Tag Archive for: Dakwah

Pos

Oleh: Nazarullah, S.Ag, M.Pd *

Agama dan Politik (Negara) adalah ibarat kehidupan ikan dengan air. Dua-duanya saling memberikan konstribusi. Agama dan Politik juga bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi satu sama lain. Upaya memisahkan Agama dan Politik sama bahaya-nya seperti memisahkan keberadaan Tuhan dengan manusia.

Bila di Indonesia ini suatu saat dipisahkan Politik dengan Agama, maka Tuhan hanya akan ada dan hadir di Masjid dan Mushalla. Sementara pada saat Pilpres, Pilleg, dan Pilkada, Tuhan harus disimpan di rumah. Akhirnya akan berdampak besar bahwa, Allah (Tuhan) tidak boleh dihadirkan dalam Gedung Parlemen (Gedung DPR) dan Juga dalam Istana Presiden. Mengerikan bukan…?

Sebenarnya, diskursus masalah pemisahan Agama dan Negara bukan persoalan baru di Indonesia. Sejak zaman penjajahan Belanda, Persoalan ini telah pernah dimunculkan dan belum selesai sampai dengan saat ini (Never Ending Story). Padahal kalau kita kaji benar-benar bahwa masyarakat Islam sudah sangat legowo dengan menerima Pancasila sebagai Landasan Ideologi bernegara demi Bhinneka Dan Kebhinnekaan di Indonesia.

Sejarah pernah mencatat Bahwa, Kerajaan Aceh sangat susah ditaklukkan oleh Kolonial Belanda. Penyebabnya adalah, Kerajaan Aceh ditopang dengan kehadiran Ulama (Agama) dalam mempertahankan keutuhan Kerajaan Aceh. Akhirnya, untuk menghancurkan Aceh pada saat itu, Kerajaan Belanda mengirim Snouck Hurgronye (Tgk. Puteh) untuk mempelajari Islam, dan kawin dengan wanita Aceh, serta menetap di Aceh untuk Menghancurkan Kerajaan Aceh dari dalam dengan upaya menjauhkan Ulama dari lingkaran Raja Aceh. Upaya dan taktik Snouck Hurgronye ini diadopsi oleh negara-negara lain, untuk membungkam kaum Agamis dalam kancah Politik Negara. Dan ternyata, ide Snouck (Tgk. Puteh) ini juga digunakan oleh pimpinan negeri ini dalam meredam keberpihakan Ulama-Ulama Islam terhadap politisi-politisi muslim.

Rasulullah SAW adalah panutan dan uswah masyarakat Muslim seantero dunia. Diplomasi-diplomasi yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat dengan non. Muslim pada saat itu sudah cukup bukti bagi kita untuk mengutarakan bahwa Islam dan negara adalah adalah dua hal yang saling menunjang dan tidak terpisahkan.

Di Indonesia, bila Muslim dan Ulamanya mengutarakan keinginan untuk memilih pemimpin dari kalangan Muslim, Kata HAMKA; ini bukanlah SARA, karena juga tidak salah bila Umat Kristiani berkeinginan memilih pemimpin mereka dari kalangan Kristen. Sekali lagi, keinginan ini bukanlah SARA, Karena seperti itu-lah diatur dalam masing-masing Agama.

Jadi yang salah apa? Yang salah adalah, jika Bangsa Indonesia ini dijauhkan dari Agamanya. Dan yang Benar-benar salah, bila penduduk Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa dijauhkan dari Tuhan mereka. Nantinya orang-orang Kristen yang berpolitik, Tuhannya hanya ada di Gereja, Orang Hindu yang menjadi anggota Partai, Tuhannya hanya bisa dijumpai di Biara. Orang Islam yang maju sebagai Gubernur, Allah SWT tidak boleh di bawa-bawa dalam kesehariannya dan hanya boleh berjumpa dengan Allah SWT saat ke Masjid dan Mushalla. Duhai bangsa-ku, bila ada Warga Negara Indonesia yang terpilih menjadi Presiden lewat Jalur Politik, Maka sudah pasti Presiden itu tidak bersama dengan Tuhannya di dalam Istana. Bila  Presiden telah dipisah dari Agama, sudah tentu pula Presiden kita sudah jauh dari Tuhan-nya.

Bila Agama sudah tidak ada lagi dalam Politik Indonesia, bukan tidak mungkin suatu saat nanti, pidato politik, pidato Presiden, pidato Anggota Dewan Terhormat dan pidato Gubernur serta Bupati, Pengantarnya atau muqaddimahnya tidak ada lagi kata Puji-Pujian kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Karena jabatan mereka adalah Jabatan Politik, tidak dibenarkan lagi membawa nama Allah/Tuhan sebagai Pemilik Agama. Bila ini terjadi di Indonesia, maka sila pertama dalam Pancasila bahwa NKRI adalah negara Berketuhanan Yang Maha Esa, akan tinggal sebagai sejarah, Tuhan pernah ada dalam negara Indonesia. Ironis bukan ?

