman-Nya pada surat al-Nahl ayat 71:

 

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

 

…dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian dalam hal rezeki.

 

Orang yang medapatkan kelebihan rezeki itu dituntut untuk menafkahkan sebagian dari perolehannya itu, sebagaimana disebutkan Allah dalam banyak tempat, diantaranya dalam surat al-Munafiqun ayat 10:

 

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ

 

…dan infaqkanlah sebagian apa yang Allah telah memberi rezeki kepadamu sebelum maut mendatangimu.

 

Disamping Allah memberi pedoman pemanfaatan harta yang telah diberikan kepada seseorang dalam bentuk rezeki maka Allah melarang umat Islam menggunakan hartanya itu kedalam hal yang tujuannya negatif yang dapat menyulitkan atau menyusahkan kehidupan orang lain, menyakiti orang dan menjauhkan orang dari melaksanakan perintah agama.

Dalam hal larangan tersebut Allah berfirman dalam surat al-Anfal ayat 36:

 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

 

…sesungguhnya orang-orang kafir itu menggunakan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.

 

Secara lebih khususnya lagi Nabi Muhammad SAW melarang menggunakan harta yang diperolehnya dengan cara sebagai berikut:

 

a.     Ihtikar yang bearti penimbunan barang.

b.     Iddikhar yaitu menumpukkan barang untuk kepentingan diri sendiri.[6]

 

 

E.   Sebab-sebab kepemilikan

 

Menurut para ulama ada emapat cara pemilikan harta yang disyaratkan Islam, yaitu:

  1.      Harta yang mubah.
  2.      Melalui transaksi yang dilakukan  melalui lembaga badan hukum
  3.      Melalui peninggalan seseorang (harta warisan) atau (ahli waris).
  4.      Hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang.[7]

 

Sedangkan menurut Pasal 18 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, benda dapat diperoleh dengan cara:

  1.      Pertukaran
  2.      Pewarisan
  3.       Hibah
  4.      Jual beli
  5.       Luqathah (barang temuan)
  6.        Wakaf
  7.      Dan cara ain yang dibenarkan menurut syariah.[8]

 

 

 

Teuku Zakiyun Fuadi

(Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah prodi Ekonomi Syari’ah)

 


[1] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta Timur, Fajar Interpratama, 2003, Hlm 117.

[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Raja Grafindo, 2002, Hlm 9.

[3] Ibid, hlm. 10.

[4] Ibid, hlm. 181.

[5] Ibid, hlm., 2002, Hlm 184.

[6] Amir Syarifuddin, Op.Cit, Hlm 189.

[7] Nasrun Haroen, Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta, Kencana, 2012, Hlm 67.

[8] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta, Kencana, 2012, hlm 67.

Banda Aceh. Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Aceh (Dewan Dakwah Aceh) periode 2015-2020 dilantik oleh Ketua Umum Dewan Dakwah Pusat, Drs Mohammad Siddiq MA.

Pelantikan di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, baru-baru ini dihadiri Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, unsur Forkopimda, jajaran SKPA, Wakil Walikota Banda Aceh, Ormas Islam, dan OKP.

Sebelum dilantik, Ketua Bidang Pem­berdayaan Organisasi Dewan Dakwat Pusat, Dwi Budiman Assiroji membacakan SK Pengurus Dewan Dakwah Aceh hasil Musyawarah Wilayah (Muswil) IV yang dilaksanakan 12-13 Desember 2015 lalu di aula Kantor Mahkamah Syariyah Aceh dan di LPTQ Dinas Syariat Islam Aceh.

Gubernur Zaini Abdullah mengatakan, setelah 16 tahun berlalu sejak syariat Islam diberlakukan di Aceh telah banyak capaian-capaian yang diraih. Meskipun tidak terlepas dari berbagai tantangan yang menghadang, upaya penguatan syariat Islam akan terus dilakukan oleh Pemerintah Aceh.

“Namun, sebagaimana dipahami bersa­ma, upaya ini tentu tidak bisa dijalankan sen­diri oleh pemerintah. Diperlukan keterli­batan dan partisipasi seluruh elemen masyarakat, termasuk para ulama dan da’i yang tergabung dalam Dewan Dakwah Aceh,” kata Zaini.