Bila Tuhan tidak ada lagi di Indonesia, maka akan kita ceritakan apa kepada anak cucu kita nantinya? Apakah kita Ingin mewariskan Indonesia ini kepada mereka sebuah negara Yang tidak bertuhan? Na'uzubillahi min zaalik. Sadarlah wahai bangsa-ku. Istighfarlah wahai pemimpin-Ku. Agama bukan hanya mengurus ibadah saja. Islam bukan Agama yang mengatur Shalat, Puasa, Zakat, Haji dan Umrah Saja. Tapi Politik dan Agama Islam yang diwariskan Rasulullah SAW dan Para Ulama Terdahulu juga mengatur Ekonomi, Tata Negara, Kepemimpinan, Hukum, dan Hubungan Bilateral antar Negara di Dunia ini seperti hubungan bilateral saat kedatangan dan kerja sama Raja Salman dari Arab Saudi beberapa waktu yang lalu dengan Pemerintah Indonesia.

Politikus yang jauh dari Tuhannya, akan menjadi manusia yang Atheis. Politikus yang jauh dari akhlak dan norma-norma Agama, akan menjadi manusia yang mengabdi kepada Materi. Apapun yang mereka lakukan untuk kepentingan NKRI ini, tidak lagi dinilai sebagai sebuah Ibadah. Dan jika ingin beribadah, mereka hanya bisa lakukan di tempat ibadah seperti Masjid dan Mushalla. Dan bila hal ini terjadi di negara-Ku Indonesia, bukan tidak mungkin suatu saat nanti, bangsa-Ku yang dulu agamis, akan menjadi bangsa yang Atheis.

Ya Allah, Tunjuki bangsa-ku ini jalan yang lurus, Jalan orang-orang yang pernah Engkau muliakan di dunia ini, serta jalan orang-orang yang Engkau Ridhai. Jangan Engkau jadikan Bangsa ini wahai Penguasa jagad raya, sebagai Bangsa yang Engkau benci dan Engkau sesatkan. Kami malu kepada pendahulu kami yang telah merebut Negara ini dari penjajah Belanda dengan Takbir dan Jihad, tapi kami tidak sanggup mewariskan Negara ini kepada anak dan Cucu kami sebagai Negeri yang masih ada Tuhan, yang selalu hadir dalam Keyakinan dan Keimanan.

 

* Penulis adalah Tenaga Pendidik di Lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Pidie.

 

Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh telah menyusun program kerja tahunan untuk tahun 2017. Kegiatan yang melibatkan seluruh pengurus tersebut  berlangsung di Komplek Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kec. Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Minggu (2/4).

Sekjend Dewan Dakwah Aceh Said Azhar, S.Ag kepada wartawan, Senin (3/4) mengatakan, untuk tahun 2017 ini, Dewan Dakwah Aceh telah menyusun sejumlah program kerja. Penyusunannya dilakukan menurut bidang masing-masing. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih atau double kegiatan yang sama di bidang tersebut juga untuk memudahkan dalam pelaksanaannya.

“Di antara sejumlah program-program itu, yang menjadi prioritas pada tahun ini diantaranya adalah program kemandirian dakwah melalui pemberdayaan ekonomi usaha produktif, pendidikan dan pelatihan (diklat) dakwah, pembentukan dan pengaktifan pengurus daerah, penerimaan mahasiswa baru Akademi Dakwah Indonesia (ADI) dan program selama bulan suci ramadhan 1438 H,“ rinci Said Azhar seperti keterangan tertulis yang diterima redaksi dewandakwahaceh.com.

Sementara itu Ketua Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA mengharapkan program kerja yang telah disusun tersebut dapat dilaksanakan semuanya di tahun ini sesuai dengan schedule yang telah ditetapkan. Mengingat program-program tersebut sangat bermanfaat untuk kemaslahatan ummat dalam rangka mengawal pelaksanaan Syariat Islam di Aceh yang kini sudah berusia 15 tahun.

Dosen Fak. Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry itu menambahkan selama ini Dewan Dakwah Aceh telah melaksanakan sejumlah kegiatan yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Ini merupakan bentuk partisipasi dan keseriusan serta komitmen Dewan Dakwah Aceh dalam membantu pemerintah agar Syariat Islam di Aceh akan semakin maju dan berjaya. Selain itu dukungan penuh dari pemerintah juga sangat diperlukan.

“Dewan Dakwah Aceh sangat siap dan akan senantiasa bersama pemerintah Aceh untuk kemajuan Syariat Islam. Karenanya kami sangat berharap agar pemerintah dapat membuat terobosan-terobosan yang inovatif. Tentunya Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan mesti di bantu oleh pihak lainnya. Dari itu pemerintah haruslah bersinergi dengan lembaga dakwah dan ormas islam serta mensupport dan memberi dukungan penuh pada setiap kegiatan yang mereka laksanakan,” tutup Tgk Hasanuddin. [

 

SUBULUSSALAM – Sebanyak 50 mualaf mengikuti pembinaan spiritual disampaikan Dewan Dakwah Indonesia Kota Subulussalam di aula Pendopo Wali Kota, Senin, 8 Mei 2017.

Ketua Dewan Dakwah Indonesia Kota Subulussalam Ustaz Sabaruddin kepada portalsatu.com di sela-sela acara tersebut mengatakan, kegiatan pembinaan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Subulussalam diperuntukkan bagi mualaf atau orang yang masuk Islam sejak tiga tahun belakangan ini.

"Ini mereka yang tiga tahun belakangan ini menjadi mualaf. Atau ada di antara mereka mungkin saja sudah lama masuk Islam, tetap belum pernah mengikuti pembinaan," katanya.

Ia menyebutkan, peserta pembinaan mualaf itu dari empat kecamatan dalam wilayah Subulussalam yakni Penanggalan 24 mualaf, Simpang Kiri 22 orang, Rundeng 2 mualaf dan Sultan Daulat 2 orang.

Sabaruddin yang juga anggota MPU Kota Subulussalam menyampaikan materi tentang akidah Islamiyah. Sementara Wakil Ketua Dewan Dakwah Ustaz Chairul Anwar, S.Ag., menyampaikan fiqih ibadah.

Sedangkan dua narasumber lainnya juga dari dewan dakwah masing-masing Ustaz Aab Syihabuddin, M.A., dan Masnur, S.Pd.I., menyampaikan tentang sosial kemasyarakatan dan cara membawa Alquran.

Sabaruddin menyebutkan kerja sama pembinaan terhadap mualaf diharapkan terus berlanjut setiap tahunnya, baik dengan Pemerintah Subulussalam maupun Provinsi Aceh. Terlebih Subulussalam wilayah perbatasan dengan Sumatera Utara, sehingga dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah.

"Mereka menjadi mualaf atas kesadaran sendiri, tidak ada intimidasi, ini murni atas keinginan mereka menjadi mualaf. Karena itu mereka harus tetap dibina, kalau bisa jangan cuma pembinaan spiritual saja, tetapi harus ada pembinaan ekonomi juga," kata Sabaruddin.

Ia mengatakan pembinaan sebaiknya dilakukan secara berimbang antara spiritual dan ekonomi. Pasalnya sejak masuk Islam hubungan para mualaf dengan keluarga sebelumnya menjadi terputus.

"Jadi kalau tidak kita yang memberikan perhatian kepada mereka siapa lagi. Jika tidak dibina dengan baik, bisa saja di antara mereka kembali ke komunitasnya lagi. Selama ini ada satu dua kembali lagi ke komunitas asalnya," kata Sabaruddin.

Sementara Dewan Dakwah Indonesia Kota Subulussalam, kata Sabaruddin, hanya mampu memberikan pembinaan melalui spiritual saja lantaran tidak memiliki dana untuk program pembinaan ekonomi. Karena itu, dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah maupun Provinsi Aceh untuk melakukan pembinaan ekonomi bagi mualaf di Bumi Sada Kata.[]

BANDA ACEH – ‎Pemuda Dewan Dakwah Aceh (PDDA), mengkaji dan mendiskusikan isu wanita terkini yakni lesbian yang harus 'dihindari atau diayomi'. Acara digelar di Warung Jus Bang Khan, kawasan Rukoh, Syiah Kuala, Banda Aceh, Jumat (24/3/2017).‎ 

Kegiatan ini didasari terhadap keprihatinan mendalam, terkait isu moral dan sosial yang menjadi tugas masyarakat, pemerintah dan juga kita semua. Seperti yang disampaikan oleh pemateri ngobrol isu wanita terkini, Nurul Fahmi.

Nurul mengatakan, cara dan solusi terbaik dalam menanggulangi segala hal terkait isu amoral di masyarakat seperti lesbian, free sex (seks bebas), LGBT maupun kasus "penyakit sosial" lainnya, bisa disembuhkan dengan cara menuntun mereka ke arah yang benar. 

"Mereka yang lesbian maupun yang mendekati pada ciri-cirinya juga harus kita dekati. Sebagai umat muslim, kita jangan menjauhi mereka. Dekati mereka dengan cara mengayomi, menasihati serta menuntun ke arah yang lebih baik," ujarnya dalam diskusi tersebut.

Menasihatinya, sambung nurul, harus dengan lemah lembut dan jangan pernah memperlakukan mereka dengan kekerasan serta bertindak semena-mena. "Sehingga membuat hati mereka terluka, sehingga mereka pun tidak ingin berubah dan tetap kembali pada jalan dan pola hidup seperti itu," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Kemuslimahan PDDA, Uswatun Hasanah mengatakan, tujuan kegiatan ini dilakukan adalah agar pemahaman dan kepekaan kita terhadap isu sosial terus digalakkan. 

"Sehingga bahasa dan efek yang ditimbulkan mudah dicegah. Apalagi, dengan kondisi masyarakat sekarang yang mudah disusupi dan dipengaruhi jika kita tidak memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT," kata Uswatun.