Menurutnya, Dewan Dakwah Aceh yang sejak lama berkiprah dalam dunia dakwah dan pembinaan umat, tentu semakin diharap­kan kiprah dan perannya dalam penguatan pelak­sanaan syariat Islam di Aceh.

Ketua Dewan Dakwah Aceh, Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA mengata­kan, saat ini pihaknya sedang fokus pada pembinaan mualaf di daerah perbatasan Aceh. Hal itu dikarenakan para mualaf tersebut masih sangat minim dalam mema­hami keislaman.

“Sudah 5 tahun, Dewan Dakwah Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Aceh melalui Baitul Mal melakukan pembinaan dan pendampingan mualaf yang berasal dari Subulussalam, Aceh Singkil, Simeulue, Aceh Tenggara, dan Aceh Tamiang.

Kepada mereka diajarkan akidah dan ibadah praktis, khususnya tata cara wudhuk dan salat menurut tuntunan sunnah. Juga tata cara membaca Alquran secara baik dan benar, sehingga sesuai aturan ilmu tajwid,” jelas Hasanuddin.

Ia juga berharap kepada Pemerintah Aceh mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah, yang nantinya akan diperuntukan khusus kepada mahasiswa Aceh. Mereka akan dibekali ilmu syariah, akidah dan akhlak serta penguasaan bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Alumnus dari sekolah tinggi ini, nantinya dapat ditempatkan di gampong-gampong untuk mengawal pelaksanaan syariat Islam sekaligus memberikan pelatihan kepada perangkat gampong.

Saat ini, Dewan Dakwah Aceh juga se­dang melakukan pelebaran halaman masjid dan pembangunan gedung pelatihan ka­der dakwah di Markas Dewan Dakwah Aceh, Gampong Rumpet, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar.

Usai mendengar tausiyah, Gubernur Zaini Abdullah memberikan membantu Rp100 juta, diikuti para tamu dan undangan lainnya. Sehingga pada malam itu terkumpul dana bantuan Rp209.213.000. (mhd)

Pembinaan dan pendampingan syariah bagi para muallaf khususnya yang berdomisili di daerah perbatasan Aceh, perlu dilakukan secara berkelajutan dan berkesinambungan. Sebab para muallaf yang banyak bekerja sebagai buruh kebun sawit masih sangat minim dalam memahami keislaman.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Da;’ah Aceh Tgk Hasanuddin Yusuf Adan kepada wartawan, Rabu (06/01/2015) kemarin.

Menurutnya pembinaan dan pendampingan secara kontinyu ini untuk memudahkan para muallaf dalam memahami dan memaknai ajaran-ajaran tentang Islam sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Selama tahun 2015, Dewan Da’wah Aceh bekerjasama dengan Baitul Maal Aceh telah melakukan pembinaan dan pendampingan tersebut kepada 150 muallaf yang berasal dari Subulussalam, Aceh Singkil, Simeulue, Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang. Pada setiap Kab/Kota tersebut untuk 30 muallaf. Kepada mareka diajarkan tentang aqidah dan ibadah praktis, khususnya tata cara wudhuk dan shalat menurut tuntunan sunnah. Juga tata cara membaca Al-Quran secara baik dan benar sehingga mampu membaca Al-Quran menurut aturan ilmu tajwid,”jelas Tgk Hasanuddin.

Ia menambahkan program pembinaan dan pendampingan syariah ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dasar tentang dinul islam dan pelaksanaannya di dalam kehidupan sehari-hari. Kepada para muallaf juga diberikan buku bacaan islami dan al-quran terjemahan yang disediakan oleh Baitul Mal Aceh. Dengan demikian mareka akan istiqamah dengan agama Islam dan tidak akan kembali lagi ke agama sebelumnya.

“Apa yang telah dilakukan oleh Baitul Maal Aceh ini perlu di apresiasi dan kita berharap supaya program tersebut akan terus berlangsung pada tahun-tahun berikutnya serta juga dapat dipadukan dengan program pemberdayaan ekonomi masyarakat,” tutup Tgk Hasanuddin.*