Sebagai seorang muslimah, lanjutnya, kita wajib membentengi diri kita dari hal yang mudharat dan segala hal yang tidak baik. "Maka, selain menjaga diri kita dari segala hal yang negatif mempengaruhi kehidupan kita, juga sebagai peran kita dalam menyiarkan kebaikan agar kehidupan masyarakat yang berada di lingkungan kita juga terhindar dari pengaruh yang kurang baik," tambahnya.

Pengurus Wilayah Pemuda Dewan Dakwah Aceh melalui bidang Pemberdayaan Ekonomi Pemuda menggelar seminar wirausaha, Sabtu sore (18/3) di Mesjid Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kec. Krueng Barona Jaya, Aceh Besar. Seminar bertajuk DINAR (Diskusi Enterpreneur Pemuda Imajiner) itu diikuti oleh puluhan mahasiswa dan pemuda.

Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi, Pemuda Dewan Dakwah Aceh, Akmal Iman mengatakan kegiatan ini merupakan program rutin yang dilaksanakannya pada setiap bulan. Tujuannya adalah untuk memotivasi dan melahirkan para pemuda pemudi Aceh yang fokus serta gemar untuk berwirausaha. Ia menambahkan pada setiap kegiatannya, panitia selalu menghadirkan para profesional muda yang telah berhasil di berbagai dunia usaha sebagai pematerinya.

“Program ini sangat bermanfaat bagi para pemuda dan mahasiswa Aceh yang ingin berwirausaha. Apalagi banyak mahasiswa setelah tamat kuliah langsung mencari lowongan pekerjaan. Sementara persaingan hidup semakin ketat dan lapangan pekerjaan sangat sulit. Maka dengan kita berwirausaha akan mengatasi beban pengangguran dan juga membantu pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan,” kata Akmal Iman yang juga Ketua Panitia Pelaksana, Minggu (19/3).

Sementara itu yang menjadi pemateri dalam seminar ini adalah praktisi bisnis profesional yang juga CEO D’Green Laundry, Munardi Nazwar. Adapun judul materinya adalah “teknik jitu dalam memulai usaha”. Karena berlatar belakang sebagai pengusaha laundry, iapun bercerita dan menguraikan kisahnya ketika membangun bisnis dan usahanya itu sejak awal hingga sekarang.

Pengusaha muda ini menjelaskan modal awal dalam berwirausaha adalah bagaimana kita mampu transparan dan dapat dipercaya dalam mengelola segala jenis usaha. Kemudian juga harus mampu meyakinkan investor (sumber modal) untuk membantu usaha yang sedang berjalan tersebut.

Ia menambahkan dalam mengelola sebuah usaha itu juga diperlukan keseriusan yang tinggi dan kosentrasi yang penuh. Serta di tunjang dengan tata kelola yang baik dan manajemen yang bagus. Dan yang terpenting adalah jangan cepat menyerah jika menemui kegagalan dan kebuntuan. Karena kegagalan dan kebuntuan tersebut akan mendidik kita untuk tetap istiqamah dalam suatu perjuangan. Dan tak ada keberhasilan tanpa perjuangan yang berat.

“Selain itu para konsumen (pembeli) pun harus kita jaga dengan baik. Komunikasi dengan mareka pun harus teratur dan bijaksana. Dengan demikian usaha yang sedang kita rintis tersebut secara perlahan akan menjelma menjadi usaha yang besar dan menjadi terkenal,” pungkas Munardi Nazwar. []

BEGITU TANDUSKAH NEGERI INI ?       
Oleh: Nazarullah S.Ag, M.Pd *

Indonesia dari dulu jadi rebutan negara-negara Eropa, Sehingga mereka "Meuseunoh" untuk menjajah negeri ini. Belanda menjajah Indonesia agar tidak terkesan radikal, Lewat mendirikan VOC merampas hasil alam Indonesia. Kenapa hasil alam yang diincar? Jawabannya, karena hasil alam Indonesia sangat menjanjikan keuntungan.

Bila hasil alam negeri ini membuat tergiur bangsa lain untuk menguasai Indonesia, kenapa saat Indonesia sudah merdeka dari penjajahan, bangsa ini tidak pernah menikmati kesejahteraan sampai dengan saat ini? Barangkali ini-lah misteri yang harus diungkapkan, agar menjadi terang benderang penyebab bangsa ini terpuruk sampai harus menjadi negara yang terutang dan terjajah.

Umar Bin Khattab pernah berkata: "Suatu negeri akan hancur jika pengkhianat jadi petinggi, dan kekayaan dikuasai oleh orang-orang yang fasik". Pertanyaannya, Apakah ungkapan Umar Bin Khattab itu sedang terjadi di NKRI yang kita cintai ini?

Buka mata lebar-lebar, Negera kita adalah negara yang kaya raya. Tapi penduduknya rela menjadi "Budak" (TKI) di Negeri orang demi sesuap nasi, Karena susahnya mencari lapangan kerja di Negeri sendiri. Penduduk Indonesia tidak-lah “bodoh-bodoh amat”, tapi Sumber Daya Alam diolah oleh bangsa lain. Sumber Daya Manusia sudah banyak yang dibentuk, tapi untuk berbuat sangat-lah terbatas.

Indonesia negara yang Aneh, kaya raya, tapi kebutuhan hari-hari harus di import dari negara lain. Kebutuhan pokok saja harus dipasok dari negara luar. Pertanyaannya, apakah begitu Tandusnya negeri Indonesia ini sehingga untuk kebutuhan makanan sehari-hari saja terpaksa didatangkan dari negara-negara tetangga ??

Tentulah jawabannya tidak, Indonesia bukan negara tandus. Indonesia adalah negara makmur dan Subur. Cuman penduduknya jadi miskin disebabkan oleh salah "Urus" negeri oleh orang-orang yang telah hilang hati nurani. Disaat bangsa kita butuh kerja, malah di PHK dan direkrut pekerja China. Inilah yang dimaksud sebagai pengkhianatan untuk anak-anak dari Ibu Pertiwi Indonesia. "Endatu" Bangsa Aceh pernah berkata tentang carut marutnya negeri ini, Bahwa:

Rakyat Deuk Troe.    
Neugara Ruyang Rayoe.        
Masyarakat Saket Asoe.        
Udep Lage Lam Lumpoe.

Negeri ini direbut oleh para pahlawan kita dari bangsa penjajah bertujuan untuk kesejahteraan penduduk negeri. Sehingga mereka rela "Menyumbang" Nyawanya demi kemerdekaan negara yang makmur dan kaya sumber alam ini. Tapi betapa sedihnya hati mereka jika mengetahui bahwa banyak pemimpin negeri ini yang telah berkhianat dan rela menjual tanah dan Sumber Daya Alam Indonesia demi kepentingan pribadi dan golongan.

Bukti nyata dari pengkhianatan itu salah satunya adalah dengan dibangunnya sejumlah Reklamasi untuk penduduk China yang nantinya akan menempati Bangunan tersebut, dan ironisnya, mengusir penduduk asli dari dari seputaran pantai itu hanya demi menyenangkan hati beberapa bangsa taipan sang penyandang dana.

Cukupkah sampai disitu? Jawabannya, belum. Saat bangunan reklamasi itu ditempati oleh orang-orang China nantinya, dan mereka dibekali dengan KTP Indonesia, maka siapa-pun suatu saat nanti dalam pemilihan Presiden atau Gubernur yang diusung mereka, pasti akan menang. Maka tamatlah riwayat negara Indonesia.      
Walahu A'lam…..

  • Penulis adalah Salah satu Calon Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Aceh

BANDA ACEH —Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh mengikuti acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat-Ahad (24-26/2/2017).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dewan Dakwah Pusat itu bertema “Mengawal Akidah, Merekat Ukhuwah, Menjaga NKRI” juga dirangkai dengan acara Haflah Tasyakur Setengah Abad Dewan Dakwah.

“Kegiatan ini dihadiri oleh Pengurus Dewan Dakwah Pusat, 32 Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Provinsi seluruh Indonesia dan 270 Pengurus Daerah Dewan Dakwah Kab/Kota. Khusus untuk Aceh, Rakernas ini diikuti oleh 15 peserta yang terdiri dari Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh, Perwakilan Pemuda Dewan Dakwah Aceh, Pengurus Daerah Dewan Dakwah Kab. Pidie Jaya, Kab. Pidie dan Kab. Aceh Besar,” kata Sekjend Dewan Dakwah Aceh Said Azhar S Ag kepada wartawan di Banda Aceh, Senin (27/2).

Menurut Said Azhar, ada sejumlah kegiatan yang menjadi agenda utama dalam pelaksanaan Rakernas tersebut. Diantaranya penulisan buku, bedah buku dan seminar internasional dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya seperti Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, Prof Dr Syafii Antonio dan Prof Dr Bambang Sudibyo MBA CA.

Hasilkan Rumusan

Sementara itu Ketua Pemuda Dewan Dakwah Aceh Basri Effendi SH MKn menambahkan dalam Rakernas yang berlangsung hingga tengah malam tersebut telah menghasilkan sejumlah rumusan, dimana rumusan tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Dewan Dakwah Pusat Drs Mohammad Siddik MA dan Sekretaris Umum Drs Avid Solihin MM.

“Rumusan tersebut selanjutnya akan menjadi acuan yang harus ditindaklanjuti oleh Pengurus Dewan Dakwah Pusat, Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Provinsi dan Pengurus Daerah Dewan Dakwah di Kab/Kota dalam bersikap dan bertindak. Kita berharap ini akan menambah kinerja Dewan Dakwah ke arah yang semakin baik lagi dalam menghadapi tantangan yang semakin berat dan kompleks yang cenderung mengerus akidah dan nilai-nilai ajaran agama Islam,” ungkap Basri Effendi.

Basri Effendi merincikan sejumlah rumusan itu diantaranya adalah Dewan Dakwah harus turut aktif dalam menjalankan dakwah berkualitas. Dan orientasi dakwah harus diarahkan pada upaya membangun kembali semangat persatuan dan kesatuan ummat dan bangsa. Kemudian untuk mendukung pelaksanaan dakwah yang berkualitas, maka diperlukan pula kader-kader yang berkualitas.

“Untuk melahirkan kader-kader yang berkualitas tersebut, maka lembaga-lembaga pendidikan yang ada seperti Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir dan Akademi Dakwah Indonesia (ADI) harus ditingkatkan dan dikembangkan serta diperluas penyebarannya,” ujar Basri.

Ia menambahkan dalam rangka pelaksanaan dakwah dikalangan perempuan, anak-anak dan keluarga, Pengurus Dewan Dakwah diseluruh tingkatan harus menindaklanjutinya dengan membentuk Kepengurusan Muslimat. Kepada mareka diberi keleluasaan dalam menjalankan organisasi dan kegiatannya.

“Dan yang terkait dengan penyebaran dai, maka perlu diperluas dan dikembangkan baik jumlah maupun wilayah penempatannya dengan mengintegrasikan pengeloaan dai Dewan Dakwah Pusat yang ditempatkan di daerah-daerah kepada Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Provinsi. Dengan demikian memudahkan dalam mengkoordinir dan melakukan pembinaanya,” tutup Basri Effendi. *

Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh bekerjasama dengan LAZIS Dewan Dakwah Pusat, Jakarta menggelar pelatihan kebencanaan di Komplek Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kec. Krueng Barona Jaya, Aceh Besar Sabtu (21/01).

Kegiatan yang bertajuk “Madrasah Relawan Kemanusiaan” itu diikuti sekitar puluhan mahasiswa dan dibuka secara resmi oleh Direktur LAZIS Dewan Dakwah Pusat H Ade Salamun MSi. Turut dihadiri oleh Presiden Global Peace Mission (GPM) Malaysia, Mohd Halimi bin Abdul Hamid, Sekjend Dewan Dakwah Aceh Said Azhar S Ag, pengurus Dewan Dakwah Aceh dan para undangan lainnya.

Ade Salamun saat membuka kegiatan tersebut mengatakan sebagai daerah yang rawan akan bencana alam seperti gemapa bumi dan banjir, Aceh harus memiliki banyak relawan yang siap terjun setiap saat ke lapangan jika sewaktu-waktu bencana itu datang. Ditambah lagi dengan kondisi masyarakat kita yang kurang tanggap saat bencana terjadi. Maka disinilah peran utama dari para relawan yang harus dikedepankan.

“seperti saat terjadi gempa di Pijay beberapa waktu yang lalu. Relawan Dewan Dakwah dan juga para relawan lainnya langsung terjun ke lokasi gempa untuk memberikan pertolongan kepada para korban. Dengan demikian relawan kebencanaan harus mempunyai pengetahuan yang luas. Karena tugas utama relawan itu bukan hanya mengevakuasi para korban yang meninggal juga harus menolong korban yang selamat,” ungkap Ade.

Ia menambahkan para relawan juga harus mampu membangkitkan kembali kondisi masyarakat pasca bencana. Agar mareka tidak trauma dan akan menata kehidupannya lagi seperti sediakala.

Sementara itu Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA, memberikan apresiasi dan menyambut baik atas pelaksanaan kegiatan ini. Pelatihan seperti ini sangat banyak manfaatnya untuk membantu masyarakat dan siapa saja terutama ketika terjadinya bencana.

“saling membantu antar sesama manusia walaupun berbeda suku, bangsa dan agama merupakan ajaran Islam. Dari itu kami berharap kepada para peserta untuk mengikuti pelatihan ini dengan serius demi kemaslahatan ummat manusia kedepannya. Pelatihan ini juga penting bagi para mahasiwa yang nantinya juga akan mengabdi kepada masyarakat,” tegas Tgk Hasanuddin.

Menurut panitia pelaksana Zulfikar Tijue SE, mareka menghadirkan dua instruktur terbaik untuk pelatihan tersebut, yaitu Hairul Anwar S.Kom I dari Jakarta dan Agung Gumelar ST dari Garut, Jawa Barat.

“Adapun materi pelatihannya meliputi teknik pemetaan, strategi perencanaan program dan metode pendampingan,” Tutup Zulfikar.[]

 

  

Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh

 

Dr. Tgk Hasanuddin Yusuf Adan, M.CL MA

(Hp. 08526018557

Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh bekerjasama dengan Lazis Dewan Dakwah Pusat, Jakarta menyelenggarakan aneka pelatihan wirausaha bagi seratusan mahasiswa dan pemuda yang dipusatkan di Komplek Markaz Dewan Dakwah Aceh di Gampong Rumpet, Kec. Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Selasa (17/1/2017).

Pelatihan yang berlangsung selama dua hari berturut-turut tersebut diantaranya pelatihan pengolahan tempe dan susu, pelatihan budi daya lele organik dan pelatihan pemasangan instalasi air bersih (air RO). Dan untuk masing-masing pelatihan diikuti oleh 40 peserta.

Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA, dalam sambutannya mengatakan kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh minimnya lahan pekerjaan akan dapat diatasi salah satunya dengan berwirausaha. Pelatihan seperti yang dilaksanakan oleh Dewan Dakwah Aceh ini sangat banyak manfaatnya untuk membantu perekonomian masyarakat dan ummat.

Dosen Fak. Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry ini menambahkan para mahasiswa dan pemuda juga dituntut untuk mempunyai skill yang mumpuni dalam menghadapi era globalisasi yang sudah berada di depan mata.

“Pelatihan ini akan bernilai tinggi dan bermanfaat dalam kehidupan kita. Dari itu kami berharap para peserta dapat bersungguh-sungguh dalam mengukutinya dan yang terpenting pasca pelatihan ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Dan kami juga berterima kasih kepada semua pihak atas prakarsa terlaksananya pelatihan ini,” ungkap Tgk Hasanuddin.

Sementara itu Pengurus Dewan Da’wah Pusat yang juga Kepala LPM STID Mohd. Natsir Ust Mohammad Firdaus M.Kom I saat membuka kegiatan tersebut mengatakan pelatihan serupa juga dilaksanakan di beberapa provinsi lain di seluruh Indonesia. Tujuannya adalah untuk memperbaiki dan menambah ekonomi dengan skill yang dimiliki.

“Kami berharap Markaz Dewan Dakwah Aceh ini dapat menjadi central pelatihan bagi pemuda dan mahasiswa untuk melahirkan wirausaha muda yang terampil dan beraklaq,” harap Ustd Firdaus.

Panitia pelaksana Afrizal Refo MA mengatakan para instruktur dalam pelatihan tersebut diantaranya Ust Mohammad Firdaus M.Kom I dari Riau dan Ust Sudarmin dari Kubu Raya, Kalbar.

“Kegiatan ini turut dihadiri oleh Manager Program Lazis Dewan Dakwah Pusat Agus Gumelar, Corpotare Fundraising Lazis Dewan Dakwah Pusat Khairul Anwar, Direktur Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh Dr Muhammad AR M.Ed, pengurus Dewan Dakwah Aceh dan para undangan lainnya,” tutup Refo.

Partai Komunis Indonesia (PKI) awal sekali didirikan oleh seorang sosialis Belanda bernama Henk Sneevliet dan Sosialis Hindia Belanda lainnya pada bulan Mei 1914 yang dalam waktu lama berkantor pusat di Jakarta. PKI mempunyai organisasi-organisasi underbawnya seperti CGMI sebagai sayap Pelajar, pemuda Rakyat sebagai sayap pemuda, Gerwani sebagai sayap perempuan, SOBSI sebagai sayab buruh, BTI sebagi sayap petani. PKI juga memiliki warna khas yaitu warna merah dengan palu-arit sebagai lambangnya.

            Henk Sneevliet bersama teman-temannya membentuk tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama: Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) dalam bahasa Inggeris disebut; Indies Social Democratic Association. ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda. Anggota ISDV memakrufkan pemikiran-pemikiran Marxis, atheis untuk mengedukasi orang-orang Indonesia mencari cara menentang kekuasaan penjajah

Pada Kongres ISDV di Semarang bulai Mei 1920, nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun ditetapkan sebagai ketua partai dan Darsono sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda. PKH menjadi partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Pada Mei 1925, Komite Exec dari Komintern dalam rapat pleno memerintahkan komunis di Indonesia untuk membentuk sebuah front anti-imperialis bersatu dengan organisasi nasionalis non-komunis, tetapi unsur-unsur ekstremis didominasi oleh Alimin & Musso menyerukan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Namun usaha pemberontakan tersebut telah gagal dan pemerintah Belanda melarang  PKI. pada tahun 1927

Pada Februari 1948 PKI dan Partai Sosialis membentuk front bersama yang diberi nama Front Demokrasi Rakyat. Partai Sosialis kemudian bergabung dengan PKI. dan milisi Pesindo berada di bawah kendali PKI. Pada tanggal 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah dua belas tahun menuntut ilmu komunis di Uni Soviet. Pada 5 September 1948 Musso berpidato menganjurkan Indonesia berkiblat  ke Uni Soviet. Dengan kerja kerasnya kemudian Musso berhasil menggerakkan massa PKI untuk memberontak di Madiun Jawa Timur tahun 1948.

 

PEMBERONTAKAN PKI 1948

Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun adalah pemberontakan kaum komunis yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Pemberontakan ini dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam organisasi bernama Front Demokrasi Rakyat" (FDR). Berawal dari kejatuhan kabinet RI yang dipimpin Amir Sjarifuddin dan digantikan oleh kabinet Muhammad Hatta, membuat Amir Sjarifuddin membentuk wadah baru dan mengumpulkan orang-orang yang berpaham kiri dan sekuler dalamnya dengan nama Front Demokrasi Rakyat" (FDR).

Musso sebagai tokoh PKI yang lama tinggal di Uni Soviet dalam sidang Politbiro PKI 13-14 Agustus 1948 mengusulkan sebuah jalan baru untuk Republik Indonesia karena menurutnya gerakan PKI sudah salah jalan dalam bergerak di Indonesia. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme, yaitu: PKI illegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional".

Tanggal 18 September 1948, PKI/FDR menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan mengumumkan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Keesokan harinya, PKI/FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Di Pati, Jawa Tengah juga diduduki oleh PKI dan FDR. Pemberontakan ini menewaskan RM Suryo sebagai Gubernur Jawa Timur, dr. Moewardi yang pro-kemerdekaan, serta beberapa tokoh agama dan petugas kepolisian. Mengingat kondisi Madiun sudah sangat berbahaya maka kabinet Muhammad Hatta di Jakarta mengambil gerakan cepat untuk menghapus gerakan PKI tersebut. Pemerintah mengangkat Kolonel Sungkono sebagai gubernur militer untuk menumpas PKI. Yang dimulai pada tanggal 20 September 1948. Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. berhasil ditembak mati. Amir Sjarifuddin yang di tangkap di Grobogan, Jawa Tengah dijatuhi hukuman mati.

 

PEMBERONTAKAN PKI 1965

            Semenjak tahun 1950, PKI menggeliat kembali di Indonesia yang dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit (D.N.Aidit) yang memilih posisi sebagai partai nasionalis. Aidit dan kelompok muda lainnya seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Di bawah kepemimpinan D.N.Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165.000 pada 1954 dan sampai 1,5 juta pada 1959, sungguh merupakan sebuah perkembangan yang sangat cepat.

kongres PKI yang diadakan Agustus 1959 walaupun dicegah militer namun berhasil dan berjalan lancar karena mendapatkan dukungan Soekarno dan ia pula yang membukanya. Pada tahun 1960 Sukarno meluncurkan slogan Nasakom, singkatan dari Nasionalisme, Agama, Komunisme yang diwakili oleh PNI, NU, dan PKI. Dengan demikian peran PKI sebagai mitra junior dalam pemerintahan Sukarno resmi dilembagakan dan PKI semakin naik daun karena mendapatkan dukungan partai berbasis agama (NU) dan berbasis nasionalisme (PNI).

Perkembangan PKI yang mencapai 3 juta orang tahun 1965, PKI menjadi salah satu partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI mempunyai massa dalam beberapa organisasi underbawnya seperti Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI). Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di bawah payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia, jumlah tersebut menjadi modal kuat buat PKI untuk berusaha menguasai Indonesia.

Merasa diri sudah kuat maka pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur yang terkenal dengan nama Lubang Buaya. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September ("G30S"). Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta tersebut gagal pada 2 Oktober esok harinya.

Menjelang terpilihnya Jokowi menjadi presiden RI,  mantan Aster Kasad Mayjen TNI Purn  Prijanto di Jakarta, Ahad (29/6/2014) mengatakan bahwa Komunisme sedang lakukan rekonsolidasi secara serius dan terencana di Indonesia. Lebih jauh, Prijanto mengatakan,  istilah petugas partai yang disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada Jokowi juga dinilai modus komunisme. Sebab, istilah petugas partai mirip dengan pekerja partai yang pernah dikatakan tokoh PKI. D.N Aidit. Sekarang terjadi kolaborasi antara kader-kader komunis yang sudah menyusup di PDIP dengan kalangan Katolik yang memiliki ideologi ‘Theologi Pembebasan’ yang diadopsi dari Amerika Latin, dan bermuara lingkaran Jokowi. Maka, sekarang lingkaran Jokowi terus menggelindingkan dan menggelorakan tentang idiom atau kata ‘kerakyatan yang lazim digunakan PKI.

Dalam beberapa bulan terakhir ini pihak keturunan PKI dan aktivis HAM gencar menyebarkan issue bahwa negra RI sudah banyak membunuh anggota PKI dalam tahun 1948 dan tahun 1965 dan mereka menuntut pemerintah agar minta ma’af kepada keturunan korban. Selain itu lambang palu arit akhir-akhir ini kembali menjulang di kawasan-kawasan tertentu terutama sekali di Pulau Jawa. Ada orang menulis buku berjudul “Aku Bangga Menjadi anak PKI” (oleh Dr. Ribka Ciptaning), ramai kawula muda kini memakai kaos oblong berlambang palu arit (sebagai lambing PKI), ada pula muslim yang pakai kaos oblong bergambar Che Guevera (tokoh Komunis), dan sebagainya.

Apapun opini dan komentar serta pendapat orang tentang PKI, yang jelas PKI baik yang dipimpin Musso di Madiun maupun yang dipimpin D.N.Aidit di Jakarta telah banyak membunuh manusia. Mereka anti tuhan karena beraliran dan berpaham Marxisme, Atheisme, dan Leninisme, maka tidak layak lagi PKI eksis di bumi Indonesia yang konstitusinya mengesahkan enam agama bagi bangsanya (Islam, Hindu, Budha, Katholik, Protestan, dan Kong Hu Chu). Sementara Komunisme tidak memiliki agama, tidak bertuhan, dan suka kepada pembantaian terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Oleh: Hasanuddin Yusuf Adan

(Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Siyasah pada fakultas Syari’ah & Hukum UIN Ar-Raniry)